Anda di halaman 1dari 29

TREND DAN ISSUE KOMUNIKASI

INTERDISIPLIN

MAKALAH

Disusun Oleh :

Kelompok 3 :

1. Aan Sektiany 1611B0200


2. Alexius Andi Bur 1611B0204
3. Aryido Dethan 1611B0209
4. Dinda Deristia 1611B0221
5. Emeylian Dhea P. 1611B0224
6. Fajrin Nur Mareta 1611B0226
7. Febri Astika 1611B0227
8. Ghurid Indra Krisna M. 1611B0229
9. Indri Retno Trianti 1611B0231
10. Meylinda Nikensih 1611B0247

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA MITRA HUSADA
KEDIRI
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat pada waktunya.

Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi dalam penyusunan


makalah “Trend dan Issue Komunikasi Interdisiplin”. Namun berkat kerja sama
dari anggota kelompok kami serta bimbingan dari dosen pembimbing, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dengan adanya makalah ini di harapkan
dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan
para pembaca.

Penulis juga tidak lupa untuk mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan, dorongan dan doa untuk
terselesaikannya makalah ini. Seperti kata pepatah, “Tak ada gading yang tak
retak”, begitu pula dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari teman-teman, dosen dan para
pembaca sekalian demi penyempurnaan makalah ini. Demikian sedikit kata dari
kami, semoga makalah ini bermanfaat.

Kediri, 26 Mei 2017

Penyusun

DAFTAR ISI

ii
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan............................................................................... 4

C. Manfaat Penulisan ............................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trend dan Issu Pelayanan Kesehatan.............................. 6

B. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan......................................... 7

C. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan....................... 8

D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi.......................................... 9

E. Pemahaman Kolaborasi..................................................................... 10

F. Trend dan Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan.................. 12

G. Anggota Tim Interdisiplin.................................................................. 13

H. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien................................................. 15

BAB III PEMBAHASAN

A. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan.......................................... 17

B. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan................... 18

C. Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan........................................... 19

D. Perubahan Pendekatan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan..... 21

iii
E. Komunikasi Terapeutik dalam Pelayanan Kesehatan......................... 23

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................... 25

B. Saran.................................................................................................... 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 27

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Keperawatan sebagai profesi untuk mengembangkan keilmuannya sebagai
wujud kepedulian dalam meningkatkan umat manusia baik dalam tingkatan
perklinik maupun klinik.Pendidikan dalam keperatan dibarangi dengan
penilitian yang selalu dilakukan dan implikasinya dilakukan melalui kegiatan
pengapdian masyarakat sesuai dengan tuntutan Tri Dharma.Keperawatan
dituntut pekah terhadap perubahan perubahan yang terjadi di lingkungan
setiap saat untuk dapat mengembangkan keilmuannya (Potter dan Perry,
2015).
Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan bermutu dan sesuai tuntutan serta harapan masyarakat. Suatu
pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan pada pasien.
Kepuasan pasien semakin meninggi dikarenakan adanya kesadaran akan
pelayanan prima yang diinginkan masyarakat, perkembangan teknologi
informasi juga meningkat harapan masyarakat terhadap pelayanan yg
diberikan kepada mereka. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan
kesehatan mencakup beberapa dimensi. Salah satunya adalah dimensi
kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan dengan pasien serta keluarga.
Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada pengobatan
secara medis, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena pelayanan
melalui komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien, serta sangat
membantu pasien dalam proses penyembuhan dan kemandirian pasien
(Muharamiatul, 2012).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Komunikasi terapiutik adalah kemampuan atau keterampilan
perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stress, mengatasi
gangguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain
(Mundakir, 2016). Melalui komunikasi terapeutik, perawat bisa memandirikan

1
pasien dan keluarga dalam upaya peningkatan kesehatan baik dirumah sakit
atau setela pulang ke rumah dan beradaptasi dengan lingkungan masyarakat.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari hari memberikan
dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individu maupun
kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi
dilingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama unntuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan pada konsumennya yaitu pasien dan
keluarga (Mundakir, 2016).
Pelayanan kesehatan merupakan produk yang bersifat jasa. Saat ini, jasa
kesehatan sebagai pelayanan sosial telah berubah menjadi komuditi jasa yang
diperdagangkan. Dikota-kota besar, jasa kesehatan telah menjadi produk
industri yang hampir tidak berbeda dengan produk barang maupun jasa non
kesehatan. Pada sektor non kesehatan, mekanisme pasar dapat menjadi
sempurna karena kedua bela pihak yang bertrangsaksi (produsen dan
konsumen) mempunyai pengetahuan yang relatif sangat terhadap produk dan
jasa yang di tawarkan. Posisi konsumen relatif kuat ketika membeli jasa non
kesehatan kaena objek yang di tawarkan telah di ketahui,baik mutu maupun
harganya.Sebagai contoh,bilah kitah ingin membeli kemeja dengan tingkat
kopetensi yang tinggi diatara produsen,kita dapat memilih barang dengan
merek tertentu dengan tingkat harga yang kita inginkan. Artinya, konsumen
mempunyai pengetahuan yang baik terhadap barang dan jasa yang akan
mereka beli atau butuhkan.Namun,kondisi di atas tidak dapat pada pasar jasa
kesehatan. Kita mengenal yang disebut market failure. Pasien berada pada
posisi,tidak mempunyai cukup informasi dan pengetahuan tentang jasa
kesehatan itu sendiri (Potter dan Perry, 2015).
Trend praktik keperawatan meliputi berkembangnya berbagai tempat
praktek dimana perawat memiliki kemandirian yang lebih besar. Perawat
secara terus menerus meningkatkan otonomi dan penghargaan sebagai anggota
dari tim asuhan kesehatan. Peran perawat meningkat dengan meluasnya fokus
asuhan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat. Trend dalam

