Anda di halaman 1dari 19

1

LAPORAN PENDAHULUAN
PERSALINAN PARTUS LAMA

DISUSUN OLEH:

PRODI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2018
2

A. Pengertian
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, 2002). Persalianan lama disebut
juga “distosia”, didefinisikan sebagai persalinan yang abnormal atau sulit.
Persalinan dengan kala I lama adalah persalinan yang fase latennya
berlangsung lebih dari 8 jam dan pada fase aktif laju pembukaannya tidak
adekuat atau bervariasi; kurang dari 1 cm setiap jam selama sekurang-
kurangnya 2 jam setelah kemajuan persalinan; kurang dari 1,2 cm per jam
pada primigravida dan kurang dari 1,5 per jam pada multipara; lebih dari 12
jam sejak pembukaan 4 sampai pembukaan lengkap (rata-rata 0,5 cm per jam).
B. Etiologi
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh :
1. Kelainan tenaga/his tidak efisien (adekuat)
His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan
kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan,
tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalaami hambatan atau
kemacetan.
2. Kelainan janin (malpresenstasi, malposisi, janin besar)
Persalinan dapat mengalami ganagguan atau kemacetan karena kelainan
dalam letak atau dalam bentuk janin.
3. Kelainan jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Kelaianan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi
kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
Faktor resiko persalinan lama :
1. Umur kurang dari 16 tahun akan terjadi persalinan macet karna jalan
lahir/tempat keluar janin belum berkembamg sempurna/masih kecil.
2. Tinggi badan kurang dari 140 cm dikuatirkan akan terjadi persalinan
macet karna tulang panggul sempit.
3

3. Kehamilan pertama dikuatirkan akan terjadi disproporsi janin dalam


panggul sehingga akan membahayakan keselamatan janin.
4. Adanya riwayat persalinan sulit ditakutkan akan terjadi lagi pada
kehamilan yang selanjutnya.
Persalinan lama diklasifikasikan yaitu:
1. Fase Laten Memanjang (Prolonged latent phase)
Adalah fase pembukaan serviks yang tidak melewati 3 cm setelah 8 jam
inpartu (Saifuddin,2009)
2. Fase aktif memanjang (Prolonged Active Phase)
Adalah fase yang lebih panjang dari 12 jam dengan pembukaan serviks
kurang dari 1,2 cm per jam pada primigravida dan 6 jam rata-rata 2,5 jam
dengan laju dilatasi serviks kurang dari 1,5 cm per jam pada multigravida
(Oxorn, 2010)
3. Kala 2 lama
Yaitu kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada prmigravida dan 1
jam pada multipara.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala partus lama, yaitu:
1. Pada ibu
Gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkeringat, nadi cepat, pernapasan
cepat dan meteorismus. Di daerah lokal sering dijumpai: Ring v/d Bandle,
oedema serviks, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium.
2. Pada janin :
a. Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan
negarif, air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan,
berbau.
b. Kaput succedaneum yang besar
c. Moulage kepala yang hebat
d. Kematian Janin Dalam Kandungan (KJDK)
e. Kematian Janin Intra Parental (KJIP)
4

Menurut Manuaba (2010), gejala utama yang perlu


diperhatikan pada partus lama antara lain :
a. Dehidrasi
b. Tanda infeksi : temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen
meteorismus
c. Pemeriksaan abdomen : meteorismus, lingkaran bandle tinggi,
nyeri segmen bawah rahim
d. Pemeriksaan lokal vulva vagina : edema vulva, cairan ketuban
berbau, cairan ketuban bercampur mekonium
e. Pemeriksaan dalam : edema servikalis, bagian terendah sulit di
dorong ke atas, terdapat kaput pada bagian terendah
f. Keadaan janin dalam rahim : asfiksia sampai terjadi kematian
g. Akhir dari persalinan lama : ruptura uteri imminens sampai ruptura
uteri, kematian karena perdarahan atau infeksi.
D. Jenis-Jenis Kelainan His
1. Inersia uteri
Suatu keadaan dimana kontraksi uterus lebih lama, singkat, dan jarang
daripada biasa.Keadaan umum penderita baik, dan rasa nyeri tidak
seberapa.Selama ketuban masih utuh umumnya tidak banyak bahaya, baik
bagi ibu maupun janin, kecuali jika persalinan berlangsung terlalu lama.
2. His terlampau kuat
His terlampau kuat atau disebut juga hypertonic uterine contraction. His
yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam
waktu yang singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari tiga jam,
dinamakan partus presipitatus: sifat his normal, tonus otot di luar his juga
biasa, kelainan terletak pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus bagi
ibu adalah terjadinya perlukaan luas pada jalan lahir, khususnya serviks
uteri, vagina, dan perineum, sedangkan bayi bisa mengalami perdarahan
dalam tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam
waktu yang singkat.
3. Incoordinate uterine action
5

Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah, dan bawah
menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan sehingga
menyebabkan kala I lama.
4. Kelainan lain
Meliputi pimpinan persalinan yang salah, janin besar atau ada kelainan
kongenital, primi tua primer dan sekunder, perut gantung, grandemulti,
ketuban pecah dini ketika serviks masih menutup, keras dan belum
mendatar, kecemasan dan ketakutan atau respon stress, pemberian
analgetik yang kuat atau terlalu cepat pada persalinan dan pemberian
anastesi sebelum fase aktif, ibu bertubuh pendek <150 cm yang biasanya
berkaitan dengan malnutrisi, riwayat persalinan terdahulu sectio caesarea,
IUFD (Intra Uterine Fetal Death), ibu usia muda atau di bawah 17 tahun,
adanya derajat plasenta previa yang tidak diketahui, atau adanya masa
seperti fibroid yang muncul dari uterus atau serviks (Chapman, 2006;
Simkin, 2005; Oxorn, 2010; Liu, 2007).
E. Pathway
6

F. Dampak Persalinan Lama Pada Ibu-Janin


1. Bagi ibu
a. Ketuban pecah dini
Apabila kepala tertahan pada pintu atas panggul, seluruh tenaga dari
uterus diarahkan ke bagian membran yang meyentuh os
internal.Akibatnya, ketuban pecah dini lebih mudah terjadi infeksi
(Wijayarini, 2004).
b. Sepsis Puerperalis
Infeksi merupakan bahaya serius bagi ibu dan janin pada kasus
persalinan lama, terutama karena selaput ketuban pecah dini. Bahaya
infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang berulang-
ulang (Wijayarini, 2004).
c. Ruptur Uterus
Penipisan segmen bawah rahim yang abnormal menimbulkan bahaya
serius selama persalinan lama.Jika disproporsi sangat jelas sehingga
tidak ada engagement atau penurunan, segmen bawah rahim menjadi
sangat teregang, dan dapat diikuti oleh ruptur (Cunningham, 2013).
d. Cedera dasar panggul
Cedera pada otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubung
adalah konsekuensi pelahiran pervaginam yang sering terjadi, terutama
apabila pelahirannya sulit (Cunningham, 2013).
e. Dehidrasi
Ibu nampak kelelahan, nadi meningkat, tensi mungkin normal atau
telah turun, temperatur meningkat (Manuaba, 2004).
f. Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam terdapat oedema serviks, dan air ketuban
bercampur dengan mekoneum (Manuaba, 2004).
2. Bagi janin
7

Persalinan dengan kala I lama dapat menyebabkan detak jantung


janin mengalami gangguan, dapat terjadi takikardi sampai bradikardi.Pada
pemeriksaan dengan menggunakan NST atau OCT menunjukkan asfiksia
intrauterin.Dan pada pemeriksaan sampel darah kulit kepala menuju pada
anaerobik metabolisme dan asidosis. Selain itu, persalinan lama juga dapat
berakibat adanya kaput suksidaneum yang besar (pembengkakan kulit
kepala) seringkali terbentuk pada bagian kepala yang paling dependen, dan
molase (tumpang tindih tulang-tulang kranium) pada kranium janin
mengakibatkan perubahan bentuk kepala (Hollingworth, 2012 ; Manuaba,
2013 ; Wijayarini, 2004).
G. Penatalaksanaan
Menurut Saifuddin (2009), Simkin (2005) dan Oxorn (2010), penanganan
umum pada ibu bersalin dengan kala I lama yaitu:
1. Nilai keadaan umum, tanda-tanda vital dan tingkat hidrasinya.
2. Perawatan pendahuluan :
Penatalaksanaan penderita dengan partus kasep (lama) adalah sebagai
berikut :
a. Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk
tanda vital dan tingkat dehidrasinya).
b. Kaji nilai partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan;
Nilai frekuensi dan lamanya his.
c. Suntikan cortone acetate 100-200 mg intramuscular.
d. Penisilin prokain : 1 juta IU intramuscular.
e. Streptomisin : 1 gr intramuscular.
f. Infuse cairan : Larutan garam fisiologis (NaCl), Larutan glucose 5-10
% pada janin pertama : 1 liter per jam.
g. Istirahat 1 jam untuk observasi, kecuali bila keadaan mengharuskan
untuk segera bertindak.
3. Pertolongan :
8

