Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kala II Lama

1. DEFINISI

Persalinan lama, yang disebut juga dengan istilah distosia secara umum

dimaksudkan untuk persalinan yang abnormal atau sulit. Sementara itu, WHO

secara lebih spesifik mendefinisikan persalinan lama (prolonged labor/partus

lama) sebagai proses persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam. Waktu

pemanjangan proses persalinan yang dimaksud adalah penambahan kala I dan

atau kala II persalinan. Dalam penentuan batas waktu, terdapat variasi terdapat

sebuah sumber yang menyatakan bahwa batasan waktu dalam penentuan partus

lama adalah 18 jam.8,9

Tabel 1. Perbedaan Nulipara dengan multipara 4

Kala II lama (Prolonged Second Stage) diartikan sebagai memanjangnya

waktu kala II dimana pada primigravida berlangsung lebih dari 2 jam dan pada

multipara berlangsung lebih dari 1 jam. Menurut AGOG (American Congress of

Obstetricians and Gynecologists), kala II lama didefiniskan sebagai tidak adanya

kemajuan pada kala II dengan batasan4 waktu dilakukan pimpinan persalinan

sebagai berikut: persalinan dengan anestesi epidural pada nullipara yang


berlangsung lebih 3 jam dan multipara berlangsung lebih 2 jam, sedangkan untuk

persalinan tanpa anestesi epidural nullipara berlangsung lebih 2 jam dan

multipara berlangsung 1 jam.10,11

2. EPIDEMIOLOGI

Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SKDI) tahun 2002-2003

melaporkan bahwa dari seluruh persalinan, 64% ibu tidak mengalami komplikasi

selama persalinan, persalinan lama sebesar 31%, perdarahan berlebihan sebesar

7%, infeksi sebesar 5%. Pada ibu yang melahirkan melalui sectio caesaria, 59%

terjadi akibat persalinan yang mengalami komplikasi, dimana sebagian besar

merupakan persalinan lama yang mencapai 42% (perpanjangan kala I dan/atau

kala II persalinan). Berdasarkan survei ini juga dilaporkan bahwa bayi yang

meninggal dalam usia satu bulan setelah dilahirkan terjadi akibat komplikasi

termasuk persalinan lama (30%), perdarahan (12%) dan infeksi (10%).12

Berdasarkan data WHO tahun 2010, sebanyak 99% kematian ibu akibat

masalah persalinan atau kelahiran terjadi di negara-negara berkembang

merupakan yang tertinggi dengan 450 kematian/100.000 kelahiran hidup, jika

dibandingkan dengan rasio kematian ibu di negara-negara maju. Angka Kematian

Ibu karena persalinan lama di Indonesia menempati urutan kelima (5%) setelah

perdarahan (28%), eklampsia (24%), infeksi (11%), komplikasi nifas (8%) dari

jumlah AKI sebesar 305/100.000 kelahiran hidup (Kemenkes 2015).8

3. ETIOLOGI
Secara umum penyebab kala II lama dapat dibagi ke dalam beberapa faktor

yaitu faktor tenaga (power), faktor panggul (passage), faktor anak (passenger),

faktor psikis dan faktor penolong.4

1) Power

His yang normal dimulai dari salah satu sudut di fundus uteri kemudian

menjalar merata simetris ke seluruh korpus uteri dengan dominasi kekuatan pada

fundus uteri (lapisan otot uterus paling dominan) kemudian terdapat relaksasi

secara merata dan menyeluruh. Kelainan his terutama ditemukan pada

primigravidatua. Kelainan anatomis uteri juga menghasilkan kelainan his. Pada

multipara lebih banyak ditemukan kelainan yang bersifat inersia uteri.

Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau hidramnion juga

dapat menyebabkan inersia uteri.13

Kelainan tenaga pada kala II lama, dapat dibagi menjadi 2, yaitu:13

1. Inersia uteri

Kelainannya terletak dalam hal kontraksi uterus yaitu lebih singkat, dan

jarang daripada biasanya. Keadaan umum penderita biasanya baik, dan rasa nyeri

tidak seberapa. Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik

bagi ibu maupun bagi janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.

Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction.

Apabila timbul setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu yang lama, hal itu

dinamakan inersia uteri sekunder. Hingga saat ini etiologi dari inersia uteri belum

6
diketahui tetapi beberapa faktor dapat mempengaruhi: umum (primigravida pada

usia tua, anemia, perasaan tegang dan emosional, pengaruh hormonal: oksitosin
dan prostaglandin, dan penggunaan analgetik yang tidak tepat), dan lokal

(overdistensi, perkembangan anomali uterus misal hypoplasia, mioma,

malpresentasi, malposisi, dan disproporsi cephalopelvik, kandung kemih dan

rektum penuh).

2. Incoordinate uterine action

Pada keadaan ini, sifat his berubah sehingga tonus otot uterus meningkat,

juga diluar his, dan kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada

sinkronasi antara kontraksi bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara

kontraksi bagian atas, tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam

mengadakan pembukaan. Selain itu, tidak adekuatnya mengejan dapat

menyebabkan terjadinya kala II. Kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi otot

abdomen dapat terganggu secara bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara

spontan melalui vagina. Sedasi berat atau anestesia regional kemungkinan besar

mengurangi dorongan refleks untuk mengejan.14

2) Passage 13,15

Pada panggul ukuran kecil akan terjadi disproporsi dengan kepala janin

sehingga kepala janin tidak dapat melewati panggul meskipun ukuran janin

berada dalam batas normal. Panggul sempit yang penting pada obstetric bukan

sempit secara anatomis namun panggul sempit secara fungsional artinya

perbandingan antara kepala dan panggul. Selain panggul sempit dengan ukuran

yang kurang dari normal, juga terdapat panggul sempit lainnya. Karena

kepentingan tersebut panggul sempit dapat


7 dibagi menurut Munro Kerr:

1. Kelainan herediter:
· Panggul Naegele: tidak adanya salah satu sacral alae

· Panggul Robert: tidak adanya kedua sacral alae

· High assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 6 vertebra

· Low assimilation pelvis: sakrum terdiri dari 4 vertebra

· Split pelvis: simfisis pubis terpisah

2. Kelainan tulang sendi: rakitis, osteomalasia, neoplasma, fraktur,atrofi,

nekrosis, penyakit pada sendi sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea.

