PENANGANAN AWAL
KEGAWATDARURATAN PADA
PERSALINAN KALA I DAN II
Nama Anggota Kelompok :
1. AULIA AFITA SARI F0G019043
2. YOANDA MIFTAHUL JANNATI F0G019007
3. ATHIYA DWI TSABITHA F0G019024
4. HIKMAH AUGIA FARESTA F0G019016
5. INDAH PRATIWI F0G019026
6. ELLA DWI SOKOVA F0G019016
7. NAZZILA UTAMI F0G019028
8. NURHAMIDAH OCTARYA F0G019030
9. LESTARI TAMARA F0G019037
10. MEISY PUTRI F0G019018
a. Distosia karena kelainan presentasi
dan posisi
Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak dapat
dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan. Spong dkk (1995)
menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan
seluruh tubuh.
Maternal
Diabetes gestasional
Kehamilan postmature
Fetal
Dugaan macrosomia
American College of Obstetricians and Gynecologist (2002) menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan dengan metode
evidence based menyimpulkan bahwa :
Sebagian besar kasus distosia bahu tidak dapat diramalkan atau dicegah
Adanya kehamilan yang melebihi 5000 gram atau dugaan berat badan janin yang dikandung oleh penderita diabetes lebih
dari 4500 gram
Persalinan letak sungsang
Persalinan letak sungsang adalah persalinan pada bayi dengan presentasi bokong
(sungsang) dimana bayi letaknya sesuai dengan sumbu badan ibu, kepala berada
pada fundus uteri, sedangkan bokong merupakan bagian terbawah di daerah
pintu atas panggul atau simfisis (Manuaba, 1988).
Pada letak kepala, kepala yang merupakan bagian terbesar lahir terlebih dahulu,
sedangkan pesalinan letak sungsang justru kepala yang merupakan bagian
terbesar bayi akan lahir terakhir. Persalinan kepala pada letak sungsang tidak
mempunyai mekanisme “Maulage” karena susunan tulang dasar kepala yang
rapat dan padat, sehingga hanya mempunyai waktu 8 menit, setelah badan bayi
lahir. Keterbatasan waktu persalinan kepala dan tidak mempunyai mekanisme
maulage dapat menimbulkan kematian bayi yang besar (Manuaba, 1998).
b. DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS
Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan pembukaan serviks atau
mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita
dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau
kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi
kurang baik. Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala pengeluaran.
Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his yang timbul
sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah penderita telah memasuki
keadaan inpartu atau belum.
Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya terdapat
gangguan / kelainan.
2. Tetania Uteri (Hypertonic uterine contraction )
Adalah HIS yang terlampau kuat dan terlalu sering sehingga tidak ada relaksasi rahim. Hal
ini dapat menyebabkan terjadinya partus presipitatus yang dapat menyebabkan persalinan diatas
kendaraan, kamar mandi, dan tidak sempat dilakukan pertolongan. Pasien merasa kesakitan karena
his yang kuat dan berlangsung hampir terus-menerus. Akibatnya terjadilah luka-luka jalan lahir
yang luas pada serviks, vagina dan perineum, dan pada bayi dapat terjadi perdarahan
intrakranial,dan hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.Bila ada kesempitan
panggul dapat terjadi ruptur uteri mengancam, dan bila tidak segera ditangani akan berlanjut
menjadi ruptura uteri. Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan
pada uterus, misalnya pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai
infeksi, dan sebagainya.
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan singkronisasi antara kontraksi dan
bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam mengadakan pembukaan, apalagi dalam
pengeluaran janin. Pada bagian atas dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak maju.
c. DISTOSIA KARENA KELAINAN ALAT
KANDUNGAN
Pada aplasia vagina tidak ada vagina dan ditempatnya introitus vagina dan terdapat cekungan yang agak
dangkal atau yang agak dalam.Terapi terdiri atas pembuatan vagina baru beberapa metode sudah dikembangkan
untuk keperluan itu, operasi ini sebaiknya pada saat wanita.
Pada vagina dapat terjadi atresia vagina, adanya sekat vagina, dan kista vagina. Pada atresia vagina
terdapat gangguan dalam kanalisasi, sehingga terbentuk suatu septum yang horizontal. Septum itu dapat
ditemukan pada bagian proksimal vagina, akan tetapi bisa juga pada bagian bawah, diatas hymen (atresia
retrohimenalis). Bila penutupan vagina itu menyeluruh, menstruasi timbul tetapi darah haid tidak keluar.
Terjadilah hematokolpos yang dapat mengakibatkan hematometra dan hematosalpinks. Bila penutupan vagina
tidak menyeluruh, tidak akan timbul kesulitan, kecuali mungkin pada partus kala dua.
Kista vagina sebagian besar dijumpai secara kebetulan.Kista vagina berasal dari sisa duktus Gartner atau
duktus Muller. Pada kista vagina yang tidak terlalu besar tidak memerlukan pengobatan dan dapat dibiarkan
serta tidak akan mengganggu kehidupan rumah tangga. Bila pada saat persalinan terjadi gangguan penurunan
bagian terendah karena kista vagina, kista tersebut dapat dipungsi sehingga cairannya keluar dan selanjutnya
memperlancar proses persalinannya.
3. Kelainan pada uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, terletak di pelvis minor diantara kandung
kemih dan rectum. Dinding depan, belakang dan atas tertutup peritoneum,
sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih. Bentuknya
seperti bola lampu dan gepeng.Untuk menyangga posisinya uterus disangga
beberapa ligament jaringan ikat dan parametrium. Ukurannya tergantung dai usia
wanita dan paritas. Ukuran anak-anak 2-3cm, nulipara 6-8cm, multipara 8-9cm.
dindingnya terdiri dari 3 lapisan; peritoneum, lapisan otot dan endometrium.
Secara embriologis uterus, vagina, servik dibentuk dari kedua duktus muller
yang dalam pertumbuhan mudigah mengalami proses penyatuan. Kelaina bawaan
dapat terjadi akibat gangguan dalam penyatuan, dalam berkembangnya kedua
saluaran muller dan dalam kanalisasi.
d. DISTOSIA KARENA KELAINAN JANIN
1.Hidrosephalus
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai suatu
gangguan pembentukan, aliran, atau penyerapan
cerebrospinal fluid (CSF) yang mengarah ke peningkatan
volume cairan di dalam SSP. Kondisi ini juga bisa disebut
sebagai gangguan hidrodinamik dari CSF. Akut
hidrosefalus terjadi selama beberapa hari, hidrosefalus
subakut terjadi selama beberapa minggu, dan hidrosefalus
kronis terjadi selama bulan atau tahun. Kondisi seperti
atrofi otak dan lesi destruktif fokus juga mengakibatkan
peningkatan abnormal CSF dalam SSP.
2. Anencephalus
3. Bayi Besar
Anak yang lebih berat dari 4000 g. Menurut kepustakaan anak yang besar baru
dapat menimbulkan distosia kalau beratnya melebihi 4500 g.
4.IUFD
Adalah bidang tengah pangul terbentang antara pinggir bawah symphysis dan spina
ischiadica yang menyentuh sacrum dekat pertemuan antara sacral ke 4 dan ke 5
.2 Diameter anteroposterior dari pinggir bawah sympisis ke pertemuan antara sacral ke 4 dan 5
adalah 11½ cm
3. Diameter sagitalis posterior dari pertengahan garis antar spina ke pertemuan sacral 4 dan 5
adalah 5 cm. Ukuran bidang tengah panggul tidak dapat di peroleh dengan cara klinis, tapi harus di
ukur dengan rontgen, tetapi kita dapat menduga kesempitan bidang tengah panggul jika.
Trauma panggul
Pengaruh
Kesempitan bidang tengah panggul dapat menimbulkan gangguan putaran paksi jika
diameter antar kedua spina ≤ 9 cm sehingga kadang-kadang diperlukan seksio
sesarea.
Kesempitan pintu bawah panggul adalah jika diameter transversa dan diameter
sagitalis posterior kurang dari 15cm , maka sudut arkus pubis mengecil pula
sehingga timbul kemacetan pada jalan lahir ukuran biasa
b. Etiologi
Adanya kelainan pada jaringan keras/ tulang panggul, atau kelainan padajaringan lunak panggul
c. Pengaruh
a. Pada ibu
· KPD
· Rupture uteri
b. Pada Janin
Perdarahan intracranial
· Caput sucsedenum
· Sefalohematom