Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ikhtiologi merupakan salah satu cabang ilmu biologi yang khusus mempelajari
tentang kehidupan ikan. Ikhtiologi terdiri atas dua macam, yaitu ikhtiologi sistematika dan
ikhtiologi fungsional. Ikhtiologi sistematika berbicara tentang morfologi ikan, sedangkan
ikhtiologi fungsional lebih mengarah pada fungsional organ ikan.
Ikan didefinisikan sebagai binatang vertebrata yang berdarah dingin (polikiloterm),
hidup dalam lingkungan air, pergerakan dan kesetimbangan badannya menggunakan sirip
dan umumnya bernafas dengan insang. Sistem integumen adalah sistem organ yang
membedakan, memisahkan, melindungi dan menginformasikan hewan terhadap
lingkungan sekitarnya. Sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang terbesar
yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat
atau lendir).
Cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap
mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh. Misalnya menjadi pucat, kekuning-
kuningan, kemerah-merahan atau suhu kulit meningkat. Beberapa jenis ikan dapat
memancarkan cahaya dari tubuhnya yang sering disebut dengan bioluminesens.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sistem integumen?
2. Bagaimana struktur kulit ikan?
3. Bagaimana struktur penutup kulit ikan dan modifikasi ?
4. Ikan apa saja yang memiliki organ cahaya dan apa kegunaan dari cahaya tesebut?
5. Bagaimana penjelasan mengenai warna pada ikan dan dari mana sumbernya?
6. Apa fungsi dari kelenjar racun pada tubuh ikan?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
ikhtiologi dan untuk lebih memperdalam ilmu pengetahuan tentang ilmu ikhtiologi
khususnya tentang :
1. Untuk mengetahui sistem integumen.
2. Untuk mengetahui struktur kulit ikan.
3. Untuk mengetahui tentang penutup kulit ikan dan modifikasinya.

1
4. Untuk mengetahui ikan apa saja yang memiliki organ cahaya dan fungsi dari
cahaya tersebut.
5. Untuk mengetahui macam-macam warna ikan dan sumbernya
6. Untuk mengetahui fungsi dari kelenjar beracun pada ikan.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sistem Integumen


Integumen berasal dari bahasa latin: integumentum yang berarti penutup. Istilah
integumen mencakup seluruh kulit ikan serta derivate dan modifikasinya yang begitu
banyak. Kulit adalah lapisan penutup yang umumnya terdiri atas dua lapisan utama yang
letaknya di sebelah luar jaringan ikat. Sedangkan derivate integumen meliputi struktur-
struktur tertentu yang secara ontogeny berasal dari salah satu dari kedua lapisan utama
pada kulit yang sesungguhnya, yaitu epidermis dan dermis. Jadi, sistem integumen adalah
sistem organ yang membedakan, memisahkan, melindungi dan menginformasikan hewan
terhadap lingkungan sekitarnya, sistem ini seringkali merupakan bagian sistem organ yang
terbesar yang mencakup kulit, rambut, bulu, sisik, kuku, kelenjar keringat dan produknya
(keringat atau lendir).
2.2. Struktur Kulit Ikan
Kulit adalah lapisan luar tubuh hewan yang merupakan suatu kerangka luar dan
tempat bulu hewan tumbuh atau tempat melekatnya sisik (Sunarto, 2001). Kulit tidak
hanya berfungsi sebagai pelindung luar saja, tetapi kulit juga mempunyai fungsi fital
seperti untuk mempertahankan suhu tubuh, alat ekskresi cairan tubuh, dan sebagai
pelindung dari kerusakan fisik. Kulit tersusun atas beberapa komponen kimia yaitu
protein, lemak, air dan mineral. Komposisi kulit pada umumnya terdiri atas 64% air, 33%
protein, 2% lemak, dan 1% mineral (Gustavson 1956).
Kulit ikan umumnya terdiri dari dua lapisan utama yaitu epidermis dan dermis
(korium). Namun secara histologis, kulit ikan dapat dibagi menjadi 3 lapisan, yaitu lapisan
epidermis, dermis atau korium/cutis), dan hypodermis atau subkutis (Judoamidjojo,1982)
(Gambar 1.)
Secara ilmiah, kulit adalah lapisan terluar yang terdapat di luar jaringan yang
menutupi dan melindungi permukaan tubuh. Kulit merupakan organ yang paling luas
permukaan yang membungkus seluruh bagian tubuh sehingga kulit berfungsi sebagai