2
keperawatan sebagai profesi meliputi perkembangan aspek-aspek dari
keperawatan yang mengkarakteristikkan keperawatan sebagai profesi, meliputi
pendidikan, teori, pelayanan, otonomi dan kode etik. Aktifitas dari organisasi
profesional keperawatan menggambarkan seluruh tren dalam pendidikan dan
praktik keperawatan. Akhirnya seluruh hal yang mempengaruhi keperawatan
juga menggambarkan tren dalam keperawatan kontemporer (Potter dan Perry,
2015).
Lahirnya undang-undang keperawatan di akhir tahun 2014 lalu juga
semakin memperluas area pelayanan keperawatan, jelas tertuang di dalam
undang-undang terkait hak dan kewajiban serta wewenang yang dapat di
lakukan oleh perawat selalu profesi yang profesional untuk berpraktik secara
mandiri (UU keperawatan No.38/2014). Kelulusan perawat dalam berpraktik
jika tidak dibarengi dengan upaya yang jelas berupa komunikasih yang intens
terhadap profesi disiplin ilmu lain akan membuat pelayanan kesehatan akan
berjalan sendiri-sendiri. Hal ini di karenakan profesi disiplin ilmu lain akan
beranggapan bahwa perawat mungkin akan mengambil lahan serta
kewenangan mereka dalam praktiknya. Dampak luasnya adalah tidak
berkesinambungan dan tidak brmutunya pelayanan kesehatan yang diberikan
oleh tenaga kesehatan.
Profesi keperawatan dalam praktiknya sangat berhubungan dengan
komunikasih. Komunikasih sangat penting bagi perawat krena komunikasi
merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan memungkinkan
individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia sekitarnya
(Mundakir, 2016). Adanya komunikasih yang baik di antara disiplin ilmu
kesehatan memberikan manfaat luar biasa bagi penyembuhan pasien. Semua
kebutuhan pasien akan terpenuhi dengan kerja sama yang baik antara tenaga
kesehatan dalam pelayanan di rumah sakit. Berdasarkan fakta dan fenomena
diatas maka kelompok tertarik untuk membuat suatu tulisan dalam bentuk
makalah dengan judul “komunikasih interdisiplin dalam pelayanan
kesehataan”.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum

3
Mahasiswa keperawatan konsentrasi kemimpinan dan menejemen
keperawatan mampu mengetahui dan memahami pentingnya komunikasi
interdisiplin dalam pelayanan kesehatan.

2. Tujuan Khusus
a. mahasiswa mampu memahami tentang trend dan issu komunikasi
dalam pelayanan kesehatan.
b. Mahasiswa mampu memahami tentang komunikasi dalam pelayanan
kesehatan.
c. Mahasiswa mampu memahami tentang pentingnya komunikasi dalam
pelayanan kesehatan.
d. Mahasiswa mampu memahami tentang faktor yang mempengaruhi
komunikasi.
e. Mahasiswa mampu memahami tentang pemahaman kolaborasi
interdisiplin ilmu.
f. Mahasiswa mampu memahami tentang pentingnya komunikasi
terdisiplin dalam pelayanan kesehatan.

C. Manfaat Penulisan
a. Bagi institusi pendidikan
Sebagai tambahan referensi bagi perguruan tinggi mengenai pentingnya
komunikasi terdisiplin dalam pelayanan kesehatan.
b. Bagi mahasiswa
Sebagai tambahan wawasan dan memberikan informasi kepada
mahasiswa lain dan kepada masyarakat tentang pentingnya komunikasi
interdisiplin dalam pelayanan kesehatan.
c. Bagi Rumah Sakit
Sebagai tambahan informasi kepada pihak Rumah Sakit agar selalu
mengusahan kebijakan yang dikeluarkan akan mendukung dan
meningkatkan kemampuan komunikasi interdisiplin dalam pelayanan
kesehatan.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trend dan Issu Pelayanan Kesehatan


Trend adalah hal yang sangat mendasar dalam berbagai pendekatan
analisa, trend juga dapat didefinisikan salah satu gambaran ataupun informasi
yang terjadi pada saat ini yang biasanya sedang populer di kalangan
masyarakat. Jadi trend adalah sesuatu yang sedang di bicarakan banyak orang
saat ini dan kejadianya berdasarkan fakta (Muhamariatul, 2012).

5
Sedangkan issu adalah suatu peristiwa atau kejadian yang dapat di
perkirakan terjadi atau tidak pada masa mendatang,yang menyangkut
ekonomi, moneter, sosisal, politik hukum ,pembangunan nasional, bencana
alam, hari kiamat, kematian, ataupun tentang krisis. Atau sesuatu yang sedang
di bicarakan oleh banyak namun belum jelas fakta dan buktinya
(Muharamiatul, 2012).
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitar. Sedangkan komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau
ketrampilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres,
mengatasi gangguan patologis dan belajar bagaimana hubungan dengan orang
lain (Mundakir, 2016).
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang di selenggarakan secara
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara,
meningkatkan keshatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
menmulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan atau pun
masyarakat. Pelayanan rumah sakit merupakan salah satu bentuk upaya yang
di selenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah
sakit berfungsi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan secara menyeluruh dan
terpadu yang di lakukan dalam upaya peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan yang bermutu dan
terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat (Potter
dan Perry, 2015).

B. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan


Kolaborasi merupakan istilah umum yang sering kita gunakan untuk
menggambarkan suatu hubungan kerjasama yang dilakukan untuk pihak
tertentu. Sekian banyak kemungkinn yang di kemukakan dengan sudut
pandang beragam namun didasari prinsip yang sama yaitu mengenai
kebersamaan, kerjasama, berbagi tugas, kesetaraan, tanggung jawab, dan
tanggung gugat. Namun demikian kolaborasi sulit di definisikan untuk
menggambar apa yang sebenarnya yang menjadi esensi kegiatan ini.
Pada saat sekarang di hadapkan pada paradigma baru dalam pemberian
pelayanan kesehatan yang menuntut peran perawat yang lebih sejajar untuk

6
berkolaborasi dengan dokter. Pada kenyataanya profesi keperawatan masih
kurang berkembang di bandingkan dengan profesi yang berdampingan erat
dan sejalan yaitu profesi kedokteran. Kerjasama dan kolaborasi dengan dokter
masih harus memerlukan pengetauhan, kemauan dan ketrampilan,maupun
sikapnyang profesional mulai dari komunikasi, cara kerjasama dengan pasien
maupun dengan mitra kerjanya, sampai pada ketrampilan dalam mengambil
keputusan (Mundakir, 2016).
Salah satu sarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah
pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan yang di katakan bermutu apabila
memberi kan kepuasan pada pasien. Kepuasan pasien dalam memberikan
pelayanan kesehatan mencakup dalam beberapa dimensi. Salah satunya adalah
dimensi kelancaran komunukasi dalam antara petugaskesehatan dengan
pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya berorientasi pada
pengobatan secara medis, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena
pelayanan secara medis, melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena
pelayanan melalui komunikasi sangat penting dan berguna pada pasien, serta
sangat membantu pasien dalam proses penyembuhan (Muharamiatul, 2012).

C. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Manusia sebagai makluk sosial tentunya memerlukan orang lain dalam
menjalankan dan mengembangkan kehidupanya. Hubungan dengan orang lain
akan terjalin apabila setiap individu melakukan komunikasi di antara
sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang di capai dalam
berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari suatu komunikasi.
Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam mewujudkan
integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial (Muharamiatul,
2012).
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari – hari memberikan
dampak yang sangat penting dalam kehidupan, baik secara individual maupun
kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komunikasi. Komunikasi di
lingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan

7
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen
dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal. Konsumen eksternal melibatkan unsur hubungan antar
individu yang bekerja. Komunikasi dilingkungan rumah sakit diyakini sebagai
modal utama untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan
kepada konsumennya. Konsumen dalam hal ini juga menyangkut dua sisi
yaitu konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal
melibatkan unsur hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik
hubungan secara horisontal ataupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang
terjalin antar tim multidisiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang
lainnya, unsur administrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi
konsumen internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah pada sisi
menerima jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok,
keluarga maupun masyarakat yang ada di rumah sakit. Seringkali hubungan
buruk yang terjadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah
buruknya sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut
(Mundakir, 2016).
Hal ini terjadi karena beberapa sebab diantaranya adalah:
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik
saat melakukan interaksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri perawat dalam menjalankan komunikasi dua
arah secar terapeutik.
3. Lemahnya penerapan sistem evaluasi tindakan (kinerja) individual
yang berdampak terhadap lemahnya kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka perlu diupayakan suatu hubungan
interpersonalyang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih terapeutik.
Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang dapat terjadi
pada komunikasi yang dapat dijalin oleh tim keperawatan dengan kliennya.
Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah melakukan
pendekatan dengan berlandaskan pada model konseptual sebagai dasar ilmiah
dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai contoh adalah melakukan
komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual proses
interpersonal (Mundakir, 2016).

D. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi

8
Menurut Muharamuatul (2012), faktor yang mempengaruhi komunikasi antara
lain:
1. Situasi atau suasana
Situasi atau suasana yang penuh kebisingan akan mempengaruhi
baik atau tidaknya pesan diterima oleh komunikan, suara bising yang
diterima komunikasi saat proses komunikasi berlangsung mebuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima. Oleh karena itu, sebelum proses
komunikasi dilaksanakan, lingkungan harus diciptakan semedikian rupa
supaya tenang dan nyaman dalam komunikasi. Komunikasi yang
berlangsung dan dilakukan pada waktu yang kurang tepat mungkin
diterima dengan tepat pula. Misalnya, apabila perawat memberikan
penjelasan kepada orang tua anak yang sedang sakit tentang tata cara
menjaga kesterilan luka pada saat orang tua sedih, tentu saja pesan tersebut
kurang diterima dengan baik oleh orang tua karena perhatian orang tua
tidak berfokus pada pesan yang disampaikan perawat saat berkomunikasi,
melainkan fokus pada perasaan sedihnya terkait kondisi anaknya.
2. Kejelasan pesan
Kejelasan pesan akan sangat memengaruhi keefektifan komunikasi.
Pesan yang kurang jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan
sehingga antara komunikan dan komunikator dapat berbeda persepsi
tentang pesan yang disampaikan. Hal ini akan sangat memengaruhi
pencapaian tujuan komunikasi yang dijalankan. Oleh karena
itu,komunikator harus memahami pesan sebelum menyampaikannya pada
komunikan, dapat dimengerti komunikan dan menggunakan artikulasi dan
kalimat yang jelas.

E. Pemahaman Kolaborasi
Pemahaman mengenai prinsip kolaborasi dapat menjadi kurang mendasar
jika hanya dipandang dari hasilnya. Pembahasan bagaimana proses kolaborasi
itu terjadi justru menjadi poin penting yang harus disikapi oleh disiplin ilmu
kesehatan. Bagaimana masing-masing profesi memandang arti kolaborasi
harus dipahami oleh kedua belah pihak sehingga dapat diperoleh persepsi
yang sama terhadap suatu keadaan.
Seorang dokter saat mengahadapi pasien pada umumnya berfikir,”Apa
diagnose pasien ini dan perawatan apa yang dibutuhkannya”. Pola pemikiran

