Anda di halaman 1dari 27

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Produk yang dihasilkan dalam bidang peternakan tidak hanya sebatas

daging, susu, dan telur. Kulit dan feses juga merupakan produk sampingan yang

dihasilkan peternakan yang jika diolah kembali dapat menghasilkan uang dalam

jumlah yang tidak sedikit. Kulit merupakan salah satu bagian dari makhluk hidup

yang dapatdimanfaatkan. Kulit ternak seperti sapi, domba, kambing, kerbau, dan

kelinci umumnya dapat dijadikan suatu produk baik itu untuk kebutuhan pangan,

sandang, maupun kerajinan tangan yang menarik. Dalam Ensiklopedi Indonesia,

dijelaskan bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau

tubuh binatang dari pengaruh-pengaruh luar. misalnya panas, pengaruh yang

bersifat mekanis, kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu. Kulit terdiri dari

beberapa lapisan yang mempengaruhi kualitas kulit, lapisan yang mempengaruhi

kualitas kulit tersebut adalah lapisan epidermis, lapisan corium (derma), dan

lapisan hypodermis. Epidermis merupakan bagian kulit paling atas tersusun dari

sel epitel pipih kompleks, pada lapisan ini juga terdapat asesori epidermis seperti

rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan otot penegak rambut. Di bawahnya

terletak lapisan dermis atau kulit jangat yang tersusun dari jaringan ikat padat.

Pada lapisan paling bawah terdapat hipodermis yang tersusun dari jaringan ikat

longgar, jaringan adiposa, dan sisa daging. Berdasarkan paparan diatas maka

kami bermaksud untuk mengangkat judul “Pengertian dan Struktur Kulit” sebagai

judul makalah kami mengingat hal ini merupakan hal mendasar mengenai kulit

yang harus diketahui oleh mahasiswa dan juga disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak yang ditugaskan pada mahasiswa.


2

1.2. Identifikasi Masalah

Adapun identifikasi masalah dari makalah ini diantaranya :

1. Apakah yang dimaksud dengan kulit

2. Bagaimana struktur kulit dari salah satu jenis kulit yang dihasilkan dari

peternakan

3. Bagaimana sifat kimiawi dari salah satu jenis kulit yang dihasilkan dari

peternakan

1.3. Maksud dan Tujuan

Adapun maksud dan tujuan dari makalah ini diantaranya :

1. Mengetahui pengertian dari kulit

2. Mengetahui struktur kulit dari salah satu jenis kulit yang dihasilkan dari

peternakan

3. Mengetahui sifat kimiawi dari salah satu jenis kulit yang dihasilkan dari

peternakan
3

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kulit

Kulit adalah lapisan luar tubuh binatang yang merupaka suatu kerangka

luar, tempat bulu binatang itu tumbuh. Dalam Ensiklopedia Indonesia, dijelaskan

bahwa kulit adalah lapisan luar badan yang melindungi badan atau tubuh binatang

dari pengaruh-pengaruh luar misalnya panas, pengaruh yang bersifat mekanis,

kimiawi, serta merupakan alat penghantar suhu. Pada saat hidup, kulit memiliki

fungsi antara lainsebagai indra perasa, tempat pengeluaran hasil pembakaran,

sebagaii pelindung dari kerusakan bakteri kulit, sebagai buffer terhadap pukulan,

sebagai penyaring sinar matahari, serta sebagai alat pengatur peralatan tubuh

hewan (Sunarto, 2001).

Penyamakan kulit merupakan suatu proses pengolahan untuk mengubah

kulit mentah hides maupun skines menjadi kulit tersamak atau leather (Sunarto,

2001). Kulit samak atau kulit jadi memiliki sifat-sifat khusus yang sangat berbeda

dengan kulit mentahnya, baik sifat fisis maupun sifat khemisnya. Kulit mentah

mudah sekali membusuk dalam keadaan kering, keras, dan kaku. Sedangkan kulit

tersamak memiliki sifat sebaliknya. Kulit segar yang baru dilepas dari tubuh

binatang memiliki beberapa unsur berikut (Sunarto, 2001) :

Collagen : 30% - 32%

Lemak : 2% - 5%

Epidermis : 0,2% - 2%

Mineral : 0,1% - 0,3%

Air : 60% - 65%


4

Kandungan gizi antara kulit dengan daging bisa dikatakan relatif sama.

Kulit mengandung protein, kalori, kalsium, fosfor, lemak, besi, vitamin A, dan

vitamin B1. Zat-zat gizi tersebut jumlahnya bervariasi, tetapi kandungan protein,

kalori, dan fosfornya cukup tinggi (Sutejo,2000). Kulit mentah mengandung kadar

air sebeesar 64%, protein 33%, lemak 2%, mineral 0,5%, dan senyawa lain seperti

pigmen 0,05% (Sharphouse, 1971).

