Anda di halaman 1dari 17

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sapi perah merupakan golongan hewan ternak ruminansia yang dapat
mendukung pemenuhan kebutuhan akan bahan pangan bergizi tinggi yaitu susu.
Pemeliharaan sapi perah beberapa tahun terakhir ini menunjukkan perkembangan
yang sangat pesat. Perkembangan ini senantiasa di dorong oleh pemerintah agar
swasembada susu tercapai secepatnya memenuhi kebutuhan susu secara nasional,
perkembangan sapi perah perlu mendapat pembinaan yang lebih terencana
sehingga hasilnya akan meningkat dari tahun ke tahun. Hal tersebut akan dapat
terlaksana apabila peternak sapi perah dan orang yang terkait dengan
pemeliharaan sapi perah bersedia membekali diri dengan pengetahuan tentang
pemeliharaan sapi perah.
Kualitas serta kuantitas produksi sapi perahdapatditingkatkan, ada beberapa
faktor penting yang harus di terapkan secara profesional yaitu perlunya
penanganan manajemen pemeliharaan sapi perah yang baik. Hal tersebut
mempunyai peran penting dalam peningkatan kualitas produk susu sapi perah.
Salah satu aspek yang mempunyai pengaruh penting terhadap peningkatan
produksi susu sapi adalah pemeliharaan atau penanganan sapi perah masa kering
kandang.
Masa kering kering pada sapi perah dilakukan pada waktu kira-kira delapan
minggu sapi menjelang melahirkan anaknya. Masa kering pemerahan di hentikan
total dengan tujuan memberi kesempatan sapi untuk beristirahat serta
mengoptimalkan peran pakan ternak meningkatkan bobot yang ideal dan tepat
untuk perkembangan janin bukan untuk produksi susu. Adanya penanganan
pemeliharaan sapi perah masa kering yang baik ini di harapkan juga menghasilkan
bibit sapi perah yang unggul sehingga kebutuhan akan swasembada susu di
Indonesia segera terpenuhi.
2

1.2 RumusanMasalah
1. Bagaimana manajemen pakan pedet pada sapi perah ?
2. Bagaimana manajemen pakan pada sapi perah periode dara ?
3. Bagaimana manajemen pakan sapi perah pejantan?
4. Bagaimana manajemen pakan sapi perah periode laktasi?
5. Bagaimana manajemen pakan sapi perah periode kering ?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui manajemen pakan pedet pada sapi perah ?
2. Mengetahui manajemen pada sapi perah periode dara ?
3. Mengetahui manajemen pakan sapi perah pejantan?
4. Mengetahui manajemen pakan sapi perah periode laktasi?
5. Mengetahui manajemen pakan sapi perah periode kering ?
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pakan adalah segala sesuatu yang dapat dimakan oleh ternak, dapat dicerna
seluruhnya atau sebagian dan tidak mengganggu kesehatan ternak (Lubis, 1992).
Pemberian pakan pada ternak perlu mempertimbangkan jumlah, kandungan dan
kualitas nutrien didalam bahan pakan. Penyusunan pakan untuk sapi perah dapat
menggunakan bahan pakan sumber proteinsebanyak 20-25% dengan komposisi
sumber protein nabati 10-20% dan sumber protein hewani 3-10%, sedangkan
untuk bahan pakan sumber energi dalam pakan dapat disusun 50-75% dan untuk
mineral mix dalam pakan sebanyak 5% dari total pakan (Angorodi, 1994).
Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan, dicerminkan oleh kebutuhannya
terhadap nutrisi. Pengaruh pakan terhadap tampilan produksi susu sebesar 70%
(Warwick et al., 1990). Kebutuhan nutrisiperharinya sangat tergantung pada jenis
ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh,
dan lingkungan (Kartadisastra, 1997).
Kebutuhan nutrisi sapi perah laktasi ditentukan oleh kebutuhan hidup pokok
yang dipengaruhi oleh berat badan, sedangkan kebutuhan untuk produksi susu
dipengaruhi oleh banyaknya susu yang disekresikan dan kadar lemak yang
terkandung di dalam susu (Bath et al., 1985). Kebutuhan nutrisipada sapi untuk
produksi susu dapat dipenuhi dari hijauan, konsentrat dan pakan tambahan lain,
apabila nutrisi dalam pakan tidak mencukupi maka terjadi perombakan jaringan
didalam tubuh untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tersebut (Astuti et al., 2009).
Pemberian hijauan pada ternak didasarkan pada kebutuhan BK. Pakan yang
diberikan biasanya mengandung bahan kering dari hijauan sebanyak 2% dari
bobot badan (Siregar, 1992). Pemberian hijauan biasanya diberikan 60% dari total
pakan, atau tergantung kualitas hijauan, apabila hijauan berkualitas rendah
permberian hijauan sebanyak 55%, jika hijauan yang diberikan berkualitas sedang
sampai tinggi pemberian hijuan sebanyak 64% (Parakkasi, 1999). Pemberian
hijauan pada sapi perah berkisar antara 18-20 kg/ekor/hari (Astuti et al., 2009
4