9
seperti itu sudah terbentuk sejak awal proses pendidikannya. Sudah dijelaskan
secara tepat bagaimana pembentukan pola berfikir seperti itu apalagi
kurikulum kedokteran terus berkembang. Mereka juga diperkenalkan dengan
lingkungan klinis dibina dalam masalah etika, pencatatan riwayat medis,
pemeriksaan fisik serta hubungan dokter dan pasien. Mahasiswa kedokteran
pra-klinis sering terlibat langsung dalam aspek psikososial perawatan pasien
melalui kegiatan tertentu seperti gabungan bimbingan pasien. Selama periode
tersebut hampir tidak ada kontak formal dengan para perawat, pekerja sosial
atau professional kesehatan lain. Sebagai praktisi memang mereka berbagi
lingkungan kerja dengan para perawat tetapi mereka tidak dididik untuk
menanggapinyan sebagai rekanan atau sejawat atau kolega.
Dilain pihak seorang perawat akan berfikir, apa masalah pasien ini?
Bagaimana pasien menanggapinya?bantauan apa yang dibutuhkannya? Dan
apa yang dapat diberikan kepada pasien. Perawat dididik untuk mampu
menilai status kesehatan pasien, merencanakan intervensi, melaksanakan
rencana, mengevaluasi hasil dan menilai kembali sesuai kebutuhan. Para
pendidik menyebutnya sebagai proses keperawatan. Inilah yang dijadikan
dasar argumentasi bahwa profesi keperawatan didasari oleh disiplin ilmu yang
membantu individu sakit atau sehat dalam menjalankan kegiatan yang
mendukung kesehatan atau pemulihan sehingga pasien bisa mandiri.
Sejak awal perawat didik mengenal perannya dan berinteraksi dengan
pasien. Praktek keperawatan menggabungkan teori dan penelitian keperawatan
dalam praktek rumah sakit dan praktek pelayanan kesehatan masyarakat. Para
pelajar bekerja di unit perawatan pasien bersama staf perawatan untuk belajar
merawat, menjalankan prosedur dan mengintemalisasi peran. Kolaborasi
merupakan proses komplek yang membutuhkan sering pengetahuan yang
direncanakan yang disengaja dan menjadi tanggung jawab bersama untuk
merawat pasien. Kadangkala itu terjadi dalam hubungan yang lama antara
tenaga professional.
Kolaborasi adalah suatu proses dimana praktisi keperawatan atau perawat
klinik bekerja dengan dokter atau professional disiplin ilmu lainnya untuk
memberikan pelayanan kesehatan dalam lingkup praktek professional
keperawatan dengan pengawasan dan supervise sebagai pemberi petunjuk

10
pengembangan kerjasama atau mekanisme yang ditentukan oleh peraturan
suatu Negara dimana pelayanan diberikan. Perawat dan dokter merencanakan
dan mempraktekkan sebagai kolega, bekerja saling ketergantungan dalam
batas-batas lingkup praktek dengan berbagai nilai-nilai dan pengetahuan serta
respek terhadap orang lain yang berkonstribusi terhadap perawatan individu,
keluarga dan masyarakat(Muharamiatul, 2012)

F. Trend dan Issu Komunikasi dalam Pelayanan Kesehatan


Hubungan perawat dengan dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi
yang telah cukup lama dikenal ketika memberikan bantuan kepada pasien.
Perspektif yang berbeda dalam memandang pasien, dalam prakteknya
menyebabkan munculnya hambatan-hambatan teknik dalam melakukan proses
kolaborasi. Kendala psikologi keilmuan dan individual, factor sosial, serta
budaya menempatkan kedua profesi ini memunculkan keutuhan akan upaya
kolaborasi yang dapat menjadikan keduanya lebih solid dengan semangat
kepentingan pasien.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak aspek positif yang dapat
timbul jika hubungan kolaborasi dokter dengan perawat berlangsung baik.
American Nurses Credentialing Center (ANCC) melakukan risetnya pada 14
Rumah Sakit melaporkan bahwa hubungan dokter dengan perawat bukan
hanya mungkin dilakukan, tetapi juga berlangsung pada hasil yang dialami
pasien. Terdapat hubungan kolerasi positif antara kualitas hubungan dokter
perawat dengan kualitas hasil yang didapatkan pasien.
Hambatan kolaborasi dokter dengan perawat sering dijumpai pada tingkat
professional dan institusional. Perbedaan status dan kekuasaan tetap menjadi
sumber utama ketidaksesuaian yang membatasi pendirian professional dalam
aplikasi kolaborasi. Dokter cenderung pria, dari tingkat ekonomi lebih tinggi
dan biasanya fisik lebih besar dibanding perawat, sehingga iklim dan kondisi
social masih mendukung dominasi dokter. Inti sesungguhmya dari konflik
perawat dan dokter terletak pada perbedaan sikap professional mereka
terhadap pasien dan cara berkomunikasi diantara keduanya.
Dari hasil observasi penulis di Rumah Sakit nampaknya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan belum dapat melaksanakan fungsi kolaborasi
khususnya dngan dokter. Perawat bekerja memberikan layanan kepada pasien

11
berdasarkan unstruksi medis yang juga didokumentasikan secara baik,
sementara dokumentasi asuhan keperawatan meliputi proses keperaawatan
tidak ada. Disamping itu hasil wawancara penulis dengan beberapa perawat
Rumah Sakit Pemerintah dan swasta, mereka menyatakan bahwa banyak
kendala yang dihadapi dalam melaksanakan kolaborasi, diantaranya
pandangan dokter yang selalu menganggap bahwa perawat merupakan tenaga
vokasional, perawat sebagai asistennya, serta kebijakan Rumah Sakit yang
kurang mendukung.
Isu-isu tersebut jika tidak ditanggapi dengan benar dan professional
dikhawatirkandapat menghambat upaya melindungi kepentingan pasien dan
masyarakat yang membutuhkan jasa pelayan kesehatan, serta menghambat
upaya pengembangan dari keperawatan sebagai professional (Muharamiatul,
2012).