2
pelindung tubuh terhadap bahan kimia. Kulit juga merupakan alat pertahanan pertama
terhadap penyaklit, perlindungan dan penyesuaian diri terhadap faktor-faktor lingkungan,
alat ekskresi dan osmoregulasi dan alat pernafasan tambahan pada bebeapa jenis ikan.

Gambar 1. Section of fish skin.


(Source: General Biological Supply House).
2.2.1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan paling luar/atas dengan ketebalan kira-kira 1-2% dari
tebal kulitnya. Lapisan epidermis juga disebut lapisan tanduk karena berfungsi sebagai
pelindung dari pengaruh yang ada diluar. Lapisan epidermis ini selalu basah karena
terdapat lendir yang dihasilkan oleh sel-sel yang berbentuk seperti piala (Gambar 1.) yang
ada pada seluruh permukaan tubuhnya.

Gambar 2. Sel yang Berbentuk Seperti Piala


Struktur dari epidermis ini berbentuk selular dan terdiri atas lapisan-lapisan sel
epitel yang berkembang biak dengan sendirinya. Pada epidermis bagian dalam terdiri atas

3
lapisan sel yang selalu membelah yang berfungsi untuk menggantikan sel-sel luar yang
lepas dan untuk penyediaan perkembanngan tubuh yang disebut dengan lapisan Malphigi
(stratum germinativum). Lapisan epidermis juga tidak terdapat pembuluh darah sehingga
zat makanannya diperoleh dari pembuluh darah lipa yang terdapat pada bagian dermis
(corium).
Pada epidermis terdapat kelenjar yang berbentuk seperti piala (Gambar 1.) yang
mengeluarkan suatu zat yang dinamakan mucin. Mucin merupakan senyawa glikoprotein
yang sebagian besar berupa albumin. Apabila bersentuhan dengan air mucin akan berubah
menjadi lendir. Kegiuatan sel inilah yang menentukan ketebalan lendir yang menutupi
kulit. Secara umum, ikan yang tidak bersisik mempunyai lendir yang lebih tebal daripada
ikan yang bersisik. Hal ini merupakan kondisi kompensasi terhadap ikan yang tidak
memiliki sisik. Lendir ini juga berguna untuk mengurangi gesekan degan air agar ikan bisa
berenang lebih cepat. Lendir ini juga berfungsi pada proses osmoregulasi sebagai lapisan
semipermiabel yang menghambat masuk-keluarnya air melalui kulit. Dan ada beberapa
jenis ikan yang menggunakan lendir ini untuk membuat sarang untuk melindungi telur-
telur yang telah dibuahi dari gangguan luar. Lendir ini juga dimanfaatkan beberapa jenis
ikan untuk menghindari dari kekeirngan.
2.2.2. Dermis (Corium)
Dermis merupakan bagian terpenting ikan yang terletak pada bagian tengah ikan
yang besarnya kira-kira 85% dari tebal kulit. Dermis sebagian besar tersusun atas serat-
serat tenunan pengikat dimana tenunan kolagen merupakan penyusun utama pembentuk
kulit samak. Lapisan ini berperan dalam pembentukan sisik pada ikan yang bersisik. Pada
dermis, terkandung pembuluh darah, saraf, dan jaringan pengikat. Ketebalan integumen
tergantung pada ketebalan dermis.
Dermis (corium) dibagi menjadi dua lapisan yaitu lapisan thermostat dan lapisan
reticula. Lapisan thermostat merupakan lapisan teratas dimana akar rambut, kelenjar-
kelenjar dan urat daging dan serat tenunan pengikat pada lapisan ini umumnya kecil dan
halus. Sedangkan lapisan reticula sebagian besar terdiri atas serat anyaman serat kolagen
yangh tersusun secara berkas-berkas. Bekas-berkas ini lebih besar dari berkas-berkas
kolagen yang terdapat pada lapisan thermostat.
Dermis (corium) memiliki tiga tipe tenunan pengikat, yaitu tenunan kolagen,
elastin, dan retikuler. Dermis (corium) sebagian besar tersusun dari berkasberkas serabut

