TINJAUAN PUSTAKA
glukosa dalam darah melebihi batas normal. Hiperglikemia merupakan salah satu
tanda khas penyakit diabetes mellitus (DM), meskipun juga mungkin didapatkan
kerja insulin atau keduanya.7 Diabetes melitus dapat ditemui pada 120 juta
penduduk dunia dan diperkirakan akan meningkat jumlahnya menjadi 370 juta
pada tahun 2030. Penyakit ini merupakan penyakit kronik progresif yang
Ada 2 tipe diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile yaitu
diabetes yang umumnya didapat sejak masa kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu
diabetes yang didapat setelah dewasa. Diabetes melitus tipe 2 terdiri dari
resistensi terhadap aksi insulin, sekresi insulin yang tidak adekuat, dan sekresi
2.2. Epidemiologi
5
6
memperkirakan bahwa di Amerika Serikat, pada tahun 2015, 30,3 juta orang dari
semua umur, atau 9,4% dari populasi, menderita diabetes (termasuk 30,2 juta
orang dewasa berusia 18 tahun ke atas, atau 12,2% dari semua orang dewasa AS)
dan 84,1 juta orang dewasa (33,9% dari populasi orang dewasa) memiliki
pradiabetes. 10 negara teratas dalam jumlah penderita diabetes saat ini adalah
India, China, Amerika Serikat, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia,
dan Bangladesh.34
juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Laporan ini
pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Berdasarkan data Badan
berusia diatas 20 tahun sebanyak 133 juta jiwa. Dengan mengacu pada pola
pertambahan penduduk, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194
juta penduduk yang berusia diatas 20 tahun. Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar
rata prevalensi DM di daerah urban untuk usia di atas 15 tahun sebesar 5,7%.
Propinsi Maluku Utara dan Kalimantan Barat yang mencapai 11,1%. Sedangkan
Jambi sampai 21,8% di Propinsi Papua Barat dengan rerata sebesar 10.2%.6
2.3. Patofisiologi
defisiensi insulin total. Hal ini disebabkan oleh karena terjadi destruksi sel beta
pankreas yang bertugas menghasilkan insulin. Proses destruksi ini dapat terjadi
Gambar 2.1 Regulasi Kadar Glukosa Darah Oleh Insulin Pada Orang Sehat,
Penderita DMT1 dan DMT2.10
produksi glukosa.9 Sebagian besar pasien diabetes melitus tipe 2 adalah pasien
obesitas dan keadaan ini berhubungan dengan resistensi insulin. Resistensi insulin
telah terjadi beberapa dekade sebelum kejadian diabetes melitus tipe 2. Secara
suatu saat, gabungan antara defek sekresi insulin dan resistensi insulin
pasien tersebut sudah mengalami kehilangan 50% massa sel beta pankreas,
tersebut.6
2.4. Klasifikasi
sebagai diabetes melitus tipe 1 (DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). 9
Autoimun
Idiopatik
DMT2 Bervariasi, mulai dari dominan resistensi insulin
Infeksi
kehamilan.8
antara faktor lingkungan dan genetik. Agaknya, penyakit ini berkembang ketika
gaya hidup diabetogenik (yaitu asupan kalori yang berlebihan, pengeluaran kalori
makanan padat energi mungkin merupakan faktor risiko terjadinya diabetes yang
Faktor risiko utama untuk diabetes mellitus tipe 2 adalah sebagai berikut:
Usia lebih dari 45 tahun (meskipun diabetes mellitus tipe 2 terjadi dengan
Berat badan lebih besar dari 120% berat badan yang diinginkan
Hipertensi (> 140/90 mmHg) atau dislipidemia (kadar kolesterol HDL <40
Usia
Diabetes tipe 2 telah lama dianggap sebagai kondisi yang diderita oleh
jumlah orang muda (berusia 20-40 tahun) didiagnosis menderita penyakit ini.
Laporan tersebut juga menemukan bahwa 5,1 juta kematian disebabkan oleh
diabetes, yang sekitar setengahnya pada orang <60 tahun. Data sebelumnya
menunjukkan bahwa, pada pasien dengan diabetes, usia pasien dan usia saat
vaskular. Beberapa penelitian telah melaporkan efek yang jelas dari usia yang
lebih tua mengenai risiko infark miokard dan stroke pada orang dengan
diabetes.11
lebih dari 40 tahun, disebabkan karena pada usia tersebut mulai terjadi
itu pada individu yang berusia lebih tua terdapat penurunan aktivitas
sebesar 1-2% per tahun dan glukosa 2 jam PP sebesar 5,6-13 mg/dl. Namun
Akan tetapi, penelitian yang dilakukan oleh Zoungas dkk pada tahun
2014 dari populasi orang dengan diabetes tipe 2 yang sangat besar dan
beragam menunjukkan bahwa usia atau usia saat didiagnosis diabetes dan
melaporkan bahwa tidak ada hubungan antara usia atau usia saat diagnosis
namun adanya interaksi yang jelas antara hubungan antara usia atau usia saat
diagnosis dan durasi diabetes pada risiko kejadian mikrovaskular. Usia yang
lebih tua atau usia saat diagnosis dan durasi diabetes yang lebih lama secara
dengan risiko terbesar diamati pada kelompok usia tertua dengan durasi
diabetes terpanjang. Sebaliknya, efek samping dari durasi diabetes yang lebih
lama pada risiko kejadian mikrovaskular berkurang dengan usia atau usia
yang lebih tua saat diagnosis, sehingga risiko terbesar kejadian mikrovaskular
Jenis Kelamin
diabetes mellitus.14
14
karena secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh
Gaya hidup nirgerak adalah gaya hidup dengan aktivitas fisik sedikit atau
tidak sama sekali. Seseorang yang hidup dengan gaya hidup sering duduk
ringan dikaitkan dengan penurunan risiko diabetes relatif sekitar 30%. Semua
jenis aktivitas fisik pada waktu luang serta ataupun saat kerja berhubungan
terbalik dengan risiko diabetes.19,20 Efek menguntungkan dari latihan fisik adalah
kalori, karena aktivitas fisik yang meningkat tetapi juga penurunan berat badan.23
Terdapat hubungan kuat antara waktu duduk dengan obesitas atau kejadian
diabetes, terlepas dari tingkat aktivitas fisik. Semakin lama waktu yang dihabiskan
selama 3,2 tahun 3,4%.25 Hubungan kedua hal tersebut terjadi dua arah, gaya
hidup yang tidak aktif menjadi faktor risiko obesitas dan begitu juga sebaliknya.
Rekomendasi untuk membatasi waktu duduk dalam posisi tegak dan bergerak
didasarkan pada uji coba jangka pendek yang melaporkan efek metabolik yang
duduk, dapat mengurangi jumlah lemak dalam tubuh. Duduk di meja kerja
mengeluarkan energi setidaknya 5% dari energi basal, sedangkan nilainya dua kali
halus dengan risiko diagnosis DM tipe 2 terjadi selama 5-12 tahun terakhir. Risiko
terjadi pada sekitar 20-40% untuk orang-orang yang terpapar, setidaknya dengan
tahun, atau tinggal di jalan yang padat. Perlu diingat bahwa asosiasi ini tidak
bersifat kausal, tetapi telah dilakukan penyesuaian untuk usia, jenis kelamin dan
gaya hidup (termasuk BMI dan aktivitas fisik), serta status sosial ekonomi. Faktor
lain yang berkontribusi adalah durasi dan kualitas tidur. Paparan bising udara pada
malam hari atau cahaya yang dapat menyebabkan gangguan tidur. Efek serupa
16
telah dilaporkan pada pekerja shift atau orang dengan durasi tidur yang sedikit
akibat jam kerja atau justru waktu luang yang terlalu panjang.26 Penelitian meta-
analisis terbaru dari studi prospektif melaporkan risiko terendah diabetes pada
durasi tidur 7-8 jam perhari dan peningkatan risiko sebesar 9% untuk setiap durasi
tidur 1 jam lebih pendek.27 Durasi tidur yang lebih lama atau tidur siang hari
mungkin juga merupakan faktor risiko diabetes atau sindrom metabolik, tetapi
penelitian ini tidak bersifat konsisten. Dalam sebuah percobaan terkontrol, waktu
langsung terjadi setelah satu malam dengan durasi tidur 4 jam.28 Aspek lain dari
radiasi UV, atau paparan racun dan alergen, meski belum ada riset khusus
mengenai ini.23
memicu kadar glukosa yang lebih tiggi, rendahnya kadar insulin, dan 30%
nafsu makan (leptin) berkurang 18%, sedangkan kadar hormon peningkat nafsu
Faktor Keturunan
meningkat hingga 6 kali lipat jika memiliki dua orang tua dengan diabetes.
yang umum dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2. Dari varian
yang sejauh ini ditemukan, yang memiliki efek paling kuat pada kerentanan
memiliki hubungan yang jelas dengan cacat genetik. Sindrom ini secara
sekarang dipahami sebagai berbagai cacat pada fungsi sel beta, menyumbang
2-5% individu dengan diabetes tipe 2 yang hadir pada usia muda dan
HNF-4-alfa
Gen glukokinase
18
HNF-1-alfa
IPF-1
HNF-1-beta
NEUROD1
KLF11
CEL
PAX4
INS
BLK
diusulkan sebagai faktor etiologi untuk sebagian kecil pasien diabetes tipe 2.
Dua mutasi titik spesifik dan beberapa delesi dan duplikasi pada genom
sensorineural.34
Gaya hidup diabetogenik yaitu pola makan yang terdiri asupan kalori
dalam jumlah yang lebih banyak, gliserol, hormon, sitokin pemicu inflamasi,
menemukan bahwa secara signifikan obesitas lebih tinggi terjadi pada wanita,
Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase yaitu fase dini (fase
1) atau early peak yang terjadi dalam 3-10 menit pertama setelah makan. Insulin
yang disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap
pakai); dan fase lanjut (fase 2) adalah sekresi insulin dimulai 20 menit setelah
insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa
Makin tinggi kadar glukosa darah sesudah makan makin banyak pula insulin yang
dibutuhkan, akan tetapi kemampuan ini hanya terbatas pada kadar glukosa darah
tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin sebagaimana pada orang
normal. Gangguan sekresi sel beta menyebabkan sekresi insulin pada fase 1
tertekan, kadar insulin dalam darah turun menyebabkan produksi glukosa oleh
hati meningkat, sehingga kadar glukosa darah puasa meningkat. Secara berangsur-
dengan kadar insulin puasa. Pada kadar glukosa darah puasa 80-140 mg% kadar
insulin puasa meningkat tajam, akan tetapi jika kadar glukosa darah puasa
melebihi 140 mg % maka kadar insulin tidak mampu meningkat lebih tinggi lagi;
pada tahap ini mulai terjadi kelelahan sel beta menyebabkan fungsinya menurun.
Pada saat kadar insulin puasa dalam darah mulai menurun maka efek penekanan
2.6 Diagnosis
enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan
Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi
atau
(NGSP).
2.6. Tatalaksana
glikemia34
kontraindikasi
5. Pada akhirnya, terapi insulin saja atau dengan agen lain jika diperlukan
pertama terapi non farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan
melakukan pengaturan pola makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis,
dengan penyakit diabetes yang dilakukan secara terus menerus, kedua terapi
farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti diabetes oral dan injeksi insulin.
Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika penerapan terapi non
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non farmakologi yang
ini pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan
pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan
individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain:
1). Menurunkan berat badan; 2). Menurunkan tekanan darah sistolik dan dia 3).
Menurunkan kadar glukosa darah; 4). Memperbaiki profil lipid; 5). Meningkatkan
Adapun tujuan dari terapi gizi medis ini adalah untuk mencapai dan
mempertahankan
1. kadar glukosa darah mendekati normal glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl
glukosa darah 2 jam setelah makan 180 mg/dl kadar Alc <7%
3. profil lipid
24
Pada tingkat individu target pencapaian terapi gizimedis ini lebih difokuskan
pada perubahan pola makan yang didasarkan pada gaya hidup dan pola kebiasaan
makan, status nutrisi dan faktor khusus lain yang perlu diberikan prioritas.
makan diabetisi antara lain, tinggi badan, berat badan, status gizi, status
kesehatan, aktivitas fisik, dan faktor usia. Selain itu juga terdapat beberapa faktor
usia tua, lain lain. Pada keadaan infeksi berat dimana terjadi proses katabolisme
yang tinggi perlu dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang
juga tidak kalah pentingnya adalah masalah status ekonomi, kebiasaan atau tradisi
ada.
yang akan dimakan oleh diabetisi. Diabetisi harus dapat melakukan perubahan
pola makan ini secara konsisten baik dalam jadwal, jumlah dan jenis makanan
karbohidrat, protein, dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan
tidak boleh lebih dari 55-65 %dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh
lebih dari 70% jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai
sendiri
2. 2 dari total kebutuhan kalori per hari, 60-70% diantaranya berasal dari
sumber karbohidrat.
5. jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan
total kalori per hari. Pada penderita dengan kelainan ginjal, dimana diperlukan
pembatasan asupan protein sampai 40 gram per hari, maka perlu ditambahkan
4 kilokalori gram.
1. 2 pada keadaan kadar glukosa darah yang terkontrol, asupan protein tidak
Bahan makanan ini sangat penting untuk membawa vitamin yang larut dalam
dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolesterol sangat disarankan bagi diabetisi karena terbukti dapat
memperbaiki profil lipid tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam
27
lemak tidak jenuh rantai tunggal (monounsaturated fatty acid MUFA), merupakan
salah satu asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil
lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida,
Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid—
2. jika kadar kolesterol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan
sampai maksimal 7% dari total kalori per hari kolesterol LDL e 100 mg/dl, maka
5.konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak
6.Aupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori
per hari
LATIHAN JASMANI
28
merupakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal
lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan oleh
esok, kemudian tidur. Semua kegiatan tadi tanpa disadari oleh diabetisi, telah
untuk hidup dengan diabetes dalam keadaan sehat mempunyai satu persamaan,
sejak seabad yang lalu oleh seorang dojter di China, dan manfaat kegiatan ini
masih harus diteliti oleh para ahli hingga kini. Kesimpulan sementara dari
penelitian itu ialah bahwa kegiatan fisik diabetisi (tipe 1 maupun tipe 2) akan
Bila seseorang sehat melakukan kegiatan fisik dinamik yang berat dengan
oksigen sebesar 15-20 kali lipat, karena peningkatan laju metabolik pada otot
29
yang aktif. Kemudian akan terjadi dilatasi pada arteriol maupun kapiler dan juga
terjadi pengumpulan cairan, baik intra maupun ekstra selular. Ventilasi pulmoner
dapat melewati angka 100 L/menit dan keluaran jantung meningkat hingga 20-30
L/menit, untuk memenuhi kebutuhan otot yang aktif. Bersamaan dengan itu, akan
terjadi penurunan aliran darah ke otot yang tak aktif, daerah splangnik dan ginjal.
Panas yang ditimbulkan akan terkumpul pada tubuh dan sebagian besar akan
terbuang lewat proses evaporasi Pada kegiatan fisik dalam keadaan panas dan
energi otot yang bekerja akan dipenuhi oleh proses pemecahan glikogen
yang dipengaruhi selain oleh lama, berat latihan dan tingkat kebugaran, juga oleh
kadar insulin plasma, kadar glukosa darah, kadar benda keton dan imbangan
cairan tubuh.
Pada diabetisi dengan gula darah tak terkontrol, latihan jasmani akan
menyebabkan terjadi peningkatan kadar glukosa darah dan benda keton yang
dapat berakibat fatal. Satu penelitian mendapati bahwa pada kadar glukosa darah
sekitar 332 mg/dl, bila tetap melakukan latihan jasmani, akan berbahaya bagi
yang bersangkutan. Jadi sebaiknya, bila ingin melakukan latihan jasmani, seorang
diabetisi harus mempunyai kadar glukosa darah tak lebih dari 250 mg/dl.