G. Anggota Tim Interdisiplin


Tim pelayan kesehatan interdisiplin merupakan sekelompok professional
yang mempunyai aturan yang jelas, tujuan umum dan berbeda keahlian. Tim
akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik. Anggota tim kesehatan meliputi :
pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja social, ahli gizi, manager, dan
apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi hendaknya memiliki komunikasi
yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar sesam anggota
tim.
Perawat sebagai anggota membawa perspektif yang unuk dalam
interdisiplin tim. Perawat menfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan ksehatan dari paktek profesi kesehatan lain. Perawat
berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi pelayanan
kesehatan. Dokter memiliki peran penting dalam mendiagnosis, mengobati
dan mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagai membuat relefan pemberian
pengobatan.
Kerjasama adalah menghargai pendapat oang lain dan bersedia memeriksa
beberapa alternative pendapat dan perubahan pelayanan. Asertifitas penting

12
ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka dengan keyakinan.
Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar didengar dan
konsesus untuk dicapai. Tanggung jawab, mendukung suatu keputusan yang
diperoleh dari hasil konsesus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien dan issu yang relevan untuk
membuat keputusan klinis. Otonomi mencakup kemandirian anggota tim
dalam batas kompetensinya. Kondisi adalah efisiensi organisasi yang
dibutuhkan dalam perawatan pasien, mengurangi duplikasi dan menjamin
orang yang berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan pasien.
Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, kontribusi praktis,
professional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan pada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan
professional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan
seseorang atau menghindari tanggungjawab. Hensen menyarankan konsep
dengan arti yang sama : mutualitas, dimana dia mengartikan sebagai satu
hubungan yang memfasilitasi suatu proses dinamis antar orang-orang ditandai
oleh keinginan maju mencapai tujuan dan kepuasan setiap anggota.
Kepercayaan adalah konsep umum untuk semua elemen kolaborasi. Tanpa
rasa percaya, kerjasama tidak akan ada, arsetif menjadi ancaman, menghindari
dari tanggungjawab, terganggunya komunikasi. Otonom akan ditekan dan
koordinasi tidak akan terjadi.
Elemen kunci kolaborasi dalam kerjasama team multidisipliner dapat
digunakan untuk mencapai tujuan kolaborasi team :
1. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik professional
2. Produktifitas maksimal serta efektitifitas dan efesiensi sumber daya
3. Meningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja dan loyalitas
4. Meningkatnya kohensifitas antar professional
5. Kerjasama peran dalam berinteraksi antar professional
6. Menumbuhkan komunikasi, kolegalitas ,dan menghargai dan
memahami orang lain.
Berkaitan dengan isu kolaborasi dan soal menjalin kerjasama kemitraan
dokter, perawat perlu mengantisipasi konsekuensi perubahan dari vokasional
menjadi professional. Status yuridis seiring perubahan perawat dari

13
perpanjangan tangan dokter menjadi mitra dokter yang sangat kompleks.
Tanggungjawab hukum juga akan terpisah untuk masing-masing kesalahan
atau kelalaian. Yaitu, malpraktek medis, dan malpraktek keperawatan. Perlu
ada kejelasan dari pemerintah maupun para pihak yang terkait mengenai
tanggungjawab hukum dari perawat, dokter maupun rumahsakit. Organisasi
perawat juga harus berbenah dan memperluas struktur organisasi agar dapat
mengantisipasi perubahan.
Komunikasi dibutuhkan untuk mewujudkan kolaborasi yang efektif, hal
tersebut perlu ditunjang oleh saran komunikasi yang dapat menyatukan data
kesehatan pasien secara komfrehensif sehingga menjadi sumber informasi
bagi semua anggota team dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu perlu
dikembangkan catatan status kesehatan pasien yang memungkinkan
komunikasi dokter dan perawat secara efektif. Pendidikan perawat perlu terus
ditingkatkan untuk meminimalkan kesenjangan professional dengan dokter
melalui pendidikan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan
dapat dilakukanmelalui pendidikan formal sampai kejenjang spesialis atau
minimal melalui pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan keahlian
perawat.

H. Hubungan Terapeutik Perawat-Klien


Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan agar terjalinnya komunikasi yang efektif dan kegiatannya
dipusatkan untuk kesembuhan pasien dan termasuk komunikasi interpersonal
dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien.
Sedangkan hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah hubungan
kerjasama yang ditandai dengan tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan
pengalaman dalam mebina hubungan intim yang terapeutik. Ada dua
persyaratan dasar agar komunikasi menjadi efektif, yaitu semuakomunikasi
harus ditujukan untuk menjaga harga diri penerima pesan dan komunikasi
yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan sebelum memberikan
saran, informasi maupun masukan.

Ada hubungan yang bermakna antara pelaksanaan komunikasi terapeutik


dengan tingkat kecemasan pasien preoperasi mayor yaitu penurunan tingkat

14
kecemasan pada klien. Dalam pelaksanaannya, perawat harus terus berusaha
meningkatkan kemampuannya khususnya dalam menerapkan komunikasi
terapeutik kepada pasien di mulai sejak pre operasi karena dengan
memberikan informasi yang lengkap menggunakan teknik-teknik komunikasi
yang terapeutik kecemasan pasien dapat berkurang (Agustin, 2012).

Tujuan komunikasi terapeutik antara lain:


1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan
pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada
bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang
efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Memengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan


kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dengan
pasien. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah
laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasipersoalan yang
dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada tahap preventif kegunaanya
adalah mencegah adanya tindakan yang negatif terhadap pertahanan diri
pasien.

Hubungan antara pasien dengan perawat yang terapeutik merupakan


pengalaman belajar bersama sekaligus perbaikan emosi pasien. Kemampuan
perawat menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memerlukan latihan dan
kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak hanya
tergantung kemampuan tetapi juga dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang
turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui dampak
terapeutiknya bagi kesehatan pasien dan juga kepuasan (Setiawan, 2016).

BAB 3

PEMBAHASAN

15
A. Komunikasi Dalam Pelayanan Kesehatan

Profesi perawat merupakan suau profesi yang selalu berinteraksi dengan


berbagai individu dengan berbagai karakter serta latar belakang suku, agama,
dan pendidikan baik di setting pelayanan (dengan pasien) maupun dalam
setting organisasi(dengan dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya). Untuk
itu, ketrampilan komunikasi mutlak diperlukan karena perawat terus
berinteraksi dengan berbagai tenaga kesehatan, baik fungsional maupun
administratif terlebih bila perawat tersebut bekerja dalam lembaga dengan
struktur organisasi yang besar dan kompleks seperti di puskesmas dan rumah
sakit. Ketrampilan konunikasi yang baik, maka akan terbangun hubungan antar
individu serta timework yang solid yang mampu memberikan pelayanan
terpadu yang optimal untuk mengatasi permasalahan pasien dan komunitas
penduduk disekitar pelayanan kesehatan tersebut.

Beberapa studi menunjukkan bahwa pelayanan terpadu dalam menangani


permasalahan kesehatan pasien dengan lebih baik dan efisien serta dapat
meningkatkan keouasan pasien. Bentuk komunikasi yang dapat dipraktikkan
dalam stting organisasi kesehatan ini dapat berupa pertemuan rutin, briefing
singkat para petugas kesehatan, hingga komunikasi secara tertulis (melalui
buletin dan majalah internal). Isi komunikasinya tidak hanya berupa feedback
untuk kepentingan organisasi juga dapat berupa solusi untuk memecahkan
konflik internal yang terjadi. Bila dalam organsasi seperti itutidak ada
ketrampilan komunikasi yang baik antara perawat dan tenaga kesehatan
lainnya, maka dapat terjadi peristiwa yang merugikan pasien. Kejadian yang
merugikan pasien menunjukkan bahwa tidak memadai komunikasi yang baik
anatara berbagai komponen pelayanan kesehatan akan berimbas pada tidak
terselenggaranya misis lembaga pelayanan kesehatan masyarakat dan
penurunan kualitas dan kuantitas layanan kesehtan pada masyarakat.

B. Pentingnya Komunikasi dalam Pelayanan Keperawatan


Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu memerlukan orang lain
dalam menjalankan dan mengembangkan kehidupannya. Hubungan dengan

16
orang lain akan terjalin bila setiap individu melakukan komunikasi diantara
sesamanya. Kepuasan dan kenyamanan serta rasa aman yang dicapai oleh
individu dalam berhubungan sosial dengan orang lain merupakan hasil dari
suatu komuniakasi. Komunikasi dalam hal ini menjadi unsur terpenting dalam
mewujudkan integritas diri setiap manusia sebagai bagian dari sistem sosial.
Komunikasi yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari memberikan
dampak yang sangat penting bdalam kehidupan, baik secara individual
maupun kelompok. Komunikasi yang terputus akan memberikan dampak pada
buruknya hubungan antar individu atau kelompok. Tatanan klinik seperti
rumah sakit yang dinyatakan sebagai salah satu sistem dari kelompok sosial
mempunyai kepentingan yang tinggi pada unsur komuniakasi. Komunikasi
dilingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama untuk meningkatkan
kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada konsumennya. Konsumen
dalam hal ini juga menyangkut dua sisi yaitu konsumen internal dan
konsumen eksternal.
Konsumen internal melibatkan unsur hubungan antar individu yang
bekerja Komuniaksi dilingkungan rumah sakit diyakini sebagai modal utama
untuk meningkatkan kualitas pelayanan yang akan ditawarkan kepada
konsumennya. Konsumen dalam ini juga menyangkut dua sisi yaiytu
konsumen internal dan konsumen eksternal. Konsumen internal melibatkan
hubungan antar individu yang bekerja di rumah sakit, baik hubungan secara
horisontal maupun hubungan secara vertikal. Hubungan yang terjalin antar tim
multi disiplin termasuk keperawatan, unsur penunjang lainnya, unsur
administrasi sebagai provider merupakan gambaran dari sisi konsumen
internal. Sedangkan konsumen eksternal lebih mengarah npada sisi menerima
jasa pelayanan, yaitu klien baik secara individual, kelompok, keluarga,
maupun masyarakatbyang ada dirumah sakit. Seringkali hubungan buruk yang
terpadi pada suatu rumah sakit, diprediksi penyebabnya adalah buruknya
sistem komunikasi antar individu yang terlibat dalam sistem tersebut.
Ellis (2010) menyataan jika hubungan terputus atau menjadi sumber stress,
pada umumnya yang di tunjuk sebagai penyebabnya adalah komunikasi yang
buruk. Keperawatan yang menjadi unsur terpenting dalam memberikan

17
pelayanan dalam hal ini perawat berperan sebagai provider. Fokus perhatikan
terhadap buruknya komunikasi juga terjadi pada tim keperawatan.
Hal ini terjadi Karena beberapa sebab di antaranya adalah :
1. Lemahnya pemahaman mengenai penggunaan diri secara terapeutik saat
melakukan interaksi dengan klien.
2. Kurangnya kesadaran diri para perawat dalam menjalankan komunikasi
dua arah secara terapeutik.
3. Lemahnya penerapan system evaluasi tindakan (kinerja) individual yang
berdampak terhadap lemanya pengembangan kemampuan diri sendiri.
Berdasarkan penjelassan di atas, maka perlu di upayakan suatu hubungan
interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi yang lebih
terapeutik. Hal ini dimaksudkan untuk meminimalkan permasalahan yang
dapat terjadi pada komunikasi yang di jalin oleh tim keperawatan dengan
kliennya. Modifikasi yang perlu dilakukan oleh tim keperawatan adalah
melakukan pendekatan dengan berlandasan pada model konseptual sebagai
dasar ilmiah dalam melakukan tindakan keperawatan. Sebagai cntoh adalah
melakukan komunikasi dengan menggunakan pendekatan model konseptual
prses interpersonal yang di kembangkan oleh Hildegard E.peplau.
Analisa yang saya dapatkan dari artikel di atas adalah :
1. Komunikasi merupakan tingkat utama yang dapat mengindikasikan
berhasilnya kualitas pelayanan kesehatan yang di berikan di rumah sakit.
2. Keefektifan komunikassi terapeutik pada perawat dengan klien
3. Hubungan interpersonal yang mencerminkan penerapan komunikasi dalam
kelangsungan keperawatan

C. Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan


Proses interdisiplin atau berklaborasinya anggota tim kesehatandalam
pelayan kesehatan merupakan kegiatan yang diinginkan setiap anggotanya.
Namun permasalah yang ada sekarang terutama di pandang dari sudut
keperawatan sebagai professional dalam tim adalah masih banyak perawat
yang tidak memiliki kemampuan berfikir kritis dalam setiap keadaan yang
mereka temui di dalam praktik keperawatan. Kemampuan perawat dalam
mengambil keputusaan klinis juga sangat rendah seingga kemampuan untuk
melakukan tindakan kolaborasi juga rendah.
Sebagai anggota tim pelayan kesehatan haruslah memahammi pasien
datang ke rumah sakit sebenarnya tidak selalu dengan alassan mendapatkan
pengobatan. kebutuhan mereka akan mendapatkan perhatian dan pelayanan

18
dalam sakitnya yang paling utama, rasa kasih sayang dari anggota keluarga
lebih utama dai pada hanya untuk mendapatkan pengobatan. Hal ini
memberikan kesempatan pada perawat untuk menampilkan ranah kewenangan
sebagai anggota tim yang lebih yang lebih berorientasi kepada masalah
psiklogis mereka. Namun, selama ini perawat hanya melaksanakan peran
sebagai caregiver dan manager. Masih banyak peran yang belum di lakukan
oleh rekan perawat . perawat sebagai agen pembeharu tidak akan terjadi dan
terlihat apabila sebelumnya perawat sebagai advokat pasien. Bagaimana
seorang perawat bisa dikatakan sebagai pembeharu apabila dalam
berkomunikasin dengan disiplin ilmu tidak mempunyai kepercayaan diri yang
cukup. Kepercayaan diri yang dilandasi kemampuan berfikir kritis dan
kemampuan mengambil keputusan klinis dapat membuat perawat bisa
malaksanakan advokasi terhadap pasien yang di rawat.
Profesi perawat dikatakan dan diakui professional pada tahun 1983 dengan
di bukanya pendidikan sarjana keperawatan di Universitas Indonesia. Hal ini
juga yang membuat profesi ini masih memerlukan waktu untuk berkembang
dan menyatarakan kemampuan dan kompetensi diri. Tidak munutup mata
bahwa kemampuan perawat di lapangan masih saja tidak mempraktikkan
bagaimana seharusnya perawat professional. Sebagai perawat banyak yang
sudah merasa nyaman dengan kegiatannya sehari-hari, melakukan
administrasi obat dianggap sebagai pekerjaan dan merupakan kewajiban
berupa pemberian pelayanan asuhan keperawatan berdasarkan respon bio-
psiko-sosio-kulturalpasien yang biasa disebut dengan pelayanan keperawtan
holistik.
Kolaborasi artinya ada kesetaraan, selama ini tanggung jawab dan
tanggung gugat perawat sangat rendah. Contoh dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan, perawat jarang sekali membutuhkan tanda tangan dan nama
terang, padahal kegiatan ini merupakan tanggung jawab yang harus mereka
tunaikan. Apabila ada kejadian yang tidak diinginkan akan mudah
dipertanggung jawabkan apabila pemberi pelayanan asuhan keperawatan jelas.
Terkait rendahnya motivasi yang ditunjukkan perawat juga dikarenakan
tingkat kesejahteraan mereka yang rendah. Kesejahteraan dalam hal materi
ataupun pengakuan kepegawaian. Kebijakan dalam suatu sistem juga

19
mempengaruhi missal dalam pengangkatan pegawai negeri sipil ada
perbedaan antara perawat dan dokter dalam kepangkatan, perawat profesi IIIa,
dokter IIIb walaupun mereka sama-sama menyandang gelar profesi.
Keadaan tidak terjalinnya hubungan interdisiplin yang baik diperparah
dengan adanya rasa tertutup dari seorang dokter untuk berbicara dengan
perawat tentang kondisi pasien, para dokter tidak mau membuka panjang lebar
terkait masalah pasien karena takut perawat akan banyak mengetahui dan
mengganggu kewenangan profesinya. Dilain pihak ada rasa canggung dan
ragu bagi perawat untuk berdebat tentang keadaan pasien yang sebenarnya
dikarenakan kemampuan berfikir kritis dan kemampuan mengambil keputusan
klinis yang rendah.

D. Perubahan Pendekatan Interdisiplin dalam Pelayanan Kesehatan


Pendekatan interdisiplin dalam pelayanan kesehatan semakin berkembang
menunjukan perbaikan dari segi kemampuan komunikasi dan kolaborasi
diantara tenaga kesehatan yang terlibat di dalam tim kesehatan. Wal
berkembangnya tenaga kesehatan mempunyai hirarki dimana seorang dokter
mempunyai kedudukan yang paling tinggi diantara yang lain untuk
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien yang disebut sebagai
pendekatan Hirarkis, bisa dilihat seperti bagan berikut :

Keadaan pendekatan Hirarkis yang menjadi kebiasaan di masa lalu


dikarateristikkan sebagai berikut:
1. Menekankan komunikasi satu arah
2. Kontak dokter dengan pasien terbatas
3. Dokter merupakan tokoh yang dominan
4. Cocok diterapkan untuk keadaan tertentu, seperti IGD  sebenarnya tidak
cocok namun tetap diakui oleh keperawatan.

20
Kemudian model ini berevolusi menjadi Model kolaboratif tipe 1, yaitu
sebagai berikut:

Keadaan model koaboratif tipe 1 masih mengedepankan seorang dokter


sebagai sumber pelayanan kesehatan. Namun kontribusi perawat dan pemberi
pelayanan kesehatan lainnya dapat mempengaruhi keputusan klinis.
Model kolaboratif tipe 1 kemudian berevolusi menjadi Model kolaboratif
tipe 2, yaitu sebagai berikut:

Model kolaboratif tipe 2, mengedepankan prinsif pasien sebagai pusat


pelayanan kesehatan dengan perawat, dokter serta pemberi pelayanan
kesehatan lainnya saling berinteraksi dan saling memberikan masukan untuk
sama-sama mencapai tujuan bersama yaitu kesembuhan dan kepuasan pasien
dalam pelayanan kesehatan.
Harapan ke depan dengan adanya kolaborasi yang baik diantara tim
anggota kesehatan akan memberikan dampak yang signifikan terhadap
pemenuhan kebutuhan kesehatan dan kepuasan pasien sebagai indikator mutu
pelayanan keehatan. Tingginya angka infeksi yang terjadi di Rumah Sakit
seperti Flebitis. Dekubitus dan Infeksi Luka Operasi (ILO) akan dapat ditekan
dengan adanya kolaborasi antara tim kesehatan dalam pelayanan kesehatan.

