Disusun Oleh
Dahlia Setiawan
130210170020
Pada awal laktasi, energi sapi perah banyak dikeluarkan untuk memproduksi susu.
Sementara energi dalam ransum tidak dapat memenuhi kebutuhan sapi perah. Kekurangan
energi dalam rangka pembentukan susu tersebut terpaksa diambil dari energi dalam
tubuhnya.
Upaya yang diperlukan adalah denganmeningkatkan sumber asupan pakanpada
sapi, terutama setelah beranak hingga sehari setelahnya. Pemantauan kesehatan perlu
dibarengi denganpemantauan asupan pakan sertaproduksi susu yang dihasilkan. Setelah
sehat, sapi dikembalikan pada komunitasnya yaitu tiga belas hingga empat belas hari
setelah beranak tergantung pada kondisi kesehatan.Area lain yang perlu dipantau yaitu
menormalkan kembali fungsi reproduksi sapi, biasanya setelahtiga hingga empat minggu
siklus. Area lain yang perlu dipantau yaitu menormalkan kembali fungsi reproduksi sapi,
biasanya setelahtiga hingga empat minggu siklus. Lakukan pencatatan kejadian berahi
pertama setelah beranak dengan melihat terjadinyaovulasi.Karena pada pada saat itu sapi
tidak menunjukkan tanda-tanda dan prilaku berahi. Upaya lain yaitu dengan meningkatkan
fungsi ovarium. Menjelang kelahiran, corpus luteum dari sapi bunting, semakin berregresi.
Keberadaan corpus luteum setelah beranak dapat diketahui dengan metode palpasi. Adanya
corpus luteum saat itumerupakan indikator berfungsinya organ tersebut dan
adanyaperbaikan jaringan untuk mempersiapkan uterus mendapatkan kebuntingan
berikutnya.
Selama periode ini,ransum diracik dengan tujuan memaksimalkan asupan bahan
kering dan asupan nutrisi. Hal itu dilakukan dengan cara mengombinasikan asupan nutrisi
dari ransum dan mobilisasi simpanan tubuh.
Pada awal laktasi, Energi dalam ransum tidak dapat memenuhi kebutuhan energi
sapi perah yang berproduksi tinggi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan
terhadapkondisi tubuhdengan sistem penilaian skala 1 hingga 5. Skala 1 mengindikasikan
sapi yang terlalu kurus, sedangkan 5 mengindikasikan kegemukan. Selama periode awal
laktasi, sebaiknya sapi perah tidak kehilangan BCS-nya lebih dari satu. Idealnya, pada saat
beranak kondisi tubuhnya3,5–3,75. Setelah memasuki fase keseimbangan energi positif
sebaiknya nilai kondisi tubuhnya (BCS) tidakkurang dari 2,5. Sapi dengan BCS yang lebih
tinggi pada saat beranak akan memiliki BCS yang lebih tinggi padaakhir periode awal
laktasi. Namun kehilangan nilai kondisi tubuh yang melebihinilai yang direkomendasikan
dapat meningkatkan resiko fatty liver, ketosis, dan displaced abomasum. Selama periode
laktasi,evaluasi BCS perlu dilakukan setiap minggu agar evaluasi ransum lebih efisien.
Strategi peningkatan asupan difokuskan untuk beberapa tujuan, diantaranyadengan
mengoptimalkan pola fermentasi rumen (gbr. 49.5), merangsang nafsu makan, dan
eksploitasi pola tingkah laku konsumsi pakan pada sapi (gbr 49.6). Sebaiknya hindari
perubahan komposisi ransum yang cepat kemudiantingkatan intensitas pemberian pakan.
Upaya tersebut dapat menyetabilkan pH rumen, meningkatkan produksi propionat yang
akandiubah menjadi glukosa dalam liverkemudiandiubah lagi menjadi laktosa dalam
kelenjar ambing. Strategi lain yaitu memokuskan peningkatan daya cerna pakan dengan
memaksimalkan jumlah dan aktivitas mikroba melalui sistem pencernaan. Sapi awal laktasi
dapat menghabiskansekitar 10 persen dari asupan pakan hariannya; Dengan demikian,
sekurangnya, sapi memerlukan sepuluh kali periode makan (tiga puluh menit per periode
feeding) dalam rangka memaksimalkan asupan.Perbedaan antara sapi yang asupan
pakannya tinggi dengan yang rendah,dapat dilihat dari jumlah konsumsi pakan untuk setiap
pemberian konsentrat.Sapi produksi tinggi dapat mengonsumsi sepertiga lebih banyak sapi
yang lebih rendah. Sapi cenderung segera minum setelah diperah. Keterbatasan penggunaan
air diindikasikan dengan berrebutannya sapi dalam mengakses air sehingga sapi dominan
lah yang menguasai akses tersebut. Satu sumber air yang menggunakan watter trough dapat
digunkan oleh sepuluh ekor sapi kelompok keseimbangan energi negatif.
Pengoptimalan fungsi rumen dimulai dengan membuat lingkungan rumen kondusif
bagi mikroba rumen. Bebrapa faktor diperlukan agar mikroba berfungsi dengan baik:
lingkungan hangat, basah, pH stabil dan sumber substrat yang konstan untuk dicerna.
Masing-masing mikroba memberikan hubunganyang saling menguntungkan tidak hanya
bagi sapi itu sendiri tapi juga bagi kenis bakteri dan protozoa lain yang ada dalam rumen.
Lingkungan yang tepat akan memaksimalkan fungsi dari seluruh mikroba.pH rumen pada
masa keseimbangan energi negatif harus dipertahankan antara 6 –6,2. Jumlah ini lebih
rendah daripadayang direkomendasikan pada tahap laktasi lainnya, Namun sapi yang
berada pada masa keseimbangan energi negatif harus dijaga jangan sampai terjadi asidosis
bila asupan nutrisi akan ditingkatkan.
Jumlah hijauan yang akan diberikan harus sesuai denganprosedur keseimbangan
ransum. Dalam hal ini perlu mempertimbangkan tingkat serat sebagai tingkat kematangan
hijauan. Serat mengandung suatu kombinasi selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Bagian
pokok dari selulosa dan lignin dapat ditentukandengan menguji kandunganserat pembersih
asam (ADF=acid detergent fiber). Sedangkan untuk serat pembersih netral (NDF=neutral
detergent fiber) didapatkan dari isolasi hemiselulosa. Nilai ADF merupakan penduga yang
baik bagienergi pakan (semakin tinggi Nilai ADF makaenerginyasemakin rendah),
sementara NDF (kandungan dinding sel) memilikikorelasi negatif terhadapjumlah hijauan
yang dikonsumsi, sesuai dengan pertambahan kematangan hijauan. NDF dapat
dijadikanindikator yang sangat sensitif terhadap asupan pakan. Kenaikan 1% NDF dari
jumlah yang direkomendasikan dapat menurunkan produksi susu dan asupan bahan kering.
Saat sapi berada pada keseimbangan energi negatif, ADFharus ada dalam ransum sebanyak
19%, sementara NDF 28%,agar fungsi rumen berjalan optimal. Untuk itu, ransum campur
total (TMR) sebaiknya memiliki kandungan NDF hingga 27 persen. Bagiransum,yang
ukuran partikelnya tidak cukup,sebainknya memiliki kandungan NDF sebanyak 29 persen.
Hal itu dilakukan untuk menimalkan resiko asidosis.