3. Kelainan tulang belakang: kifosis, skoliosis, spondilolistesis

4. Kelainan kaki: koksitis, luksasio koksa, atrofi atau kelumpuhan satu kaki

Kesempitan panggul dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

A. Kesempitan pada pintu panggul atas

Pintu atas panggul dianggap sempit apabila conjugata vera kurang dari 10

cm atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Pada panggul sempit kepala

memiliki kemungkinan lebih besar tertahan oleh pintu atas panggul, sehingga

serviks uteri kurang mengalami tekan

B. Kesempitan pada pintu panggul tengah

Dengan sacrum melengkung sempurna, foramen ischiadikus mayor cukup

luas dan spina ischiadika tidak menonjol diharapkan bahwa panggul tengah tidak

akan menghalangi bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya bisa

ditetapkan dengan pelvimetrirontenologik ialah distansia interpinarum. Apabila

ukuran ini kurang dari 9,5 cm maka perlu kita waspada terhadap kemungkinan

kesukaran pada persalinan, terutama jika


8 ukuran diameter sagitalis posterior

pendek. Pada panggul tengah yang sempit, lebih sering ditemukan posisi kepala
janin berupa posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam

posisi lintang tetap (tranverse arrest).

C. Kesempitan pada pintu panggul bawah

Bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15cm,

maka sudut arkus pubis juga mengecil (<80º) sehingga timbul kemacetan pada

kelahiran janin ukuran biasa.

Selain panggul, jalan lahir terbentuk melalui bagian lunak yang dalam

kenyataannya bisa terdapat gangguan yang menyebabkan terjadinya kala II lama:

1. Vulva : Edema, Stenosis, adanya tumor

2. Vagina : Stenosis vagina kongenital, Tumor vagina

3. Serviks uteri

 Distosia servikalis atau dysfungctional uterine action

 Konglutio orifisii eksternii

 Karsinoma servisis uteri

4. Uterus

Kelainan yang dapat mengganggu persalinan adanya mioma uteri, dimana

mioma uteri tersebut dapat menghalangi jalan lahir, menyebabkan janin letak

lintang, dan menyebabkan adanya inersia uteri.

5. Ovarium

Tumor ovarium dapat menyebabkan


9 halangan lahirnya janin pervaginam.

Tumor tersebut untuk sebagian atau seluruhnya terletak dalam cavum douglas.
Membiarkan persalinan berjalan lama, yang dapat menyebabkan pecahnya tumor

(tumor kistik) atau rupture uteri (tumor solid), dan atau infeksi intrapartum.

3. Passenger

Selain kelainan karena tenaga dan panggul, kala II lama dapat disebabkan

karena terdapatnya kelainan pada faktor anak (passenger). Kelainan tersebut

meliputi:

1. Kelainan pada presentasi, posisi maupun letak, yang meliputi:

a. Malpresentasi

Presentasi Puncak

Pada presentasi ini, kepala janin dalam keadaan defleksi ringan ketika

melewati jalan lahir. Sehingga ubun-ubun besar menjadi bagian terendah. Pada

presentasi puncak kepala, lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah

sirkumfernsia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada di bawah

simfisis adalah glabella. Presentasi ini memiliki prognosis yang buruk karena

dapat meningkatkan mortalitas dan morbiditas baik ibu maupun janin.

Presentasi Muka

Presentasi muka adalah keadaan dimana kepala dalam kedudukan defleksi

maksimal, sehingga oksiput tertekan pada punggung dan muka merupakan bagian

terendah yang menghadap ke bawah. Presentasi muka dikatakan primer jika

terjadi sejak masa kehamilan, dan dikatakan sekunder jika baru terjadi pada masa

persalinan. Pada umumnya penyebab terjadinya presentasi muka adalah keadaan

yang memaksa terjadinya defleksi kepala


10 atau keadaan yang menghalangi

terjadinya fleksi kepala. Oleh karena itu presentasi muka dapat ditemukan pada
panggul sempit atau pada janin besar.

Multiparitas dan perut gantung juga merupakan faktor yang memudahkan

terjadinya presentasi muka. Kelainan janin seperti anensefalus dan tumor di leher

depan juga dapat menyebabkan presentasi muka. Terkadang presentasi muka

dapat terjadi pada kematian janin intrauterine akibat otot janin yang telah

kehilangan tonusnya.

Presentasi Dahi

Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara

fleksi maksimal dan defleksi maksimal, sehingga dahi merupakan bagian

terendah. Pada umumnya, presentasi dahi bersifat sementara, dan sebagian besar

akan berubah menjadai presentasi muka atau presentasi belakang kepala. Sebab

terjadinya presentasi dahi pada dasarnya sama dengan sebab terjadinya presentasi

muka karena semua presentasi muka biasanya melewati fase presentasi dahi lebih

dahulu.

Presentasi Ganda/Majemuk

Presentasi majemuk adalah terjadinya prolaps satu atau lebih ekstremitas

pada presentasi kepala ataupun bokong. Kepala memasuki panggul bersamaan

dengan kaki dan atau tangan. Presentasi majemuk juga dapat terjadi manakala

bokong memasuki panggul bersamaan dengan tangan. Dalam pengertian

presentasi majemuk tidak termasuk presentasi bokong-kaki, presentasi bahu, atau

prolaps tali pusat. Apabila bagian terendah janin tidak menutupi dengan

sempurna pintu atas panggul, maka presentasi


11 majemuk dapat terjadi.

b. Malposisi
c. Letak : Letak sungsang dan letak lintang

2. Kelainan pada bentuk janin : Hidrochepalus, Makrosomia, Tumor pada janin,

Kembar siam

4. Faktor Penolong

Dalam proses persalinan, selain faktor ibu dan janin, penolong persalinan

juga mempunyai peran yang sangat penting. Penolong persalinan bertindak dalam

memimpin proses terjadinya kontraksi uterus dan mengejan hingga bayi

dilahirkan. Seorang penolong persalinan harus dapat memberikan dorongan pada

ibu yang sedang dalam masa persalinan dan mengetahui kapan harus memulai

persalinan. Selanjutnya melakukan perawatan terhadap ibu dan bayi. Oleh karena

itu, penolong persalinan seharusnya seorang tenaga kesehatan yang terlatih dan

terampil serta mengetahui dengan pasti tanda-tanda bahaya pada ibu yang

melahirkan, sehingga bila ada komplikasi selama persalinan, penolong segera

dapat melakukan rujukan. Pimpinan yang salah dapat menyebabkan persalinan

tidak berjalan dengan lancar, berlangsung lama, dan muncul berbagai macam

komplikasi.16

Di Indonesia, persalinan masih banyak ditolong oleh dukun. Dan baru

sedikit sekali dari dukun beranak ini yang telah ditatar sekedar mendapat kursus

dukun. Karenanya kasus-kasus partus kasep masih banyak dijumpai, dan keadaan

ini memaksa kita untuk berusaha menurunkan angka kematian ibu maupun anak.

Yang sangat ideal tentunya bagaimana mencegah terjadinya partus kasep. Bila

persalinan berlangsung lama, dapat menimbulkan


12 komplikasi-komplikasi baik

terhadap ibu maupun terhadap anak, dan dapat meningkatkan angka kematian ibu
dan anak. 12

Hasil penelitian Irsal dan Hasibuan di Yogyakarta menunjukkan bahwa

faktor-faktor yang berpengaruh dan secara statistik bermakna terhadap kejadian

kala II lama adalah penolong persalinan bukan dokter, sehingga selanjutnya perlu

persalinan tindakan di RS. 12

5. Faktor Psikis

Suatu proses persalinan merupakan pengalaman fisik sekaligus emosional

yang luar biasa bagi seorang wanita. Aspek psikologis tidak dapat dipisahkan dari

aspek fisik satu sama lain. Bagi wanita kebanyakan proses persalinan membuat

mereka takut dan cemas. Ketakutan dan kecemasan inilah yang dapat

menghambat suatu proses persalinan.16

Faktor resiko terjadinya kala II lama masih belum diketahui secara pasti,

tetapi dalam South Australian Perinatal Practice Guidelines, disebutkan terdapat

beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya variasi waktu dalam kala II, yaitu

posisi ibu pada kala II, posisi dari janin, penurunan pada saat pembukaan

lengkap, kualitas dari his, penggunaan oksitosin, kekuatan mengejan ibu dan

penggunaan analgesik. Dalam penelitiannya, Thomas dan Santolaya menemukan

bahwa nullipara, preeklamsia, diabetes, makrosomia, janin laki-laki, anestesi

epidural, induksi persalinan, penggunaan oksitosin, serta koriamnionitis sebagai

faktor resiko terjadinya persalinan dengan kala II lama. 14,17

4. PATOFISIOLOGI

Pada awal persalinan, uterus akan13


menghasilkan energi untuk berkontraksi

dan relaksasi. Kondisi metabolik ini dapat berlangsung jika energi ibu cukup, dan
aktivitas ini dipertahankan selama berjam-jam. Namun, jika kondisi ini

berlangsung terlalu lama, akan menyebabkan patologi pada uterus. Pertama-tama,

akan timbul gangguan emosi dan kelelahan pada ibu yang mengakibatkan

cadangan glikogen pada uterus akan berkurang, sehingga ATP yang dihasilkan

juga akan berkurang. Selain itu juga dapat terjadi asidifikasi karena timbunan

asam laktat untuk memenuhi kebutuhan ATP. Timbunan asam laktat ini bisa

mengurangi kemampuan uterus untuk berkontraksi. Kontraksi yang terus-

menerus pada miometrium yang mengalami deplesi energi dan hipoksia akan

mengakibatkan ruptur uteri.4

Gambar 1. Patofisiologi Uterus Pada Persalinan Lama8


5. MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis terjadinya kala 2 lama


14 dapat dijumpai pada ibu dan janin.

Gejala klinis yang dapat dijumpai pada ibu meliputi:16


1. Tanda-tanda kelelahan dan dehidrasi dari ibu (nadi cepat dan lemah, perut

kembung, demam, nafas yang cepat dan his hilang dan lemah)

2. Vulva edema

3. Cincin retraksi patologi Brandl

Sering timbul akibat persalinan yang terhambat disertai peregangan dan penipisan

berlebihan segmen bawah uterus, dan menandakan ancaman akan rupturnya

segmen bawah uterus.

Gejala Klinis yang dapat ditemui pada janin:16

1. Denyut jantung janin cepat, hebat, tidak teratur, bahkan negatif

2. Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau.

3. Kaput suksedaneum yang besar. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan

menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Biasanya kaput suksedaneum,

bahkan yang besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.

4. Moulase kepala yang hebat akibat tekanan his yang kuat, tulang tengkorak

saling bertumpang tindih satu sama lain.

5. Kematian janin dalam kandungan atau intra uterine fetal death (IUFD).

6. DIAGNOSIS

Berdasarkan Nice Clinical Guidelines, diagnosis kala II lama dapat

ditegakkan sebagai berikut:11

1. Nullipara

Kala II lebih dari 2 jam tanpa pengaruh regional anestesi (AGOG 2003) atau
15
lebih dari 3 jam dengan pengaruh regional anestesi. (Kala II dimulai terjadi

pembukaan lengkap pada serviks)


2. Multipara

Kala II lebih dari 1 jam tanpa pengaruh regional anestesis (AGOG 2003), atau

lebih dari 2 jam dengan pengaruh regional anestesi (Kala II dimulai terjadi

pembukaan lengkap pada serviks).

7. TATALAKSANA

Kala II lama merupakan salah satu kegawatdaruratan obstetrik yang

memerlukan penanganan tepat dan cepat dimana penanganan tersebut dapat

mengurangi morbiditas maupun mortalitas ibu dan janin. Ketika Kala II lama

ditegakkan maka penilaian klinik perlu dilakukan, diantaranya:18

1. Penilaian klinik terhadap ibu

 Kondisi ibu

 Kontraksi/his

 Pemeriksaan klinik berupa: pemeriksaan kandung kemih, palpasi abdomen,

dan pemeriksaan dalam (evaluasi pelvik, imbangan feto pelvik/penentuan CPD,

maupun ada tidaknya tumor pada jalan lahir)

2. Penilaian klinik terhadap janin

3. Penilaian terhadap kekuatan mengejan ibu

Setelah ditegakkan diagnosis, maka harus segera dilakukan intervensi untuk

menyelesaikan kala II, sebagai berikut:11,18

1. Pada wanita dengan kondisi fisik yang lelah dan panik, klinisi dapat

memberikan dukungan dan semangat untuk melakukan persalinan. Selain itu


16
dapat diberikan analgesik ataupun anestesi dan dilakukan rehidrasi maupun

pemberian kalori.
2. Pemberian oksitosin sesuai dengan indikasi adanya inersia uteri.

3. Pada distosia bahu dilakukan ALARM

4. Tindakan bedah baik per vaginam maupun Sectio Cesaria sesuai indikasi

5. Sectio Cesaria dilakukan pada keadaan yang tidak memungkinkan persalinan

per vaginam dengan tindakan operatif misalnya: panggul sempit, makrosomia,

malpresentasi, letak lintang, CPD, dan asinklitimus.

Gambar 2. Bagan Manajemen Kala II Lama 17

B. Arrest of Descent 17

1. DEFINISI
Arrest of descent adalah terhentinya atau tidak ada penurunan bagian

terendah selama 1 jam setelah proses penurunan yang progresif pada deselerasi

maupun pada kala II.19

2. ETIOLOGI

Premature rupture of membranes (PROM) adalah faktor risiko utama untuk

arrest of descent dan didukung oleh Handa dan Laros yang telah melaporkan

bahwa interval waktu dari premature rupture of membranes adalah determinan

penting dalam menentukan peluang terjadinya sectio caesarian, terutama karena

risiko pada tingkat kegagalan untuk kemajuan dalam kala aktif persalinan bahkan

dalam mengendalikan ibu yang demam dan induksi persalinan. kita juga

menemukan PROM dan induksi persalinan (baik dengan Foley kateter, oksitosin

atau prostaglandin) adalah faktor-faktor risiko yang utama. Setelah menganalisis

kejadian penurunan kala II bisa diakibatkan oleh faktor risiko seperti

primigravida dengan kepala mengambang bebas, posisi posterior occipito, bayi

besar, obesitas dan PROM.1

3. TATALAKSANA

Langkah pertama setelah menegakkan diagnosa arrest of descent adalah

mencari faktor penyebabnya. Jika penyebabnya CPD maka persalinan harus

diterminasi dengan seksio sesaria. Jika penyebab bukan CPD maka persalinan

pervaginam dapat dilakukan dengan mengkoreksi faktor penyebabnmya.

Pemberian oksitosin diindikasikan bila his tidak adekuat, bila ketuban masih ada
18
3,4,20
maka dipecahkan.
C. Cephalopelvic Disproportion (CPD)

1. DEFINISI

Cephalopelvic Disproportion (CPD) atau disproporsi kepala panggul

merupakan ketidaksesuaian antara ukuran rongga pelvis pada ibu hamil dan

kepala janin yang menghalangi persalinan pervaginam. Kasus ini merupakan

sesuatu yang sulit didiagnosis dengan cepat. 21 Seseorang dapat dicurigai

menderita CPD atau disproporsi kepala panggul apabila posisi kepala yang masih

tinggi setelah memasuki usia 39 minggu masa kehamilan, memanjangnya fase

laten, kurang baiknya posisi fetus pada serviks, kemajuan persalinan melambat

yang berhubugan dengan kontraksi uterus yang irregular dan melambat,

ditemukannya molase. Namun molase yang ringan bukan merupakan tanda CPD

sehingga memungkinkan dilakukannya persalinan normal. Caput juga bukanlah

merupakan tanda pasti CPD namun hal tersebut kemungkinan adanya molase

yang tersembunyi, maka menegakkan diagnosis CPD menjadi sulit. Diagnosis

CPD dapat dibuat tanpa melalui persalinan percobaan seperti pada kasus yang

jarang terjadi yaitu hidrosefalus.22

2. KLASIFIKASI

Secara umum Cephalopelvic Disproportion (CPD) terbagi atas :

 CPD Absolut.

Tidak memungkinkan dilakukan persalinan normal pervaginam bahkan jika

mekanisme persalinan yang dilaksanakan sudah tepat. Di Negara barat, keadaan


19 penyebab CPD absolut antara lain :
ini jarang ditemui, namun terdapat beberapa

a)Hidrosefalus fetal
b)Kelainan pelvis kongenital (contoh: Robert’s atau Naegele’s Pelvis)

dimana salah satu atau kedua ruas os sacrum tidak ada sehingga

menyebabkan sempitnya pintu atas panggul.

c) Kerusakan struktur pelvis yang disebabkan kecelakaan lalu lintas pada

masa muda.

d)Distorsi pelvis akibat osteomalasia

 CPD Relatif.

Hal ini berarti bayi yang dikandung besar namun dapat melalui rongga

pelvis apabila dilakukan proses persalinan yang benar. Namun jika, kepala janin

defleksi atau gagal berputar pada mid-kavitas dan tidak ada kemajuan persalinan,

maka akan terjadi persalinan abnormal. Definisi tersebut tidak termasuk perkiraan

berat badan bayi atau pengukuran rongga pelvis berdasarkan sinar X. CPD hanya

dapat didiagnosis setelah dilakukan persalinan percobaan. Hal ini berarti saat

dilakukan observasi persalinan, tidak ditemukan adanya kemajuan persalinan

bahkan dengan induksi menggunakan sintosinon.23

Seorang wanita dicurigai menderita CPD apabila tingginya kurang dari

5,2” (1,58 m). Wanita tersebut cenderung memiliki pelvis tipe ginekoid tetapi

sering juga memiliki bayi yang kecil. Pada bayi dengan presentasi kepala telah

ditemukan bukti bahwa pemeriksaan Pelvimetri sinar X atau CT Scan dapat

membantu penatalaksanaan CPD. Maka dapat dilakukan persalinan percobaan

pervaginam pada wanita tersebut.23


20
Seluruh wanita dengan posisi kepala bayi yang tinggi harus menjalani

pemeriksaan ultrasound untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain seperti


plasenta previa, fibroid uterus, dan kista ovarium. Jadi saat pemeriksaan kasus

tersebut tidak ditemui maka dapat diduga salah satu penyebabnya adalah

CPD.23

3. EPIDEMIOLOGI

Berdasarkan semua kasus persalinan dengan presentasi kepala, sebesar 8 -

11% mengalami komplikasi pada kala I. Distosia terjadi sebanyak 12% dari pada

seluruh wanita yang tidak memiliki riwayat persalinan Caesar. Distosia terjadi

sebanyak 60% pada wanita yang menjalani persalinan Caesar.24

4. PATOFISIOLOGI

Memanjangnya fase laten pada persalinan dapat disebabkan oleh sedasi

yang berlebihan atau memasuki masa persalinan yang lebih awal dengan serviks

yang masih tebal dan belum mendatar. Hal ini dapat disalah artikan karena

adanya his awal yang belum adekuat. Maka partus yang lama akan lebih mudah

didiagnosis menggunakan pedoman 3 P (power, passanger, passage).24,25

P yang pertama adalah passanger yang dapat menyebabkan terjadinya

partus abnormal, hal ini disebabkan karena ukuran bayi yang besar (contoh:

makrosomia) atau yang disebabkan oleh malpresentasi. Masalah passanger yang

mutlak yaitu adanya hidrosefalus, bayi besar atau bayi dengan presentasi dahi

sebaiknya tindakan augmentasi dihindari. Disproporsi relatif juga sering

disebabkan oleh derajat defleksi yang berbeda atau asinklitismus atau presentasi

kepala dengan diameter yang besar. Kontraksi yang adekuat selama 6-8 jam dapat
21
membantu koreksi asinklitismus dan molase sehingga menyebabkan diameter
kepala mengecil. Selain itu kontraksi yang adekuat juga dapat menyebabkan

pelebaran simfisis os pubis. Perubahan ini kemudian akan membantu kemajuan

persalinan. Pada kala II persalinan, gagalnya penurunan bayi dengan munculnya

caput atau molase namun dengan kontraksi yang adekuat maka keadaan ini dapat

diindikasikan disproporsi. Jika tidak ada kemajuan persalinan begitupula dengan

kontraksi yang spontan, maka dapat diberikan augmentasi menggunakan

oksitosin selama 1 jam. Jika kepala bayi memungkinkan untuk dilahirkan dengan

bantuan instrumen maka ibu diharapkan berusaha untuk bersalin pervaginam.

Namun tidak adanya penurunan mengindikasikan adanya disproporsi. Apabila hal

tersebut disebabkan oleh malposisi atau asinklitismus namun posisi kepala bayi

berada di station di bawah spina iliaka maka memungkinkan untuk dilakukan

persalinan dengan bantuan forsep atau ventouse. Hambatan pada kemajuan

persalinan pada kala I dan kala II apabila posisi bayi masih tinggi maka

persalinan harus dilakukan malaui operasi Sectio Caesar.24,25

P yang kedua adalah passage yaitu ukuran pelvis yang terlalu kecil atau

sempit sehingga sulit dilalui oleh bayi. Baik bayi maupun ukuran pelvis dapat

menyebabkan terjadinya persalinan abnormal yang disebabkan oleh obstruksi

mekanik yang kemudian disebut sebagai distosia mekanik.24,25

22
Gynaecoid pelvis Platypelioid pelvis Android pelvis

Gambar 3. Perbedaan bentuk pelvis yang mempengaruhi proses persalinan25

P yang ketiga adalah power atau kekuatan ibu. Walaupun kontraksi uterus

telah adekuat namun tidak dengan intensitasnya atau tidak adekuat. Namun dapat

juga terjadi gangguan pada uterus yang disebabkan oleh jaringan ikat pasca

operasi, jaringan fibroid, atau gangguan konduksi his lainnya. Namun apapun

penyebabnya, kegagalan kontraksi uterus dapat mengakibatkan gagalnya serviks

mendatar dan berdilatasi. Keadaan ini disebut sebagai distosia fungsional.

Kontraksi uterus dapat diukur dengan menggunakan kateter tekanan intra uterine

(intra uterine pressure catheter). Kontraksi uterus harus ditentukan adekuat atau

tidak untuk menentukan terjadinya kegagalan dilatasi atau pembukaan serviks.

Apabila serviks tidak membuka sebesar (<0,3cm/jam) atau dalam 6-8 jam setelah

augmentasi dengan oksitosin, maka penyebab kemajuan persalinan yang

disebabkan masalah power dapat disingkirkan dan dicari tahu apakah ada

masalah pada passage atau passanger. Diagnosis Cephalopelvic Disproportion

biasanya ditentukan secara retrospektif setelah dilakukan persalinan percobaan.

Pada kala I persalinan, ditemukan gagalnya


23 serviks berdilatasi atau membuka

meskipun kontraksi uterus baik, serta ditemukannya caput dan molase. Perubahan
pada kardiotokograf (KTG) dapat menjadi tanda adanya kompresi pada kepala

dan ditemukannya mekonium bisa pula menjadi tanda adanya disproporsi. 24,25

5. MANIFESTASI KLINIS

CPD terjadi jika kepala janin terlalu besar sehingga tidak dapat melewati

rongga pelvis ibu. Hal ini mungkin terjadi jika kepala bayi terlalu besar seperti

pada kasus-kasus hidrosefalus, atau jika rongga pelvis terlalu kecil atau

mengalami kelainan bentuk. Kelainan bentuk bisa disebabkan oleh riketsia pada

masa kanak-kanak atau gangguan ortopedik lainnya.26

Jika kelainan yang sangat jelas seperti kelainan bentuk akibat riketsia atau

trauma tidak ditemui, CPD hanya bisa didiagnosis pada saat proses persalinan

berlangsung. Kala I persalinan mungkin memanjang atau kepala janin gagal turun

pada pemeriksaan luar dan dalam. Molase, yakni proses di mana tulang tengkorak

janin saling tumpang tindih, dapat terjadi. Cara mengenali CPD dibahas lebih

lanjut pada bab diagnosis dan tata laksana.26

6. DIAGNOSIS

Pelvimetri Klinis

Pintu atas pelvis dibentuk oleh promontorium dan os sakrum di posterior,

linea terminalis di lateral, serta ramus pubis superior dan simfisis pubis di

anterior. Untuk mengetahui adanya kemungkinan panggul sempit, diameter

passage tersempit yang akan dilewati oleh kepala janin pada proses persalinan

24dimaksud adalah garis terpendek yang


harus diketahui. Diameter tersempit yang

menghubungkan antara promontorium dengan simfisis pubis, atau disebut juga


konjugata obstetrik. Pada praktek klinis, konjugata obstetrik tidak dapat diukur

secara langsung, tetapi dapat diperkirakan dengan mengurangi 1,5-2 cm dari

konjugata diagonalis. Konjugata diagonalis sendiri dapat diketahui dengan

melakukan pengukuran lagsung jarak dari batas bawah simfisis hingga

promontorium sakrum.26

Untuk melakukan pengukuran konjugata diagonalis, masukkan dua jari dari

tangan yang dominan ke dalam vagina. Pertama-tama nilai, apakah koksigis dapat

digerakkan atau tidak. Setelah itu, lakukan perabaan permukaan anterior sakrum

dari bawah ke atas, demikian pula kelengkungan vertikal dan lateralnya. Pada

pelvis normal, hanya tiga ruas sakrum terbawah yang dapat teraba tanpa

melakukan penekanan berlebihan pada perineum. 26

Selanjutnya, untuk mencapai promontorium sakrum, sendi siku pemeriksa

harus difleksikan kemudian perineum ditekan paksa dengan menggunakan buku-

buku jari ketiga dan keempat. Jari telunjuk dan jari tengah di masukkan mengarah

ke atas, sepanjang permukaan depan sakrum. Dengan memasukkan pergelangan

tangan cukup dalam, promontorium dapat disentuh dengan jari tengah sebagai

batas tulang yang menonjol. Dengan menjaga agar jari tengah tetap menyentuh

bagian sakrum yang paling menonjol, tangan dominan dinaikkan hingga

menyentuh arkus pubis. Bagian dari jari telunjuk yang bersentuhan dengan arkus

pubis kemudian ditandai, seperti pada gambar. 26

Jarak dari bagian yang ditandai tersebut dengan ujung jari tengah
25
merupakan konjugata diagonalis. Seperti telah disebutkan sebelumnya, konjugata

obstetri dapat diketahui dengan mengurangi jarak konjugata diagonalis dengan


1,5-2 cm. Jika konjugata diagonalis lebih besar dari 11,5 cm, maka dapat

diperkirakan bahwa pintu atas pelvis dapat dilalui oleh janin berukuran normal.26

Gambar 4. Cara mengukur konjugata diagonalis (P = promontorium sakrum; S = simfisis

pubis)26

Selain pengukuran konjugata diagonalis, pengukuran klinis lain yang

memiliki arti penting adalah pengukuran diameter antara tuberositas iskiadikum

yang biasa disebut diameter biiskial, diameter intertuberosa, atau diameter

transversa pintu bawah panggul. Nilai yang dianggap normal adalah 8 cm.26

Pemeriksaan Penunjang26

 Pelvimetri Sinar X
26
Prognosis kelahiran pervaginam yang sukses tidak dapat dipastikan hanya dengan

pelvimetri sinar x karena ukuran rongga panggul hanya satu dari beberapa faktor

yang menentukan hasil akhir persalinan. Oleh karena itu, pelvimetri sinar X

hanya memberikan sedikit nilai klinis dalam tata laksana persalinan dengan

presentasi kepala. 26

 Computed Tomographic (CT) Scan

Pelvimetri dengan CT scan memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan

dengan pelvimetri sinar X, mencakup paparan radiasi yang lebih sedikit, lebih

akurat dan lebih mudah dilakukan. 26

 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Keuntungan yang diperoleh dari pelvimetri MRI mencakup radiasi lebih sedikit,

ukuran yang diperoleh lebih tepat, gambaran fetus yang lengkap, dan

kemungkinan untuk dapat memeriksa adanya distosia akibat jaringan lunak.

Penggunaanynya pada saat ini dibatasi oleh permasalahan biaya yang cukup

mahal, waktu yang dibutuhkan, serta keterbatasan alat. Sporri et. al. Pernah

melakukan pemeriksaan MRI postpartum untuk melakukan pengukuran pada tiap

ketinggian pelvis serta USG intrapartum untuk mengukur kepala janin. Dalam

penelitian tersebut, Cephalopelvic Disproportion (CPD) didefenisikan sebagai

persalinan yang macet lebih dari 4 jam walaupun kontraksi uterus normal. 26

27
Gambar 7. A. Foto x-ray tampak anterior.

Diperlihatkan pengukuran pintu atas panggul dengan menggunakan penanda

elektronik. Badan janan tampak jelas. B. Foto x-ray yampak lateral. Diperlihatkan

pengukuran diameter anteroposterior pintu atas panggul dan midpelvis dengan penanda

elektronik. C. CT-scan potongan aksial pada midpelvis. Ketinggian fovea kaput femoris

diketahui dari foto x-ray karena berhubungan dengan ketinggian spina iskiadika.

Diameter interspinosa diukur dengan penanda elektronik. Dosis radiasi total pada ketiga

pemeriksaan adalah 250 mrad.26

7. PENATALAKSANAAN26

Metode penegakan diagnosis CPD seperti pelvimetri klinis pemeriksaan

penunjang lain tidak sepenuhnya akurat. Selain itu, ligamen-ligamen pada rongga

panggul wanita mengalami peregangan pada proses persalinan sehingga

memberikan ruang lebih untuk janin. Oleh karena itu, kebanyakan ahli

menganjurkan “percobaan persalinan” untuk kasus-kasus CPD relatif. Jika kurun

waktu tertentu telah terlampaui, atau terjadi tanda-tanda gawat janin dan

persalinan macet, maka seksio sesarea baru akan dilaksanakan. Di lain pihak,

pada kasus CPD absolut, seksio sesarea adalah pilihan tata laksana yang umum
28
dilakukan.
Partus Percobaan 26

Pola Persalinan Abnormal, Kriteria Diagnosis, dan Tata Laksana


Kriteria Diagnosis
Pola Persalinan Nullipara multipara Tata laksana Tata laksana
umum pada keadaan
tertentu
Fase Laten >20 jam >14 jam Tirah baring Drips Oksitosin
Memanjang atau seksio
sesarea jika
diperlukan
Partus Lama
Dilatasi lama <1,2 cm/jam <1,5 Terapi Seksio sesarea
cm/jam konservatif dan untuk CPD
Penurunan lama <1,0/jam <2 cm/jam suportif
Partus Macet
Fase deselerasi > 3 jam > 1 jam Oksitosin jika Istirahat jika ibu
memanjang CPD dapat lelah
disingkirkan
Dilatasi macet
Penurunan macet >2 jam > 2 jam Seksio sesarea Seksio sesarea
Gagal turun >1 jam, tanpa >1 jam untuk CPD
penurunan pada
fase deselerasi
atau kala dua
Tabel 1. Kriteria diagnosis Partus lama dan partus macet Cohen dan Friedman26

Seksio Sesarea26

Seksio sesarea adalah proses melahirkan fetus, plasenta dan selaput

ketuban melalui insisi pada dinding abdomen dan uterus. Prosedur operasi ini

dindikasikan pada kasus-kasus CPD. Selain itu, indikasi-indikasi lain untuk

seksio sesarea adalah seksio riwayat sesarea sebelumnya, malposisi atau

malpresentasi, gawat janin, serta indikasi-indikasi lain.

Jika kepala janin tidak mengalami penurunan selama persalinan sehingga


29
tetap lebih tinggi dari station 0, prosedur operasi pervaginam seperti penggunaan

forseps tidak dapat dilakukan. Pada kasus-kasus seperti ini, seksio sesarea harus
dilakukan. CPD pada pintu atas panggul perlu dicurigai pada ibu-ibu

primigravida yang persalinannya sudah dimulai tetapi kepala bayi tidak turun.

CPD midpelvis dicurigai jika diameter anteroposterior pendek, spina iskiadika

menonjol, ligamen sekrospinosa pendek, atau janin terlalu besar. CPD pada pintu

bawah panggul biasanya ditegakkan jika bantuan dengan forsep atau vakum gagal

dilakukan.

Kebanyakan ahli opstetri melakukan insisi transversal (Pfannensteil) pada

dinding abdomen karena dehisensi dan hernia post operasi lebih jarang

dilaporkan. Selain itu, insisi transversal memberikan hasil kosmetik yang lebih

baik. Untuk kasus-kasus gawat janin, di mana pasien memiliki riwayat operasi

abdomen atau menyandang obesitas, insisi midline suprapubik lebih sering

dilakukan karena lebih cepat dan paparan untuk melahirkan janin dan

menghentikan perdarahan juga lebih baik. Jika terdapat bekas luka operasi

abdomen bagian bawah, ruang peritoneum sebaiknya ditembus di bagian atas

insisi sebelumnya untuk menghindari kandung kemih yang dapat tertarik ke atas

pada dinding abdomen pada waktu insisi sebelumnya menutup.

