Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH DISKUSI KASUS

DISTOKIA

Disusun Oleh :
Kelompok E3 PPDH Periode I 2021/2022

Marcella Audella Rosari B9404211006


Muhammad Zaki Imansyah B9404211013
Hema Nanthini Nadarajan B9404211808
Khansa Nibraszati Bayani B9404211021
Nadira Fadilah B9404211009

Dosen Pembimbing:
Prof. drh. Ni Wayan K. Karja, MP, PhD

BAGIAN REPRODUKSI DAN KEBIDANAN


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
DEFINISI DAN ETIOLOGI

Distokia adalah kasus yang dapat terjadi pada proses partus atau kelahiran.
Distokia adalah kesulitan dalam pengeluaran anak ketika proses partus. Distokia dapat
memberikan dampak kerugian bagi hewan maupun pemilik terutama peternak.
Kejadian distokia dapat berakibat pada peningkatan morbiditas dan mortalitas anak,
peningkatan morbiditas dan mortalitas induk, dan resiko menurunnya fertilitas induk.
Distokia dapat menyebabkan kerusakan pada saluran reproduksi induk terutama pada
jalur kelahiran. Resiko bagi induk adalah induk mungkin tidak dapat bunting kembali
atau mengalami gangguan reproduksi lainnya (Funnell dan Hilton 2016). Anak yang
berasal dari kelahiran distokia memiliki resiko stillborn, hipoksia berkepanjangan, dan
asidosis. Induk dapat terdampak trauma fisik, paresis, metritis, dan endometritis
(Weldeyohanes dan Fesseha 2020). Kerugian lain yang dapat terjadi adalah
berkurangnya produksi susu pada sapi perah. Kerugian yang disebabkan oleh distokia
yang parah pada sapi perah diestimasikan mencapai € 500 perkasus. Kerugian berasal
dari biaya yang dikeluarkan selama perawatan bagi induk dan anak selama kasus dan
penurunan produksi yang diakibatkan (Mee et al. 2011). Distokia berasal dari bahasa
Yunani yaitu dys yang berarti kesulitan dan tokos yang berarti kelahiran. Distokia dapat
diartikan kesulitan saat partus yang ditandai dengan bertambah lamanya waktu partus
dan seringkali diperlukan bantuan untuk menyelesaikan partus. Penyebab dari
distokia bermacam-macam. Faktor yang dapat mempengaruhi yaitu faktor yang berasal
dari induk dan faktor yang berasal dari anak (Weldeyohanes dan Fesseha 2020)
Faktor yang berasal dari induk adalah inersia uteri, ruang pelvis kecil, torsio uteri,
dan kegagalan dilatasi serviks. Inersia uteri adalah kondisi uterus yang gagal melakukan
kontraksi untuk mengeluarkan anak. Kondisi tersebut pada sapi seringkali dihubungkan
dengan kekurangan dalam manajemen pakan di mana sapi mengalami hipokalsemia.
Kontraksi otot uterus kurang kuat akibat kurangnya ion Ca2+. Pada anjing dan kucing
distokia akibat inersia uteri disebabkan oleh myometrium yang menghasilkan kontraksi
terlalu lemah dan infrekuen. Selain inersia uteri, ruang pelvis yang kecil dapat
menyebabkan distokia. Sapi yang baru pertama kali partus (primipara) biasanya
memiliki bobot badan di bawah 65% bobot badan maksimal. Jalur kelahiran pada ruang
pelvis terlalu kecil untuk anak lewat. Uterus yang mengalami torsio juga menjadi
penyebab dari distokia. Jalur kelahiran menjadi kecil ketika uterus mengalami torsio.
Torsio uterus seringkali dialami oleh ruminansia besar. Torsio terjadi pada sumbu
panjang uterus. Derajat torsio hingga 180o sampai 270o menyebabkan fetus dan cairan
kelahiran tidak dapat keluar karena penyempitan jalur kelahiran. Seringkali torsio
uterus menjadi akibat dari kegagalan dilatasi serviks. Cincin-cincin serviks merapat
akibat torsio sehingga fetus tidak dapat keluar melalui serviks (Weldeyohanes dan
Fesseha 2020). Kegagalan dilatasi dari serviks juga dapat disebabkan oleh
ketidakseimbangan hormon kelahiran yaitu PGF2α dalam merangsang pembukaan
pada tahap pertama kelahiran. Kegagalan dilatasi juga dapat terjadi pada vulva dan
vagina. Kondisi ini terjadi seringkali pada sapi primipara. Kegagalan dilatasi dapat
disebabkan oleh manajemen prepartus yang kurang baik (Funnell dan Hilton 2016).
Faktor penyebab yang berasal dari anak secara umum adalah presentasi anak,
posisi, dan postur dari anak. Presentasi yang dimaksudkan adalah status sumbu
longitudinal anak terhadap sumbu longitudinal induk (jalur kelahiran). Sumbu
longitudinal anak dilihat dari tulang belakang anak. Presentasi yang normal untuk
partus adalah longitudinal anterior, yaitu anak sejajar dengan jalur kelahiran dan kepala
menghadap ke jalur kelahiran. Acuan posisi dari anak adalah posisi punggung anak
terhadap tulang-tulang ruang pelvis. Anak pada partus normal memiliki posisi dorso
sacral. Postur yang dimiliki anak pada kelahiran normal adalah tidak adanya fleksi pada
leher dan ekstremitas. Anak yang besar pada kebuntingan dari induk yang kecil juga
meningkatkan kejadian distokia karena jalur kelahiran lebih kecil dari anak. Distokia
pada anak berukuran besar dapat terjadi walaupun status presentasi, posisi, dan postur
normal (Weldeyohanes dan Fesseha 2020). Anak yang mengalami malformasi atau
kecacatan dapat menyebabkan distokia. Pada laporan menurut Dutt et al. (2019), anak
yang mengalami malfomasi kongenital menyebabkan distokia yang harus ditangani
dengan bedah caesar atau fetotomi. Malformasi tersebut dapat berupa dichepalic atau
anak yang berkepala dua. Ukurannya menjadi lebih besar dan memiliki lebih banyak
sudut. Ukuran dan malformasi tersebut dapat mengubah baik pada status presentasi,
posisi, dan postur anak.