Kecukupan protein yang dapat dicerna (60 -65% dari total nitrogen atau 12 persen
dari bahan kering ransum) dan protein yang larut dalam rumen (30 persen dari total
nitrogen dalam komponen ransum pakan; 45 persen dalam ransum campur total/TMR)
diperlukan bagi optimalnya amonia rumen (2 –5 mg/dl) dan peptida rumen digunakan
untuk sintesis mikroba protein (tabel 49.4). Tujuan menyeimbangkan ransum dengan tepat
adalah untuk memberikan jumlah pakan yang cukup dari protein rumen dapat dicerna
(RDP) dan nitrogen nonprotein (NPN) untuk memaksimalkan sintesis mikroba protein
(murah) dan sesudah itu memaksimalkan jumlah mikroba protein yang dicerna ternak. Sisa
protein yang dibutuhkan ternak harus dipenuhi oleh sumber protein rumen yang tidak dapat
dicerna dengan kualitas yang lebih tinggi (lebih mahal). Hal yang paling sulit dalam
meracik ransum bagi ternak ruminansia yaitu membuat salah satu yang dapat
memaksimalkan mikroba rumen. Mikroba rumen memecah pakan menjadi ammonia
kemudian mengkombinasikan amonia tersebut dengan karbon untuk membentuk asam
amino dan akhirnya menjadi mikroba protein berkualitas tinggi. Kuncinya yaitu untuk
menjamin bahwa sumber nitrogen dan sumber karbon digunakan oleh mikroba rumen
untuk keperluannya pada waktu yang sama. Sumber protein terlarut, seperti tepung kedelai,
dipecah secara cepat menjadi amonia yang digunakan oleh bakteri selulolitik. Sumber
protein yang tidak larut, seperti tepung jagung, diuraikan peptida yang digunakan secara
efektif oleh pencerna pati. Penghancuran cepat karbohidrat nonstruktur(termasuk pectin,
pati, dan konsentrat gula) bergandengan dengan pengurai sumber protein, yang lambat,
dapat menjadikan asidosis. Pemberian sumber NPN dengan penguraian lambat sumber
karbohidrat (karboidrat berstruktur dalam hijauan) menghasilkan amonia berlebih yang
diserap melalui dinding rumen, kemudian diubah menjadi urea oleh hati dan akhirnya lebih
banyak yang dibuang daripada yang digunakan.Konsentrasi urea dalam darah berhubungan
erat dengan tingkat urea nitrogen susu. Konsentrasi ini dapat diukurdari kandungan sampel
susu. Hal ini dapat digunakan produser ternak dalam memonitor beberapa aspek nutrisi
sekelompok ternak. Rataan nitrogen urea susu sekitar 14 mg/dl. Meningkatnya protein
kasar dalam ransum atau berkurangnya karbohidrat nonserat, dapatmeningkatkan nitrogen
urea susu, terutama tingginya konsentrasi nitrogen urea susu dapat memprediksi masalah
reproduksi dan hal ini menggambarkan bahwa ransum yang ada memerlukan pembuang
protein berlebih. Apabila tidak dilakukan pembuangan protein berlebih maka kandungan
karbohidrat nonserat akan meningkat. Nitrogen urea susu akan meningkat pada situasi di
mana sapi memobilisasikan sejumlah simpanan tubuh secara significant. Melepaskan
ammonia hati untuk menguba ammonia bebas menjadi urea, sehingga konsentrasi urea
dalam susu meningkat. Pentingnya Ketepatan Pemberian Pakan terhadap Mikroba Rumen
Mikroba rumen memiliki lebih dari 50 persen protein. Sapi yang mengasilkan 100 ponunds
susu per hari dapat memperoleh lebih dari 80 persen kebutuhan proteinnya dari pencernaan
bakteri rumen. Protein mikroba lebih dekat jenisnya dengan kandungan asam amino susu
daripada tumbuhan lain atau suplemen protein ewani. Profitabilitas suatu ransum secara
langsung berhubungan erat dengan murah dan baiknya pemenuhan kebutuhan mikroba
rumen. Pemberian Pakan PostruminalSeleksi pakan bagi nutrisi bebas hambatan (bypass)
rumen harus melengkapi nutrisi yang disediakan mikroba rumen. Protein rumen yang tak
terurai (40 persen dari total nitrogen) harus membebaskan asam amino tambahan secara
postruminal ke usus halus. Kualitas protein harus menjadi pertimbangan utama.
nSuplementasi metionin dan lysin untuk kestabilan rumen dapat meningkatkan produksi
susu, terutama pada awal laktasi; namun demikian, respon yang paling dapat diduga dari
suplementasi ini yaitu dapat meningkatkan 3 –5 persen produksi susu (sama dengan 0,1
persen lebih tinggi protein-nya daripada sapi yang tidak diberikan suplemen).