Kulit merupakan organ tunggal tubuh paling berat, pada sapi sekitar 6-8%,

dan domba 8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan hasil ikutan ternak yang

paling tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan by-product

yang dihasilkan oleh seekor ternak. Pada ternak hidup, kulit mempunyai banyak

fungsi antyara lain sebagai alat perasa, pelindung jaringan di bawahnya, memberi

bentuk, mengatur suhui tubuh, tempat sintesis vitamin D, alat gerak pada ular, alat

pernapasan pada amfibi, dan tempat menyimpan cadangan energi terutama pada

domba dan babi.

Fungsi utama kulit adalah melindungi kerusakan dan infeksi mikroba

jaringan yang ada di bawahnya. Setelah ternak dipotong, kulit akan kehilangan

fungsinya, dan menjadi hasil ikutan yang akan segera turun kualitasnya bila tidak

segera disamak atau diawetkan. Secara histologi, kulit tersusun dari tiga lapisan

yaitu epidermis, dermis dan hipodermis. Epidermis merupakan bagian kulit paling

atas tersusun dari sel epitel pipih kompleks, pada lapisan ini juga terdapat asesori

epidermis seperti rambut, kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan otot penegak

rambut. Di bawahnya terletak lapisan dermis atau kulit jangat yang tersusun dari

jaringan ikat padat. Pada lapisan paling bawah terdapat hipodermis yang tersusun

dari jaringan ikat longgar, jaringan adiposa, dan sisa daging.

Pada proses penyamakan, kulit jangat inilah yang akan disamak dan

diubah menjadi kulit samak yang bersifat lentur, fleksibel, kuat dan tahan terhadap
5

pengaruh cuaca dan serangan mikroba. Lapisan epidermis tersusun dari jaringan

ikat keratin yang relatif tahan terhadap serangan bahan kimia maupun agen biologi

(mikroba dan ensim) Pada kulit terdapat dua jenis keratin yaitu keratin lunak yang

menyusun akar rambut dan lapisan epidermis bawah, dan keratin keras menyusun

batang rambut. Keratin lunak mudah larut dan mudah diserang oleh ensim (misal

alkalin protease), sedangkan keratin keras sangat tahan terhadap bahan kimia dan

ensim kecuali sulfida dan keratinase. Lapisan epidermis harus dihilangkan

sebelum disamak, biasanya menggunakan bahan kima kapur dan Na2S. Lapisan

epidermis juga dapat dihilangkan secara enzimatis menggunakan sedikit kapur

dan Na2S dan enzim alkalin protease atau keratinase.

Lapisan hipodermis dibuang dari kulit secara mekanis pada proses buang

daging (fleshing). Kulit segar tersusun dari 64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5%

garam mineral dan 0,5% penyusun lainnya misalnya vitamin dan pigmen.

komponen penyusun kulit terpenting adalah protein terutama protein kolagen.

Protein kulit terdiri dari protein kolagen, keratin, elastin, albumin, globulin dan

musin. Protein albumin, globulin dan musin larut dalam larutan garam dapur.

Protein kolagen, keratin dan elastin tidak larut dalam air dan pelarut organik.

Protein kolagen inilah yang akan direaksikan menjadi bahan penyamak kulit untuk

menghasilkan kulit samak. Protein kolagen sangat menetukan mutu kulit samak.

Kulit samak adalah kulit hewan yang telah diubah secara kimia guna

menghasilkan bahan yang kuat, lentur, dan tahan terhadap pembusukan. Hampir

semua kulit samak diproduksi dari kulit sapi, domba dan kambing. Kadang-kadang

kulit samak juga dihasilkan dari kulit kuda, babi, kangguru, rusa, reptil, lumba-

lumba dan singa laut. Akhir-akhir ini kulit ikan kakap, kulit ikan pari dan ikan tuna

juga telah disamak. Kulit samak digunakan untuk menghasilkan berbagai macam

barang seperti sepatu, sendal, tas, ikat pinggang, koper, jaket, topi, jok mobil,
6

sarung HP, dompet dan cindera mata seperti gantungan kunci. Barang kerajinan

lain yang dihasilkan dari kulit mentah misalnya wayang kulit, hiasan dinding,

kaligrafi, beduk, genderang, kendang, dan kipas. Kulit juga dapat digunakan untuk

produksi krupuk kulit, gelatin dan lem kulit.

2.2. Struktur Kulit

Kulit adalah lapisan luar tubuh ternak yang merupakan suatu kerangka

luar, tempat bulu binatang itu tumbuh yang berfungsi sebagai indera perasa,

pelindung tubuh dari pengaruh luar, tempat pengeluaran hasil pembakaran, dan

penyaringan sinar matahari (Sunarto, 2001). Ditinjau secara histologis kulit terdiri

dari tiga lapisan, yaitu lapisan epidermis, corium (derma), dan hypodermis

(subcutis). Lapisan epidermis merupakan lapisan terluar dari kulit yang strukturnya

berbentuk seluler dan terdiri dari lapisan sel ephitel, yaitu basal, spinosum,

globulosum dan lucidum. Tebal lapisan epidermis kurang lebih 2% dari tebal kulit

seluruhnya (Judoamidjoyo, 1984).

