Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH

Kebutuhan susu nasional semakin meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk Indonesia.
Tapi Peningkatan permintaan ini tidak bisa diimbangi oleh peningkatan jumlah produk susu
nasional. Setiap tahunnya, Indonesia membutuhkan sekitar 2,5 juta ton susu. Produksi susu
dalam negeri Indonesia masih sangat rendah, yakni 636,8 ribu ton atau sekitar 26,5% dari total
pasokan nasional, sementara 1.420,4 ribu ton atau 73,5% pasokan susu didapat dari impor.
Ketika Indonesia sangat bergantung kepada bahan baku susu dari Australia dan Selandia Baru,
harga susu pun mudah naik karena dipengaruhi kenaikan harga susu dunia (Eniza, 2004).
Rendahnya produksi susu di Indonesia terjadi karena adanya permasala han yang dihadapi dalam
bidang peternakan di Indonesia yaitu masih rendahnya kemam puan budidaya khususnya
menyangkut kesehatan ternak dan mutu bibit yang ren dah. Kekurangan tersebut selain
mengakibat kan lambatnya pertumbuhan produksi susu juga berpengaruh terhadap kualitas susu
yang dihasilkan. Selain itu mulai sulitnya lahan sebagai sumber rumput hijauan bagi ternak,
tingginya biaya transportasi, serta kecilnya skala usaha sebagaimana telah dike mukakan di atas,
juga menjadi penghambat perkembangan produksi susu domestik (Anonymous, 2011).
Hasil yang ditunjukan oleh fakta-fakta tersebut mendorong kita sebagai mahasiswa untuk dapat
menemukan alternatif umum untuk meningkatkan jumlah produksi susu.
Rekayasa genetika dapat digunakan agar susu yang dihasilkan oleh sapi dapat lebih
banyak lagi. Sapi-sapi akan ditambahkan pada tubuhnya hormon bovine somatotropin yang
disebut BST, yaitu hormon yang dapat meningkatkan produksi susu hingga 20 persen. Produksi
susu sapi normalnya 5,3 galon atau sekitar 20 liter per hari. Dengan ditingkatkannya hormon
bovine somatotropin setidaknya produksi akan bertambah 6 galon, setara 25 liter per hari.
Dengan mengembangkan eksperimen rekayasa genetika tersebut maka kebutuhan susu di
Indonesia dapat terpenuhi karena produksi susu sapi akan ditingkatkan (Eniza,2004).

PERKEMBANGAN
1. Sapi Perah
Sapi perah merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibandingkan ternak
perah lainnya. Sapi perah sangat efisien dalam mengubah makanan ternak berupa konsentrat dan
hijauan menjadi susu yang sangat bermanfaat bagi kesehatan (Hartutik, 2005).
Di negara-negara maju, sapi perah dipelihara dalam populasi yang tertinggi, karena
merupakan salah satu sumber kekuatan ekonomi bangsa. Sapi perah menghasilkan susu dengan
keseimbangan nutrisi sempurna yang tidak dapat digantikan bahan makanan lain. Seperti yang
telah dijelaskan dalam surah An-Nahl ayat 5 yang artinya yaitu:

Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu; padanya ada (bulu) yang
menghangatkan dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu makan (An-Nahl : 5)
Dari ayat diatas dapat di katakan bahwasannya segala sesuatu yang diciptakan allah pasti
memiliki manfaat bagi semua makhluk yang ada dimuka bumi ini termasuk manusia seperti
halnya pada sapi perah yang bisa diambil manfaatnya dari susu yang dihasilkan oleh api tersebut
2.