Lemak dapat ditambahkan pada ransum untuk sapi keseimbangan energi negatif,
dan lebih dari 90 persen lemak akan melewati usus halus. Meningkatnya muatan energi
lemak pada ransum dapat memperbesar asupan energi dengan asupan bahan kering yang
sama. Kelebihan lemak dalam rumen dipengaruhi pula oleh pencernaan dari serat; oleh
karena itu lemak tidak boleh lebih dari 3 persen dalam ransum sapi masa keseimbangan
energi negatif. Strategi dan tujuan pemeliharaan pada masa keseimbangan energi negatif
difokuskan untuk memaksimalkan keuntungan pada tahap laktasi yang sedang berjalan.
Sedangkan pada masa keseimbangan energi positif, strategi dan tujuan pemeliharaannya
berganti, yaitu difokuskan untuk mempersiapkan sapi menghadapi laktasi berikutnya
dengan tidak mengabaikan produksi susu pada tahapan laktasi yang sedang berlangsung.
I.4 Tata Laksana Pemeliharaan Pedet Sapi Perah Kering Kandang
Pengeringan dilakukan selama 30 –45 hari sebelum beranak. Sapi yang dikeringkan
akan berkurang produksi susunya sebanyak 25 persen. Periode kering yang singkat dan
ketidakcukupan pemberian pakan mempengaruhi proporsi dari kekurangan
nutrisi.Sebaliknya, memperpanjang periode pengeringan dapat meningkatkan biaya pakan
dan biaya pemeliharaan sedangkan produksi tidak profit. Jelasnya, periode pengeringan
yang lebih panjang harus diikuti dengan meningkatnya produksi susu dan menurunnya
selang beranak. Selain itu sapi dapat berproduksi pada umur yang lebih muda.
Periode pengeringan dibagi menjadi dua fase. Fase pertama adalah penghentian
proses laktogenesis dalam kelenjar ambing. Fase kedua adalah periode laktogenesis
berikutnya. Sekitar tiga minggu sebelum beranak terjadi kolostrogenesis. Periode ini
ditandai dengan terjadinya diferensiasi epytel secretory; Meningkatnya sintesis dan sekresi
dari lemak, protein, dan karbohidratserta penumpukkan imunoglobulin dari plasma. Waktu
terjadinya kolostrogenesis ditentukan oleh perubahan kelenjar endokrin yang sama yang
akan digunakan untuk persiapan beranak pada sapi. Melalui periode pengeringan ini, sel-sel
sekretori dibarukan di kelenjar sebagai persiapan dalam menghadapi laktasi berikutnya.
Kelompokan sapi masa transisi secara terpisah, bila fasilitas kandang
memungkinkan pengaturan setiap individu sapi mulai dari dua minggu sebelum beranak
dan sepuluh hari setelah beranak. Pemberian pakan pada periode ini adalah untuk
mempersiapkan kondisi rumen dan mikroba rumen dalam mencerna jenis pakan setelah
periode pengeringan. Selain itu juga untuk memaksimalkan asupan bahan kering yang akan
berkurang rata-rata 30 persensegera sebelum beranak (gbr 47.4). Tujuan dari pemberian
pakan pada periode ini adalah untuk mengurangi kehilangan energi saat sapi berada pada
kondisi keseimbangan energi negatif sehingga produksi puncaknya dapat dicapai mendekati
potensi genetiknya. Selain itu untuk meningkatkan performans reproduksi. Strategi terbaik
untuk menghindari gangguan pada periode ini adalah dengan mempertahankan asupan
bahan kering selama sepuluh hari terakhir menjelang beranak. Perlu dicatat bahwa 30
persen menurunnya asupanbahan kering disebabkan oleh perubahan hormon dalam
menghadapi kelahiran dan laktasi berikutnya. Untuk itu berikan sapi pakan yang lebih
sedikit namun frekuensinya ditingkatkan. Palatabilitas susunan ransum perlu diprioritaskan.
Untuk sapi yang berproduksi sedang hingga sedikit, peternak dapat melakukan pengeringan
dengan cara pemerahan tak berlanjut sederhana; sedangkan untuk sapi yang berproduksi
tinggi (lebih dari 45 pounds bagi jenis bangsa besar, 25 pounds untuk bangsa kecil)
sebelum dikeringkan, harus dikurangi dahulu produksi susunya. Strategi yang dapat
dilakukan adalah mengurangi asupan air dan kualitas pakan. Hentikan penggunaanbST.