Corium terdiri dari dua lapisan, yaitu papilaris yang tebalnya ±17% dan

reticularis yang tebalnya ±68% (Sunarto, 2001). Lapisan subcutis atau hypodermis

merupakan tenunan ikat longgar yang menghubungkan corium dengan bagian-

bagian lain di bawahnya pada tubuh hewan. Hypodermis sebagian besar terdiri

dari serat-serat kolagen dan elastin. Ruangan-ruangan subcutis biasanya terisi

dengan jaringan lemak, sehingga harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum

diproses buang daging (Judoamidjoyo, 1984). Yuwono (1991) menyatakan bahwa

komponen kulit segar yaitu air 60-65%, protein 30%, lipid 0,5-7%, mineral,

karbohidrat, enzim dan zat warna (pigmen) 0,5%.

Struktur kulit ialah kondisi susunan serat kulit yang kosong atau padat, dan

bukan mengenai tebal atau tipisnya lembaran kulit. Dengan kata lain, menilai
7

kepadatan jaringan kulit menurut kondisi asal (belum tersentuh pengolahan).

Struktur kulit dapat dibedakan menjadi empat kelompok berikut :

1. Kulit berstruktur baik

Kulit yang berstruktur baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Perbandingan antara berat, tebal, dan luasnya seimbang.

Perbedaan tebal antara bagian croupon, leher, dan perut hanya

sedikit, dan bagian-bagian tersebut permukaannya rata.

b. Kulit terasa padat (berisi)

2. Kulit berstruktur buntal (Gedrongen)

Kulit yang berstruktur buntal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kulit tampak tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat

dengan luas permukaan kulitnya.

b. Perbedaan antara croupun, leher, dan perut hanya sedikit.

3. Kulit berstruktur cukup baik.

Kulit yang berstruktur cukup baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kulit tidak begitu tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat

dengan luas permukaan kulit.

b. Kulit berisi dan tebalnya merata

4. Kulit berstruktur kurang baik

Kulit yang berstruktur kurang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Bagian croupun dan perut agak tipis, sedangkan bagian leher

cukup tebal.

b. Peralihan dari bagian kulit yang tebal ke bagian kulit yang tipis

tampak begitu menyolok.

c. Luas bagian perut agak berlebihan, sehingga bagian croupun

luasnya berkurang.
8

2.3. Komposisi Kimia Kulit

Kulit segar secara kimiawi terdiri dari air, protein, lemak dan mineral. Dari

materi-materi tersebut diatas, yang sangat penting adalah protein kulit, karena

materi yang lain sebagian besar atau seluruhnya dibuang dalam proses

pengawetan dan penyamakan kulit. Komposisi kimia kulit segar secara dianalisa

secara kimiawi melalui approximate analysis terdiri atas 64% air, 33% protein,

0,5% lemak, 0,5% substansi lain seperti pigmen dan lain-lain. 33% protein tersebut

terdiri atas protein yang berbentuk (fibrall) dan protein yang berbentuk (globular).

Protein yang berbentuk meliputi 0,5% elastin, 29% kolagen dan 2% elastin,

sedangkan protein yang tidak berbentuk meliputi 1% albumin dan globulin serta

0,7 % mucin dan micoid.

Pada umumnya kulit segar setelah dikeringkan kadar airnya akan turun

menjadi 1 – 15 %, sehingga perbandingan antara kulit segar dan kulit kering

menjadi 220 – 250 berbanding 100. Perbandingan tersebut umumnya digunakan

sebagai patokan didalam proses perendaman yaitu pengembalian kulit kering

menjadi segar.

Protein kulit kira–kira merupakan 80% dari total berat kering kulit.

Macamnya banyak dan komposisinya sangat kompleks. Protein kulit dapat dibagi

dalam 2 golongan yaitu :

a. Protein yang berbentuk diantaranya yang terpenting adalah kolagen. Juga

elastin dan keratin.

b. Protein yang tidak berbentuk, diantaranya adalah globulin dan albumin.

Garam krom yang biasa digunakan untuk menyamak kulit berwarna hijau,

berupa tepung yang basisitasnya 33% dengan kandungan krom tertentu. Sebagai

contoh : chromosal B, chrometan B, baychrom A, chromosal SF, dan sacro R.

untuk menaikkan basisitas garam khrom, digunakan natrium karbonat (Na2CO3).


9

untuk menaikkan basisitas 100 g Cr2O3 setinggi 1% diperlukan soda abu sebanyak

2,14 gram. Bila yang dimiliki garam khrom yang valensi Cr-nya 6 untuk dapat

digunakan sebagai bahan penyamak harus disusutkan terlebih dahulu, dengan

direaksikan dengan bahan-bahan penyusut dalam suasana asam. Bahan

penyusut yang digunakan biasanya gula, molase, asam yang digunakan asam

sulfat.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

8Na2Cr2O7 + 2H2SO4 + C12H22O11 16Cr.OH.SO4 + 8Na2SO4 + 27H2O + 12CO2

Komposisi kimia gelatin yang diambil dari tendon hewan terdiri dari 50,11%

karbon, 6,56% hidrogen, 17,81% nitrogen, 25,26% oksigen, dan 0,26% sulfur

(Winton, 1949). Gelatin sebagian besar terdiri dari glysin, prolin, dan sisanya

adalah 4-hidroksiprolin. Struktur tipikalnya adalah Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-4 Hyp-Gly-