PREDISPOSISI

Kebuntingan kembar pada sapi rentan mengalami distokia. Beberapa macam


distokia kembar di antaranya: ukuran kedua fetus yang terlalu besar berdampak pada
ruang pelvis induk, salah satu janin muncul namun tidak bisa dilahirkan karena postur
yang kurang baik, serta postur atau presentasi kedua fetus yang tidak baik seperti tidak
tampaknya kepala atau anggota tubuh lainnya di jalur lahir akibat ruang uterus yang
sempit (Weldeyohanes dan Fesseha 2020).

GEJALA KLINIS

Gejala klinis pada distokia ditunjukkan dengan masa persalinan yang panjang dan
progresif. Hewan yang mengalami distokia, terutama pada sapi, akan menunjukkan
posisi berdiri yang abnormal pada stadium awal partus. Pada kasus distokia yang
disebabkan oleh torsio uteri, sapi cenderung berdiri dengan sawhorse posture dan
kegagalan melahirkan selama 2 jam setelah munculnya amnion pada vulva. Distokia
yang disebabkan adanya malpresentasi, malpostur, atau maldisposisi akan terlihat jelas
saat kelahiran adanya kepala yang muncul pada jalur lahir namun tidak tampak kaki
depannya atau tampak bagian kepalanya dan hanya tampak satu kaki depannya.
Munculnya cairan amnion yang bercampur dengan darah juga menjadi salah satu gejala
distokia. Discharge yang dapat terlihat sebagai gejala distokia dapat berupa discharge
yang bercampur darah atau discharge berwarna kehijauan (Weldeyohanes dan Fesseha
2020).
Hewan multipara yang sebelumnya juga pernah mengalami distokia atau
gangguan saluran reproduksi juga perlu diwaspadai sebagai salah satu gejala terjadinya
distokia. Gejala lainnya yang dapat muncul ketika stadium awal kelahiran yaitu adanya
kontraksi selama 1-2 jam namun tidak ada fetus yang dilahirkan. Pada hewan
kesayangan yang mengalami distokia, dapat ditandai dengan behavior yang terus
menerus menjilati atau menggigit vulva. Hewan yang mengalami distokia akan
menunjukkan sikap ketidaknyamanan karena merasa sakit. Terjadi pula penurunan
nafsu makan dan stress pada hewan. Pada bagian vulva, salah satu atau kedua bibir
vulva akan tertarik ke dalam karena ada torsio pada jalur kelahiran. Pembukaan serviks
yang tidak sempurna dapat diraba melalui palpasi per rektal (Purohit dan Mehta 2006).
DIAGNOSA
Diagnosa terhadap distokia didasarkan pada anamnesa dan pemeriksaan fisik
hewan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pemeriksaan fisik di antaranya body
condition score (BCS) hewan, posisi berdiri hewan, pemeriksaan terhadap bagian vulva
untuk melihat ada atau tidaknya membran fetus yang tampak pada vulva. Bila ada
membran fetus pada vulva, dapat dilakukan pemeriksaan pada presentasi dan posisi
fetus. Informasi mengenai rekam medik hewan juga perlu diketahui apakah hewan
tersebut merupakan hewan primipara atau multipara. Jika hewan merupakan multipara,
perlu ditanyakan kepada pemilik atau peternak apakah sebelumnya terjadi kesulitan
saat partus. Beberapa pertanyaan mengenai kindisi kesehatan hewan juga perlu
ditanyakan untuk mendiagnosis kemungkinan terjadinya distokia (Moges 2016).
Pengamatan terhadap kondisi hewan menjelang partus penting dilakukan untuk
mendiagnosis distokia. Stadium awal partus yang melebihi 6 jam dengan adanya
ketidaknyamanan yang ditunjukkan hewan atau stadium kedua partus yang tidak
berprogres secara normal setelah 10 menit terjadinya rupture kantong amnion dapat
dicurigai sebagai distokia (Weldeyohanes dan Fesseha 2020).

TERAPI

Penanganan distokia yang dapat dilakukan yaitu dengan mutasi, mengembalikan


presentasi, posisi dan postur fetus supaya normal dengan cara mendorong (ekspulsi),
memutar (rotasi) dan menarik (retraksi). Mutasi dapat dilakukan dengan repulsi
(pendorongan fetus keluar dari pelvis induk atau jalan lahir memasuki rongga perut dan
rahim sehingga tersedia cukup ruangan untuk pembetulan posisi atau postur fetus dan
ektremitasnya), rotasi (pemutaran tubuh pada sumbu panjangnya untuk membawa fetus
pada posisi dorsosakral), versi (rotasi fetus pada poros transversalnya yaitu situs
anterior atau posterior) dan pembentulan atau perentangan ekstremitas (Manan, 2002).
Penarikan paksa dilakukan apabila rahim lemah dan fetus tidak ikut bereaksi terhadap
perejanan. Pemotongan fetus (fetotomi), apabila presentasi, posisi dan postur fetus yang
abnormal tak dapat diatasi dengan mutasi/penarikan paksa dan jika keselamatan induk
dijadikan prioritas. Operasi sesar (Sectio Caesaria), merupakan alternatif terakhir
apabila kedua cara sebelumnya tidak berhasil. Operasi ini dilakukan dengan
pembedahan perut (laparotomi) dengan alat dan kondisi yang steril (Affandhy et al.
2007).

PENCEGAHAN

Disproporsi foetomaternal adalah salah satu kontributor utama distokia, dan dapat
dicegah dengan manajemen reproduksi yang tepat. Nutrisi harus dijaga pada sapi dara
untuk memungkinkan pertambahan bobot badan yang sedang selama periode
kebuntingan. Membatasi makanan pada tahap akhir kebuntingan tidak mencegah pedet
membesar dan menyebabkan parturasi yang lemah dan meningkatan resiko distokia.
Penilaian pelvis sapi dara dapat dilakukan untuk memilih pengganti dalam kawanan.
Sapi dara dengan area pelvis kecil sebelum musim kawin kemudian dapat dipotong atau
dikawinkan secara selektif dengan pejantan yang mudah beranak, dan sapi yang
memiliki area pelvis kecil pada saat pemeriksaan kebuntingan dapat diaborsi, dipotong,
atau diidentifikasi untuk pengamatan yang cermat saat melahirkan. Beberapa bukti
menunjukkan bahwa pemotongan sapi dara dengan lebar pelvis tersempit mungkin
lebih efektif daripada pemotongan berdasarkan area pelvis. Penting untuk memastikan
sapi dara tumbuh dengan baik dan melahirkan paling cepat pada usia 2 tahun. Pemilihan
Sapi Jantan (Sire Selection) dapat dilakukan untuk memudahkan kelahiran (calving)
dan perkiraan bobot badan . Banyak faktor non-genetik yang memengaruhi berat badan
pedet, seperti usia bendungan dan lingkungan, sehingga seleksi genetik bukanlah
metode yang sangat mudah untuk menghindari distokia. Tidak semua distokia dapat
dicegah, seperti malpresentasi, sehingga intervensi dini sangat penting dalam
memastikan kelahiran yang selamat. Peternak perlu dilatih untuk menangani distokia
dan mengenali kapan bantuan lebih lanjut diperlukan. Keterlambatan dalam membantu
kelahiran dapat menyebabkan kehilangan anak sapi atau cedera dan bahkan kematian
sapi induk (Frame N, 2006).

DAFTAR PUSTAKA

Affandhy L, Pratiwi WC, Ratnawati D. 2007. Penanganan Gangguang Reproduksi


Pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Dutt R, Arjun V, Hariom ,Singh G. 2019. Dystocia due to dicephalic fetus in a cross
bred jersey cow. International Journal of Agricultural Science 10(11): 8509-
8510.
Frame N. 2006. Management of dystocia in cattle. In Practice. 28(8): 470-476.
Funnell BJ, Hilton WM. 2016. Management and prevention of dystocia. The Veterinary
Clinics of North America: Food Animal Practice. 32(2016): 511-522.
Manan, D (2002). Pengetahuan Kebidanan pada Ternak. Jakarta (ID): Proyek
Peningkatan Penelitian Perguruan Tinggi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional.
Mee JF, Berry DP, Cromie AR. 2011. Risk factors for calving assistance and dystocia
in pasture-based heifers and cows in Ireland. Veterinary Journal 187(2011): 189-
194.
Moges N. 2016. Etiology, Incidence and Economic Significance of Dystocia and
Recommendations for Preventive Measure and Treatment to Reduce the
Incidence of Dystocia. Journal of Reproduction and Infertility. 7: 24-33.
Purohit G. Mehta J. 2006. Dystocia in cattle and buffaloes: A retrospective analysis of
156 cases. Veterinary Practitioner. 7: 31-34.
Weldeyohanes G, Fesseha H. 2020. Dystocia in domestic animals and its management.
International Journal of Pharmacy & Biomedical Research. 7(3): 1-11.

Anda mungkin juga menyukai