Pada pemerahan terakhir, obati ambing sapi dengan anti mastitis (antibiotik) untuk sapi
kering, kemudian celupkan putingnya dengan larutan penceluptype barrier. Pencahayaan
yang kurang dapat mengurangi asupan pakan. Perbandingan terang:gelap yang optimal
dalam menjaga selera makan adalah dengan 16:8. Pakan segar dan air bersih harus selalu
tersedia. Sapi yang mendeati waktu beranak umumnya tidak mau ditemani oleh sapi
lainnya karena akan berkompetisi dalam mendapatkan pakan atau air. Sapi harus selalu
tetap bersih, kering , dan nyaman. Perhatikan tanda-tanda mastitis yang mungkin timbul
pada sapi pada dua minggu hingga sepuluh hari menjelang pengeringan.
Pencahayaan yang kurang dapat mengurangi asupan pakan. Perbandingan
terang:gelap yang optimal dalam menjaga selera makan adalah dengan 16:8. Pakan segar
dan air bersih harus selalu tersedia. Sapi yang mendeati waktu beranak umumnya tidak mau
ditemani oleh sapi lainnya karena akan berkompetisi dalam mendapatkan pakan atau air.
Sapi harus selalu tetap bersih, kering , dan nyaman. Pada fasilitas kandang yang
memungkinkan sapi diberi pakan secara individual dapat dilakukan perkenalan dari ransum
kering ke ransum laktasi secara gradual. Perubahan ransum secara gradual membantu
dalam mempertahankan asupan. Hal ini penting dilakukan agar rumen dan mikroba dapat
beradaptasi dengan baik. Dalam hal ini populasi mikroba rumen diperkenalkan agar dapat
mencerna lebih banyak lagi pati sebelum beranak. Dengan demikian produksi butirat dari
mikroorganisme ini dapat meningkatkan area permukaan papila rumendan sebagai
persiapan bagi sapi dalam mendapatkan butirat secara bebas sebelum dimulainya masa
laktasi. Selain itu, sejumlah laktat dapat ditingkatkan untuk mengurangi terjadinya asidosis
rumen pada awal laktasi. Selama periode ini palatabilitas ransum sangat penting untuk
diperhatikanyaitudengan melakukan pengaturan terhadap pemberian hijauan, konsentrat
dan suplementasi anionik secaratelitiuntuk menghindari pengaruh negatif asupan bahan
kering. Tingkat asupan campuran ransum total pada ternak harus lebih tinggi dibandingkan
dengan pemberian pakan secara terpisah. Apabila ternak terkena demam susu maka harus
dilakukan pemantauan terhadap perbedaan kation –anion secara ketat. Selain itu berikan
tambahan selenium dan juga vitamin A, D, dan E selama diberikannya selenium tersebut.
Adaptasi mikroflora rumen terhadap ransum yang diberikan adalah dengan memberikan
ransum dengan komposisi yang sama, atau prosentase dari susunan yang sama selama
periode laktasi.
Pencegahan stres saat beranak dimulai dari pemantauan kondisi sapi menjelang
beranak. Kandang induk harus ditangani secara individual. Sapi ditempatkan secara
individual dengan alas kandang yang baik satu minggu menjelang beranak. Hindari jangan
sampai sapi beranak di petak kandang. Beranak pada petak kandang dapat membahayakan
pedet yang dilahirkan serta induknya. Secara insting, menjelang beranak sapi akan
menghindari kelompoknya untuk menyendiri dan membatasi dirinya menuju ke tempat di
mana predator itu berada.
Kandang induk dibuat individual untuk memudahkan dalam pemberian pakan dan
minum agar tidak terjadi kompetisi dan memudahkan ternak dalam memantau sapi secara
individual serta melindungi pedet dari kontaminasi penyakit. Lantai kandanginduk harus
padat dan diberi beding yang baik. Luas yang diperlukan 200ft2(minimum 120 ft2) agar
memberikan kenyamanan pada sapi. Lantai harus mudah dibersihkan dan disanitasikan.
Kedalaman beding harus lebih besar dibandingkan kandang lainnya. Selama beranak,
banyak cairan yang tumpah dari kantong air selubung pedet. Selain itu sapi melakukan
defekasi dan urinasi pada saat-saat menjelang beranak.