Pro. Gelatin terdiri dari banyak rantai polipeptida atau formasi helix-prolin panjang

yang masing-masingnya terdiri dari 300-4000 asam amino. Larutan melalui transisi

helix yang berliku-liku diikuti oleh penyatuan rantai-rantai helix dengan formasi

kolagen seperti formasi helixprolin-triple / hidroksiprolin yang memiliki banyak

daerah simpangan. Interaksi silang (cross-links) secara kimia mampu merubah

sifat gel, menggunakan transglutaminase (enzim) untuk menghubungkan lysine

dan sisa glutamine.

2.4. Penanganan Kulit

Dalam proses penanganan kulit, banyak tahapan yang perlu dilalui setelah

kulit dilepaskan atau dikuliti, yaitu melalui pengawetan dan penyamakan.

Proses penyamakan sebaiknya dilakukan pada kulit yang masih segar, tetapi bila

jumlah kulit yang akan disamak sedikit tidak ekonomis maka perlu dilakukan
10

proses pengawetan dahulu yaitu dengan dengan cara penjemuran, penggaraman

atau pickle.

2.5. Penyamakan

Penyamakan adalah proses penting untuk menghasilkan kulit dengan

kualitas yang baik, mengingat kulit seperti halnya produk peternakan lainnya yang

mudah rusak, maka dengan penyamakan akan merubah kulit yang semula labil

menjadi stabil. Proses penyamakan kulit pada umumnya sama, tetapi ada hal-hal

spesifik yang perlu diperhatikan pada setiap jenis ternak. (Yurmiaty, 1991)

Masing-masing tahapan penyamakan terdiri dari beberapa macam proses,

setiap proses memerlukan tambahan bahan kimia dan pada umumnya

memerlukan banyak air, tergantung jenis kulit mentah yang digunakan serta jenis

kulit jadi yang dikehendaki.

Secara prinsip, ditinjau dari bahan penyamak yang digunakan, maka ada

beberapa macam penyamakan yaitu:

a. Penyamakan Nabati.

Penyamakan dengan bahan penyamakan nabati yang berasal dari

tumbuhan yang mengandung bahan penyamak misalnya kulit akasia,

sagawe , tengguli, mahoni, dan kayu quebracho, eiken, gambir, the, buah

pinang, manggis, dll. Kulit jadi yang dihasilkan misalnya kulit tas koper, kulit

sol, kulit pelana kuda, kulit ban mesin, kulit sabuk dll.

b. Penyamakan mineral.

Penyamak dengan bahan penyamak mineral , misalnya bahan penyamak

krom. Kulit yang dihasilkan misalnya kulit boks, kulit jaket, kulit glase, kulit

suede, dll. Disamping itu ada pula bahan penyamak aluminium yang
11

biasanya untuk menghasilkan kulit berwarna putih (misalnya kulit shuttle

cock).

c. Penyamakan minyak.

Penyamak dengan bahan penyamak yang berasal dari minyak ikan hiu

atau ikan lain, biasanya disebut minyak kasar. Kulit yang dihasilkan

misalnya: kulit berbulu tersamak, kulit chamois ( kulit untuk lap kaca) dll.

Dalam prakteknya untuk mendapatkan sifat fisis tertentu yang lebih baik,

misalnya tahan gosok, tahan terhadap keringat dan basah, tahan bengkuk, dll,

biasanya dilakukan dengan cara kombinasi.

Ada kalanya suatu pabrik penyamkan kulit hanya melaksanakan proses

basah saja, proses penyamakan saja, proses penyelesaian akhir atau melakukan

2 tahapan atau ketiga- tiganya sekaligus.

Kulit yang telah mengalami penyamakan disebut fur. Terdapat tiga kelas

fur, yaitu kualitas 1 (pluckers dan shearears), kualitas 2 (long hairs) dan kualitas

3 (hatters).

2.6. Pengawetan kulit

Sebelum dilakukan proses pengawetan, kulit harus dalam keadaan bersih

dari kotoran: (feses, urine, tanah, dll).

Kotoran dapat menyebabkan:

• Hasil pengawetan kurang baik

• Kebusukan dipercepat

Pembersihan kulit segera dilakukan setelah pengulitan. Pengawetan harus

dilakukan paling lama 5 jam setelah pengulitan.


12

Prinsip umum pengawetan kulit:

• Pengeringan

• Penambahan bahan-bahan pengawet

Tujuan:

• Mematikan bakteri pembusuk

• Menonaktifkan bakteri yang masih hidup

Pengeringan:

• Penjemuran

• Pendiangan

• Mesin pengering

A. Pengawetan dengan Penjemuran

Cara ini dilakukan di negara-negara tropis.

Negara produsen : India, Cina, Afrika, Amerika Serikat, dan Indonesia

Bahan pengawet

Senyawa Natrium arsenat, Cortimol G, Formalin, Antimusin Cp, Garam jenuh.