4
kolagen yang saling membentuk anyaman. Tenunan kolagen merupakan penyusun utama
pembentuk kulit samak dan menentukan rupa dari kulit (Judoamidjojo, 1981).
2.2.3. Hypodermis (subcutis)
Hypodermis atau tenunan subcutis menghubungkan dermis (corium) dengan
bagian-bagian lain dari tubuh. Susunannya longgar dan terdapat tenunan lemak serta
merupakan tempat tertimbunnya lemak. Para penyamak menamakan tenunan tersebut
tenunan daging. Hypodermis atau tenunan subcutis sebelum disamak dibuang secara
mekanik pada waktu proses ”fleshing”
2.3. Protein Pembentuk Jaringan Kulit
Protein merupakan komponen utama dalam semua sel hidup. Fungsinya terutama
sebagai unsur pembentuk struktur sel, seperti dalam rambut, wol, kolagen, jaringan
penghubung (connective tissue), dan membran sel (Wirahadikusumah, 1977). Menurut
Winarno (2002), protein dapat digolongkan menurut struktur molekulnya, yaitu protein
fibrilar dan globuler.
2.3.1. Protein fibrilar/skleroprotein
Protein fibrilar/skleroprotein adalah protein yang berbentuk serabut. Protein ini
tidak larut dalam pelarut-pelarut encer, baik larutan garam, asam, basa, ataupun alkohol.
Kegunaan protein ini terutama hanya untuk membentuk struktur bahan dan jaringan.
Contoh protein fibrilar adalah kolagen.
Kolagen dari jaringan otot termasuk dalam golongan skleroprotein (protein
sederhana) yang mempunyai sifat tidak larut dalam air, pelarut netral, dan tahan terhadap
hidrolisis enzim. Kolagen merupakan protein serat yang berperan pada struktu dan
pengikatan (Deman, 1997). Kolagen adalah penyusun utama protein pada korium di dalam
kulit yang berupa jaringan serat.
Highberger (1978) cit O’Flaherty et al. (1978) menyatakan bahwa kolagen
mempunyai sifat tidak tahan terhadap enzim kolagenase yang dihasilkan oleh bakteri
Clostridium hystoliticum, Pseudomonas aeruginosa, Micobacterium tuberculosis. Kolagen
adalah zat padat terpenting dalam jaringan ikat, mengandung asam amino glisin dalam
jumlah yang besar, yaitu sekitar sepertiga dari jumlah asam amino dalam kolagen, asam
amino prolin dan hidroksiprolin sebesar 23%. Disamping itu juga mengandung asam
amino glutamat, alanin, dan hidroksi lisin (Swatland, 1984).
2.3.2. Protein globular/sferoprotein