Susu Sapi Perah

Susu merupakan cairan yang berasal dari pemerahan hewan menyusui yang sehat dan
bersih, diperoleh dengan cara yang benar dan kandungan dari susu itu sendiri tidak dikurangi
atau ditambah bahan-bahan lain (Hadiwiyoto, 1994).
Produksi susu di Indonesia masih sangat rendah. Di Jawa Timur saja, susu sapi perah yang
dihasilkan hanya sebesar 6-10 liter per ekor sapi per hari, seharusnya menghasilkan 15-20 liter
per ekor sapi per hari. Sementara itu, konsumsi susu di Indonesia juga sangat rendah bila
dibandingkan Negara di kawasan ASEAN, yaitu hanya 5,6 liter per kapita per tahun. Padahal
susu sapi merupakan bahan pangan yang sangat berharga karena memiliki kandungan nutrien
esensial yang tinggi, dan menu rut penelitian, dengan mengkonsumsi susu, resiko terkena
penyakit degenaratif menjadi rendah. Rendahnya konsumsi protein hewani berdampak pada
tingkat kualitas hidup dan daya saing bangsa (Hartutik, 2005).
Awal pengembangan susu sapi perah diatur dalam Inpres No. 1/1985 yaitu mengenai
pengembangan persu suan dilakukan untuk membangun dan membina usaha persusuan agar
mampu meningkatkan produksi susu dalam negeri dan susu olahan dengan mutu yang baik dan
harga terjangkau oleh masyarakat sekaligus untuk mengurangi impor susu serta meningkatkan
kesejah teraan petani ternak sapi perah pada khususnya dan meningkatkan gizi masya rakat pada
umumnya.
Pada tahap awal pengembangan susu sapi perah ini dikembangkan oleh sistem kemitraan,
yaitu antara peternak, Koperasi Unit Desa (KUD), dan Industri Pengolah Susu (IPS) (Muksin,
2002).
Untuk meningkatkan mutu dari susu sapi perah supaya layak untuk dikonsumsi dapat
dilakukan pengujian secara mikrobiologik yang meliputi jumlah dan jenis bakteri dalam susu
sapi. Menurut Benson (2002), jumlah bakteri dalam susu dapat digunakan sebagai indikator
terhadap kualitas susu. Bakteri yang sering terdapat pada susu sapi adalah dari famili
Lactobacteriaceae (Streptococcuslactis),family Enterobaac ter Iaceae (E. coli) dan
Staphylococcus.

Kandungan Susu
Menurut Hadiwiyoto (1994) kandungan susu sapi secara umum yaitu :

1). Protein
Protein susu terdiri atas kasein, laktaalbumin (protein albumin) dan laktaglobulin (jenis
protein susu yang larut dalam alkohol). Protein susu yang jumlahnya terbanyak adalah kasein.
Kasein merupakan jenis protein terpenting dalam susu dan terdapat dalam bentuk kalsium
kasenat.
2). Lemak susu
Lemak merupakan komponen susu yang penting. Lemak dapat memberikan energi lebih besar
daripada protein maupun karbohidrat karena lemak mempunyai nilai gizi yang tinggi. Jenis dan
mutu makanan merupakan faktor-faktor utama yang mempengaruhi komposisi lemak susu.
3). Hidrat Arang
Dalam susu hidrat arang paling banyak terdapat dalam bentuk gula disakarida, yaitu laktosa.
4). Garam-garam mineral
Susu mengandung berbagai macam mineral, seperti garam kalsium, kalium, dan fosfat.
5). Vitamin
Susu mengandung berbagai macam vitamin-vitamin baik yang larut dalam lemak maupun yang
larut dalam air. Vitamin yang larut dalam lemak adalah vitamin A, D, E serta sedikit vitamin K.
Sedangkan vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B kompleks.
6). Air
Komponen terbanyak susu adalah air, jumlahnya mencapai 64,89%.
7). Enzim
Enzim merupakan katalisator biologik yang dapat mempercepat reaks kimiawi. Dalam susu
terdapat 20 jenis enzim yang secara alami merupakan komponen susu, diantaranya adalah lipase,
protease, katalase, peroksidase, reduktase, fosfatase, diastase, dan laktase.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas air susu


1. Keadaan kandang
Letak kandang harus bebas dari kandang babi, ayam dan ternak lainnya. Hal ini maksudnya
untuk menjaga flavour (rasa dan bau), karena air susu mudah sekali menyerap bau.