Dapat dilakukan partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, manual


aid pada letak sungsang, embriotomi bila janin meninggal, secsio cesaria,
dan lain-lain.
4. Penanganan khusus
a. Fase laten memanjang (prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten memanjang di buat secara retrospektif. Jika his
berhenti, pasien disebut belum in partu atau persalinan palsu. Jika his
makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm,
masuk dalam fase laten.
Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan,
lakukan penilaian ulang terhadap serviks :
1) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan
serviks dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum in
partu.
2) Jika ada kemajuan dalam pendataran dan pembukaan serviks,
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
3) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
4) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakuakan pemberian
oksitosin selama 8 jam, lakukan seksio sesarea.
5) Jika didapatkan tanda-tanda infeksi (demam,cairan vagina
berbau) :
 Lakukan akselerasi persalinan dengan oksitosin.
 Berikan antibiotic kombinasi sampai persalinan.
o Ampisilin 2 g I.V. setiap 6 jam
o Ditambah gentamisin 5mg / kg BB IV setiap 24
jam.
o Jika terjadi persalinan pervaginan stop antibiotic
pascapersalinan.
9

o Jika dilakukan seksio sesarea, lanjutkan antibiotika


ditambah metrinodazol 500 mg IV setiap 8 jam
sampai ibu bebas demam selama 48 jam.
b. Fase aktif memanjang
1) Jika tidak ada tanda-tanda disproporsi sefalopelvik atau
obstruksi dan ketuban masih utuh, pecahkan ketuban.

2) Nilai his :
a) Jika his tidak adekuat (kurang dari 3 his dalam 10 menit
dan lamanya kurang dari 40 detik) pertimbangkan
adanya insertia uteri.
b) Jika his adekuat (3 kali dalam 10 menit dan lamanya
lebih dari 40 detik), pertimbangkan adanya disproporsi,
obstruksi, malposisi atau malpenetrasi.
c) Lakukan penanganan umum yang akan memperbaiki
his dan mempercepat kemajuan persalinan.
c. Kala Dua Lama
1) memimpin ibu meneran jika ada dorongan untuk meneran
spontan
2) Jika tidak ada mal posisi /malpresentasi berikan drip oxytocin
3) Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:
a) Jika letak kepala lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau
bagian tulang kepala dari stasion (0) lakukan ekstraksi vakum
b) Jika kepala antara 1/5 - 3/5 di atas simfisis pubis lakukan
ekstraksi vakum
c) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis lakukan SC
H. Diagnosis Penunjang
Oxorn (2010) mengatakan untuk menegakkan diagnosis diperlukan beberapa
pemeriksaan penunjang antara lain :
1. Pemeriksaan USG untuk mengetahui letak janin.
10

2. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kadar haemoglobin guna


mengidentifikasi apakah pasien menderita anemia atau tidak.
3. Pemeriksaan sinar rontgen dilakukan jika diagnosis sulit ditegakkan
karena terjadi moulage yang cukup banyak dan caput succedanum yang
besar, pemeriksaan sinar rontgen dapat membantu menentukan posisi janin
disamping menentukan bentuk dan ukuran panggul.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Biodata meliputi:
Nama, Umur mengetahui usia ibu apakah termasuk resiko tinggi /
tidak (terlalu muda apabila < 20 tahun atau terlalu tua > 35 tahun),
Pendidikan pemberian informasi yang tepat bagi klien, pekerjaan
(Depks RI, 1993: 65).
2) Keluhan Utama.
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang
menjalar ke perut, adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya
lendir dan darah, perasaan selalu ingin buang air kemih, bila buang
air kemih hanya sedikit-sedikit (Cristina’s Ibrahim, 1993,7).
b. Riwayat penyakit sekarang
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan anatara
38 –42 minggu (Cristina’s Ibrahim, 1993,3) disertai tanda-tanda
menjelang persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke
perut, his makin sering, tertaur, kuat, adanya show (pengeluaran darah
campur lendir).kadang ketuban pecah dengan sendirinya. (Ida Bagus
Gde Manuaba, 1998; 165).
c. Riwayat penyakit dahulu.
11