III. ISI

3.1 Manajemen Pemberian Pakan pada Pedet Sapi Perah


Pedet yang baru saja lahir lebih baik dibiarkan bersama – sama induknya
selama 24 sampai dengan 36 jam untuk memberi kesempatan memperoleh susu
pertama. Susu pertama itu disebut kolostrum. Kolostrum adalah produksi susu
awal yang berwarna kuning, agak kental dan berubah menjadi susu biasa sesudah
4 sampai dengan 5 hari. Tillman (1998) menyatakan kolostrum sangat penting
bagi pedet yang baru saja lahir,karena:
 kolostrum kaya akan protein (casein) dibandingkan susu
biasa.Proteindibutuhkan pedet untuk pertumbuhan tubuh.
 kolostrum mengandung vitamin A,B2,C dan vitamin-vitamin yang
sangatdiperlukan pedet.
 kolostrum mengandung zat penangkis (anti bodi) yang dapat
memberikekebalan bagi pedet terutama terhadap bakteri E. coli penyebab
scours.
 Zat penangkis tersebut misalnya immuglobin.
Pemberian kolostrum pada pedet di BBPTU-HPT Baturraden yaitu dari
umur pedet 0-7 hari dengan frekuensi pemberian 3 kali sehari. Leondro (2015)
menyatakan pemberian kolostrum sedini mungkin sangat penting, karena akan
cepat masuk abomasum, intestinum, selanjutnya antibodi segera diserap dan
antibodi masuk ke dalam darah pedet dan secepatnya pedet dapat mencegah atau
melawan penyakit. Antibodi dapat diserap melalui dinding usus hanya selama 24
– 36 jam pertama kehidupan pedet.Setelah 24 – 36 jam atau setelah menelan
bakteri atau makanan lain permukaan usus tertutup bakteri atau bahan asing
lainnya, sehingga permukaan usus akan kehilangan kemampuan untuk menyerap
antibodi. Oleh karena itu penting sekali kolostrum pada jam pertama kelahiran
diberikan pada pedet bisa dengan peralatan (ember, botol) yang bersih.Jumlah
pemberian kolostrum sekitar 5 % dari berat badan waktu lahir untuk setiap kali
pemberian. Misalnya berat badan pedet 40 kg, maka kolostrum yang diberikan
5