2. Keadaan kamar susu


Kamar susu terhindar dari bau kandang yang tidak enak, dan ukuran kamar susu tidak perlu
terlalu luas tetapi bersih
3. Kesehatan sapi
Kesehatan sapi harus selalu dijaga. Penyakit yang bisa ditulari sapi kepada manusia dan
sebaliknya (zoonosis) melalui air susu adalah penyakit TBC, Anthrax, dan Brucellosis. Tandatanda sapi yang terserang penyakit anthrax antara lain adalah keluarnya darah dari hidung dan
feses, sedangkan penyakit anthrax pada manusia menyebabkan bisul-bisul pada tubuh. Penyakit
Brucellosis pada sapi dapat menyebabkan abortus (keguguran) pada sapi.
4. Kesehatan pemeliharaan sapi
Kesehatan pemeliharaan sapi dapat mempengaruhi kualitas air susu sapi. Bila pekerja/pemelihara
sapi men derita TBC atau typus, maka penyakit tersebut akan menular melalui air susu kepada
konsumen air susu lainnya.
5. Cara pemberian pakan sapi
Pemberian pakan sapi sebaiknya dilakukan tidak pada waktu pemerahan susu, karena aroma dari
pakan ternak dapat diserap oleh air susu.
6. Persiapan sapi yang akan diperah
Sebelum sapi diperah, sebaiknya disekitar lipat paha sapi dibersihkan. Ambingnya dilap dengan
kain yang diba sahi air panas. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kontaminasi dan menstimulir
memancarnya air susu sapi.
7. Persiapan pemerah
Sebelum memerah air susu, tangan pemerah harus dicuci bersih, begitu pula alat-alat yang
digunakan pemerah pada saat memerah air susu. Jumlah kuman yang dapat terkoreksi adalah 150
200 ribu/ml air susu.
8. Bentuk dari ember
Ember yang digunakan pada waktu pemerahan adalah ember khusus, dimana ember tersebut
agak tertutup, hanya diberi lubang sedikit.
9. Pemindahan air susu dari kandang
Setelah memerah, air susu dibawa ke kamar susu. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari agar
air susu tersebut tidak berbau sapi ataupun kotoran.

10. Penyaringan air susu


Untuk menghilangkan kotoran-kotoran dari air susu, sebaiknya air susu disaring dengan
menggunakan saringan yang memakai filter kapas atau kain biasa yang dicuci dan direbus setiap
kali habis dipakai (Wijayanti, 2009).
Hormon Bst (Bovine Somatotropin)
Bovine somatotropin yang disingkat BST atau BGH adalah hormon peptida yang
diproduksi oleh kelenjar pituitari sapi. Seperti hormon lainnya, ya ng diproduksi dalam jumlah
kecil dan di gunakan dalam mengatur proses metabo lisme (Sari, 2009).
Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu serta
mengontrol laktasi (pengelua ran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar
susu. Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka
produksi susu akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administra tion), lembaga
pengawasan obat dan makanan di Amerika. Yang berpendapat bahwasannya susu yang
dihasilkan karena hormon BST aman di konsumsi tapi, di Eropa hal ini dilarang karena penyakit
mastitis pada hewan yang diberikan hormon ini meningkat 70% (Anonymous, 2010)
Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali
lipat ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon
BST. Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak. Sehingga
dikhawatirkan hormon ini dapat mengga nggu kesehatan manusia (Ikhsan, 2007).
Proses Hormon BST (Bovine Somatot ropin) Dalam Rekayasa Genetika
Dengan rekayasa genetika juga dapat diproduksi hormon pertumbuhan hewan, yaitu
hormon BST (Bovine somatotropin). Hormon BST jika diinjek sikan ke tubuh hewan dapat
mendorong pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. Karena hormon BST dapat mengon
trol laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel pada kelenjar susu.
Jika hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntikan pada hewan, maka produksi
susu akan meningkat sampai 20% (Anonymous, 2011).
Bovine somatotropin telah disintesis menggunakan teknologi DNA rekombinan, dengan
volume besar dari seluruh penelitian di dunia (lebih dari 1.500 penelitian) telah menetapkan bah
wa selama dua mingguan dapat diyakini bahwasannya suntikan BST pada sapi perah akan
meningkatkan produksi susu 10 hingga 15 persen dan meningkatkan efisiensi pakan dari 5
sampai 15 persen (Sari,2009).
Pemberian Hormon Bst (Bovine somatotropin) Pada Sapi Perah Melalui Bakteri
Eschericia coli