Adanya penyakit jantung, Hypertensi, Diabitus mielitus, TBC,


Hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami, dapat
memperberat persalinan. (Depkes RI, 1993:66).
d. Riwayat penyakit keluarga.
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabitus mielitus, keturunan hamil
kembar pada klien, TBC, Hepatitis, Penyakit kelamin, memungkinkan
penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga memperberat
persalinannya. Depkes RI, 1993,66).

e. Riwayat Obstetri.
1) Riwayat haid.
Ditemukan amenorhhea (aterm 38-42 minggu) (Cristina’s Ibrahim,
1993,3), prematur kurang dari 37 minggu (D.B. Jellife, 1994:28).
2) Riwayat kebidanan.
Adanya gerakan janin, rasa pusing,mual muntah, daan lain-lain.
Pada primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam dengan
pembukaan 1cm /jam, sehingga pada multigravida berlangsung 8
jam dengan 2 cm / jam (Sarwono Prawirohardjo, 1999,183).
f. Riwayat psikososialspiritual dan budaya.
Perubahan psikososial pada trimester I yaitu ambivalensi, ketakutaan
dan fantasi . Pada trimester II adanya ketidak nyamanan kehamilan
(mual, muntah), Narchisitik, Pasif dan introvert. Pada trimester III klien
merasa tidak feminin lagi karena perubahan tubuhnya,ketakutan akan
kelahiran bayinya,distress keluarga karena adaanya perasaan sekarat
selama persalinan berlangsung (Sharon J Reeder Et all, 1987: 302).
g. Pola Kebutuhan sehari-hari.
1) Nutrisi
Adanya his berpengaruh terhadapkeinginan atau selera makan yang
menurun. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 405).
2) Istirahat tidur.
12

Klien dapat tidur terlentang,miring ke kanan / kiri tergantung pada


letak punggung anak,klien sulit tidur terutama kala I – IV. (Sarwono
Prawirohardjo, 1999,192).
3) Aktivitas.
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada
aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak mebuat
klien cepat lelah, capai, lesu. Pada kala I apabila kepala janin telah
masuk sbagian ke dalam PAP serta ketuban pecah, klien dianjurkan
duduk / berjalan-jalan disekitar ruangan / kamar bersalin. (Sarwono
Prawirohardjo, 1999,192). Pada kala II kepala janin sudah masuk
rongga PAP klien dalam posisi miring ke kanan / kiri . (Sarwono
Prawirohardjo, 1999,195).
4) Eliminasi.
Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan
proses persalinan (Chritina”s Ibrahim, 1993:7). Pada akhir trimester
III dapat terjadi konstipasi. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 406).
5) Personal Hygiene.
Kebersihan tubuih senantiasa dijaga kebersihannya. Baju hendaknya
yang longgar dan mudah dipakai, sepatu / alas kaki dengan tumit
tinggi agar tidak dipakai lagi. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,160).
6) Seksual.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual /
fungsi dari sek yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan
dan nifas. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 285).
2. Pemeriksaan fisik
a. Kesan umum
o Apakah tampak sakit
o Bagaimana kesadarannya
o Apakah tampak pucat ( anemis )
b. Pemeriksaan tanda vital
o Tekanan darah
13

o Nadi
o Suhu
o Pernafasan
c. Pemeriksaan khusus abdomen
o Perut kembung
o Apakah tampak gerak janin
d. Pemeriksaan Leopold
e. Terdapat tanda abdominal, seperti:
o Rasa nyeri berlebihan
o Tanda cairan bebas dengan abdomen
o Kesan lingkaran Bandle meningkat/ tinggi
o Bagian janin mudah diraba
o Tampak perdarahan pervaginam
f. Pemeriksaan DJJ
o DJJ normal antara 120-160
o Keteraturan
g. Apakah disertai pengeluaran mekonium pada letak kepala
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam sebaiknya dilakukan setiap 4 jam selama kala I pada
persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah.
a. Pada setiap pemeriksaan dalam catatlah hal-hal sebagai berikut;
o Warna cairan amnion
o Dilatasi serviks
o Penurunan kepala (yang dapat dicocokkan dengan periksa luar)
b. Jika serviks belum membuka pada pemeriksaan dalam pertama,
mungkin diagnosis inpartum belum dapat ditegakkan.
c. Jika terdapat kontraksi yanag menetap, periksa ulang wanita tersebut
setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada serviks. Pada tahap ini,
jika serviks terasa tipis dan terbuka maka wanita tersebut dalam
keadaan inpartu, jika tidak terdapat perubahan, maka diagnosisnya
adalah persalinan palsu.
14

d. Pada kala II persalinan lakukan pemeriksaan dalam setiap jam


o Kepala di atas PAP, mudah digerakkan.
o Sulikt digerakkan bagian terbesar kepala belum masuk panggul.
o Bagian terbesar kepala belum masuk panggul.
o Bagian terbesar kepala sudah masuk panggul.
o Kepala di dasar panggul.
o Di perineum
Keterangan:
 Periksa luar dengan cara palpasi
 Periksa dalam dengan VT (Vaginal Touch)
J. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Kala I :
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peningkatan frekuensi
dan intensitas kontraksi uterus.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 3 jam pasien
dapat beradaptasi terhadap nyeri dengan KH :
o Tampak rileks diantara kontraksi
o Dapat mengontrol penyebab nyeri
Intervensi :
 Kaji derajat ketidak nyamanan malalui isyarat verbal dan non verbal.
 Jelaskan penyebab nyeri.
 ajarkan klien cara mengontrol nyeri dengan menggunakan tehnik
pernapasan / relaksasi yang tepat dan masses pinggang
 Bantu tindakan kenyamanan mis : gosokan pada kaki, punggung,
tekanan sakral, perubahan posisi.
 Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1- 2 jam, palpasi diatas simpisis
untuk menentukan ada tidaknya distensi setelah blok syaraf.
 Hitung waktu dan catat frekuensi, intensitas dan pola kontraksi uterus
setiap 30 menit.
 Monitor vital sign.
2. Resti cedera / distress terhadap janin behubungan dengan hipoksia jaringan.
15

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kurang lebih selama 1 x 3


jam tidak terjadi cedera pada janin dengan KH :
o DJJ dalam batas normal
Intervensi :
 Lakukan palpasi (leopold) untuk menentukan posisi janin, berbaring
dan presentasi.
 Hitung DJJ dan perhatikan perubahan periodik pada respon terhadap
kontraksi uterus.
 Catat kemajuan persalinan.
3. Resti cedera terhadap maternal berhubungan dengan perlambatan mortilitas
gastric, dorongan fisiologis.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan kurang lebih 1 x 2 jam
tidak terjadi cedera pada maternal dengan KH :
o Klien mengatakan resiko dan alasan dan intervensi khusus sudah
dimengerti.
o Klien kooperatif untuk melindungi diri sendiri / janin dari dari cedera.
o Klien bebas dari cedera / komplikasi
Intervensi :
 Pantau aktivitas uterus , catat frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi.
 Lakukan tirah baring saat persalinan menjadi lebih intensif. Hindari
meninggalkan klien tanpa perhatian.
 Tempatkan klien pada posisi agak tegak miring kiri
 Berikan perawatan perineal setiap 4 jam.
 Pantau suhu dan nadi.
 Berikan es batu atau cairan jernih pada klien bila memungkinkan,
hindari makanan padat.
 Anjurkan klien untuk bernapas pendek dan cepat atau meniup bila ada
dorongan untuk mengejan.
4. Resti gangguan pertukaran gas pada janin berhubungan dengan perubahan
suplai O2 atau aliran darah : anemia dan pendarahan sekunder
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pertukaran gas pada janin dengan KH :
16

o DJJ dalam batas normal (120 – 160 x / menit).


o Bayi tidak mengalami hipoksia selama persalinan.
Intervensi :
 Kaji faktor – faktor maternal atau kondisi yang menurunkan sirkulasi
uteroplasental.
 Pantau DJJ setiap 15 – 30 menit.
 Pantau DJJ dengan segera bila ketuban pecah.
 Pantau besarnya janin pada jalan lahir melalui pemerikasaan vagina .
 Kaji perubahan DJJ selama kontraksi.

Kala II :
1. Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan aktif,
penurunan masukan
Tujuan :Tidak terjadi kekurangan volume cairan dalam tubuh dengan KH :
o Tanda – tanda vital dalam batas normal.
o Keluaran urine adekuat.
o Membran mukosa kental.
o Bebas dari rasa haus.
Intervensi :
 Ukur masukan dan keluaran.
 Kaji turgor kulit, beri cairan peroral.
 Pantau tanda – tanda vital sesuai indikasi.
 Kaji DJJ dan perhatikan perubahan periodek.
 Atur posisi klien tegak atau lateral.
 Kolaborasi pemberian cairan parenteral
2. Resti infeki terhadap maternal berhubungan dengan prosedur infasif
berulang. Trauma jaringan, persalinan lama
Tujuan : Klien tidak terjadi infeksi dengan KH :
o Bebas dari tanda – tanda infeksi (rubor, tumor, dolor, calor, dan
fungsilaesa)
Intervensi :
17

 Lakukan perawatan perineal setiap 4 jam menggunakan tehnik aseptik.


 Catat tanggal dan waktu pecah ketuban.
 Lakukan pemeriksaan vagina hanya bila sangat perlu dengan
menggunakan tehnik aseptik.
 Pantau tanda – tanda vital dan laborat leukosit.
 Gunakan aseptik bedah pada persiapan peralatan.
 Batasi jumlah orang yang ada pada saat persalinan

Kala III :
1. Resti kekurangan volume cairan berhubungan dengan pengeluaran
pervaginam akibat atonia.
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan akibat HPP, dengan KH :
o Kontraksi uterus adekuat.
o Kehilangan darah dalam batas normal (<500 ml).
o Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
 Anjurkan klien untuk masase fundus.
 Pantau tanda – tanda vital dan pengeluaran pervaginam.
 Palpasi uterus dan masase uterus perlahan setelah pengeluaran plasenta.
 Catat waktu dan mekanisme pelepasan plasenta.
 Pantau tanda dan gejala kehilangan cairan yang berlebihan.
 Inspeksi permukaan plasenta maternal dan janin, perhatikan ukuran,
insersi tali pusat dan ketuban.
 Berikan cairan peroral.
 Hindari menarik tali pusat secara berlebihan.
2. Gangguan rasa nyaman nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan,
respon fisiologis setelah melahirkan.
Tujuan : Pasien dapat beradaptasi terhadap rasa nyeri dengan KH :
o Klien menyatakan nyeri berkurang atau klien beradaptasi dengan
nyerinya.
18

o Ekspresi wajah rileks tak gelisah.


o Perut tidak mules, luka bersih dan tidak bengkak.
Intervensi :
 Bantu dengan penggunaan tehnik pernapasan selama perbaikan luka.
 Berikan kompres es pada perineum setelah melahirkan.
 Lakukan perawatan luka episiotomi dengan tehnik aseptik dan oleskan
salep topikal.
 Ganti pakaian dan klien yang basah, berikan selimut yang hangat.
 Jelaskan pada klien perubahan fisiologis setelah melahirkan
Kala IV :
1. Perubahan ikatan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau
peningkatan perkembangan anggota keluarga.
Tujuan : Klien mampu beradaptasi dengan perubahan setelah melahirkan
dengan KH
o Klien menggendong bayinya.
o Klien mampu mendemonstrasikan perilaku kedekatan dan ikatan yang
tepat.
Intervensi :
 Anjurkan klien untuk menggendong, menyentuh dan memeriksa bayi.
 Anjurkan ayah untuk menyentuh dan menggendong bayi serta
membantu dalam perawatan bayi, sesuai kondisinya.
 Observasi dan catat interaksi bayi – keluarga, perhatikan perilaku
untuk menunjukkan ikatan dan kedekatan dalam budaya khusus.
 Catat perilaku / pengungkapan yang menunjukkan kekecewaan /
kurang minat / kedekatan.
 Anjurkan dan bantu pemberian ASI.
19

DAFTAR PUSTAKA
Cunningham F Gary, Obstetri Williams, ED.21- Jakarta : EGC, 2005
Current Obstetric and Gynecologic, Diagnosis treatment, ninth Edition
International, 2003
Geoffrey chamberlain, prolonged pregnancy Turn Bull’s Obstetric, 3rd Edition,
Churchill Livingstone.
Hacker, Moore, Essential of Obstetric and Gynecology, 2nd Edition, W.B
Saunders Company, 1992
Jhon J. Sciarra, Gynecology and Obstetrics, revised edition, J-B Lippincott
company Philadelphia, 1995
Joy saju, MD, Diagnosis of Abnormal Labour at www.emedicine.com
Obstetri Fisiologi, Bagian obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Bandung.
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi FK Unpad, Bandung
Robert Resnik, Jay P lams, Maternal – fetal medicine, 5th Edition, Saunders,
Philadelphia, 2004
Saifuddin Abdul bari, Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal, Ed.1, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo,
2004
Sastrawinata Sulaiman, Ilmu kesehatan Reproduksi, Obstetri Patologi, Ed.2 –
Jakarta: EGC, 2004

Anda mungkin juga menyukai