5
Protein globuler/sferoprotein adalah protein yang berbentuk bola. Protein ini
banyak terdapat pada bahan pangan seperti susu, telur, dan daging. Protein ini larut dalam
larutan garam dan asam encer, juga lebih mudah berubah dibawah pengaruh suhu,
konsentarsi garam, pelarut asam, dan basa dibandingkan dengan protein fibriler. Protein ini
mudah terdenaturasi, yaitu susunan molekulnya berubah yang diikuti dengan perubahan
sifat fisik.
2.4. Sisik
Sebagian besar ikan tubuhnya ditutupi oleh sisik yang berasal dari lapisan kulit
yang dunamakan dermis, sehingga sisik ini sering disebutdengan rangka dermis. Pada
beberpa ikan sisik berubah menjadi keras karena bahan yang dikandungnya berupa CaCO3
dan zat khitin (dervat dari protein), sehingga sisik berunbah menjadi semacamrangka luar.
pada ikan modern, sisik sidah tereduksi sehingga sisik menjadi lebih fleksibel
dibandingkan dengan sisik pada ikan yang primitive yang sisiknya lebih keras dan kurang
fleksibel
Selain ikan bersisik, terdapat juga ikan yang tidak memiliki sisik sama sekali
seperti pada subordo siluroidea (ambal, Pangasius pangasius). Beberapa ikan juga hanya
memiliki sisik dibeberapa bagian tubuhnya saja seperti ikan tuna yang hanya memiliki
sisik pada bagian perutnya saja.
Berdasarkan bentuk dan bahan yang terkandung didalamnya, sisik ikan dapat
dibagikan menjadi lima jenis, yaitu plakoid, kosmoid, ganoid, sikloid dan stenoid.
1. SISIK PLACOID
Sisik placoid ini sering disebut demal denticle. Sisik placoid ini terdiri atas
lempengan dasar berbentuk lingkaran atau persegi empat yang tertanam pada lapisa kulit
dan bagian yang menonjol di luar epidermis. Susunan sisik ini hampir sama seperti
susunan gigi manusia yang dinamakan vitrodentin, sedangkan bagian dalam yang
merupakan mangkuk dari dentin berisikan pembuluh darah dan saraf. Sisik jenis ini hanya
terdapat pada ikan bertulang rawan (Chondrichthyes).
2. SISIK KOSMOID
Sisik jenis ini terdiri ats beberapa lapisan. Lapisan terluar dinamakan vitrodentin
yang terbuat dari semacam enamel dimana secara kristalografik berbeda dengan enamel
ikan hiu). Lapisan dibawah lapisan vitrodentin adalah lapisan kosmin yang merupakan
lapisan nonseluler dan kuat, lapisan paling bawah disebut lapisan isopedin yang bahannya

6
terdiri atas substitusi tulang. Ikan yang mempunyai tipe sisik ini adalah Latimeria
chalumnae.
3. SISIK GANOID
Sama seperti sisik kosmoid, sisik ganoid juga terdiri atas beberaoa lapisan. Lapisan
terluar bernama ganoin yang merupakan suatu senyawa anorganik. Dibawah ganoin
terdaoat lapisan mirip kosmin dan lapisan yang paling dalam adalah lapisan isopedin. Ikan
yang bersisik ganoid antara lain Polypterus.
4. SISIK SIKLOID DAN SISIK STENOID
Sisik jenis ini sebagian besar golongan Osteichtytes, yang masing-masing terdapat
pada kelompok ikan berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii) dan golonga ikan berjari-
jarisirip keras (Actinopterygii). Dibandingkan jenis sisik sebelumnya, kedua tipe sisik ini
lebih tipis, fleksibel, transparan dan tidak mengandung dentin dan enamel.
Bagian-bagian pada sisik sikloid pada dasarnya sama dengan sisik stenoid, kecuali
pada bagian posteriorya bagian posterior sisik stenoid dilengkapi dengan sterii (semacam
gerigi kecil), sedangkan sisik sikloid tidak ada. Hal ini dengan mudah dapat diketahui
dengan jalan meraba bagian tubuh ikan dari arah posterior ke anterior (dari ekor ke arah
kepala). Bila tubuh ikan bersisik stenoid diraba akan terasa kasar, sedangkan pada ikan
bersisik sikloid terasa halus.ikan tawes (Barbonymus gonionutus) dan nilem (Osteochilus
haseseltii) merupakan contoh ikan bersisik sikloid. Sisik stenoid dimiliki oleh ikan gurame
(Osphronemus gouramy).
Fokus merupakan titik awal perkembangan sisik dan biasanya berkedudukan di
tengah-tengah sisik,meskipun pada perkembangan selanjutnya fokus dapat berada lebih ke
arah posterior atau lebih ke arah anterior. Selanjutnya terdapat lingkaran-lingkaran yang
mengelilingi fokus. Lingkaran ini disebut sirkulus. Sirkulus ini akan terus bertambah
seiring pertumbuhan ikan. Sehingga sirkulus ini pun dapat digunakan untuk menentukan
umur ikan.
Sisik tersusun ke arah posterior seperti genting yang memberikan keuntungan bagi
ikan berupa berkurangnya gesekan tubuh dengan air sehingga ikan dapat berenang dengan
lebih cepat. Sisik yang terlihat adalah sisik bagian belakang (posterior) yang berwarna
lebih gelap daripada bagian depan (anterior) karena bagian posterior ini mengandung butir-
butir pigmen warna (kromatofora). Bagian anterior transparan dan tidak brwarna dan
bagian ini menunjukkan umur ikan.