Pada dasarnya hormon adalah suatu produk yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dalam
tubuh yang didistribusikan melalui darah dan memberikan pengaruh tertentu pada sel target.
Oleh karena itu, hormon mempunyai peranan yang sangat penting di dalam pengaturan pertumbu
han, komposisi tubuh dan produksi susu (Kurnia, 2011).
Pada umumnya sapi berumur 5 6 tahun sudah mempunyai produksi susu yang tinggi
tetapi hasil maksimum akan dicapai pada umur 8 10 tahun. Umur ternak erat kaitannya dengan
periode laktasi. Pada periode permulaan produksi susu tinggi tetapi pada masa-masa akhir laktasi
produksi susu menurun. Selama periode laktasi kandungan protein secara umum mengalami
kenaikan, sedangkan kandungan lemaknya mula-mula menu run sampai bulan ketiga laktasi
kemudian naik lagi (Etnjang, 2003).
Sampai saat ini, satu-satunya sumber BST adalah dari kelenjar pituitari sapi disembelih.
Hanya ada sejumlah kecil BST yang tersedia, dan itu sangat mahal. Namun sekarang sudah ada
ilmu baru dari bioteknologi memungkinkan untuk bekerja dengan DNA, bagian dari sel yang
berisi informasi genetik untuk hewan atau tanaman. Para ilmuwan telah menentukan yang gen
dalam kontrol ternak atau kode untuk produksi BST (Anonymous, 2010).
Adapun cara
pemberian hormone bovine somatotropin melalui peranan bakteri Escherichia coli yaitu :
1. Melakukan penanaman DNA somatotr opin pada sapi tersebut melalui bakteri Esherichia
coli. Dimana bakteri ini bisa ditemukan di dalam saluran usus hewan.
2. Kemudian setelah mengalami suatu proses yang komplek sehingga bakteri Escherichia
coli mampu menduplika si susunan asam amino yang persis sama seperti yang berada
pada hormon tersebut, dengan penanaman DNA maka berturut-turut akan dihasilkan
hormon bST, oST, pST dan hST tergantung dari hormon yang diinginkan.
3. Setelah itu hormon BST yang dihasilkan oleh bakteri Escherichia coli dimurni kan dan
kemudian disuntikkan pada sapi tersebut
4. Dengan bertambahnya konsentrasi somatotropin yang bergabung dengan darah yang
sudah mengandung hormon sejenis yang berasal dari kelenjar pituitary, selanjutnya
mereka secara bersama-sama akan menuju ke sel target dan di sel target inilah membe
rikan tambahan kekuatan untuk merang sang dan meningkatkan protein dan produksi
susu, hal ini ditunjukkan dengan tingginya sintesis protein tubuh secara keseluruhan dan
membaiknya efisiensi deposisi protein. Selain itu, bST juga mempunyai sifat anti insulin
atau anti diabetogenik yang menyebabk an konsentrasi plasma glukosa mening kat pada
hewan yang diberi perlakuan bST. Peningkatan ini dikarenakan meni ngkatnya
gluconeogenesis dan menurun nya uptake glukosa oleh jaringan adipose (Kurnia, 2011)
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari gambar di bawah ini.

