Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TEKNOLOGI HASIL TERNAK

“Sifat Kimia Kulit Mentah”

Oleh :

R. Kasim Martadji
16021090

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MERCU BUANA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum wr.wb

Puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa karena atas rahmat dan

karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah Teknologi Hasil Ternak yang

berjudul “Sifat Kimia Kulit Mentah”.Makalah ini berisi materi tentang sifat kimia

dari kulit mentah. Penyusunan makalah inibertujuan untuk memenuhi tugas mata

kuliah Teknologi Hasil Ternak.

Terimakasih penulis sampaikan kepada dr. Ir. Sri Hartati Candra Dewi

selaku dosen mata kuliah Teknologi Hasil Ternak, serta berbagai pihak yang telah

membantu dalam menyelesaikan makalah ini. Penyusunan makalahini jauh dari

kesempurnaan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun sebagai bahan pembelajaran agar penulis dapat lebih baik dalam

penyusunan makalah selanjutnya.

Yogyakarta, 01 April 2018

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kulit merupakan lapisan terluar pada tubuh makhluk hidup.Selain itu, kulit

juga merupakan salah satu dari banyaknya produksi hasil ternak yang tidak sedikit

dimanfaatkan oleh banyak pihak. Pemanfaatan kulit ini biasanya banyak kita

jumpai pada industri olahan makanan, industri pengolahan sandang seperti tas,

sepati, jaket, dan lainnya.

Pemanfaatan kulit ternak /hewan untuk kepentingan manusia itu berjalan

searah dengan perkembangan peradaban manusia. Dari keseluruhan produk

sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan produk yang

memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan

kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh.

Secara ekonomis kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga ternak.

Pengetahuan tentang struktur kulit sangat penting dalam proses pengolahan kulit,

karena sebagian besar proses tersebut melibatkan bagian-bagian kulit, misalnya

proses penyamakan pada kulit.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan disusunnya makalah ini yaitu untuk mengetahui sifat

kimia kulit mentah.


BAB II

PEMBAHASAN DAN DISKUSI

2.1 Sifat Kimia Kulit Mentah

Pengetahuan tentang sifat kimiawi pada kulit sangat penting dalam proses

penyamakan kulit, karena sebagian besar proses tersebut melibatkan penggunaan

bahan kimia. Proses kimiawi yang terjadi dalam kegiatan penyamakan kulit

diantaranya dalam hal terkait dengan proses: (1) pelarutan protein globular, (2)
pemisahkan dan penghancurkan epidermis, folikel rambut serta pemisahkan bulu,

(3) mempertahankan serabut kolagen, (4) melarutkan serabut elastis, substansi

dasar serta penghilangan lemak (Sarkar, 1995) begitu pula dalam proses

bagaimana mempertahankan kondisi kulit samak dalam jangka waktu yang

panjang sehingga mampu tahan terhadap kondisi lingkungan selama proses

penyimpanan (Cordon, 1977).

Komposisi kimia pada kulit mentah atau segar diantaranya terkait dengan

kadar protein, lemak, karbohidrat, mineral dan air. Proporsi masing-masing zat

kimia yang menyusun komponen kulit cukup bervariasi, tergantung dari jenis

ternak, umur, makanan, iklim dan kebiasaan hidup ternakitu sendiri. Komposisi

zat kimia yang menyusun kulit antara lain: air kira-kira sebanyak 65%, protein

33%, mineral 0,5% dan lemak 2-30%. Komposisi zat kimia tersebut tidaklah

konstan, namun sangat tergantung dari macam kulitnya. Penyusun terbanyak

adalah komponen air dengan jumlah cukup bervariasi yakni antara 60-70%.

Komponen lemak dalam kulit variasinya justru lebih besar dan menyulitkan

sehingga perlu perhatian khusus bagi para penyamak kulit, terutama komponen
lemak pada kulit domba dan babi. Jenis lemak yang terdapat pada kulit terdiri atas

beberapa macam, diantaranya adalah trigliserida, phospholipid, cholesterol dan

lilin (wax). Lemak yang dihasilkan oleh kelenjar minyak kulit banyak

mengandung waxsertaester yang berasal dari asam lemak dengan alkohol. Sel

lemak pada korium kulit dan jaringan lemak pada subkutis terutama mengandung

trigliserida. Komponen mineral yang umum terdapat dalam kulit diantaranya

adalah garam dari K, Na, Ca dan Mg, phosphat, karbonat, dan klorida.

Persentase mineral dalam komponen kulit relatif lebih rendah dengan total

mineral hanya berkisar 1%. Karbohidrat dalam kulit berada dalam bentuk

glikogen, “gula kulit”, amino-sugar, mucopolisakarida maupun bentuk lainnya.

Protein merupakan kandungan zat kimia penting yang terdapat pada kulit, karena

protein tersebut sangat menentukan kualitas produk-produk kulit hasil

penyamakan. Kadar protein dalam komponen kulit berada sekitar 80% dari total

bahan kering.

Komponen protein yang terdapat dalam kulit terdiri atas beberapa macam,

namun yang menjadi perhatian para penyamak kulit secara garis besarnya

dikelompokkan menjadi dua yaitu, protein fibrousdan protein globular. Protein

fibrous terdiri dari keratin (penyusun utama epidermis, buluatau rambut maupun

wol), kolagen (protein utama pada kulit), retikulin (bersama-sama dengan serabut

kolagen, banyak dijumpai di stratum papilare) dan elastin (banyak dijumpai di

stratum papilare) yang jumlahnya akan semakin bertambah sesuai dengan

pertambahan umur dan sampai saat tertentu pertambahan tersebut akan terhenti.

Protein globular, merupakan protein yang berasal dan serum dan disintesis oleh

sel dalam jaringan ikat korium. Protein globuler tersusun atas albumin, globulin
(serum darah) dan mucin/mucoid atau mucoprotein (berasal dari sel dan berperan

sebagai substansi dasar) (Sarkar, 1995).

Selain zat-zat kimia tersebut dijumpai pula enzim, yaitu enzim cathepsin

yang dapat menyebabkan terjadinya autolisis apabila kulit mentah atau kulit

awetan disimpan pada suhu dan kelembaban yang tinggi. Enzim yang lain berupa

enzim dopa oxidase. Oleh aktivitas sinar ultra violet (UV), maka sinar tersebut

akan mengubah senyawa tirosin dalam tubuh menjadi senyawa dopa

(deoxyphenilalanin) hingga selanjutnya senyawa dopa tersebut akan teroksidasi

karena adanya pengaruh dari enzim dopa oxidase tersebut. Hasil akhirnya berupa

senyawa melanin, yakni butiran zat berwarna yang terdapat pada kulit.

Penampilan warna gelap pada kulit ternak hidup menunjukkan adanya

kemungkinan besar disebabkan oleh karena peristiwa tereksposnya kulit tersebut

di bawah terik matahari dalam jangka waktu yang lama (Sarkar, 1995). Warna

kulit berpengaruh terhadap cara pengawetan kulit, kulit gelap harus mendapat

perhatian khusus karena bila diawetkan secara dikeringkan, akan cepat mengubah

protein kolagen pada kulit menjadi gelatin atau yang lazim dikenal dengan istilah

gelatinisasi (Said, 2000).

Kandungan protein kolagen dalam kulit hewan dipengaruhi oleh umur,

semakin bertambah umur hewan maka protein kolagennya semakin bertambah

dan serabut kolagennya semakin kuat (Swatland, 1984). Menurut Cole dan

Roberts (1997), umur ternak berpengaruh terhadap produk yang berasal dari kulit

atau kolagen, umur ternak dapat memberikan suatu efek penting pada produk

yang terbuat dari kolagen atau kulit, karenanya, bila keseragaman produk

merupakan pertimbangan maka usia ternak harus menjadi perhatian utama.


Sifat fisik dan kimia dari gelatin sangat dipengaruhi oleh bahan baku,

umur hewan, tipe kolagen, metode pembuatan, tipe jaringan, spesies, karakteristik

kolagen dan proses perlakuan (Gomes-Guillen dkk., 2009; Kołodziejska dkk.,

2008). Semakin tua umur hewan makin meningkat rendemen, kadar abu dan

lemak gelatin yang dihasilkan (Muyonga dkk., 2004), sedangkan semakin

meningkat suhu dan lama ekstraksi, nilai viskositas semakin rendah serta

kemampuan membentuk gel dan sifat fisik gelatin menurun (Godmundson, 2002).
BAB III

KESIMPULAN

1. Sifat-sifat kimia adalah semua zat kimia yang terkandung didalamnya.


Kandungan kimia dari kulit mentah yaitu air kira-kira sebanyak 65%,
protein 33%, mineral 0,5% dan lemak 2-30%.
2. Pengetahuan tentang sifat kimiawi pada kulit sangat penting dalam proses
penyamakan kulit, karena sebagian besar proses tersebut melibatkan
penggunaan bahan kimia.
DAFTAR PUSTAKA

Abustam, E., Said. M.I, Wahyuddin, E, Sukendar, N.K. 2002. Produksi Gelatin dan
Produk Kapsul dari Kulit Kaki Ayam. Laporan Penelitian Proyek Hibah
Bersaing X. Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar.
Cole, B. 2000. Gelatin. In F.J. Francis (ed) Encyclopedia of Food Science and Technology
2:1183-1188. Wiley, New York.
Gugmundsson, M. 2002. Rheological properties of fish gelatin. J. Food. Sci. 67: 2172-2176.
Gómez-Estaca, J., A.L. de Lacey., M.E. LópezCaballero., M.C. Gómez-Guillen and P.
Montero. 2009. Antimicrobial activity of composite edible films based on fish
gelatin and chitosan incorporated with clove essential oils. J. Aquatic Food
Product Technology, 18:46-52.
Muyonga, J. H., C.G.B Cole.,and K.G. Duodu. 2004. Extration and physic-chemical
characterization of Nile perch (Lates niloticus) skin and bone gelatin. Food
Hydrocolloids. 18 : 581-592.
Sarkar, K. T. 1995. Theory and Practice of Leather Manufacture. Revised Ed. The
Author. Madras.
Swatland, H. J. Structure and Development of Meat Animals. 1984. Prentice-Hall,
Inc., Englewood cliffs, New Jersey
.
LAMPIRAN

KULIT TERNAK MENTAH

PROSES PENYAMAKAN KULIT TERSAMAK

Anda mungkin juga menyukai