Sebelum insisi uterus dilakukan, bantalan laparotomi yang telah dibasahi

dengan larutan salin hangat diletakkan pada kedua sisi uterus untuk mencegah

tumpahan cairan amnion. Derajat dekstrorotasi yang terjadi juga harus

diperhatikan dengan melihat posisi ligamentum rotundum agar insisi uterus tepat

di tengah.

Plasenta yang ditemukan di bawah


30 insisi uterus sebaiknya jangan diinsisi

karena dapat menyebabkan perdarahan janin yang membahayakan. Jika plasenta


tidak dapat dihindari, janin harus dilahirkan secepat mungkin lalu tali pusar

diklem untuk menghindari kehilangan darah terlalu banyak. Bukti yang ada

menunjukkan bahwa kehilangan darah dapat diminimalkan dengan melakukan

masase uterus agar terjadi pemisahan plasenta spontan. Setelah janin dan plasenta

lahir, ruang uterus dibersihkan untuk menyingkirkan sisa-sisa jaringan.

Komplikasi paling sering yang dapat diakibatkan oleh seksio sesarea

adalah perdarahan postpartum, endometritis, dan infeksi. Pemberian antibiotik

profilaksis dan pemastian hemostasis yang adekuat sebelum luka ditutup dapat

membantu mencegah komplikasi-komplikasi tersebut. Faktor-faktor yang paling

berpengaruh pada penyembahan insisi uterus adalah hemostasis, jumlah dan

kualitas benang, serta ada tidaknya infeksi dan strangulasi jaringan.

Dapat dikatakan bahwa komplikasi postoperasi akan lebih mungkin

terjadi jika durasi operasi lebih lama. Nyeri pada lokasi insisi pada persalinan

berikutnya dapat menandakan adanya dehisensi luka. Kurang lebih 50% dari

seluruh ruptur bekas operasi klasik terjadi tepat sebelum persalinan berikutnya.

Insidensi ruptur diperkirakan 4-9% pada bekas operasi klasik dan 0,7-1,5% pada

bekas operasi dengan insisi transversal. Ruptur bekas operasi klasik biasanya

berakibat buruk, dengan penymbulan sebagian atau seluruh janin dari rongga

abdomen. Syok akibat perdarahan dalam biasanya muncul sebagai tanda yang

menonojol.

Ruptur bekas insisi transversal lebih jarang dan hampir selalu terjadi pada

fase aktif persalinan. Tanda-tanda yang31paling umum (80%) adalah perubahan

pola denyut jantung janin. Tanda-tanda lain antara lain: perdarahan per vaginam
dan nyeri abdomen (khususnya pada lokasi insisi lama). Jika ruptur uterus

dicurigai, pasien harus dioperasi sesegera mungkin.

8. KOMPLIKASI 9

A. KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN

1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang

keluar dari true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit

absolute

2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian

terbawah janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan

sesak, sulit bernafas, terasa penuh diulu hati dan perut besar

3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)

4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)

5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi

6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan

dimulai

7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

B. KOMPLIKASI PADA SAAT PERSALINAN


Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat

kesempitan panggul. 32

1. Persalinan akan berlangsung lama


2. Sering dijumpai ketuban pecah dini

11

33
3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering terjadi tali

pusat menumbung

4. Moulage kepala berlangsung lama

5. Sering terjadi inertia uteri sekunder

6. Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inertia uteri primer

7. Partus yang lama akan menyebabkan pereganga SBR dan bila berlarut-larut

dapat menyebabkan ruptur uteri

8. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal

9. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak

menyebabkan edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi

nekrotik dan terjadilah fistula.

C. KOMPLIKASI PADA ANAK

1. Infeksi intrapartal

2. Kematian janin intrapartal (KJIP)

3. Prolaps funikuli

4. Perdarahan intracranial
5. Kaput suksedaneum sefalo-hematoma yang besar

6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena moulage yang

hebat dan lama

9. PROGNOSIS 9,27

Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung

sendiri tanpa – bilamana perlu – pengambilan tindakan yang tepat,timbul bahaya

bagi ibu dan janin.

A. Bahaya Pada Ibu :

a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan

kecil dapat menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.

b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan,

dapat timbul peregangan segmen bawah uterus dan pembentukan

lingkaran retraksi patologik (Bundl). Keadaan ini terkenal dengan ruptur

uteri mengancam, apalagi bila tidak segera diambil tindakan untuk

mengurangi reganggan akan timbul ruptur uteri .

c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir

pada suatu tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan

tulang panggul. Hal itu menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat

terjadinya iskemia dan kemudian nekrosis pada tempat tersebut.

Beberapa hari post partum akan terjadi fistula vesikoservikalis , atau

fistula vesicovaginalis, atau fistula rectovaginalis.


B. Bahaya pada janin :

a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah

dengan infeksi intrapartum.

b. Prolapsus funikuli apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar

bagi janin dan memerlukan kelahiran segera, apabila ia masih hidup.

c. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik, kepal janin dapat melewati

rintangan pada panggu dengan mengadakan moulage. Moulage dapat

dialami oleh kepala janin tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas

tertentu, akan tetapi apabila batas –batas tersebut dilampaui, terjadi

sobekan pada tentorium serebeli dan perdarah intrakranial.

d. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh

simpisis pada panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas

tulang kepala janin, malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os

parietalis.

Anda mungkin juga menyukai