R/Larutan 1-2% arsen 5 menit Atau 1-2 ‰ cortimol atau 2 gr/liter

Cara kerja :

Kulit dicelupkan ke dalam larutan arsen/cortimol. Pentangkan pada bingkai,

jemur dengan kemiringan 600, permukaan daging mengarah ke atas,

menghadap utara-selatan.

Lama penjemuran: Kulit tebal (sapi, kerbau, kuda) 2-4 hari

Kulit tipis (domba, kambing, kelinci) 1-2 hari


13

B. Pengawetan dengan Garam

Pengawetan dengan cara ini dilakukan sebagai pengawetan sementara.

Garam yang biasa dipakai :

• NaCl

• Garam khari (NaCl 50% + Na2SO4 50%)

Garam khari : mempunyai sifat menarik molekul air untuk pembentukan

kristalnya sehingga sifat higroskopis dari garam NaCl dapat dikurangi. Garam

yang baik mengandung Ca & Mg ≤ 2%

Pengawetan kulit dalam jumlah besar diperlukan khusus dengan syarat:

1. Tidak mudah insekta untuk tumbuh & berkembang biak.

2. Orang dapat bergerak bebas untuk mengerjakannnya.

3. Lantai berlapis beton, dengan kemiringan 100 dari garis horisontal (ada juga

dengan lantai cembung).

 Cara Penggaraman I (kering)

NaCl 40% dari berat kulit dapat disimpan selama 1 bulan.

 Cara Penggaraman II (basah)

NaCl 30% dari berat kulit dapat disimpan selama 3 minggu.

Yang perlu diperhatikan dalam penggaraman agar hasilnya lebih baik :

1. Kemurnian garam

2. Jangan menggunakan garam bekas

3. Kulit segar harus bersih dari tenunan lemak

4. Tumpukan kulit jangan terlalu tinggi


14

C. Pengawetan Dengan Pickle

Pickle adalah cairan yang terdiri dari. Larutan garam dapur (NaCl) dengan

asam.

• H2SO4

• HCOOH (formiat)

Garam bersifat : mencegah pembengkakan kulit oleh asam. Asam bersifat

bakteriostatik.

Kulit yang diawet tahan selama 1 tahun rendaman dilakukan oleh pabrik kulit

besar (efisiensi dalam produksi)

Keuntungan:

1. Mutu kulit segera diketahui, bersih dari bulu dan kotoran lain.

2. Ruang angkat menjadi lebih kecil eksport3. Dapat langsung disamak

Resep pickle:

R/ Air : 100% dari bobot kulit siap samak

NaCl : 10-20% pH : 3,5 – 4,0

H2SO4: 1,5-2,3%

R/ Air : 100% dari bobot kulit siap samak

NaCl : 8% pH : 3,5 – 4

HCOOH: 0,8%

Bila diperlukan tambah fungisida/insektisida

D. Pedoman Kulit Awet

Menilai kulit awet:


15

1. Penciuman : memasuki ruang khusus (gudang) ada kerusakan Tercium

bau busuk

2. Inspeksi Dilihat lembar demi lembar dan perhatikan

• Kulit harus bersih

• Telentang dengan baik

• Warna yang merata

• Tidak ada warna yang mencurigakan

3. Palpasi

• Daerah yang dicurigakan diraba, ditekan bandingkan dengan baik

• Mencabut bulunya, yang busuk biasanya lebih luna

Klasifikasi Nilai Mutu Kulit Awet

1. Primer  mutu yang terbaik

2. Intermediates  mutu pertengahan

3. Seconds  mutu kedua

4. Thirds  mutu ketiga

5. Rejects  mutu yang ditolak


16

III

PEMBAHASAN

3.1. Kulit

Kulit adalah hasil samping dari pemotongan ternak, merupakan lapisan

terluar dari tubuh hewan, diperoleh setelah hewan tersebut mati dan dikuliti. Kulit

dari ternak besar dan kecil baik itu sapi, kerbau, dan domba serta kambing

memiliki struktur jaringan yang kuat dan berisi, sehingga dalam penggunaannya

dapat dipakai untuk keperluan pangan dan non pangan (Sudarminto, 2000). Berat

kulit pada sapi, kambing dan kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Kulit

merupakan organ tunggal tubuh paling berat, pada sapi sekitar 6-8%, dan domba

8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan hasil ikutan ternak yang paling

tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan by-product yang

dihasilkan oleh seekor ternak. Pada ternak hidup, kulit mempunyai banyak fungsi

antara lain sebagai alat perasa, pelindung jaringan di bawahnya, memberi bentuk,

mengatur suhui tubuh, tempat sintesis vitamin D, alat gerak pada ular, alat

pernapasan pada amfibi, dan tempat menyimpan cadangan energi terutama pada

domba dan babi. Fungsi utama kulit adalah melindungi kerusakan dan infeksi

mikroba jaringan yang ada di bawahnya. Setelah ternak dipotong, kulit akan

kehilangan fungsinya, dan menjadi hasil ikutan yang akan segera turun kualitasnya

bila tidak segera disamak atau diawetkan. Kandungan gizi antara kulit dengan

daging bisa dikatakan relatif sama. Kulit mengandung protein, kalori,

kalsium, fosfor, lemak, besi, vitamin A, dan vitamin B1. Zat-zat gizi tersebut

jumlahnya bervariasi, tetapi kandungan protein, kalori, dan fosfornya cukup tinggi

(Sutejo,2000). Kulit mentah mengandung kadar air sebeesar 64%, protein 33%,
17

lemak 2%, mineral 0,5%, dan senyawa lain seperti pigmen 0,05% (Sharphouse,

1971).

