Anda di halaman 1dari 9

PAPER

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN


Pengeringan Terhadap Produk Kerupuk Rambak

DISUSUN OLEH :
IHSAN SEKTI HEKMAWAN
NIM. B32160569

JURUSAN TEKNOLOGI PERTANIAN


PRODI TEKNOLOGI INDUSTRI PANGAN
POLITEKNIK NEGERI JEMBER
2017
BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Teknologi pemrosesan bahan pangan terus berkembang dari waktu ke waktu.
Perkembangan teknologi ini didorong oleh kebutuhan pangan manusia yang terus meningkat
yang diakibatkan oleh semakin meningkatnya jumlah penduduk dunia. Pada saat yang sama,
luas lahan penghasil bahan pangan makin menyempit. Hal tersebut menyebabkan
dibutuhkannya teknologi-teknologi pemrosesan pangan yang mampu meningkatkan kualitas
dan kuantitas produk makanan, salah satunya adalah teknologi pengeringan bahan makanan
(Rohman, S., 2008).
Salah satu contoh produk pangan yang memerlukan proses pengeringan terlebih
dahulu yaitu kerupuk kulit atau biasa disebut dengan kerupuk rambak. Kerupuk rambak itu
sendiri terbuat dari kulit hewani biasanya kulit dari mamalia seperti sapi dan kerbau. Proses
pengeringan pada kerupuk rambak dilakukan agar tekstur dari kulit pada hewan tersebut
menjadi renyah ketika setelah penggorengan.
Digunakannya bagian kulit yang dijadikan kerupuk karena merupakan pemanfaatan
hasil samping dari hasil ternak. Biasanya pada ternak sapi ataupun kerbau hanya diambil
dagingnya untuk dijual dan dimasak. Padahal masih ada bagian dari ternak tersebut yang bisa
dimakan oleh manusia, yaitu kulit. Kulit pada sapi dan kerbau juga bermanfaat bagi tubuh
manusia karena mengandung banyak lemak dan protein, tentu harus dikonsumsi dengan
kadar/jumlah yang terkontrol.
Kulit sebagai salah satu hasil ikutan ternak yang mengandung komponen nutrisi yang
sangat tinggi terutama protein, sehingga kulit dalam hal ini merupakan dapat menjadi media
tumbuh yang sangat baik terhadap perkembangan mikroorganisme. Berdasarkan hal tersebut
dapat dikatakan bahwa produk kulit mentah merupakan produk hasil sampingan pemotongan
ternak yang tentunya harus memerlukan penanganan khusus setelah lepas dari tubuh ternak.

1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk menjelaskan proses pengolahan
produk, metode pengeringan produk, dan keunggulan serta kelebihan produk Kerupuk
Rambak.

1 | Page
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI PENGERINGAN


Pengeringan mempunyai pengertian yaitu aplikasi pemanasan melalui kondisi yang
teratur, sehingga dapat menghilangkan sebagian besar air dalam bahan makanan dengan cara
diuapkan. Penghilangan air dalam bahan pangan dengan cara pengeringan mempunyai satuan
operasi yang berbeda dengan dehidrasi. Dehidrasi akan menurunkan aktivitas air yang
terkandung dalam bahan pangan dengan cara mengeluarkan air dalam jumlah lebih banyak,
sehingga umur simpan bahan pangan menjadi lebih panjang atau lebih lama. Pengurangan air
tersebut dapat menghambat tumbuhnya mikroba dan aktivitas enzim, namun tidak dapat
melakukan inaktivasi. Hal ini dikarenakan suhu selama proses tidak mencukupi untuk
melakukannya (Fellows, 2000).
Efisiensi sistem dan alat pengeringan merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam aplikasi pengeringan dan optimasinya. Efisiensi operasi pengeringan
dapat dinyatakan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis diperlukan untuk
menguapkan air dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam alat pengering.
Efisiensi tersebut berguna untuk mempelajari pendugaan atau konstruksi alat pengering dan
studi perbandingan antar berbagai alat pengering yang digunakan untuk alternative. (Anonim,
2012)
Metode pengeringan pangan maupun non-pangan yang umum dilakukan antara lain
adalah pengeringan matahari (Sun drying), rumah kaca (Greenhouse), oven, iradiasi surya
(Solar Drying), pengeringan beku (Freeze drying) dan yang berkembang saat ini pengeringan
menggunakan sinar infra merah. Pangan dapat dikeringkan dengan beberapa cara yaitu
menggunakan matahari, oven atau microwave. Pengeringan merupakan metode pengawetan
yang membutuhkan energy dan biaya yang cukup tinggi, kecuali pengeringan matahari (Sun
Drying). (Hughes dan Willenberg, 1994)

2.2. KULIT SAPI DAN KERBAU


Kulit kerbau atau kulit sapi yang umumnya digunakan sebagai bahan baku kerupuk
rambak kulit, dari 1 lembar kulit sapi atau kulit kerbau bisa menghasilkan 6 kg kerupuk
rambak. (Amertaningtyas, 2011)
Kadar lemak kerupuk yang sudah digoreng adalah sebesar 31,81% (kerupuk kerbau)
dan 32,44% (kerupuk sapi). Kadar Protein sebesar 63,90% (kerupuk kerbau) dan 64,71%
(kerupuk sapi). Kandungan asam urat pada 100 gr kerupuk jangek yang berasal dari kulit sapi
terdapat 0,64-0,7 mg kadar asam urat, menunjukkan adanya pengendapan asam urat pada
kulit yang merupakan produk akhir dari metabolisme asam nukleat dan senyawa purin. Bagi
penderita asam urat, dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi kerupuk kulit. Bilangan peroksida
sebesar 1,0 mg/kg bahan kerupuk kulkit sapi setelah disimpan 4-5 minggu pada suhu
ruangan. Sedangkan pada pengamatan dengan menggunakan HPLC (High Performance
Liquid Chromatography), terdeteksi kadar triolein dan diolein yang cukup tinggi baik pada
kerupuk kulit sapi maupun kulit kerbau, yang berasal dari minyak goreng saat proses

2 | Page
penggorengan sebanyak dua kali. Minyak goreng tersebut terperangkap dalam pori-pori
kerupuk (Hidayat, 2009).
Kulit sapi ialah bagian paling luar daging sapi. Kulit sapi biasanya dikeringkan dan
digoreng menjadi rambak. Kulit merupakan organ tunggal tubuh paling berat, pada sapi
sekitar 6-8%, dan domba 8-12%, dengan demikian kulit juga merupakan hasil ikutan ternak
yang paling tinggi nilai ekonominya yaitu sekitar 59% dari nilai keseluruhan by-product yang
dihasilkan oleh seekor ternak (Anonim, 2013).
Kulit adalah hasil samping dari pemotongan ternak, merupakan lapisan terluar
dari tubuh hewan, diperoleh setelah hewan tersebut mati dan dikuliti. Kulit dari ternak
besar dan kecil baik itu sapi, kerbau, dan domba serta kambing memiliki
struktur jaringan yang kuat dan berisi, sehingga dalam
penggunaannya dapat dipakai untuk keperluan pangan dan non pangan (Sudarminto,
2000).
Pada kulit sapi kandungan yng paling dominan adalah gelatin. Gelatin merupakan
protein alami yang diekstrak dari tulang dan kulit berbagai jenis binatang seperti sapi.
Molekul-molekul gelatin tersusun dari ribuan rantai asam amino. Rantai-rantai protein
tersebut dihubungkan secara cross-links (interaksi-silang), karenanya terdapat lubang
(rongga) diantara rantai yang dapat menahan air (Lab. of Conjugated,2001).
Pemanfaatan kulit ternak seperti sapi sendiri banyak dilakukan untuk kepentingan
manusia sesuai dengan perkembangan zaman. Dari keseluruhan produk sampingan hasil
pemotongan ternak seperti sapi , maka kulit merupakan produk yang memiliki nilai ekonomis
yang paling tinggi. Berat kulit sapi, kambing atau kerbau berkisar 7-10 % dari berat tubuh
hewan tersebut. Secara ekonomis pun kulit memiliki harga berkisar 10-15% dari harga
ternak. (Djojowidagdo, 1999).
Menurut SNI-1996 , kerupuk rambak kulit adalah produk makanan ringan yang dibuat
dari kulit sapi atau kerbau melalui tahap proses pembuangan bulu, pembersihan kulit,
perebusan, pengeringan, perendaman dengan bumbu untuk kerupuk rambak kulit mentah dan
dilanjutkan dengan penggorengan untuk kerupuk rambak kulit siap konsumsi (Anonim,
1996).
Dari keseluruhan produk sampingan hasil pemotongan ternak, maka kulit merupakan
produk yang memiliki nilai ekonomis yang paling tinggi. Berat kulit pada sapi, kambing dan
kerbau memiliki kisaran 7-10% dari berat tubuh. Secara ekonomis kulit memiliki harga
berkisar 10-15% dari harga ternak (Gazali, 2011).

3 | Page
BAB III ISI

3.1. DESKRIPSI PRODUK


Kerupuk rambak atau kerupuk kulit adalah olahan kerupuk yang terbuat dari kulit
hewan umumnya adalah hewan mamalia ternak yang diambil dagingnya seperti sapi, kerbau
atau kambing. Harga rambak kulit relatif lebih mahal jika dibandingkan dengan jenis jenis
kerupuk yang lain, tentu saja ini disebabkan oleh bahan utama dalam pembuatannya yakni
kulit hewan. Selain itu rasa kerupuk rambak kulit juga lezat dan memiliki rasa ciri khas
tersendiri.

Kerupuk Kulit sapi atau kerabau sangatlah mudah didapat, karena makanan yang satu
ini selain rasanya enak dan juga gurih, dan cocok sebagai pendamping berbagai macam
makanan. Makanan ini ini juga bisa menjadi ladang usaha yang menjanjikan , karena begitu
besarnya peminat para konsumen terhadap makanan yang satu ini.
Sebelum digoreng, biasanya kerupuk rambak dibentuk persegi, memiliki tekstur yang
keras, dan berwarna coklat. Ketika selesai digoreng kerupuk dapat mengembang menjadi 2
kali lebih besar dari ukuran awalnya, karena banyak menyerap minyak. Teksturnya menjadi
renyah dan warna menjadi putih. Kerupuk rambak mudah sekali melempem, jadi ketika
sudah digoreng disarankan disimpan dalam toples dan ditutup dengan rapat.

3.2 PROSES PENGOLAHAN PRODUK


Proses pembuatan kerupuk rambak kulit pada umumnya adalah pemilihan kulit
sebagai bahan baku kulit (harus dari kulit yang sehat, bukan dari ternak yang sakit, kulit
bersih dan tidak busuk). Berikut ini proses pengolahannya adalah sebagai berikut:
1. Pencucian (washing) untuk membersihkan sisa kotoran yang masih menempel,
perendaman jika kulit berasal dari kulit awetan atau kulit kering (selama 24 jam
dalam air bersih) supaya kulit kering menjadi basah seperti kulit segar.
2. Pengapuran (liming) (direndam dalam larutan kapur tohor (Ca(OH)2 supaya kulit
membengkak, lapisan epidermis dan bulu mudah dihilangkan serta untuk
meningkatkan daya kembang dan kerenyahan kerupuk rambak), buang kapur
(deliming), mencuci kulit dengan air mengalir supaya sisa kapur hilang, pengerokan
bulu (terutama dari kulit sapi, kerbau dan kelinci).
3. Perebusan (boiling) pada suhu dan waktu tertentu sesuai jenis kulit supaya kulit
matang, pemotongan kulit sesuai selera, perendaman dalam bumbu (umumnya adalah
garam dan bawang putih),
4. Penjemuran dibawah sinar matahari sampai kering supaya kadar airnya menurun.
Sehingga dihasilkan tekstur yang renyah ketika sudah digoreng.
5. Penggorengan (dilakukan 2 tahap, yaitu dengan minyak yang tidak terlalu panas (suhu
80oC) kemudian dimasukkan dalam minyak yang panas (suhu 100 oC) sampai kerupuk
rambak kulit mengembang dengan sempurna.
6. Proses selanjutnya yaitu pengemasan dalam kantong plastik jika mau dipasarkan
kepada konsumen.

4 | Page
3.3 METODE PENGERINGAN PRODUK
A. Pengeringan Surya Tradisional
Pengeringan produk kerupuk rambak dalam skala kecil atau rumahan
kebanyakan digunakan metode penjemuran dibawah sinar matahari secara langsung.
Kendala dari metode ini adalah persoalan cuaca dan higienitas produk yang kurang
terjaga.

B. Pengeringan Tipe Tunnel


Pengeringan kerupuk kulit mentah (setengah jadi) dengan menggunakan
pengering tipe tunnel sudah pernah dilakukan oleh Moranza. Moranza menggunakan
arang batok kelapa sebagai sumber energi pengeringan. Moranza melakukan
pengamatan terhadap temperatur lingkungan, temperatur tungku, temperatur ruang
pengering, perubahan kadar air dan laju pengeringan. Selain itu, juga dilakukan
analisa ekonomi untuk menghitung biaya pengeringan. (Pratoto, 2015)

C. Pengeringan Surya Tipe Rak


Alat pengering surya tipe rak dengan bagian utama terdiri dari kain pengering,
sebuah kolektor surya, dan sebuah turbin ventilator (Gb.1). Kabin pengering
berukuran 900 mm x 900 mm x 1237 mm dengan rangka besi siku dan dinding dari
bahan plastik untuk menambah penyerapan panas matahari. Kabin pengering tersebut
memuat enam buah rak yang masing- masing berukuran 870 mm x 870 mm. Untuk
memudahkan pelepasan uap air dari bahan agar keluar dari kabin, pada atap kabin
dipasang turbin ventilator. Kolektor surya yang digunakan adalah tipe kolektor udara
laluan tunggal (single-pass air collector). (Pratoto, 2015)

3.4 KEUNGGULAN DAN KEKURANGAN PRODUK

A. Keunggulan Kerupuk Rambak


Tekstur yang renyah dan rasa yang gurih menjadikan produk ini disukai oleh
kebanyakan orang di Indonesia. Selain itu, kerupuk rambak memiliki banyak nutrisi
yang dibutuhkan manusia.
Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, menyimpulkan bahwa
kerupuk rabak kulit merupakan kerupuk yang paling bergizi dibandingkan dengan
kerupuk nabati (dari tepung tapioka). Berbagai macam gizi seperti protein,
karbohidrat dan lemak serta mineral terkandung didalamnya. Kerupuk rambak kulit
mengandung 82,9 % protein, mineral seperti kalsium, fosfor dan besi terkandung
sebanyak 0,04%.

B. Kekurangan Kerupuk Rambak


Kerupuk rambak lebih mudah mengalami mengalami melempem dibanding
jenis kerupuk lainnya. Pada saat penggorengan memerlukan dua kali proses, agar
kerupuk bisa mengembang dengan sempurna. Dari dua kali penggorengan minyak
yang terserap oleh kerupuk cukuplah tinggi, sehingga akan meningkatkan kadar
lemaknya. Jika, dikonsumsi secara berlebihan akan menjadikan kolesterol akibat
kandungan lemaknya yang tinggi.

5 | Page
Pemasokan kulit yang akan dibuat kerupuk semakin sulit didapat, karena harus
bersaing dengan industri lain seperti produk sepatu dan tas kulit yang juga
memerlukan kulit sapi untuk produksinya. Akibat banyaknya permintaan industri dan
kelangkaan mendapatkan bahan baku, membuat harga kerupuk ini lebih mahal
harganya dibanding jenis kerupuk lainnya.

6 | Page
BAB IV PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
Kerupuk Rambak merupakan jenis kerupuk yang menggunakan bahan dasar kulit
hewani. Salahsatu proses pembuatan kerupuk rambak yaitu harus melalui proses
pengeringan. Proses pengeringan ini bisa dilakukan diatas tungku seperti pada sistem
pengeringan tunnel, tapi kebanyakan di industri lebih banyak menggunakan sistem
penjemuran dibawah sinar matahari. Meskipun terdapat banyak kendala seperti cuaca dan
higienitas, sistem penjemuran ini banyak digunakan industri dikarenakan lebih ekonomis.
Akibat proses pengolahan kerupuk rambak memerlukan proses yang panjang dan
memerlukan waktu yang lama, serta kelangkaan dalam mendapatkan stok kulit yang akan
dijadikan bahan baku, membuat harga dari kerupuk rambak ini menjadi lebih mahal
dibanding jenis kerupuk lainnya. Akan tetapi, tetap banyak masyarakat yang menyukai
produk ini sebab rasanya yang gurih dan enak.

7 | Page
DAFTAR PUSTAKA

Pranoto, Adjar dkk. 2015. Unjuk Kerja Pengering Surya Tipe Rak Pada Pengeringan
Kerupuk Kulit Mentah (Proceeding). Padang: Universitas Andalas.

Amertaningtyas, Dedes. 2011. Pengolahan kerupuk Rambak kulit di Indonesia


(Jurnal). Malang: Universitas Brawijaya.

Hartanti, Gustia Endang. 2012. Pengeringan


Makanan.http://gustiayuendanghartanti.blogspot.co.id/2012/10/pengeringan-
makanan. 22 Maret 2017.

Assambo, Sitti Isyqzamiyah. 2014. Laporan Praktikum Pembuatan Kerupuk.


http://sittiassambo.blogspot.co.id/2014/09/laporan-praktikum-pembuatan-kerupuk. 22
Maret 2017.

8 | Page

Anda mungkin juga menyukai