7
Pada sebagian hewan dapat ditemukan juga sisik yang sudah termodifikasi
menjadibentuk lain. Sisisk-sisik yang trletak pada garis sisi (kinea lateralis) mempunyai
lubang tempat ujung saraf garis sisi yaitusaraf yang berfungsi untuk mengetahui teknan air.
Sisik mengalami pengerasan seperti perisa yang kaku, misalnya pada kuda laut
)Hippocampus kuda) atau mengalami perpanjangan seperti duri yang terlihat pada sisik
ikan buntal durian (Diodon histrix). Pada beberapa bagian tubuh ikan terdapat lempengan
sisik keras dan datar yaitu sisik yang terdapat pada bagian ekor yang dinamakan skut
kaudal, misalnya ikan kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta). jika lempengan kers
tersebut terdapat pada bagian bawah perut dinamakan skut abdominal, yang antara lain
terdapat pada selar kuning (Selaroides leptolepis)

2.5. Warna Tubuh dan Sumber Warna


2.5.1. Warna Tubuh
Ikan memiliki warna tubuh yang bermacam-macam, hewan lain yang mampu
mengimbangi keindahan warna tubuh yang bermacam-macam seperti ikan ialah burung
dan kupu-kupu. Selain memilliki warna tubuh yang bermacam-macam, warna tubuh ikan
dan polanya juga dapat berubah. Perubahan pola warna ikan dapat berlangsung secara
permanen atau temporer.
Warna yang muncul secara temporer, dikembangkan oleh jantan ketika musim
pemijahan yang sering berkaitan dengan kondisi tertekan (stres). Perubahan warna yang
berlangsung dalam waktu singkat dan sering cepat berkaitan dengan pergerakan pigmen
dalam sel warna disebut perubahan warna fisiologis. Sedangkan, perubahan warna dalam
jangka panjang secara umum berkaitan dengan penambahan atau pengurangan jumlah
kromatofora yang dikatakan sebagai perubahan warna morfologis.
Secara umum, warna ikan jantan lebih cemerlang dari pada ikan betina. Hal ini
bertujuan untuk menarik perhatian betina dan dapat digunakan juga untuk
mempertahankan diri dan mengancam jantan yang lainnya. Warna tubuh ikan bervariasi,
mulai dari yang sederhana atau hanya satu warna sampai banyak warna dengan corak yang
beragam.
Terdapat tiga jenis mendominasi warna ikan samudera: perak di zona atas; merah di
kisaran tengah dan ungu pada kedalaman yang lebih dalam. Umumnya, ikan laut yang
hidup di lapisan atas berwarna keperak-perakan. Ikan yang hidup di perairan bebas seperti
ikan tenggiri (Scomberomorus Commerson) (Gambar 3.), memiliki warna tubuh yang

8
sederhana. Warna tersebut bertingkat dari keputih-putihan pada bagian perut, keperak-
perakan pada sisi tubuh bagian bawah sampai warna kebiru-biruan atau kehijau-hijauan
pada sisi atas dan kehitam-hitaman pada bagian punggung.

Gambar 3. Ikan Tenggiri


Ikan yang hidup di dasar perairan, bagian dasar perutnya berwarna pucat dan
bagian punggungnya berwarna gelap. Warna tubuh yang cemerlang dan cantik umumnya
dimiliki oleh ikan-ikan yang tinggal di sekitar karang, misalnya ikan yang termasuk Famili
Apogonidae, Chactodontidae, Acanthuridae (Gambar 4.) dan sebagainya.