Secara histologi, kulit tersusun dari tiga lapisan yaitu epidermis, dermis dan

hipodermis.

 Epidermis merupakan bagian kulit paling atas tersusun dari sel epitel pipih

kompleks, pada lapisan ini juga terdapat asesori epidermis seperti rambut,

kelenjar minyak, kelenjar keringat, dan otot penegak rambut. Pada lapisan

Epidermis ini tidak terdapat pembuluh darah. Zat makanan yang dibutuhkan

diper -oleh dari pembuluh darah lapisanCorium. Sel-sel ephitel tidak hanya

tumbuh sebagai lapisan luar kulit, tetapi menjadi rambut,

kelenjar Sudoriferius, dan kelenjar Sebaceous. Sel-sel yang terdapat pada

lapisa nEpidermis selalu tumbuh membentuk sel baru. Pertumbuhannya

secara konstan dan mengarah keluar, sehingga mendorong lapisan sel yang

berbeda di atasnya. Kemudian lapisan sel yang berada di atasnya semakin

lama semakin kering karena kekurangan zat makanan, sehingga menjadi

kerak (semacam ketombe yang biasa terdapat pada kulit kepala). Jaringan

terdalam dari lapisan ini mengandung butir-butir pigmen yang memberi warna

pada rambut maupun kulit.

 Dermis atau kulit jangat yang tersusun dari jaringan ikat padat. Bagian pokok

dari kulit dinamakan lapisan Corium (Derma). Istilah Corium berasal dari kata

Latin yang berarti kulit. Corium terdiri dari dua lapisan, yaitu papilaris yang

tebalnya ±17% danreticularis yang tebalnya ±68%. Corium sebagian besar

tersusun dari serat tenunan pengikat, yang terdiri atas tiga macam tipe

tenunan, yaitu tenunan Collagen, tenunan Elastin, dan tenunan Reticular.

Tenunan Collagen merupakan penyusun utama Corium. Corium (Derma)

mempunyai dua lapisan, yaitu lapisan Thermostat (rajah) dan lapisan Retic’da
18

atau Corwm asli. Lapisan rajah merupakan lapisan kulit teratas. Pada lapisan

ini, terdapat akar rambut, kelenjar-kelenjar, dan urat daging. Lapisan rajah

merupakan bagian kecil dari seluruh kulit, yang secara persentatis besar

kecilnya tergantung pada tipe kulitnya. Pada kulit binatang kecil,

persentasenya akan lebih besar dibandingkan pada jenis kulit binatang besar.

Serat tenunan yang terdapat pada lapisan rajah umumnya kecil, halus, dan

susunannya tidak teratur. Gambaran rajah yang dihasilkan oleh lubang-lubang

rambut berbeda pada masing-masing spesies. Perbedaan itu nampak pada

permukaan kulit. Gambaran rajah dapat mempermudah pengenalan kulit

hewan asalnya, misalnya kulit domba, kulit kambing, sapi muda, sapi de-

wasa, kuda, dan lain sebagainya Lapisan Reticular sebagian besar terdiri atas

anyaman Collagen yang tersusun secara berkas-berkas. Serat-seratnya lebih

besar bila dibandin gkan dengan serat Collagen yang terdapat pada rajah.

Serat Collagen merupa-kan benang-benang halus yang berkelok -kelok,

dalam berkas-berkas yang terbungkus lembaran anyaman atau tenunan

Reticular, yang akan menge-ras bila dikeringkan. Lapisan Reticular pada kulit

binatang besar meliputi 70% – 80%, sedangkan pada kulit binatang kecil

antara 45% – 50% dari seluruh volume kulit.

 Pada lapisan paling bawah terdapat hipodermis yang tersusun dari jaringan

ikat longgar, jaringan adiposa, dan sisa daging. Tenunan Subcutis merupakan

tenunan pengikat longgar yang menghubungkan Corium dengan bagian-

bagian lain dari tubuh. Hypodermis sebagian besar terdiri atas serat-

serat Collagen dan Elastin. Susunan longgar yang berupa tenunan lemak

merupakan tempat timbunan lemak, yang pada umumnya disebut lapisan

daging. Lapisan Hypodermisini dihilangkan sebelum Epidermis, Corium

(Derma) dan Hypodermis (Subcutis).Pada proses penyamakan, kulit jangat


19

inilah yang akan disamak dan diubah menjadi kulit samak yang bersifat lentur,

fleksibel, kuat dan tahan terhadap pengaruh cuaca dan serangan mikroba.