sebanyak 2 liter. Pemberian kolostrum berikutnya diberikan 12 jam kemudian


dengan jumlah pemberian yang sama.
Pemberian susu pada pedet diberikan sampai pedet berumur 4 bulan. Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan Anonimus (1995) bahwa pakan utama pedet
adalah susu yang diberikan sampai pedet berumur 3 sampai 4 bulan. Leondro
(2015) menyatakan, susu yang diminum pedet masuk kelambung tidak melalui
rumen, tetapi langsung dari mulut ke abomasum melalui “Esophageal Groove”.
Esophageal Groove adalah saluran yang menghubungkan oeshopagus dengan
abomasum. Saluran tersebut akan mencegah susu atau susu pengganti masuk ke
dalam rumen. Makanan yang di konsumsi berupa makanan cairan (susu), maka
makanan akan masuk dari esophagus selanjutnya masuk ke abomasum dan
diapsorpsi oleh intestinum.
Pemberian pakan selain susu pada pedet di BBPTU-HPT Baturaden
dimulai sejak pedet berumur 1 bulan untuk adaptasi perkembangan rumen,
pemberian dilakukan sekali pada pagi hari dengan pakan yang diberikan adalah
calf starter dan hijauan. Leondro (2015) menyatakan pedet diberikan pakan berupa
calf starter dan hijauan dianjurkan pada pedet berumur satu minggu dengan
tujuan agar rumen dapat segera berfungsi. Hijauan muda akan masuk ke dalam
rumen dan di cerna oleh bakteri yang ada di dalam rumen, selanjutnya akan
merangsang perkembangan rumen.
A. Pemberian pakan dengan susu penuh. Umur satu minggu sampai sekitar satu
bulan susu yang diberikan minimum sekitar 10 % berat badan/ekor/hari
(pemberian 2 kali sehari) atau maksimum 6 liter/ekor/hari.
B. Milk replacerbervariasi dalam kualitas, pembeli perlu mempelajari labelnya.
Yang terbaik terdiri dari: (1) minimal 20% protein, semua dari produk susu
seperti skim milk, butter milk powder, casein, milk albumen dll. Bila
proteindalam milk replacer berasal dari tumbuhan, perlu protein lebih dari
22%. Sebagian besar protein dianjurkan dariproduk susu.; dan (2) lemak 10-
20%. Milk replacer dapat diberikan pada hari ke tiga setelah dilahirkan atau
segerasetelah susu dapat dipasarkan. Cara mecapur ikuti yang ditetapkan oleh
6

pabrik. Metodeumum adalah : 1 bagian milk replacer ditambah dengan 9


bagian air.
C. Calf StarterMulai umur satu minggu pedet mulai dilatih / disediakan calf
starter dalam bentuk kering dan hijauan muda. Calf starter adalah pakan
konsentrat / formula khusus untuk pedet sejak umur satu minggu. Kandungan
energinya tinggi (75 % TDN), kandungan protein kasar 16 – 18 %. Agar
pedet mau makan calf starter perlu dilatih dengan cara mengusapkan pada
moncongnya/bibir pedet, sehingga pedet akan menjilati calf starter yang
tersedia. Umur 3 minggu, kalau pedet sudah mau makan hijauan muda calf
starter, maka perlu disediakan air minum yang bersih secukupnya agar pedet
mau minum secara bebas. Pedet mulai dilatih makan calf starterpada umur 1
minggu , maka setelah pedet berumur 1 bulan dapat mengkonsumsi calf
starter sebanyak 0,5 kg dan pemberian susu mulai dikurangi. Pada umur 2
bulan pedet sudah dapat mengkonsumsi calf starter sebanyak 1 kg dan
jumlah pemberian susu dikurangi.

Tabel 1. Pemberian Pakan Pedet umur 1-9 minggu


Umur Berat badan Konsumsi Calf Rumput
(minggu) rata-rata(kg) pakan per hari Starter kering
(kg) (kg)
Susu segar
(liter)
Lahir 33,5 kolostrum - -
1 35 3,5 0,1 -
2 39 4,0 0,2 0,1
3 43,5 4,5 0,3 0,2
4 47 5,0 0,4 0,3
5 51,5 5,5 0,4 0,4
6 56,5 5,5 0,5 0,5
7 60,5 4,0 0,7 0,6
8 66 2,0 1,0 0,75
9 72 1,0 - 0,0 1,3 1,0
7