21
E. Komunikasi Terapeutik dalam Pelayanan Kesehatan
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat
dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik pada dasarnya memiliki hubungan yang spesifik
dengan penurunan stress dan kecemasan pada klien. Untuk itu, pada
pelaksanaannya diharapkan perawat dapat melakukan komunikasi terapeutik
dengan baik dan menyesuaikan pada kondisi klien (baik pasien maupun
keluarga pasien) dan tingkat perkembangan yang dialaminya. Jika melakukan
proses komunikasi terapeutik pada klien anak maka sebagai perawat kita harus
mempersiapkan kondisi lingkungan yang sesuai dengan klien anak agar anak
dapat merasa nyaman dan hospitalisasinya berjalan dengan lancar untuk
mengurangi kecemasan yang dialaminya saat pertama kali masuk rumah sakit.
Berbeda dengan klien dewasa yang mungkin dalam keadaan kritis, pre
operasi, maupun kondisi-kondisi lainnya yang mungkin terjadi juga memiliki
kondisi khusus yang mengharuskan perawat dapat berpikir kritis dan cermat
dalam melakukan komunikasi terapeutik.Kecemasan dan stressor yang
dimiliki klien dapat berbeda-beda begitupula dengan cara untuk memproses
informasi juga yang diterima. Untuk itu,perawat harus memiliki pendekatan
yang tepat dalam melakukan komunikasi terapeutik.
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dan diperhatikan dalam
membangun hubungan dan mempertahankan hubungan yang terapeutik :
1. Hubungan dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip “Humanity of Nursing and
Clients”.
2. Perawat harus menghargai keunikan klien, dengan melihat latar
belakang keluarga, budaya dan keunikan tiap individu.
3. Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri baik
pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu
menjga harga dirinya dan harga diri klien.

22
4. Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternative pemecahan masalahnya

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan
memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Sedangkan komunikasi teraeutik adalah kemampuan atau
ketramilan perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stress,
mengatasi ganguan patologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan rang
lain.
Pelayan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara.,
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan , keluarga , kelompok ataupun
masyarakat . pelayanan di rumah sakit adalah salah satu bentuk upaya yang
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pelayanan rumah
sakit berfungssi untuk memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu yang dilakukan yang dilakukan dalam upaya peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan
kesehatan yang bermutu dan terjangkau dalam rangka meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
Kolaborasi (proses interdisiplin) di antara tim anggota kesehatan yang
dilakukan dengan baik dan saling memberikan masukan akan memberikan
jaminan kepada pasien bahwa pelayanan yang diberikan adalah pelayanan
prima. Pemberian pelayanan sesuai dengan tuntutan kondisi dan harapan
pasien selalu konsumen akan mempercepat penyembuhan dan meningkatkan
kepuasan pasien sebagai indicator pelayanan kesehatan yang bermutu.

23
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi
terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling
memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan
komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat dan pasien,
sehingga dapat dikategorikan ke dalam komunikasi pribadi di antara perawat
dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan.

B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan
Penulis berharap makalah ini dapat menjadi referensi atau bahan
rujukan tambahan untuk perguruan tinggi terutama disiplin imu
keperawatan. Referensi ini mengulas mengenai pentingnya komunikasi
interdisiplin dalam pelayanan kesehatan pada khususnya dan semua
pemabaca pada umumnya.
2. Bagi mahasiswa
Setelah mempelajari dan memahami secara lebih dalam tentang
konsep dan gambaran umum tentang trend dan issu komunikasi dalam
pelayanan kesehatan diharapkan mahasiswa mampu melihat kejadian yang
terjadi di lapangan.
3. Bagi rumah sakit
Setelah mempelajari dan memahammi secara lebih dalam tentang
pentingnya komunikasi interdisiplin dalam pelayanan kesehatan rumah
sakit selalu mengusahakan kebijakan yang dikeluarkan akan mendukung
dan meningkatkan pelayanan kesehatan.
Komunikasi terapeutik pada dasarnya memiliki hubungan yang
spesifik dengan penurunan stress dan kecemasan pada klien. Untuk itu,
pada pelaksanaannya diharapkan perawat dapat melakukan komunikasi
terapeutik dengan baik dan menyesuaikan pada kondisi klien (baik pasien
maupun keluarga pasien) dan tingkat perkembangan yang dialaminya.

DAFTAR PUSTAKA

24
Agustin, I. M. 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 5, No. 3

Setiawan, D. & A. K. W. 2016. Jurnal Kesehatan dr. Soebandi, 4(1), 285–294.

Utama, Yofa Anggriani. 2015. Jurnal Harapan Bangasa : Pelaksanaan


Komunikasi Terapeutik yang Dilakukan Perawat Pada Anak Usia
Sekolah. Vol. 3, No. 2.

Mirnawati. 2014. Hubungan Komunikasi Interpersonal Perawat dengan


Kepuasan Pasien Rawat Inap di Ruang Cempaka RSUD AW Sjahranie
Samarinda. Ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id. Vol 2(1):100-114.

Marlen, Dewi dan Yafet. 2015. Jurnal Komunikasi : Hubungan Komunikasi


Terapeutik Perawat Terhadap Tinggkat Stres Pasien di Ruang Neurologi
Rumah Sakit Umum Daerah dr. M.Haulussy Ambon. Vol. 9, No. 2.

25

Anda mungkin juga menyukai