Kesimpulan yang dapat saya ambil berdasarkan grafik tersebut adalah pada fase early
lactation ketika produksi susu naik maka sapi harus banyak mengkonsumsi bahan kering agar
zat-zat ditubuhnya terpenuhi. Berat tubuhnya berkurang drastis karena produksinya yang
sangat meningkat, jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan selama
proses produksi. Ketika pada fase Mid-late lactation produksi susu yang sudah sedikit
mengakibatkan konsumsi bahan kering yang sedikit dan berat yang terus meningkat. Hal ini
karena sapi sudah tidak berproduksi secara maksimal sehingga efeknya meningkatkan berat
badannya atau jaringan-jaringan tubuh sapi sudah tidak dimobilisasi untuk keperluan produksi
susu. Saya akan melakukakan upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK. Upaya
untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan,
dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu.
Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan selama fase
ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein
yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian pakan,
dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri)
memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas
50 lb susu.
3. Mempersiapkan sapi perah fase puncak produksi sangat penting, yang akan Saya lakukan
terkait menajemen ransum agar sapi perah mencapai puncak produksi susu yang tinggi dan
memiliki persistensi yang baik adalah dengan cara mempersiapkan dengan matang yaitu
pada fase sebelumnya Saya akan memberi protein yang cukup atau melebihi konsumsinya
agar memiliki cadangan yang cukup pada proses produksi susu awal laktasi dan tidak
memobilisasi jaringan-jaringan tubuhnya.
4. Pengadaan bibit sapi perah sangat penting untuk penggantian induk di perusahaan sapi
perah karena agar selalu tersedia stok ketika masa dari induknya sudah habis atau sudah
tidak menghasilkan susu yang banyak. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi induk agar
usaha sapi perah berkelanjutan adalah melakukan usaha pembibitan yang dilakukan dengan
cara seleksi pada sapi perah yang masih muda. Seleksi dilakukan berdasarkan data dari
induk sapi tersebut atau melihat catatan laktasi pertama. Setelah diseleksi kemudian dipilih
yang terbaik setelah itu diberi sertifikat. Bibit yang sudah bersertifikat siap menggantikan
tetuanya.
5. Manajemen sapi perah harus menerapkan prinsip good dairy farming practice sesuai GDFP
karena tujuan dari good dairy farming practice adalah menghasilkan susu yang sehat,
memenuhi standar kualitas tertentu (kandungan nutrien normal, higienis/bersih dan sehat),
susu dihasilkan oleh sapi perah yang sehat, dan susu dihasilkan dari sapi perah yang
mendapatkan perawatan dan lingkungan yang baik. Hal itu tentu dapat berpengaruh pada
kualitas produk yang dihasilkan pula sehingga berdampak pada keuntungan perusahaan.
Aspek GDFP adalah aspek yang sangat positif dan dapat mencegah berbagai masalah yang
dapat timbul apabila tidak diterapkan.
6. Perusahaan sapi perah dalam penerapan milking hyginene harus sesuai GDFP yaitu
meyakinkan bahwa pemerahan yang dilakukan secara rutin tidak melukai ternak dan susu
tidak terkontaminasi, meyakinkan bahwa pemerahan dilakukan pada kondisi yang higienes,
meyakinkan bahwa susu diperlakukan secara benar dan bersih setelah pemerahan. Untuk
meyakinkan hal tersebut perusahaan perlu melakukan kontrol terhadap proses pemerahan
baik kesehatan sapi, alat yang digunakan, dan petugas perah. Perusahaan juga harus
menyiapkan hal untuk mencegah mikroorganisme seperti dengan anti bakteri atau alkohol.
Penerapan milking hyginene yang sesuai GDFP akan menghasilkan pengaruh yang bagus
baik dalam kualitas produk dan keuntungan perusahaan.
7. Penerapan Animal welfare di perusahaan sapi perah sesuai GDFP yaitu sapi perah bebas
dari kehausan, kelaparan dan kekurangan gizi, bebas dari ketidaknyamanan, bebas dari rasa
sakit, cedera, dan penyakit, bebas dari rasa takut, dan bebas untuk terlibat dalam pola
perilaku hewan yang relatif normal. Menurut saya penerapannya di Indonesia sudah baik,
namun untuk masalah kenyamanan sapi yang terkadang masih belum terpenuhi. Sapi yang
dipelihara kebanyakan merupakan dari daerah sub tropis sehingga suhu harus dingin, namun
di Indonesia masih ada yang terkendala dalam masalah suhu.