a. Mekanisme kerja hormone bovine somatotropin

Hormon Somatotropin sapi merupakan polypeptida bercabang yang mempunyai 416


asam-amino. Hormon ini mempunyai efek terhadap membran sel. Fungsi hormon ini diantaranya
sebagai pemicu untuk membentuk dan meningkat kan konsentrasi cAMP sebagai proses
terjadinya utusan kedua (second messen ger) yang diikuti oleh proses-proses biolo gis lainnya
yaitu meningkatkan asam-amino ke dalam otot, ginjal dan fibroplast dan juga dapat
menyebabkan lypolysis pada jaringan lemak yang dibantu oleh hormon lain seperti tiroksin dan
glucocor ticoid (sari, 2009).
Mekanisme kerja Somatotropin dalam memperbaiki performans laktasi yaitu dengan
perubahan pembagian penyerapan zat makanan (partitioning of absorbed nutrients), pertambahan
lemak dikurangi, mobilisasi lemak ditingkatkan dan penggunaan glukosa oleh jaringan
peripheral dan oksidasi glukosa dan asam-amino dikurangi . Akibatnya glukosa dan asam-amino
menjadi tersedia untuk sintesis komponen susu serta cadangan lemak digunakan sebagai sumber
energy (Anonymous, 2011).
b. Aturan Pemakaian BST
Terlebih dahulu kita harus menentukan apakah produk tersebut aman, murni, kuat, dan
efektif. Kemudian mengontrol kualitas BST yang akan digunakan dengan melakukan pengujian
atau pemantauan, dan semua prosedur yang akan digunakan harus sudah disetujui oleh FDA
sebelum pengujian dimulai untuk membuktikan bahwa penggunaannya tidak berbahaya bagi
lingkungan. Kemudian Sapi disuntik dengan BST pada berbagai waktu selama periode
menyusui. Dengan melihat efektivitas obat dan keamanannya untuk periode laktasi pertama
(Sari, 2007).
Untuk mengevaluasi keamanan, perusahaan harus menggunakan satu, tiga, dan lima kali tingkat
dosis yang diharapkan BST untuk dua berturut-turut dalam satu lactations ternak tes mereka.

c. Faktor yang perlu diperhatikan dalam penyuntikan Hormon BST (Bovine So


matotropin)
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikann ketika penyuntikan hormone BST (bovine
somatotropin) di antaranya dosis yang digunakan, kapan atau pada hari keberapa setelah
beranak, apakah sebelum atau setelah puncak laktasi. Kemudian kondisi atau persyaratan apa
yang perlu disiapkan pada sapi seperti pakan, kondisi kesehatan, kandang dan peternak itu
sendiri (Anonymous, 2010)
Adapun pemberian dosis per 14 hari didasarkan bahwa respons bST mulai terjadi selama
24 jam dan respons maksimal terjadi selama satu minggu. Dengan dilakukan penyuntikan setiap
dua minggu, ikut mengurangi penderitaan (stress) yang terjadi akibat penyuntikan yang
dilakukan terus menerus dalam tempo yang singkat. Hal ini sangat menjadi concern pada
penyayang binatang yang berhubi,ungan dengan Isue Animal Welfare (Sari, 2007).

Namun ada beberapa perbedaan pendapat terhadap beberapa dosis yang digunakan,
mulai 167, 250, 334, 500 dan 640 mg per 14 hari. Menurut luna,2000 Ternyata dosis 345 dan
500 mg per 14 hari yang memberikan hasil yang terbaik. Namun menurut Phipps ,1997 dosis 354
dan 500 mg tidak memperlihatkan produksi susu yang signifikan. Hasil lain yang berbeda
dilaporkan oleh peneliti Malaysia ternyata dosis 250 mg per 14 hari merupakan dosis yang paling
ekonomis. Kondisi ini berbeda mungkin disebabkan adanya perbedaan berat badan (Eniza,
2004).
Bagitu juga dalam hal kapan pemberian bST disini juga terdapat beberapa perbedaan
pendapat yaitu menurut Phipps, 1997 dan luna,2000 umumnya bSt diberikan setelah puncak
laktasi setelah 50 hari namun Phipps, 1997 dan luna, 2000 sepanjang laktasi. Tapi, menurut
Bauman,1999 diberikan bST sepanjang laktasi dan menurut moallem, 2000 bST diberikan pada
awal hingga pertengahan laktasi.
Dari beberapa perbedaan penda pat tersebut dapat dikatakan Ternyata pemberian setelah
laktasi memberikan respons terbaik. Hal ini berhubungan dengan kondisi sapi sebelum puncak
laktasi yang memberikan kondisi keseimbangan energi yang negatif yang akan menimbulkan
gangguan pada sapi penurunan bobot badan dan nurunnya Body Condition Score (BCS) sapi,
sehingga kerentanan terhadap beberapa penyakit meningkat. Sapi pada pertenga han laktasi atau
akhir laktasi keseimba ngan pakannya umum nya positif.
Kondisi lain adalah hampir semua memerlukan dukungan energi yang cukup sesuai
kebutuhan sapi untuk berproduksi sesuai dengan kemampuan nya. Karena penggunaan bST
dapat meni ngkatkan produksi susu yang membutuh kan makanan untuk sintesis susu tersebut.
Tetapi menurut Phipps,1997 menyatakan bahwa penggunaan bST tidak perlu mengubah
manajemen dan kualitas sum ber pakan yang ada di daerah tersebut. Selain itu dari beberapa
peneliti yang lainnya ternyata hasil yang didapat lebih baik pada sapi multiparous (beranak lebih
dari satu kali) dari pada primiparous (beranak pertama kecil). Hal ini berhubu ngan dengan
makin meningkatnya bobot badan setelah laktasi pertama. Demikian pula yang perlu diper
hatikan khusus oleh peternak pada sapi yang mendapat perlakuan bST seperti kondisi kandang
dan lain-lain(Luna,2002)
d. Dampak Negatif Penggunaan Hormon BST (Bovine somatotropin)
Adapun dampak negatif dari peng gunaan BST yaitu: BST dapat meningkat kan kejadian
mastitis pada sapi. Hal ini diketahui bahwa sapi memproduksi susu lebih banyak, terlepas dari
penyebab dari produksi yang lebih besar, memiliki peningkatan kecil dalam kejadian masti tis.
Ada sebuah peningkatan kecil dalam kasus mastitis pada sapi yang disuntik BST Namun,
peningkatan ini baik dalam kisaran yang diharapkan berdasarkan susu yang diproduksi
meningkat. Selan jutnya, bila dihitung berdasarkan volume susu yang dihasilkan, BST tidak
mempe ngaruhi kejadian mastitis. Jadi peningka tan kejadian mastitis pada sapi yang di suntik
dengan BST adalah karena hasil yang lebih tinggi dari susu dan bukan efek langsung dari BST
(Wijayanti, 2009)
e. Dampak Positif Penggunaan Hormon BST (Bovine somatotropin)

Adapun kelebihan dari pengguna an BST yaitu Sejak persetujuan untuk penggunaan
komersial, ribuan sapi perah telah disuntik dengan BST, dan ketika digunakan sesuai dengan
petunjuk label, tidak ada masalah diverifikasi. Serta dengan penyuntikan BST ini dapat
meningkatkan produksi susu, BST juga member keamanan pada sapi, dan susu yang
menghasilkan aman bagi konsumen.(Eniza, 2004).
Hormon BST (Bovine Somatotrophin)
Dengan rekayasa genetika dihasilkan hormon pertumbuhan dewan yaitu BST. Caranya adalah:
1) Plasmid bakteri E.Coli dipotong dengan enzim endonuklease
2) Gen somatotropin sapi diisolasi dari sel sapi
3) Gen somatotropin disisipkan ke plasmid bakteri
4)Bakteri yang menghasilkan bovin somatotropin ditumbuhan dalam tangki fermentasi
5) Bovine somatotropin diambil dari bakteri dan dimurnikan.
Hormon ini dapat memicu pertumbuhan dan meningkatkan produksi susu. BST ini mengontrol
laktasi (pengeluaran susu) pada sapi dengan meningkatkan jumlah sel-sel kelenjar susu. Jika
hormon yang dibuat dengan rekayasa genetika ini disuntuikkan pada hewan, maka produksi susu
akan meningkat 20%.
Pemakaian BST telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration), lembaga pengawasan
obat dan makanan di Amerika. Amerika berpendapat nsusu yang dihasilkan karena hormon BST
aman di konsumsi tapi di Eropa hal ini dilarang karena penyakit mastitis pada hewan yang
diberikan hormon ini meningkat 70%.
Selain memproduksi susu, hormon ini dapat memperbesar ukuran ternak menjadi 2 kali lipat
ukuran normal. Caranya dengan menyuntik sel telur yang akan dibuahi dengan hormon BST.
Daging dari hewan yang diberi hormon ini kurang mengandung lemak. Sehingga dikhawatirkan
hormon ini dapat mengganggu kesehatan manusia.

Anda mungkin juga menyukai