Gambar 4. Ikan dari Famili Acanthuridae


2.5.2. Sumber Warna
Warna pada ikan ditimbulkan oleh dua macam, yakni skemakrom dan pigmen
pembawa warna (biokrom). Skemakrom sering disebut juga warna struktural karena
berasal dari konfigurasi fisik yang merupakan pantulan cahaya dari bidang permukaan.
Skemakrom putih terdapat pada rangka, sisik dan testes; biru dan ungu terdapat pada iris
mata; warna-warna pelangi pada sisik, mata dan membran usus. Biokrom merupakan
senyawa berwarna yang terdapat pada kromatofor (Rahardjo, 2011).

Biokrom merupakan senyawa berwarna yang terdapat pada kromatofor (sel warna).
Kromatofor terletak pada dermis kulit yaitu sisi luar dan diantara sisik serta mengandung
butiran pigmen sebagai sumber warna sebenarnya. Kromatofor ini dapat bergerak dalam
sitoplasma atau menumpuk pada permukaan kulit. Kromatofora dasar dilihat dari warna
butir pigmennya ada empat jenis, yakni eritrofora (merah dan jingga), xantofora (kuning),

9
melanofora (hitam) dan leukofora (putih). Selain pigmen warna tersebut, ikan juga dapat
memperlihatkan warna lain, seperti hijau dan coklat. Warna tersebut merupakan kombinasi
warna dasar kromatofora. Kromatofora hitam dan kuning bercampur diantara keduanya
dan memberikan warna hijau. Kuning dan hitam memberikan warna cokelat.
Butir pigmen dalam kromatofora dapat memencar ke seluruh sel atau memusat
pada suatu titik. Gerakan inilah yang menyebabkan perubahan warna pada ikan. Jika butir-
butir pigmen memusat pada usatu titik, maka warna yang dihasilkan secara keseluruhan
akan tampak pucat; sedangkan jika butir pigmennya memencar, maka warna akan jelas
terlihat.
Skemakrom atau warna struktural diakibatkan oleh iriodofor yang disebut juga sel
cermin, karena mengandung materi pemantul yang memantulkan warna dari luar tubuh
ikan. Banyak jenis ikan pelagik yang memiliki lapisan subdermal dari iriodofora pada
bagian sisi tubuh perut, lapisan ini dinamakan stratum argenteum yang terdiri atas
beberapa lapisan sel yang mampu memantulkan sebagian besar cahaya yang menimpa sisi
tubuh ikan.

2.6. Organ Cahaya


Cahaya ini dinamakan dengan bioluminesens yang pada umumnya berwarna biru
atau biru kehijauan. Ikan yang dapat mengeluarkan cahaya sebagian besar tinggal di bagian
laut dalam. Ikan ini mendiami habitat pada kedalaman antara 500-1000 meter. Cahaya
yang dikeluarkan oleh ikan berasal dari dua sumber, yang keduanya terdapat pada kulit,
yaitu cahaya yang timbul dari fotofora (fotosit) dan cahaya yang dikeluarkan oleh bakteri
yang hidup bersimbiosis dengan ikan. Fotofora terdapat pada Elasmobranchii (Spinax,
Etmopterus, Benthobathis morsebyi) dan Telostei (Stomiatidae, Myctophiformes,
Batrachoididea). Bahan kimiawi yang berperan dalam proses dihasilkannya cahaya adalah
lusiferin dan lusiferase. Pengendalian pengeluaran cahaya dilakukan melalui sistem saraf
secara langsung atau melalui sistem neuromuscular dan sistem otot.

Bakteri yang mengeluarkan cahaya terdapat di dalam kantung kelenjar di


epidermis. Pemantulan cahaya yang dikeluarkan bakteri diatur oleh suatu jaringan yang
berfungsi sebagai lensa. Ada juga kelenjar yang berisi bakteri dikelilingi oleh sel-sel
pigmen seluruhnya yang pemancaran cahayanya diatur oleh kontraksi pigmen yang
berfungsi sebagai iris mata. Bakteri yang hidup bersimbiosis dengan ikan ditemukan antara

10
lain Macroidae, Gadidae, Monocentridae, Saccopharyngidae, Leiognathidae, serranidae,
dan Anomalopidae.
Jadi fungsi organ cahaya pada ikan adalah sebagai tanda pengenal di antara
individu ikan sejenis, untuk memikat mangsa, mengejutkan musuh dan melarikan diri, dan
untuk menerangi lingkungan di sekitarnya sebagai penyesuaian diri terhadap ketiadaan
sinar di laut dalam.
2.6.1. Fungsi Cahaya
Warna ikan berfungsi sebagai isyarat untuk berkomunikasi dengan kelompok
sejenis (intraspesifik) dan berkomunikasi dengan kelompok jenis lain (interspesifik).
Isyarat intraspesifik lebih menekankan kepada tujuan sosial (pengenalan, perhatian dan
peringatan) dan tujuan seksual. Hemichromis berwarna merah cerah selama mengasuh
anaknya, karena anak-anaknya menyukai warna merah dan jingga (Lagler et al., 1977).
Isyarat interspesifik lebih menekankan kepada peringatan atau menakut nakuti predator
potensial agar tidak menyerang.
Menurut Cott (1940) dalam Lagler et.al. (1977) fungsi warna tubuh pada ikan
dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu persembunyian (concealment), penyamaran (disguise)
dan pemberitahuan (advertisement). Jenis warna persembunyian meliputi pemiripan warna
umum, pemiripan warna yang berubah, pemudaran warna, pewarnaan terpecah, dan
pewarnaan terpecah bersamaan.
Pemiripan warna umum yaitu karakteristik dasar ikan untuk memiripi bayangan
dan corak habitat dimana mereka tinggal seperti misalnya banyak ikan ikan yang tinggal
disekitan karang yang sangat mirip warna nya dengan karang tersebut.
Pemiripan warna yang berubah yaitu kemampuan ikan mengubah warna tubuhnya
secara cepat atau lambat untuk menyamai latar belakangnya dengan lebih sempurna.
Pemiripan warna yang berubah ini diatur oleh interaksi saraf dan hormon. Saatu bentuk
pemiripan warna berhubungan dengan perubahan bentuk atau struktur tubuh. Salah satu
bentuk contoh dari pemiripan warna yang berubah yaitu larva sidat yang transparan ketika
dilaut, begitu mencapai pantai tubuhnya berubah bentuk dari bentuk seperti pita menjadi
seperti pensil dan pada saat perubahan itulah mulai terjadi pewarnaan.
Pemudaran warna berfunsi untuk mengurangi kejelasan ikan tersebut dan
sekelilingnya sehinga ia terlihat kabur (tidak kontras dengan lingkungan sekitarnya). Salah
satu bentuk permudaran adalah bayangan berlawanan (counter shading), artinya ikan
mempunyai bagian dorsal yang lebih gelap daripada bagian ventralnya. Pada daerah

11
dengan pencahayaan yang kurang, ikan dengan pemudaran warna ini jarang atau bahkan
tidak ada sama sekali. Biasanya ikan yang hidup di daerah yang kurang mendapat cahaya
matahari, tubuhnya berkisar antara warna ungu,cokelat atau hitam.
Pewarnaan terpecah adalah suatu upaya untuk mengaburkan pandangan terhadap
tubuh ikan. Bila permukaan tubuh ikan punya garis-garis warna atau corak kontras yang
tidak beratur, maka garis-garis tersebut akan cenderung mengaburkan pandangan hewan
lain yang melihat ikan itu. Cara ini sangat efektif untuk ikan ikan didaerah berpasir atau
berkerikil,misal ikan sebelah (Poecilopsetta colorata) (gambar 5.). Tubuhnya berbintik
bintik kecil kecoklatan seperti pasir sehingga batas antara tubuhnya dengan lingkungan
sekitarnya menjadi kabur. Pada habitat berbatu, ikan akan bernoktah besar seperti batu.

Pewarnaan terpecah bersamaan merupakan suatu penyamaran khusus, dengan cara


membentuk corak yang menyerupai suatu organ tubuh. Sebagai contoh, pada tubuh ikan
kupu-kupu (Forcipiger longirostris) yang hidup di karang dan juga beberapa spesies lain
terdapat suatu jalur hitam yang melalui kepala dan matanya, sedangkan pada bagian badan
yang lain ada tanda menyerupai mata. Warna yang demikian digunakan untuk memecah
penampakan bentuk ikan atau mengaburkan bentuk asli ikan.

Gambar 5. Ikan sebelah/Flat fish

2.7. Kelenjar Beracun


Kelenjar beracun merupakan modifikasi kelenjar yang mengeluarkan lendir.
Kelenjar beracun berfungsi sebagai mempertahankan diri, untuk menyerang dan mencari
makanan. Studi kelenjar ini dan sekresi ikan adalah bagian dari bidang ichtyotoxism yang
begitu maju dengan baik oleh karya Halstead (e.g., 1959 dan 1970). Studi tentang racun

12
ikan ini dinamakan ichthyotoxisme, yang meliputi ichthyosarcotoxisme (mempelajari
berbagai macam keracunan akibat memakan ikan beracun) dan ichthyoacanthotoxisme
(mempelajari sengatan ikan kelenjar beracun).
Jadi ichthyotoxisme tidak terbatas mempelajari yang dikeluarkan oleh kulit saja,
melainkan racun yang berasal dari organ-organ lain dan gejala keracunan dengan segala
aspek-aspeknya. Bahkan kelenjar beracun pada ikan dapat mematikan manusia seperti
racun ikan lepu tembaga (synanceja horrida). Ikan-ikan yang sistem integumennya
mengandung kelenjar racun antara lain ikan-ikan yang hidup di sekitar karang. Kelenjar
racun umumnya dikeluarkan melalui jari-jari keras sirip punggung (dorsal fin) dan dada
(fectoral fin) atau sering disebut patil seperti pada ikan sembilang (Plotosus canius), ikan
lele (Clarias batrachus). Pada sirip ekor ikan pari (Dasyatis) terdapat duri tersusun dari
bahan yang disebut yasodentine dan sepanjang kedua sisi duri tersebut terdapat gerigi yang
bengkok ke dalam. Beberapa jenis ikan buntal (Tetraodontidae) juga mempunyai
kelenjar racun, tetapi racunnya bukan berasal dari sistem integumennya, melainkan dari
kelenjar empedu (hepar) dan empedu.

13
KESIMPULAN
 Istilah integumen mencakup seluruh kulit ikan serta derivate dan modifikasinya
yang begitu banyak.
 Secara umum kulit terdiri dari dua lapisan utama yaitu lapisan epidermis dan
dermis (korium) yang tersusun dari beberapa komponen kimia yaitu protein, lemak,
air dan mineral. Fungsi kulit untuk mempertahankan suhu tubuh, alat ekskresi
cairan tubuh, dan sebagai pelindung dari kerusakan fisik.
 Ikan memiliki warna tubuh yang berbeda-beda tergantung habitat dari ikan
tersebut.
 Bioluminesens atau cahaya pada ikan berasal dari dua sumber yaitu dari fotofora
(fotosit) dan dari bakteri yang hidup bersimbiosis dengan ikan. Fungsi cahaya
tersebut sebagai tanda pengenal di antara individu ikan sejenis, untuk memikat
mangsa, mengejutkan musuh dan melarikan diri, dan untuk menerangi lingkungan
di sekitarnya.
 Sisik ikan dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu placoid, cosmoid, ganoid,
sicloid dan stenoid. Pada umumnya ikan primitif memiliki sisik yang lebih keras
dibandingkan ikan modern yang memiliki sisik yang lebih elastis.
 Kelenjar beracun merupakan modifikasi kelenjar yang mengeluarkan lendir.
Kelenjar beracun berfungsi sebagai mempertahankan diri, untuk menyerang dan
mencari makanan.

14
Daftar Pustaka

Sjafei, Djadja Subardjo et. al,. 1989. Ikhtiologi. Bandung: CV. Lubuk Agung
Yusup, Muhammad. 2010. Sistem Integumen Ikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Muhammadiyah Pontianak. Diakses dari :
https://www.scribd.com/doc/49094234/Sistem-Integumen-Ikan
Pusat Pengembangan Pendidikan (PPP). 2011. Laporan Perkembangan Hibah
Pembelajaran e-Learning. Universitas Gadjah Mada.

15

Anda mungkin juga menyukai