Lapisan epidermis tersusun dari jaringan ikat keratin yang relatif tahan

terhadap serangan bahan kimia maupun agen biologi (mikroba dan ensim). Pada

kulit terdapat dua jenis keratin yaitu keratin lunak yang menyusun akar rambut dan

lapisan epidermis bawah, dan keratin keras menyusun batang rambut. Keratin

lunak mudah larut dan mudah diserang oleh ensim (misal alkalin protease),

sedangkan keratin keras sangat tahan terhadap bahan kimia dan ensim kecuali

sulfida dan keratinase. Lapisan epidermis harus dihilangkan sebelum disamak,

biasanya menggunakan bahan kima kapur dan Na2S. Lapisan epidermis juga

dapat dihilangkan secara ensimatis menggunakan sedikit kapur dan Na2S dan

ensim alkalin protease atau keratinase. Lapisan hipodermis dibuang dari kulit

secara mekanis pada proses buang daging (fleshing). Kulit segar tersusun dari

64% air, 33% protein, 2% lemak, 0,5% garam mineral dan 0,5% penyusun lainnya

misalnya vitamin dan pigmen. komponen penyusun kulit terpenting adalah protein

terutama protein kolagen. Protein kulit terdiri dari protein kolagen, keratin, elastin,

albumin, globulin dan musin. Protein albumin, globulin dan musin larut dalam

larutan garam dapur. Protein kolagen, keratin dan elastin tidak larut dalam air dan

pelarut organik. Protein kolagen inilah yang akan direaksikan menjadi bahan

penyamak kulit untuk menghasilkan kulit samak. Protein kolagen sangat

menetukan mutu kulit samak.Kulit samak adalah kulit hewan yang telah diubah

secara kimia guna menghasilkan bahan yang kuat, lentur, dan ntahan terhadap

pembusukan.
20

3.2. Struktur Kulit Sapi

Struktur kulit ialah kondisi susunan serat kulit yang kosong atau padat, dan

bukan mengenai tebal atau tipisnya lembaran kulit. Dengan kata lain, menilai

kepadatan jaringan kulit menurut kondisi asal (belum tersentuh pengolahan).

Struktur kulit dapat dibedakan menjadi empat kelompok berikut :

1. Kulit berstruktur baik

Kulit yang berstruktur baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Perbandingan antara berat, tebal, dan luasnya seimbang. Perbedaan tebal

antara bagian croupon, leher, dan perut hanya sedikit, dan bagian-bagian

tersebut permukaannya rata.

b. Kulit terasa padat (berisi)

2. Kulit berstruktur buntal (Gedrongen)

Kulit yang berstruktur buntal memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kulit tampak tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat dengan luas

permukaan kulitnya.

b. Perbedaan antara croupun, leher, dan perut hanya sedikit.

3. Kulit berstruktur cukup baik.

Kulit yang berstruktur cukup baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a. Kulit tidak begitu tebal, bila dilihat dari perbandingan antara berat dengan

luas permukaan kulit.

b. Kulit berisi dan tebalnya merata

4. Kulit berstruktur kurang baik

Kulit yang berstruktur kurang baik memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Bagian croupun dan perut agak tipis, sedangkan bagian leher cukup tebal.

b. Peralihan dari bagian kulit yang tebal ke bagian kulit yang tipis tampak

begitu menyolok.
21

c. Luas bagian perut agak berlebihan, sehingga bagian croupun luasnya

berkurang.

3.3. Sifat Kimiawi Kulit sapi

Komposisi kimia gelatin yang diambil dari tendon hewan terdiri dari 50,11%

karbon, 6,56% hidrogen, 17,81%nitrogen, 25,26% oksigen, dan 0,26% sulfur

Gelatin sebagian besar terdiri dari glysin, prolin, dan sisanya adalah 4-

hidroksiprolin. Struktur tipikalnya adalah Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-4 Hyp-Gly-Pro-.

Gelatin terdiri dari banyak rantai polipeptida atau formasi helix-prolin panjang yang

masing-masingnya terdiri dari 300-4000 asam amino. Larutan melalui transisi helix

yang berliku-liku diikuti oleh penyatuan rantai-rantai helix dengan formasi kolagen

seperti formasi helixprolin-triple/ hidroksiprolin yang memiliki banyak daerah

simpangan. Interaksi silang (cross-links) secara kimia mampu merubah sifat gel,

menggunakan transglutaminase (enzim) untuk menghubungkan lysine dan sisa

glutamin . Massa jenis gelatin adalah 1,35 gr/cm. Gelatin pecah (terdenaturasi)

pada suhu di atas 80°C. Gelatin bersifat tidak berwarna, transparan, mampu

menyerap air 5-10 kali bobotnya, membentuk gel pada suhu 3540°C dan larut

dalam air panas, membengkak (swelling) dalam air dingin, dapat berubah secara

reversible dari sol ke gel.


22

IV

KESIMPULAN

1. Kulit adalah hasil samping dari pemotongan ternak, merupakan lapisan terluar

dari tubuh hewan, diperoleh setelah hewan tersebut mati dan dikuliti. Kulit

dari ternak besar dan kecil baik itu sapi, kerbau, dan domba serta kambing

memiliki struktur jaringan yang kuat dan berisi, sehingga dalam

penggunaannya dapat dipakai untuk keperluan pangan dan non pangan

2. Struktur kulit sapi dapat dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu kulit berstruktur

baik, kulit berstruktur buntal, kulit berstruktur cukup baik, dan kulit berstruktur

kurang baik

3. Kulit terdiri dari 50,11% karbon, 6,56% hidrogen, 17,81%nitrogen, 25,26%

oksigen, dan 0,26% sulfur.


23

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, F. D. 2002. Pembuatan dan Karakterisasi Lapisan TiO Sebagai Sensor

Kelembaban. Skripsi-FMIPA. IPB. Bogor.

http://agroindustriindonesia.blogspot.com/2010/09/pengolahan-daging-dan-kulit-

sebagai.html

http://ajarhistovet.blogspot.com/2009/04/bab-9-struktur-histologi-kulit.html.

Diakses pada tanggal 23 november 2013)

http://dombafarm.wordpress.com/pasca-produksi/kulit/. Diakses pada tanggal 23

november 2013)

http://keslingmks.wordpress.com/2008/08/18/industri-penyamakan-kulit-dan-

dampaknya-terhadap-lingkungan/

http://rangkaianhatierlin.blogspot.com/2012/11/makalah-dtsk-struktur-dan-

komposisi.html Diakses pada tanggal 23 november 2013)

http://risadwininta.blogspot.com/2013/02/histologi-kulit-domba.html Diakses pada

tanggal 23 november 2013)

http://yudieakbarperdana.blogspot.com/2012/05/struktur-dan-kimiawi-kulit-

sapi.html Diakses pada tanggal 23 november 2013)

Narwanto dan Sri Mulyani. 2003. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas

Peternakan UNDIP. Semarang

Sharphouse, J.B. 1971. Leather Technician s Handbook. Product Association.

London.

Sudarminto, 2000. Pengaruh Lama Perebusan Pada Kulit Sapi. Jurusan

Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sunarto. 2001. Bahan Kulit untuk Seni dan Industri. Penerbit Kanisius Yogyakarta.

Sutejo, A. 2000. Pembuatan Rambal Sapi. Jurnal Makanan Tradisonal


24

Terhadap Bobot Hidup, Karkas, dan Sifat Dasar Kulit Kelinci “Rex”. Disertasi.

Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Yurmiati, H. 1991. Pengaruh Pakan, Umur Potong, dan Jenis Kelamin


25

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM


MANAJEMEN TERNAK UNGGAS
“Boneless”

Oleh :
Kelas : D
Kelompok 4

Ria Ailin Jayani 200110110159


Dadan Hadiat R 200110110160
Hadyati Ruhama 200110110174
Hafiz Syururi 200110110175
Aliza Ferdian Laksana 200110110193
M. Fauzan Erzal 200110110196
Ogie Ramadhani 200110110207

LABORATORIUM PRODUKSI TERNAK UNGGAS


FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2013
26

KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kehadirat Allah yang maha kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
akhir ini. Dalam laporan ini mengulas tentang boneless. Laporan ini selesai berkat
dukungan dari berbagai pihak, Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dosen pengampu mata kuliah Manajemen Ternak Unggas, bapak Prof. Dr. Ir.
Ruhyat Kartasudjana
2. Asisten praktikum Manajemen Ternak Unggas yang telah membimbing
praktikan saat praktikum berlangsung.
3. Seluruh rekan kelas D yang berpartisipasi dalam praktikum
Sesungguhnya tidak ada kesempurnaan manusia dalam menulis laporan,
oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran pembangun untuk
menyempurnaan laporan ini dan pembelajaran kami selanjutnya. Kami memohon
maaf atas kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam laporan ini. Kami harap
laporan ini dapat bermanfaat bagi semua dan dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.

Sumedang, November 2013

Penyusun

ii
27

DAFTAR ISI

Bab Halaman

KATA PENGANTAR ......................................................................... ii

DAFTAR ISI ...................................................................................... iii

I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2. Identifikasi Masalah ................................................................ 2
1.3. Maksud danTujuan ................................................................. 2

II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3


2.1. Kulit ........................................................................................ 3
2.2. Struktur Kulit........................................................................... 6
2.3. Komposisi Kimia Kulit ............................................................. 8
2.4. Penanganan Kulit ................................................................... 9
2.5. Penyamakan .......................................................................... 10
2.6. Pengawetan Kulit ................................................................... 11

III PEMBAHASAN ............................................................................. 16


3.1. Kulit ........................................................................................ 16
3.2. Struktur Kulit Sapi................................................................... 20
3.3. Sifat Kimiawi Kulit Sapi ........................................................... 21

V KESIMPULAN .............................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... 23

iii

Anda mungkin juga menyukai