Anda di halaman 1dari 2

PENETASAN TELUR

Penetasan telur unggas dapat dilakukan dengan cara alami dan buatan. Cara alami

yaitu dengan cara induk mengerami telurnya. Adapun, penetasan yang dilakukan dengan cara

buatan yaitu dengan mesin tetas. Praktikan pun melakukan praktikum penetasan telur dengan

menggunakan mesin tetas. Mesin tetas merupakan mesin penetasan yang mempunyai prinsip

kerja seperti pada induk ayam pada saat mengerami telur. Mesin tetas diusahakan memenuhi

berbagai syarat yang sesuai untuk perkembangan struktural dan fisiologi dari embrio anak

ayam. Dalam pembuatan alat tetas perlu dipertimbangkan beberapa solusi dalam pengaturan

parameter biologi yang meliputi temperatur, kelembaban udara dan sirkulasi udara. Pada alat

penetasan semua faktor-faktor tersebut dapat diatur dengan baik sesuai dengan kondisi yang

diinginkan dan sesuai dengan kondisi proses biologi penetasan (Nesheim et al., 1979).

Penetasan yang dilakukan dengan mesin tetas memiliki beberapa keunggulan seperti dapat

dilakukan sewaktu-waktu, dapat dilakukan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan

anak dalam jumlah yang banyak di waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan

seleksi pada telur (Yuwanta. 1983).

Sebelum telur dimasukan ke mesin tetas, praktikan membersihkan telur dari kotoran-

kotoran yang menempel terlebih dahulu telur yang dimasukan ke mesin tetas tidak

terkontaminasi oleh bakteri yang ada di feses. Lalu, telur diteropong menggunakan candling

untuk menyeleksi telur ferti dan infertil, telur fertil ketika dilakukan proses candling akan

terlihat bintik hitam. Setiap telur diberi nomor agar memudahkan dalam hal pendataan.

Setelah itu, telur diukur tinggi dan lebarnya menggunakan mikrometer sekrup serta dilihat

bentuk nya. Telur dengan bentuk bulat ataupun terlalu lonjong merupakan telur abnormal

yang mengakibatkan posisi embrio menjadi abnormal yang mengakibatkan telur banyak yang

tidak menetas (Nuryati, et al., 1998). Lalu, praktikan mencatat hasil ukuran dari setiap telur.

Praktikan menuliskan huruf A dan B di kedua sisi telur. Hal tersebut dilakukan agar

memudahkan praktikan ketika membalik-balikan telur.

Tahap selanjutnya adalah memasukan telur setelah mesin tetas telah siap. Pastikan
bak air di mesin tetas telah terisi 2/3 bak dan suhu di dalam mesin tetas 37,5 - 38⁰C. Pada
praktikum yang dilakukan, total telur yang ditaruh di mesin teteas oleh praktikan adalah 32

butir. Telur dimasukan dengan sisi A berada di atasnya.

Selama fase setter, yaitu 19 hari, ada beberapa perlakuan terhadap proses penetasan

yang dilakukan oleh praktikan seperti mebalikan telur ke sisi satunya sehari sekali,

mempertahankan suhu mesin tetas pada temperatur 37,5 - 38⁰C, mempertahankan

kelembaban di angka 50 – 65% dengan cara menambahkan bak air di dalam mesin tetas jika

air kurang dari 2/3 bak. Sedangkan selama fase hatcher, ada beberapa perlakuan berbeda

yang dilakukan praktikan seperti mempertahankan suhu mesin tetas pada temperatur 35 –

36,5⁰C, tidak membalikan telur lagi dan mempertahankan kelembaban di angka 70%.

Setelah telur ditaruh di mesin tetas, pada hari ke-7 dilakukan pengecekan fertilitas

telur dengan melakukan candling. Adapun, hasil yang didapat pada pengecekan hari ke-7

tersebut adalah semua telur yang berjumlah 10 butir dinyatakan infertile adalah 1. Faktor

yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah human error. Telur yang dimasukan kembali

di mesin tetas oleh praktikan berjumlah 9 butir.

Dapus

Nesheim, M. C., R. E. Austic dan L. E. Card. 1979. Poultry Production. Lea and Febiger,
Philadelphia.

Yuwanta, T. 1983. Beberapa Metode Praktis Penetasan Telur. Fakultas Peternakan

UGM. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai