Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM ACARA 3

PENGANTAR TEKNOLOGI PERTANIAN


(PENGELOMPOKAN KOMODITAS HASIL PERTANIAN
BERDASARKAN FUNGSINYA)

Disusun Oleh:
Kelompok 16

1.Oktavia Anjar Any (H0917064)


2.Parasdya Mar’atus S. (H0917066)
3.Rika Nuryahyani (H0917070)
4.Vanessa Anggraini G. (H0917083)
5. Melati Sumbawati (H0917090)
ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertanian dapat diartikan sebagai suatu sektor yang mengemukakan


berbagai hal tentang keadaan biologi di bumi baik nabati maupun hewani.
Pertanian terus dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia bagi
kelangsungan hidupnya. Komoditas pertanian terbagi menjadi 3 (tiga)
kelompok yaitu komoditas pangan, komoditas perkebunan, dan komoditas
hortikultura.

Salah satu komoditas pertanian yang banyak digemari oleh masyarakat


indonesia adalah daging-dagingan, terutama daging sapi. Sapi merupakan
hewan ruminansia yang menghasilkan daging, susu, tenaga kerja dan
kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% kebutuhan daging di dunia,
95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi banyak dibudidayakan
oleh masyarakat Indonesia mengingat pentingnya kebutuhan sapi.
Sapi merupakan komoditas ternak yang banyak dipelihara oleh
peternak baik sebagai sumber penghasilan utama maupun sampingan. Hampir
semua bagian dalam sapi dapat dimanfaatkan seperti daging sapi, kulit sapi,
susu sapi, lemak sapi, kotoran sapi sampai tenaga sapi juga bisa digunakan
oleh manusia. Daging sapi merupakan sumber protein yang cukup tinggi yaitu
sebesar 26,33 gram per 100 gram daging sapi.
Di Indonesia, ada 7 jenis sapi yang dikenal oleh masyarakat luas, yaitu
sapi Limousin, sapi sapi Brahman yang berasal dari india, sapi simetal, sapi
ongole, sapi madura, sapi bali yang merupakan kategori sapi pekerja karena
bentuk tubuhnya yang kuat, dan terakhir adalah sapi PO (peranakan ongole).
Sapi ongole merupakan salah satu jenis sapi lokal asli Indonesia atau biasa
disebut sapi jawa/sapi putih. Sapi ini hasil persilangan antara sapi Ongole dari
india dengan sapi jawa. Selain sebagai sapi pedaging juga dijadikan sapi
pekerja biasanya dipakai untuk membajak sawah.

Kebutuhan akan sapi mengingat pentingnya sapi dalam kehidupan


terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk pemenuhan kebutuhan sapi di
Indonesia, sapi lokal tidaklah cukup sehingga langkah yang diambil oleh
pemerintah adalah melakukan impor sapi. Karena pentingna sapi bagi
kehidupan ini, penulis tertarik unuk melakukan pengelompokan komoditas
pertanian berdasarkan fungsinya. Setelah itu dilakukan analisis pada setiap
bahan dan membuat pohon industrinya. Lalu melakukan riset tentang
ketersediaan sapi di Indonesia selama dua tahun terakhir.
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah praktikum acara 3 Pengelompokan Komoditas


Pertanian Berdasarkan Fungsinya yaitu Bagaimana pengelompokan komoditas
pertanian berdasarkan fungsinya menjadi bahan pangan dan non pangan ?

C. Tujuan

Tujuan dari praktikum Acara 3 Pengelompokan Komoditas Pertanian


Berdasarkan Fungsinya yaitu mahasiswa mampu memahami dan menganalisis
pengelompokan komoditas pertanian berdasarkan fungsinya menjadi bahan
pangan dan non pangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga
kerja dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan
daging di dunia, 95% kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari
famili Bovidae. seperti halnya bison, banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika
(Syncherus), dan anoa (Savitri, 2013).
Pemintaan akan produk hasil ternak yang berasal dari hewan ternak
ruminansia besar/kecil menunjukkan penningkatan yang pesat seiring dengan
peningkatan kesejahteraan dan kemajuan suatu masyarakat, akan tetapi
selama ini hanya terbatas pada kulit daerah tubuh sapi yang umumnya hanya
digunakandalam industri penyamakan kulit, sedangkan pemanfaatan kulti sapi
pada daerah kepala, kaki dan ekor masih kurang. salah satu cara dalam
memanfaatlcan kulit sapi yaitu dapat diolah menjadi bahan panganyang bergisi
misalnya dijadikan krecek atau bahan mentah rambak (Badju, 2008).
Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang
berkembang dewasa ini dan hal ini tidak akan terlepas dari masalah
limbah atau buangan yang akann dihasilkan. Menurut Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Industri Barang Kulit, Karet, dan Plastik di Yogyakarta,
bahwa limbah padat dari industri penyamakan kulit dapat digolongkan menjadi
tiga macam, yaitu:
1. Berupa potongan kulit mentah yang masih segar, lemak, dan bulu
sebanyak 5% dari kulit mentah.
2. Berupa potongan kulit, daging, dan bulu sesudah penghilangan
bulu halus sebanyak 5% dari kulit mentah.
3. Berupa potongan kulit wet blue sebanyak 3% dari kulit mentah
(Hastutiningrum, 2009).
Kerupuk merupakan salah satu makanan khas Indonesia. Kerupuk biasa
dikonsumsi sebagai makanan kecil, makanan selingan ataupun lauk pauk
walaupun dalam jumlah yang sedikit. Kerupuk dikenal oleh semua usia
maupun tingkat sosial masyarakat.Kerupuk kulit yang dibuat dari kulit
hewan, dapat berupa kulit sapi, kerbau, kambing baik yang masih segar maupun
yang sudah diawetkan. Pada umumnya kulit yang dibuat kerupuk kulit segar.
manajemen dan biaya produksi agar dapat diperoleh produk yang
memberikan nilai tambah dan keuntungan yang akan mengakibatkan
pendapatan yang diterima berbeda-beda untuk setiap unit usaha
(Wahyudi, 2016).
Material kulit merupakan salah satu material tua yang dikenal manusia.
Material kulit sendiri memiliki karakter yang unik dan khas dimana strukturnya
sangat kuat namun fleksibel dan dengan proses yang tepat akan menghasilkan
kulit yang tidak mudah membusuk. Di bidang fashion, produk-produk yang
terbuat dari kulit senantiasa diminati dari waktu ke waktu. Produk-produk
bermaterial kulit semakin menjamur dimana-mana, tidak terkecuali di Indonesia
(Marcelina, 2012).
Mentega adalah produk hewani yang dibuat dari cream berdasarkan proses
yang disebut “churning”. Pada proses pembuatan mentega terjadi pemisahan 2
fase yaitu fase lemak terdiri dari lemak mentega, dan fase air yang melarutkan
berbagai zat yang terdapat dalam susu. Ada berbagai jenis mentega, antara lain :
1. Mentega dibuat dari Pasteurized Cream atau unpasteurized Cream.
2. Mentega yang dibuat dari cream yang diperam (ripened cream
atau yang tidak diperam.
3. Mentega yang digarami atau yang tidak digarami.
4. Mentega yang dibuat dari sweet cream, atau sour-cream.
5. Mentega yang dibuat yang tidak mengalami penyimpanan (segar)
dan yang telah mengalami penyimpanan.
6. Mentega yang dibuat di peternakan (dairy butter) atau di pabrik
(creamery butter).
Pada prinsipnya mentega yang bermutu tinggi tidak dapat dibuat dari
cream yang telah rusak, busuk dan kotor. Hanya sebagian kecil saja dari mentega
dibuat dari sweet cream, sedang sebagian besar mentega dibuat dari cream yang
telah diperam. Garam biasanya ditambahkan sampai mencapai kadar 2.5 – 3.0
persen. Berdasarkan standar mentega yang ada di pasaran internasional adalah
kadar lemak minimal 80 persen. Sedang sisanya terdiri dari butter milk, air, bahan
kering susu. Pemeraman cream sering dilakukan untuk menghasilkan flavor yang
kuat dengan penambahan starter : Streptococcus lactis dan Streptococcus
citrivorus serta Streptococcus parasiticus. Meskipun flavor mentega terdiri dari
banyak komponen tetapi yang terpenting adalah diacetyl. Diacetyl diproduksi oleh
Streptococcus sp. dari asam sitrat demikian halnya dengan asam laktat dan
propionic acid dan asetic acid dari laktosa ( Koswari,2009)
Limbah kotoran ternak memiliki potensi sebagai sebagai bahan bakar
alternatif karena mampu menghasilkan gas melalui proses fermentasi. Menurut
Abdullah et al. dalam Adityawarman et al. (2015) gas bio adalah suatu jenis gas
yang bisa dibakar yang diproduksi melalui proses fermentasi anaerobik bahan
bakar organik seperti kotoran ternak dan manusia, biomassa limbah pertanian atau
campuran keduanya, didalam suatu ruangan pencerna (digester). Hal ini perlu
dilakukan karena semakin berkembangnya usaha peternakan yang mengakibatkan
limbah yang dihasilkan meningkat. Teknologi biogas memberikan beberapa
keuntungan seperti, menghilangkan efek rumah kaca, mengurangi bau,
menghasilkan pupuk, dan sebagai energi alternatif (Imam et al. 2013).
Pencemaran dalam bentuk gas dari kotoran ternak dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternative pengganti seperti gas LPG, kayu bakar, dan minyak tanah.
Kalor yang dihasilkan dari biogas dapat digunakan untuk memasak dan bahkan
dapat digunakan untuk penerangan. Nilai kalor yang dihasilkan akan semakin
besar dengan produksi metan yang tinggi. Jika dalam skala besar, biogas dapat
digunakan sebagai pembangkit energi listrik (Adityawarman et al. , 2015 ).
Bahan keluaran dari sisa proses pembuatan biogas (sludge) dapat diolah
kembali menjadi pupuk organik. Pupuk padat yang dihasilkan dari keluaran
biogas lebih baik dibandingkan dengan pupuk kompos yang bisa digunakan
petani, selain itu unsur hara yang ada dalam pupuk organik cair hasil dari proses
fermentasi dalam penggunaannya dapat langsung diserap tanaman dan cepat
terurai sehingga mudah diserap tanaman. Menurut Nastiti (2008), pupuk organik
dapat memperbaiki kualitas dan kesuburan tanah serta diperlukan tanaman. Selain
itu, kotoran ternak yang diubah menjadi biogas dapat membantu mengatasi
kesulitan dan kemahalan bahan bakar minyak yang banyak digunakan oleh
masyarakat terutama di pedesaan.
Menurut Huda dan Wikanta (2016) cara pembuatan pupuk kompos yaitu
Siapkan kotoran ternak (sapi atau kerbau) yang akan dijadikan kompos dengan
syarat kering (tidak basah oleh urine sapi atau air hujan). Lalu Bahan aktivator
(Urea, SP-36, kapur, pupuk kandang, starter Trichoderma harzianum) diaduk
merata dan dibagi atas 4 bagian Kotoran ternak ditumpuk setinggi 1x1x1 m lalu
dibagi atas 4 bagian, masing-masing setinggi + 25 cm. Kemudian Di atas
tumpukan kotoran ternak, ditabur bahan aktivator secara merta sebanyak ¼
bagian. Selanjutnya Gabung tumpukan kotoran ternak menjadi 1 tumpukan
sehingga volume tumpukan 1x1x1 m. Itu Tutup tumpukan dengan plastik hitam
anti air agar terlindung dari hujan dan panas matahari. Lalu lakukan pembalikan
tumpukan kotoran ternak setiap 1 minggu dengan menggunlakan cangkul. Perlu
dijaga, kelembaban tumpukan harus stabil (kelembaban 60-80%) selama proses
pengomposan.
Panen kompos pupuk kandang dapat dilakukan setelah 21 hari dengan cara
membongkar lalu diayak sehingga dihasilkan kompos yang sempurna.
Daging sapi merupakan salah satu produk pangan yang memiliki nilai gizi untuk
memenuhi kebutuhan protein bagi masyarakat. Daging sapi adalah produk
peternakan yang memiliki nilai ekonomis (emhar, 2013). Daging sapi dapat diolah
menjadi macam-macam produk jadi maupun setengah jadi. Contoh produk
setengah jadi adalah daging segar dan daging beku. Proses pengolahan daging
sapi meliputi proses Pemeriksaan Ante-mortem yaitu Hewan-hewan yang akan
disembelih untuk menghasilkan daging harus terlebih dahulu diperiksa
kesehatannya oleh doktor hewan atau mantri hewan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya penularan penyakit dari daging kepada konsumen.
Hewan-hewan yang menderita penyakit menular atau penyakit cacing yang dapat
menulari manusia dilarang untuk disembelih. Kemudian Penyembelihan
Penyembelihan adalah usaha untuk mengeluarkan darah hewan dengan memotong
pembuluh darah pada bagian leher (vena jugularis). Yang ketiga adalah
Penyiangan dan pemeriksaan Pasca-mortem. Setelah penyembelihan, kepala
dipisahkan pada batas tulang kepala dengan tulang leher pertama, kaki pertama
dipotong pada persendian metetarsus, kaki belakang dipotong pada persendian
metacarpus, jeroan dikeluarkan dengan membuka bagian bawah perut secara
membujur dan keudian dikuliti. Daging yang masih menempel pada tulang
kerangka hasil dari penyiangan ini disebut karkas. Khusus pada babi dan unggas
tidak dilakukan pengulitan, akan tetapi dilakukan pencabutan bulu dengan cara
mencelupkan kedalam air mendidih selama beberapa menit sehingga bulunya
mudah dicabut (scalding). Setalah itu proses Pelayuan dari karkas yang dihasilkan
setelah penyiangan bertujuan untuk memberikan kesempatan agar proses-proses
biokimia yang terjadi pada daging setelah hewan mati dapat berlangsung secara
sempurna sebelum daging tersebut dikonsumsi. Pelayuan ini harus dilakukan
untuk memperoleh daging dengan keempukan dan cita rasa yang baik sebagai
hasil dari proses-proses biokimia yang berlangsung selama pelayuan.Untuk
mencegah terjadinya pembusukan, pelayuan sebaiknya dilakukan pada suhu
rendah (3,6ºC – 4,4ºC) selama sekitar 24 – 48 jam untuk karkas hewan besar (sapi
dan kerbau). Apabila pelayuan dilakukan pada suhu yang lebih tinggi, waktunya
harus lebih singkat agar tidak terjadi pembusukan daging. Yang terakhir adalah
Pemotongan Karkas. Pada karkas sapi dewasa, setiap sisi karkas dibagi menjadi
dua bagian, yaitu bagian perempat daun (fore qarter) dan bagian perempat
belakang ( hind qarter). Cara pembagian ini bervariasi, yang mana pada satu cara
pembagian semua tulang rusuk diikutkan kebagian perempat depan, sedangkan
pada cara pembagian yang lain satu atau dua tulang rusuk diikutkan kebagian
perempat belakang. Selanjutnya, bagian perempat depan dan bagian perempat
belakang ini dipotong menjadi potongan - potongan eceran (retail cuts) menurut
cara yang bervariasi untuk setiap negara.
Produk daging sapi yang diolah misalnya abon. Abon adalah makanan
dibuat dari daging yang disuwir--suwir atau dipisahkan seratnya, kemudian
ditambah bumbu-bumbu dan digoreng. Daging yang umum digunakan untuk
pembuatan abon adalah daging sapi atau kerbau. Abon tergolong produk olahan
daging yang awet. Untuk mempertahankan mutunya selama penyimpanan, abon
dikemas dalam kantong plastik dan ditutup dengan rapat. Dengan cara demikian,
abon dapat disimpan pada suhu kamar selama beberapa bulan.
Dari segi teknologi, pembuatan abon relatif mudah, tidak memerlukan
modal yang besar dan sudah lama dikenal dan digemari oleh semua golongan
masyarakat Indonesia. Sehingga, pembuatan abon mempunyai prospek yang baik
untuk dikembangkan sebagai industri kecil atau industri rumah tangga.
Selain abon juga terdapat dendeng. Dendeng adalah makanan berbentuk
lempengan yang terbuat dari irisan atau gilingan daging segar yang diberi bumbu
dan dikeringkan. Dendeng termasuk makanan yang dibuat dengan cara
pengeringan. Kandungan air dendeng antara 15 sampai 50 persen, bersifat plastis
dan tidak terasa kering. Dendeng perlu direndam air, lalu dimasak terlebih dulu
sebelum dikonsumsi.
Pembuatan dendeng yang biasa dilakukan terdiri dari tahap-tahap berikut :
persiapan bahan, pengirisan atau penggilingan, pemberian bumbu, pencetakan
(untuk dendeng giling), dan pengeringan. Persiapan meliputi pemilihan daging
dan pembersihan dari kotoran dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan
dimaksudkan untuk memperluas permukaan daging sehingga pengeringan akan
cepat. Sedangkan penggilingan akan memudahkan pencampuran bumbu hingga
homogen dan daging mudah dibentuk.
Pengeringan dendeng bisa dilakukan dengan penjemuran maupun
menggunakan oven hingga mencapai kadar air tertentu. Daging yang mempunyai
kandungan lemak tinggi memerlukan waktu pengeringan yang lebih lama. Oleh
karena itu daging yang akan dikeringkan sebaiknya mengadung lemak kurang dari
35 persen.
Selanjutnya adalah produk bakso sapi. Bakso adalah produk pangan yang
terbuat dari bahan utama daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan
lainnya, dibentuk bulatan-bulatan, dan selanjutnya direbus. Biasanya istilah bakso
tersebut diikuti dengan nama jenis dagingnya, seperti bakso ikan, bakso ayam, dan
bakso sapi. Berdasarkan bahan bakunya, terutama ditinjau dari jenis daging dan
jumlah tepung yang digunakan, bakso dibedakan menjadi 3 jenis yaitu bakso
daging, bakso urat dan bakso aci. Pembuatan bakso terdiri dari persiapan bahan,
penghancuran daging, pencampuran bahan dan pembuatan adonan, pencetakan
dan pemasakan. Persiapan bahan meliputi pemilihan daging dan penyiangan
bahan tambahan lainnya. Daging bisa dipilih yang segar, bersih atau dibersihkan
dari lemak permukaan dan jaringan ikat atau urat.
Penghancuran daging bertujuan untuk memecah serabut daging, sehingga
protein yang larut dalam larutan garam akan mudah keluar. Penghancuran daging
untuk bakso dapat dilakukan dengan cara mencacah, menggiling atau mencincang
sampai lumat. Alat yang biasa digunakan antara lain pisau, pencincangan
(chopper), atau penggiling (grinder).
Pembentukan adonan dapat dilakukan dengan mencampur seluruh bagian
bahan kemudian menghancurkan-nya sehingga membentuk adonan. Atau dengan
meng-hancurkan daging bersama-sama garam dan es batu terlebih dulu, baru
kemudian dicampurkan bahan-bahan lain dengan alat yang sama atau
menggunakan mixer.
Pemasakan bakso biasanya dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama,
bakso dipanaskan dalam panci berisi air hangat sekitar 60C sampai 80C, sampai
bakso mengeras dan mengambang di permukaan air. Pada tahap selanjutnya,
bakso dipindahkan ke dalam panci lainnya yang berisi air mendidih, kemudian
direbus sampai matang, biasanya sekitar 10 menit. Pemasakan bakso dalam dua
tahap tersebut dimaksudkan agar permukaan produk bakso yang dihasilkan tidak
keripuk dan tidak pecah akibat perubahan suhu yang terlalu cepat.
Dan yang terakhir adalah produk sosis. Sosis adalah daging lumat yang
dicampur dengan bumbu atau rempahrempah kemudian dimasukkan dan dibentuk
dalam pembungkus atau casing. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan
sosis terdiri dari : daging, lemak, bahan pengikat, bahan pengisi, air, garam dapur
dan bumbu.
Berdasarkan kehalusan emulsi daging, sosis dibedakan menjadi sosis kasar
dan sosis emulsi. Pada pembuatan sosis kasar tahapan pengolahannya lebih
sederhana, yaitu menggiling daging sampai halus kemudian mencampurkannya
dengan lemak sampai merata. Sedangkan pada pembuatan sosis emulsi, tahapan
pencampurannya terdiri dari pencampuran, pencacahan dan pengemulsian.
Secara lengkap tahapan pengolahan kedua jenis sosis tersebut sebagai
berikut : pemilihan bahan-bahan yang akan digunakan, penggilingan,
pencampuran (termasuk tahapan pencacahan dan pengemulsian), pemasukkan ke
dalam casing, pengikatan, penggantungan, pemasakan (perebusan, pengukusan
atau pengasapan), pendinginan (penyemprotan dengan air dingin atau
penyimpanan dingin), pengupasan dan pengemasan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan

1. Bakso
2. Daging Beku
3. Daging Giling
4. Daging Sapi Segar
5. Dendeng
6. Kerajinan Kulit
7. Kerupuk Kulit
8. Kotoran Sapi
9. Kornet
10. Kulit Samak
11. Kulit Sapi
12. Lemak Sapi
13. Mentega
14. Pupuk
15. Sosis

B. Metode

1. Studi Pustaka

Praktikum dilakukan dengan mencari studi literatur yang terkait


pengelompokan bahan pangan dari sumbernya. Literatur yang digunakan
adalah 4 buku, 12 jurnal nasional, 3 jurnal internasional, dan 1 prosiding
seminar internasional.
2. Survei

Praktikum dilakukan dengan observasi ke Hypermart Solo Grand Mall Jalan


Brigjend Slamet Riyadi No. 273, Penumping, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa
Tengah pada hari rabu tanggal 29 November 2017 pukul 14.00 WIB

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

KULIT
SAMAK KERAJINAN KULIT
KULIT
SAPI
KERUPUK
KULIT

DAGING
SEGAR PASAR/KONSUMEN

DAGING
BEKU PASAR/KONSUMEN

DAGING
SAPI DENDENG

DAGING GILING

SAPI DAGING CORNED


OLAHAN

SOSIS

BAKSO

LEMAK
SAPI MENTEGA

KOTORAN
SAPI PUPUK
Sumber : Kemenperin
Keterangan : Data Tahun 2007
Jml Perusahaan : 18 UU
Kapasitas Produksi : 57,228 Ton
Produksi : 34,596 Ton
Tenaga Kerja : 4,597 Org
Ekspor
Vol : 125,072 Kg
Nilai : 132,257 US$
Impor
Vol : 3,083,625 Kg
Nilai : 3,697,394 US$

Berdasarkan Gambar 3.1 dapat dilihat bahwa hampir semua bagian sapi
dapat dimanfaatkan dalam industri baik itu industri pangan maupun non pangan.
Daging sapi adalah produk yang umum dikonsumsi sebagai bahan pangan oleh
masyarakat. Daging sapi merupakan sumber protein hewani yang dibutuhkan oleh
tubuh. Daging sapi dapat dibagi menjadi 3 produk setengah jadi yaitu daging sapi
segar yang bisa langsung diolah menjadi berbagai jenis masakan, daging beku
bisa langsung dipasarkan kepada konsumen, dan daging olahan bisa diolah
menjadi berbagai produk seperti dendeng, abon, kornet, sosis, dan bakso. Selain
daging sapi, kulit sapi juga dapat dimanfaatkan dalam industri pangan seperti
kerupuk kulit sapi atau biasa disebut kerupuk rambak, lalu industri non pangan
seperti kulit samak yang dapat dijadikan kerajinan kulit seperti ikat pinggang,
jaket, sepatu, glove, sandal, dan tas kulit. Kemudian untuk lemak sapi juga bisa
diolah menjadi mentega yang lazim digunakan untuk memasak makanan. Kotoran
sapi juga bisa diolah menjadi pupuk yang sehat dan baik untuk kesuburan
tanaman.
Tabel 3.1 Populasi Sapi Potong di Berbagai Provinsi

Sumber : badan pusat statistik


Berdasarkan Tabel 3.1 populasi sapi potong di 33 provinsi di indonesia
memiliki jumlah yang berbeda- beda. pulau jawa memiliki populasi sapi potong
terbanyak dari tahun ke tahun khususnya jawa timur dengan populasi sapi pada 2
tahun terakhir yaitu tahun 2015 dan 2016 sebanyak 4.267.325 ekor dan 4.534.460
ekor. Sedangkan untuk populasi sapi potong yang paling rendah adalah provinsi
DKI Jakarta. Pada tahun 2015 dn 2016, populasi sapi potong di provinsi DKI
Jakarta adalah 893 ekor dan 938 ekor. Populasi sapi potong jika diakumulasikan
seluruh provinsi di indonesia dari 2 tahun terakhir yaitu tahun 2015 dan 2016
mengalami peningkatan. Yaitu dari 15.419.718 ekor menjadi 16.092.561 ekor.

Tabel 3.2 perkembangan populasi sapi potong di indonesia tahun 1984-2016


Gambar 3.2 perkembangan populasi sapi potong di indonesia tahun
1984-2016

Secara umum, perkembangan populasi sapi potong di Indonesia baik


di Jawa maupun luar Jawa selama periode tahun 1984 – 2016 meningkt 1,95%
(Tabel 3.2 dan Gambar 3.2). Pada periode lima tahun terakhir (2012-2016)
perkembangan populasi sapi potong sedikit turun dari rata-rata 32 tahun yaitu
sebesar 1,13%. Hal ini karena pada tahun 2013 terdapat penurunan yang
cukup besar yaitu 20,62% dari tahun sebelumnya. Pada tahun 1984 jumlah
populasi sapi potong di Indonesia tercatat sebanyak 9,24 juta ekor, meningkat
menjadi 11,94 juta ekor pada tahun 1997. Namun populasi tersebut dari tahun
ke tahun terus menurun sampai dengan tahun 2001. Pada tahun 2002 dan
tahun 2003 terjadi peningkatan populasi sapi dan penurunan yang cukup
signifikan yaitu naik 10,60% dan turun 7,02%. Sejak tahun 2004 hingga tahun
2016 perkembangan populasi sapi potong mengalami kenaikan secara
bertahap dari 10,53 juta ekor menjadi 16,09 juta ekor, walaupun sempat turun
sebesar 3,29 juta ekor di tahun 2013. » Outlook Daging Sapi Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian 8 Selama periode 2012 – 2016 pertumbuhan
populasi tertinggi terjadi pada tahun 2014 yaitu sebesar 16,09%, sedangkan
penurunan populasi yang cukup besar terjadi pada tahun 2013 sebesar 20,62%,
hal ini karena pada tahun 2013 terjadi pengurangan angka kuota impor sapi
sehubungan adanya program pencanangan swasembada sapi nasional.
Berkurangnya populasi sapi potong lokal berakibat harga daging sapi naik
mencapai Rp.90.401/kg atau naik 17,52% dari tahun sebelumnya. Harga
daging sapi berangsur-angsur naik hingga tahun 2016 mencapai
Rp.116.751/kg. Walaupun ketersediaan sapi potong telah mengalami kenaikan
16,09% di tahun 2014 dan naik kembali hingga tahun 4,36% di tahun 2016,
namun harga masih tinggi.
Populasi sapi potong di Indonesia sebagian besar berasal dari luar
Jawa. Persentase rata-rata jumlah populasi sapi potong di luar Jawa tahun
2016 adalah sebesar 56,34%, selebihnya adalah sapi potong dari pulau Jawa.
Pada periode 1984-2016, pertumbuhan populasi sapi potong di Jawa lebih
tinggi dari pada di luar Jawa yaitu 2,28%, sedangkan di luar Jawa hanya
1,86% Pada periode 2012 – 2016 rata-rata pertumbuhan populasi sapi potong
di Jawa turun sebesar 1,52% per tahun dan di luar Jawa naik sebesar 3,53%
pertahun (Suryani, 2015).
BAB V
KESIMPULAN

Dari pengelompokkan komoditas hasil pertanian berdasarkan fungsinya,


dapat diperoleh beberapa kesimpulan:
Sapi mempunyai beberapa manfaat atau fungsi dari setiap bagiannya, yaitu
kulit sapi dapat dibuat menjadi kulit samak kemudian diproses menjadi kerajinan
kulit seperti tas, sepatu, aksesoris, ikat pinggang, dll. Kemudian kulit juga bisa
diolah menjadi kerupuk kulit. Daging sapi juga dapat diolah menjadi bahan
setengah jadi seperti daging beku, daging segar, dan juga baha jadi seperti olahan
daging sapi dendeng, abon, sosis, kornet, bakso, dll. Lemak sapi juga bisa diolah
menjadi mentega yang biasa digunakan untuk berbagai keperluan. Tak hanya itu,
kotoran sapi juga bisa dijadikan sebagai pupuk yang ramah lingkungan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah
ketersediaan atau produksi sapi di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir
adalah 15.960.696 ekor (2012), 12.86.239 ekor (2013), 14.726.875 ekor (2014),
15.419.718 ekor (2015), dan 16.096.651 ekor pada tahun 2016.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah K., Irwanto AK., Siregar N., Agustina E., Tambunan AH., Yamin M.,
Hartulistiyoso E., Purwanto YA., Wulandari D., dan Nelwan LO. 1998.
Energi dan Listrik Pertanian. The Faculty of Agricultural Engineering
and Technology. Bogor Agrucultural University. Bogor (ID)

Adityawarman, A.C., Salundik, dan Lucia C. 2015. Pengolahan Limbah Ternak.


Sapi Secara Sederhana di Desa Pattalassang Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 3(3) :
171-177.
Badan Pusat Statistik. 20 oktober 2016. Populasi sapi potong menurut provinsi
di Indonesia tahun 2009-2016. Diperoleh tanggal 10 desember 2017, dari
https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/1016.
Badju, Rahmawaty, Martha Kawatu, dao Lucia Lambey. 2008. Pengaruh
Lama Pengeringan Terhadap Kualitas Krecek Kulitsapi. Jumal Zootek
i'Zootek'' Journal). Vol.26: ii ISSN 0852-2626.

Hastutiningrum, Sri. 2009. Pemanfaatan Limbah Kulit Split Industri Penyamakan


Kulit Untuk Glue Dengan Hidrolisis Kolagen. Jurnal Teknologi. Vol. 2
No. 2 : 208-212.

Huda, Sholihul dan Wiwik Wikanta. 2016. Pemanfaatan Limbah Kotoran Sapi
menjadi Pupuk Organik sebagai Upaya Mendukung Usaha Peternakan
Sapi Potong di Kelompok Tani Ternak Mandiri Jaya Desa Moropelang
Kec. Babat Kab.Lamongan. Jurnal Pengabdian Masyarakat1(1).

Imam FIA, Khan MZH, Sarkar MAR, Ali SM. 2013. Development of Biogas
Processing from Cow Dug, Poultry Waste and Water Hyacinth.
International Jurnal of Natural and Applied Science. 2(1): 13-17.

Kemenperin. (2009, 17 Juni). Pohon Industri Pengolahan Daging. Diperoleh 10


desember 2017, dari www.kemenperin.go.id/download/203/Pohon-
Industri-Makanan---Daging+&cd=7&hl=jv&ct=clnk&gl=id

Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. eBookPangan.com.


Marcelina, Revi dan Dra. Ken Atik Saftiyaningsih, M. Ds. 2012. Eksplorasi Kulit
Sapi Dan Ragam Hias Dayak Dengan Teknik Laser Cutting Dan Laser
Engraving Untuk Aksesoris Fashion. Jurnal Tingkat Sarjana Bidang
Senirupa dan Desain. No. 1.

Nastiti, Sri. 2008. “Penampilan Budidaya Ternak Ruminansia di Pedesaan Melalui


Teknologi Ramah Lingkungan.” Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner 2008.

Suryani, Retno. 2015. Outlook Komoditas Pertanian Subsektor Peternakan


Daging Sapi. Jakarta. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian
Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.

Wahyudi, Dedi, Eri sayamar, dan Eliza. 2016. ANALISIS USAHA Agroindustri
Kerupuk Kulit Sapi Di Kelurahan Tuah Karya Kecamatan Tampan Kota
Pekanbaru. Jom Faperta Ur. Vol. 3 No. 2.
.

LAMPIRAN

Gambar 3.3 Daging Sapi

Anda mungkin juga menyukai