Tabel 2. Pemberian Pakan pedet lepas sapih sampai umur 12 bulan


UMUR BERAT BADAN PEMBERIAN PAKAN (KG/EKOR
(BULAN) (KG) /HARI)
2-3 72-89 Calf Starter bebas Rumput Segar 4
1,5 kg kg
3-6 89-148 CS dan Konsentrat Rumput Segar
dibatasi 2 kg 5-10 kg
7 170 2 11-13
8 194 2 15-18
9 211 2 19-21
10 225 2 22-25
11 252 2 25-29
12 271 2 29-32
(Leondro, 2015)

3.2 Manajemen Pemberian Pakan pada Sapi Perah Dara


Heifer (sapi dara) adalah sapi perah betina yang merupakan calon induk
sudah dewasa kelamin sampai beranak pertama kali. Heifers yang terlalu gemuk
menyimpan lemak di ambingnya, dimana nantinya akan menghambat
pembentukan sel-sel yang mensekresi susu. Heifers terlalu gemuk, mungkin akan
terjadi akumulasi lemak pada saluran reproduksi mereka sehingga bisa
mengakibatkan berkurangnya fertilitas dan dapat mrnimbulkan distochia. Heifers
yang lebih tua dan terlalu gemuk akan lebih mudah mengalami gangguan
metabolisme seperti sapi laktasi pada saat calving. Heifers yang terlalu kurus juga
akan mengalami penurunan fertilitas serta dikhawatirkan akan menimbukan
masalah kesehatan yang lain dibandingkan dengan heifers yang bobot badannya
berukuran ideal dan tumbuh secara baik.
Pakan yang diberikan di BBTU-HPT Baturraden pada periode dara adalah
berdasarkan bobot badan 50-60 kg atau 10% dari bobot badan untuk hijauan dan
konsentrat (F2) tanpa bungkil kelapa sebanyak 4-16kg. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan Leondro (2015) bahwa, pakan berupa rumput bagi sapi dewasa
umumnya diberikan sebanyak 10% dari bobot badan (BB) dan pakan tambahan
sebanyak 1-2% dari BB. Hijauan yang diberikan di BBPTU-HPT Baturraden
adalah rumput (rumput Thailand, rumput Raja, rumput gajah) dan leuguminosa
(kaliandra, glicerida, dismonium, indigovera).
8

Leondro (2015) menyatakan, sapi perah dara yang berumur 12 bulan akan
tumbuh dengan baik apabila hijauan yang diberikan berkualitas baik, sehingga
perlu diupayakan sebelum umur 12 bulan sapi dara harus memiliki nafsu makan
yang kuat, rumen yang sehat dan kuat. Pakan yang diberikan baik maka sapi dara
akan menunjukkan birahi pertama sekitar umur 12 bulan. Pakan yang diberikan
kurang baik sapi baru akan mununjukkan birahi pada umur 20 bulan atau lebih.
Sapi yang berumur 12 bulan dapat mengkonsumsi rumput lebih banyak dengan
kualitas yang baik, sehingga pertumbuhannya juga lebih baik. Hambatannya
adalah rendahnya kualitas rumput di daerah tropis bila dibandingkan dengan
daerah temparate sehingga pakan sapi umur 12 bulan ke atas perlu ditambah
konsentrat sekitar 1 kg / 100 kg berat badan/ekor/hari dengan tetap menjaga agar
sapi dara tidak terlalu gemuk.
Girisanto (2006) menyatakan, 3 fase pemberian pakan sapi perah dara,
yaitu:
1. Penyapihan (12 minggu) hingga umur 1 tahun. Periode ini, sapi dara diberi
makan hijauan free choice dan butiran/kon-sentrat terbatas. Jumlah dan
kandungan protein dari konsentrat ditentukan oleh kualitas hijauan. Pastura
dapat digunakan dengan baik dalam program pemberian pakan, sepanjang
disuplementasi dengan grainmix, hijauan kering,dan mineral yang mencukupi
(dapat diberikan dalam grain mix atau free choice). Perlu disediakan air
bersih dan segar. Selama periode ini sapi dara jangan overfeeding dan terlalu
gemuk. Kondisi yang berlebihan akan meng-hambat perkembangan jaringan
sekretori ambing selama periode kritis (per-kembangan yang maksimal)
antara umur 3-9 bulan dan menyebabkan produksi susu rendah.
Overconditioning setelah umur 15 bulan tidak mempengaruhi jaringan
sekretori ambing.
2. Sapi dara, umur 1 tahun - 2 bulan sebelum beranak pada umur 2 tahun. Bila
tersedia hijauan kualitas tinggi, dapat menjadi satu-satunya bahan pakan
untuk sapi dara umur 1 tahun (tanpa konsentrat), dilengkapi dengan mineral
mix yang disediakan free choice (adlibitum). Sapi dara dapat tumbuh 0,8-0,9
kg/hari. Bila pertumbuhan tidak memuaskan dapat ditambahkan konsentrat.
9

3. Dua bulan sebelum beranak – beranak. Pemberian pakan periode ini dapat
mempengaruhi produksi susu selamalaktasi pertama. Selama 2 bulan terakhir
kebuntingan sapi dara akan bertambah bobot badannya sekitar 0,9 kg/hari,
sedangkan pada awal kebuntingan 0,8 kg/hari. Sapi dara yang tumbuh dengan
cepat pada waktu beranak, dan secara kontinyu tumbuh selama laktasi
pertama akan menjadi penghasil susu yang lebih persisten dibandingkan
dengan sapi dara yang full-size pada saat beranak. Jumlah konsentrat yang
diberikan sebelum beranak akan dipengarui oleh: kualitas hijauan, ukuran dan
kondisi sapi dara. Sebagai patokan beri konsentrat 1% dari bobot badan mulai
6 minggu sebelum beranak. Ransum perlu cukup protein, mineral, dan
vitamin. Kelebihan konsumsi garam akan menyebabkan bengkak ambing,
perlu dicegah pada 2 minggu terakhir sebelum beranak. Sapi dara yang
tumbuh dengan baik tidak akan menghadapi problem yang serius pada waktu
beranak. Namun manajemen nutrisi dapat memudahkan saat beranak dalam 2
hal, yaitu: (1) ukuran pedet, dan (2) tingkat kegemukan induk. Sapi dara yang
gemuk aka menghadapi insiden distokia yang lebih tinggi karena pembukaan
pelvic yang kecil dan biasanya ukuran pedet yang lebih besar. Underfeeding
atau sapi dara yang tumbuh jelek membutuhkan lebih banyak asisten saat
beranak dan resiko kematian lebih tinggi.

3.3 Manajemen Pemberian Pakan Pejantan Sapi Perah


BBPTU-HPT Baturraden tidak memelihara sapi perah pejantan karena
perkawinan dilaksanakan dengan cara Inseminasi Buatan (IB). Djaja (2000)
menyatakan, sampai dengan umur enam bulan pemeliharaan pedet jantan sama
halnya dengan pemeliharaan pada pedet betina. Umur enam bulan pemeliharaan
anak sapi jantan harus dibedakan dari pedet betina. Pedet jantan dikandangkan
dan diberi pakan terpisah dari pedet betina. Sapi jantan akan tumbuh dan dewasa
kelamin lebih cepat daripada sapi dara. Akibatnya sapi jantan membutuhkan zat
makanan yang lebih banyak, terutama energi dalam bentuk makanan penguat.
Pejantan dewasa sebaiknya diberikan makanan yang sama dengan betina
laktasi. Makanan penguat terus diberikan dalam jumlah yang tergantung dari
kualitas hiajauan yang dimakannya agar kondisi tubuh tetap baik dantidak
10