30
insulin, hingga disebut sebagai jaringan insulin-dependent. Sedang pada otot aktif,
walau terjadi peningkatan kebutuhan glukosa, tapi kadar insulin tak meningkat.
Mungkin hal ini disebabkan karena peningkatan kepekaan reseptor insulin otot
dependent. Kepekaan ini akan berlangsung lama, bahkan hingga latihan telah
menyebabkan lebih banyak jala-jala kapiler terbuka hingga lebih banyak tersedia
yang baik pada lemak tubuh, tekanan darah arteriil, sensitivitas barorefleks,
perbandingan antara denyut jantung dan tekanan darah (baik saat istirahat maupun
hingga kendali gula darah bukan merupakan tujuan latihan. Tetapi latihan
31
penelitian epidemiologi retro dan prospektif juga terbukti bahwa latihan jasmani
Pada kedua tipe diabetes, manfaat latihan jasmani secara teratur akan
yang berlebihan merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, terutama pada
saat pemulihan. Bila insulin disuntikkan pada lengan atau paha, akan
insulin melalui darah akibat pemompaan oleh otot pada saat berkontraksi.
Juga dianjurkan agar latihan jasmani dilakukan setelah makan, yaitu pada saat
kadar gula darah berada pada puncaknya. Latihan jasmani yang dikerjakan dalam
waktu lama dan dalam keadaan metabolik yang tak terkendali akan menyebabkan
keton.
Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi persis sama dengan prinsip latihan
jasmani secara umum, yaitu beberapa hal seperti frekuensi, intensitas, durasi dan
jenis.
32
untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar. Latihan jasmani bagi
diabetisi tipe l, sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Untuk menentukan intensitas
latihan, dapat digunakan Maximum Heart Rate (MHR) yaitu: 220 umur. Setelah
MHR didapatkan, dapat ditentukan Target Heart Rate (THR). Sebagai contoh
suatu latihan bagi seorang diabetisi berumur 50 tahun disasarkan sebesar 75%,
maka THR 75% X (220-60) 120. Dengan demikian, diabetisi tersebut dalam
tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati
mencapai THR, agar mendapatkan manfaat latihan. Bila THR tak tercapai, maka
33
diabetisi tak akan mendapat manfaat latihan Sedang bila lebih dari THR mungkin
penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot setelah
melakukan latihan jasmani, atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada
otot yang aktif. Bila latihan berupa jogging, maka pendinginan sebaiknya
dilakukan dengan tetap berjalan untuk beberapa menit. Bila bersepeda, tetap
melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikan lebih
elastis. Tahapan ini lebih bermanfaat terutama bagi mereka yang berusia lanjut.
Latihan jasmani teratur, penting bagi kesehatan setiap orang, karena akan:
• meningkatkan sirkulasi
• memperkuat otot
• meningkatkan kelenturan
• mengurangi stress
pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu).
farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin.
Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung
golongan yakni6:
5. Penghambat DPP-IV.
36
medikasi yang telah diresepkan yang terkait dengan waktu, dosis, dan
terkait erat dengan kepatuhan minum obat.4 Salah satu faktor yang berperan
pasien, faktor demografi, sosio ekonomi, durasi atau lamanya penyakit, dan
keparahan penyakit.32
2.7. Komplikasi
saraf tepi).8,9
(sepuluh) desa dan 1 (satu) kelurahan dengan kondisi daerah nya 57,48% dataran
rendah dan 43,32% dataran tinggi. Jumlah penduduk di wilayah kerja UPT
Penanganan secara dini pada kasus penyakit tidak menular (PTM) seperti
stroke, diabetes melitus, cedera, PPOK, PJK, kanker dan gagal jantung di
Terpadu). Saat ini, baru ada satu Posbindu yang terbentuk yaitu Posbindu di desa
Hatiwin.
kejadian Diabetes Melitus tipe 2 adalah sebesar 424 kasus dengan kunjungan
pasien lama 410 orang dan pasien baru 14 orang. Hal ini tidak jauh berbeda
2016 yaitu total sebanyak 428 kasus dengan kunjungan pasien lama 419 pasien,