membentuk lemak tubuh. Campuran makanan penguat dengan 12 persen protein


kasar adalah cukup untuk sapi pejantan apabila diberikan bersama hijauan
berkualitas baik. Sapi jantan yang kegemukan dapat menurunkan nafsu seks,
stress, serta kesalahan urat pada kaki dan pahanya. Kalsium yang berlebihan
dalam ransom juga menyebabkan masalah pada sapi jantan tua. Bila legume
diberikan, maka makanan penguat tidak boleh mengandung suplemen Ca. Sapi
jantan tidak mengalami kehilangan Ca dari tubuhnya seperti sapi betina.
Kelebihan Ca mengakibatkan tulang punggung dan tulang-tulang lainnya bersatu.
Karena itu, pejantan harus diberikan campuran makanan penguat yang berbeda
dengan sapi laktasi (Djaja, 2000).

3.2.4 Manajemen Pemberian Pakan Sapi Laktasi


Masa laktasi adalah masa sapi sedang berproduksi. Sapi mulai berproduksi
setelah melahirkan anak. Kira-kira setengah jam setelah melahirkan, produksi
susu sudah keluar. Produksi susu sapi perah dapat mencukupi kebutuhan anaknya
sekaligus mencukupi kebutuhan manusia. Manajemen pemberian pakan yang baik
dapat mendukung sapi perah dalam menghasilkan produksi yang maksimal dari
segi kualitas maupun kuantitas.

Pakan yang diberikan pada induk laktasi di BBPTU-HPT Baturaden tidak


berbeda dengan pakan untuk sapi perah pada umumnya yakni terdiri dari hijauan
dan konsentrat. Hijauan yang diberikan berupa rerumputan dan leguminosa. Sapi
laktasi di BBPTU-HPT Baturaden diberi rerumputan sebanyak 50-60 kg/ekor/hari
dan tambahan leguminosa sebanyak 5-10 kg/ekor/hari. Menurut Sutardi (1984),
Sapi perah membutuhkan sejumlah serat kasar yang sebagian besar berasal dari
hijauan untuk memperoleh pencernaan pakan yang akan mempengaruhi kualitas
susu yang dihasilkan. Frekuensi pemberian pakan pada induk laktasi di BBPTU-
HPT Baturaden yaitu sebanyak 2 kali sehari. Hijauan yang diberikan sebelumnya
dicacah terlebih dahulu menggunakan mesin untuk memudahkan ternak dalam
mengunyah pakan dan agar bagian pakan dapat terkonsumsi semuanya. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Siregar (1995) yang menyatakan bahwa hijauan
11

yang dipotong-potong dapat meningkatkan kecernaan dari hijauan dan dapat


meningkatkan konsumsi pakan (palatabilitas).

Selain hijauan, sapi laktasi di BBPTU-HPT Baturaden juga diberikan


konsentrat. Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1985), pakan penguat atau
konsentrat berfungsi untuk menutupi kekurangan zat gizi dalam rumput atau
hijauan, karena pakan penguat terdiri dari berbagai bahan pakan biji-bijian dan
hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri lainnya. Konsentrat
yang diberikan untuk sapi laktasi di BBPTU-HPT Baturaden adalah F1 dengan
kandungan protein kasar yang tinggi sebesar 16%. Konsentrat disusun sendiri di
BBPTU-HPT Baturaden yang terdiri dari pollard, CGM, CGF, Bungkil kedelai,
bungkil kelapa dan mineral.

Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking
parlor berubah mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun
metode yang lebih baru tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini
lebih ekonomis daripada semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa
memperhatikan produksi susu.

a) Phase Feeding
Phase Feeding adalah suatu program pemberian pakan yang dibagi ke
dalam periode-periode berdasarkan pada produksi susu, persentase lemak susu,
konsumsi pakan, dan bobot badan. Didapatkan 4 fase pemberian pakan sapi
laktasi:

 Fase 1 : Laktasi Awal (Early Lactation), 0 - 70 hari setelah beranak.


Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak
produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Konsumsi pakan saat
ini tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan
energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi
untuk memenuhi kebutuhan. Ransum dengan protein 19% atau lebih
diharapkan dapat memenuhi kebutuhan selama fase ini. Bila zat makanan yang
dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah
12

dan dapat menyebabkan ketosis. Meningkatkan konsumsi zat-zat makanan


yaitu :
(a) beri hijauan kualitas tinggi,
(b) protein ransum cukup,
(c) tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah
beranak,
(d) tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum,
(e) pemberian pakan yang konstan, dan
(f) minimalkan stress.
 Fase 2 : Konsumsi BK Puncak, 10 minggu kedua setelah beranak.
Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi
susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga
dapat menyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat
mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Untuk meningkatkan
konsumsi pakan:
(a) beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari,
(b) beri bahan pakan kualitas tinggi,
(c) batasi urea 0,2 lb/sapi/hari,
(d) minimalkan stress,
(e) gunakan TMR (total mix ration).
 Fase 3, pertengahan - laktasi akhir, 140 - 305 hari setelah beranak.
Selama periode ini produksi susu menurun, sapi dalam keadaan
bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau
melebihi kebutuhan. Level pemberian konsentrat harus mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan yang hilang
selama laktasi awal.

 Fase 4, periode kering, 45 - 60 hari sebelum beranak.


Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan
problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan
produksi susu selama laktasi berikutnya.
13

b) Challenge Feeding (Lead Feeding)


Challenge feeding atau lead feeding, adalah pemberian pakan sapi laktasi
sedemikian rupa sehingga sapi ditantang untuk mencapai level produksi susu
puncaknya sedini mungkin pada waktu laktasi, karena ada hubungan yang erat
antara produksi susu puncak dengan produksi susu total selama laktasi, penekanan
harus diberikan pada produksi maksimal antara 3 - 8 minggu setelah beranak.

c) Corral (Group) Feeding (Pemberian pakan di kandang kelompok)


Pemberian pakan secara individual pada sapi-sapi laktasi sudah mengarah
ke mechanized group feeding. Hal ini dikembangkan untuk kenyamanan dan
penghematan tenaga kerja, dibandingkan ke feed efficiency. Peternakan dengan
beberapa ratus sapi laktasi saat ini adalah biasa, dan beberapa peternakan bahkan
memiliki beberapa ribu ekor. Merancang program nutrisi sejumlah besar ternak,
dapat diadaptasikan terhadap kebutuhan spesifik sapi-sapi perah, sapi-sapi
dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok berdasarkan produksi (dan kebutuhan
nutrisi).

3.2.5Manajemen Pemberian Pakan Sapi Kering


Ketika sapi perah dalam kondisi kering, kebutuhan akan konsumsi pakan
penting untuk di perhatikan. Hal ini di maksudkan untuk menjaga kesehatan sapi
itu sendiri serta untuk menjaga kesehatan kandungan ternak tersebut. Komposisi
ransum pada kondisi ini perlu dilakukan perhitungan secara optimal guna untuk
meminimalkan problem metabolik pada atau setelah beranak serta untuk
meningkatkan produksi susu pada masa laktasi berikutnya. Secara umum pada
konsisi kering ini, ternak diberikan sedikit hijauan dan pengurangan bahkan
penghentian pemberian konsentrat pada masa awal kering, sedangkan pada akhir
masa kering hijauan diberikan dalam jumlah seperti biasa dan diikuti dengan
penambahan konsentrat.

Sapi perah yang sedang dalam periode kering di BBPTU-HPT Baturaden


hanya diberikan pakan hijauan. Hal tersebut dikarenakan untuk menghemat biaya
pakan (karena sapi kering tidak menghasilkan susu) dan juga direkomendasikan
oleh petugas kesehatan agar kondisi organ reproduksi cepat pulih dan dapat cepat
14

berproduksi kembali. BK hijauan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan yaitu


3% dari bobot badannya. Menurut AAK (1995), pada masa kering konsumsi BK
ransum harian yang diberikan pada ternak tidak boleh melebihi dari 2% berat
badan, konsumsi hijauan minimal 1% berat badan. Setengah dari 1% BB
(konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering.
Pada masa kering, sapi perah harus di tekan jangan sampai terlalu gemuk atau
BCS nya melebihi standar untuk sapi bunting (2,5 – 3). Hal ini dimaksudkan agar
sapi tersebut tidak ada kendala dalam proses kelahiran nantinya.
Komposisi hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, baik diberikan pada kondisi
ini dengan tujuan untuk membatasi konsumsi hijauan. Pada kondisi kering
kebutuhan protein yang dikonsumsi sapi perah sebesar 12 % sudah cukup untuk
menjaga kesehatan ternak tersebut.

Menurut Syarif (2011) Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi,


tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan, kadang-kadang ransum yang
mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk
fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering,
juga jumlah vitamin A, D dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi
kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan
pedet. Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2
minggu sebelum beranak, bertujuan mengubah bakteri rumen dari populasi
pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan
konsentrat dan Meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak.
15

IV. PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Banyaknya pakan dan ratio pakan yang diberikan sesuai dengan fase
pertumbuhannya serta sesuai dengan bobot tubuh ternak tersebut.
2. Pemberian pakan jenis leguminosa pada sapi laktasi bertujuan agar dapat
meningkatkan produktifitas susu.
3. Full hijauan diberikan pada sapi kering agar masa pengeringannya
berjalan dengan cepat.

4.2 Saran
1. Praktikan harus lebih aktif dan komunikatif
2. Sebaiknya asisten membimbing praktikannya saat proses diskusi di
BBPTU agar efektif dan efisien sehingga semua praktikan dapat
memahami penjelasan dari narasumber.
16

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1995. Petunjuk Praktis BeternakSapi Perah. Kanisius. Yogyakarta

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Anonimus, 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius: Yogyakarta.

Astuti, N. P. 2009. SifatOrganoleptik Tempe Kedelai Yang DibungkusPlastik,


DaunPisang Dan DaunJati.
KaryaTulisIlmiahFakultasIlmuKesehatanUniversitasMuhammadiyah
Surakarta.

Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker, and R.D. Appleman. 1985. Dairy Cattle
Principles, Practice, Problems, Profit. Lea and Febiger. Philadelphia
\
Djaja, Willyan. 2000. Buku Bahan Perkuliahan Manajemen Pemeliharaan Sapi
Perah Pejantan. Universitas Padjajaran: Bandung.

Girisanto. 2006. Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak


Ruminansia. Kanisius, Yogyakarta.

Leondro, Henny. 2015. Buku Ajar Manajemen Ternak Perah. Universitas


Kanjuruhan, Malang.

Lubis, A.U., 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat-Bandar Kuala, Pematang Siantar.

Parakkasi, A. 1999.IlmuGizidanMakananTernakMonogastrik.Angkasa, Bandung.

Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.

Siregar, M. E. and D. A. Ivory.1992. Evaluation Of Herbaceous In The Citanduy


Watershed BasindalamTeknologiPakandanTanamanPakan.
ProsidingPengolahandanKomunikasiHasil-
HasilPenelitian.BalaiPenelitianTernak.
PusatPenelitiandanPengembanganPeternakan.

Sutardi, T. 1984. Konsep Pembakuan Mutu Ransum Sapi Perah. Institut Pertanian
Bogor, Fakultas Peternakan. Jakarta.
17

Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985. Ternak Perah. CV.Yasaguna.


Jakarta.
Syarif Erif Kemal dan Bagus Harianto. 2011. Buku Pintar Beternak dan Bisnis
Sapi Perah. AgroMedia Pustaka. Jakarta

Tilman, A.D, H Hartadi, S Reksohadiprodjo, S Prawirokoesumo dan S


Lebdosoekodjo., 1998. Ilmu Makanan ternak Dasar. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Warwick, E. J,.and W. Hardjosubroto. 1990. Pemulian Ternak. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai