Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

HIPERBILIRUBIN

Disusun oleh :

Maryam latuconsina

1490121127

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXVII

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IMMANUEL BANDUNG

2021/2022
A. PENGERTIAN
` Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah
merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan
joundice pada kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)
Hiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang
menjurus kearah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin, bila kadar bilirubin
tidak dikendalikan , (Mansjoer,2008)
Hiperbiliruin adalah istilah yang dipakai untuk icterus neonatorum setelah ada
hasil laboratorium yang menunjukan peningkatan kadar serum bilirubin.(Iyan,2009)
B. ANATOMI FISIOLOGI
UJI KRAMER
Menurut Kramer, ikterus dimulai dari kepala, leher dan seterusnya. Untuk penilaian
ikterus, Kremer membagi tubuh bayi baru lahir dalam lima bagian yang di mulai dari
kepala dan leher, dada sampai pusat, pusat bagian bawah sampai tumit, tumit pergelangan
kaki dan bahu pergelangan tangan dan kaki serta tangan termasuk telapak kaki dan
telapak tangan.
Cara pemeriksaannya ialah dengan menekan jari telunjuk di tempat yang tulangnya
menonjol seperti tulang hidung, tulang dada, lutut, dan lain lain. Kemudian penilaian
kadar bilirubin dari tiap tiap nomor di sesuaikan dengan angka rata-rata dalam gambar.
Cara ini juga tidak menunjukkan intensitas ikterus yang tepat di dalam plasma bayi baru
lahir. Nomor urut menunjukkan arah meluasnya ikterus.
Tabel. Derajat ikterus pada neonatus menurut kramer

Derajatikteru Perkiraankadarbilirubi
Daerah icterus
s 1 n
I Kepaladanleher 5,0 mg%
II Sampaibadanatas (di 9,0 mg%
atasumbilikus)
III Sampaibadanbawah (di 11,4 mg/dl
bawahumbilikus)
hinggatungkaiatas (di
ataslutut)
IV Sampailengan, 12,4 mg/dl
tungkaibawahlutut
V Sampaitelapaktanganda 16,0 mg/dl
n kaki
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang
mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia
dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak
terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.

1. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak
mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan atau
mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada
bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Timbul pada hari kedua - ketiga.
b. Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.
d. Kadar bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
e. Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
f. Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis tertentu.
Ikterus yang kemungkinan menjadi patologis atau hiperbilirubinemia dengan
karakteristik sebagai berikut :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
2) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan 12,5 mg% pada
2
neonatus cukup bulan.
4) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim G6PD dan
sepsis).
5) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia, hipoksia,
sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia, hiperosmolalitas
darah.
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam darah
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau
tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang
patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila kadar bilirubin mencapai 12 mg%
pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan
15 mg%.
3. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama
pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus, nukleus merah, dan
nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus cukup
bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai penyakit hemolitik
berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak. Kern ikterus secara klinis
berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara kronik.

C. ETIOLOGI
Meurut Haws Paulette (2007) penyebab hiperbilirubin yaitu:
1. Hemolysis pada inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidak sesuaian golongan
darah ibu dan anak pada golongan rhesus dan ABO
2. Gangguan konjugasi bilirubin
3. Rusaknya sel-sel hepar, obstruksi hepar
4. Pebentukan bilirubin yang berlebihan
5. Keracunan obat (hemolysis kimia : salsilat, kortiko steroid, kloramfenikol)
6. Bayi dari ibu diabetes, jaundice ASI
7. Penyakit hemolitik yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut juga icterus hemolitik

3
8. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
hiperbilirubin atau karena pengaruh obat-obatan.
9. Bayi prematur, hipoksia, BBLR dan kelainan system syaraf pusat akibat trauma
ifeksi
10. Gangguan fungsi hati (infeksi) yang dissebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti : infeksi
toxoplasma,shypilis.

D. Patofisologi
Bilirubin adalah produk pemecahan hemoglobin yang berasal dari pengrusakan sel
darah merah/RBCs. Ketika RBCs rusak maka produknya kan masuk sirkulasi, diimana
hemoglobin pecah menjadi heme dan globin. Gloobin {protein} digunakan kembali oleh
tubuh sedangkan heme akan diruah menjadi bilirubin unkonjugata dan berikatan dengan
albumin.
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan bebab bilirubin
pada streptucocus hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin/bayi,
meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.
Gangguan ambilan bilirubin plasma terjadi apabila kadar protein-Z dan protein-Y
terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia,
ditentukan gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukuronii transferase) atau bayi
menderita gangguan ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan
saluran empedu intra/ekstra hepatika.
Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusakan jaringan otak.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek. Sifat indirek ini yang
memungkinkan efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut kernikterus atau ensefalopati
biliaris. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung pula pada keadaan neonatus
sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila pada bayi terdapat
keadaan imaturitas. Berat lahir rendah, hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia dan kelainan
susunan saraf pusat yang karena trauma atau infeksi.
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel
Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran
Eritrosit, Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan
peningkatan kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z
4
berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis.
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu. Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat
toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek
yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan
terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar
darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin
Indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak
ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah
melalui sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, dan
hipoglikemia.
E. PATHWAY

Hemoglobin

Hem
globin

Biliverdin Fe co

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gg transport


bilirubin/peningkatan siklus entero hepatik ) Hb dan eritrosit abnormal

Pemecahan berlebihan / bilirubin yang tidak diberikan dengan


albumin

Suplay bilirubin melebihi kemampuan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus entero


hepatik

Peningkatan bilirubin unconjugasi dalam darah pengeluarana


meconium terlambat / obstruksi usus tinja berwarna pucat

Gangguan Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan bilirubin


intregritas kulit indirect > 12 mg dl

Indikasi fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Resti Injury Kurang Volume gg.suhu tubuh


Cairan tubuh
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium.
a. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari
neonatus.
b. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
c. Bilirubin total.
- Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
- Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
7 tegantung pada berat badan.
mg/dl pada bayi praterm
d. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan terutama
pada bayi praterm.
e. Hitung darah lengkap
- Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
- Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
f. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
g. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
h. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
i. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
j. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7
hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
k. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit RH
atau sperositis pada incompabilitas ABO
l. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.

G. Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
b. Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai dengan
kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
a. Menghilangkan Anemia
b. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
c. Meningkatkan Badan Serum Albumin
d. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan
peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab
kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5
mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus
di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama
pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
- Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
- Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
- Menghilangkan Serum Bilirubin
- Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
- Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
I. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat
proses konjungasi sebelum ibu partus.
b. Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun,
10 bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
c. Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan saluran cerna
dan hati (hepatitis)
e. Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f. Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang ikterus.
3. Pengkajian Kebutuhan Dasar manusia
a. Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
b. Sirkulasi
Mungkin pucat menandakan anemia.
c. Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses mungkin
lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin gelap pekat; hitam
kecoklatan (sindrom bayi bronze)
d. Makanan / Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui daripada
menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek menghisap dan
menelan lemah sehingga BB bayi mengalami penurunan). Palpasi abdomen
dapat menunjukkan pembesaran limfa, hepar
e. Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi vakum. Edema
umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin terlihat.
Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel menonjol, menangis
lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
f. Pernafasan
Riwayat asfiksia
g. Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis berlebihan,
ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada awalnya pada daerah
wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit hitam kecoklatan (sindrom
bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
h. Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan retardasi
pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu diabetes. Trauma
kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin, asfiksia, hipoksia,
asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi pria dibandingkan
perempuan.
i. Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik. Faktor
keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan sebelumnya,
penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat lahir (galaktosemia),
diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat, sulfonamide
oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin); inkompatibilitas
Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella, sitomegalovirus, sifilis,
toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran dengan
ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali pusat, atau
trauma kelahiran.
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH

DS : - Gangguan integritas kulit

Do :

1) Nyeri

2) Perdarahan

3) Kemerahan

4) Hermatoma
DS : -

DO :

Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan


1. Frekuensi nadi meningkat bilirubin indirect > 12 mg dl

2. Nadi teraba lemah

3. Tekanan darah menurun Indikasi fototerapi

4. Tekanan Nadi menyempit


Sinar dengan intensitas tinggi
5. Turgor kulit menyempit

6. Membran mukosa kering

7. Voluem urin menurun


hipovolemia
8. Hemtokrit meningkat

DS : - Risiko cedera
Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan
bilirubin indirect > 12 mg dl
DO :
Indikasi fototerapi

1. Ketidaknormalan profil darah Sinar dengan intensitas tinggi

2. Perubahan orientasi afektif


Resiko cedera
3. Perubahan sensasi
4. Disfungsi autoimun

5. Disfungsi biokimia

6. Hipoksia jaringan

7. Kegagalan mekanisme

pertahanan tubuh

8. Malnutrisi

9. Perubahan fungsi psikomotor

10. Perubahan fungsi kognitif

DS : - Ikterus pada sklera , leher dan badan . peningkatan Hipertermi


bilirubin indirect > 12 mg dl
DO :
Indikasi fototerapi
1. Suhu tubuh diatas batas normal
2. Kulit merah Sinar dengan intensitas tinggi

3. Kejang
4. Takikardi
hipertermi
5. Takipnea
6. Kulit terasa hangat
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi.
2. Hipovolemia b.d. phototerapi.
3. Resiko cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan phototerapi.
4. (Hipertermia) berhubungan dengan terpapar lingkungan panas.
Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan integritas Setelah dilakukan Observasi Observasi
tindakan selama 3x24
kulit b.d. efek dari
jam diharapkan  Identifikasi penyebab
phototerapi gangguan integritas  Untuk penyebab
gangguan integritas kulit gangguan integritas kulit
kulit dapat teratasi
(mis. Perubahan (mis. Perubahan sirkulasi,
dengan kriteria hasil :
sirkulasi, perubahan perubahan status nutrisi,
status nutrisi, peneurunan kelembaban,
peneurunan suhu lingkungan ekstrem,
penurunan mobilitas)
kelembaban, suhu
lingkungan ekstrem, Terapeutik
penurunan mobilitas)
 tirah baring atau bedrest
Terapeutik yaitu suatu keadaan dimana
1.
pasien berbaring di tempat
 Ubah posisi setiap 2 jam tidur selama hampir 24 jam
jika tirah baring setiap harinya dengan
 Lakukan pemijatan pada tujuan untuk
area penonjolan tulang, meminimalkan fungsi
semua sistem orang pasien
jika perlu
 Perineal
 Bersihkan perineal
hygiene merupakan
dengan air hangat, tindakan untuk menjaga
terutama selama periode kebersihan serta kesehatan
diare organ reproduksi.
 Gunakan produk  Agar dapat
berbahan petrolium atau mempertahankan turgor
minyak pada kulit kulit

kering  Agar mempertahankan
 Gunakan produk kelembapan kulit yang
berbahan ringan/alami sensitif
dan hipoalergik pada
Edukasi
kulit sensitif
 Hindari produk  Mengontrol Produksi
berbahan dasar alkohol Sebum Berlebih dan
pada kulit kering mempertahankan
2. Edukasi kelembaban kulit
 Anjurkan menggunakan  Konsumsi air yang cukup
pelembab (mis. Lotin, dapat memingkatkan
serum) kelebaban kulit
 Anjurkan minum air
yang cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat
asupan buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal
30 saat berada diluar
rumah
Hipovolemia b.d. Setelah dilakukan 1. Observasi
tindakan selama 3x24  Periksa tanda dan gejala
phototerapi.
jam diharapkan hipovolemia (mis.
hipovolemia dapat
frekuensi nadi
teratasi dengan kriteria
hasil : meningkat, nadi teraba
lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi
menyempit,turgor kulit
menurun, membrane
mukosa kering, volume
urine menurun,
hematokrit meningkat,
haus dan lemah)

2.
 Monitor intake dan
output cairan
2. Terapeutik
 Hitung kebutuhan cairan
 Berikan posisi modified
trendelenburg
 Berikan asupan cairan
oral
3. Edukasi
 Anjurkan
memperbanyak asupan
cairan oral
 Anjurkan menghindari
perubahan posisi
mendadak
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
cairan IV issotonis (mis.
cairan NaCl, RL)
 Kolaborasi pemberian
cairan IV hipotonis
(mis. glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
 Kolaborasi pemberian
cairan koloid (mis.
albumin, plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
produk darah

Resiko cedera b.d. Setelah dilakukan Observasi Observasi


meningkatnya kadar
tindakan selama 3x24  Identifikasi area  Untuk mengetahui agar
jam diharapkan risiko lingkungan yang
bilirubin toksik dan cedera dapat teratasi tidak terjadi cedera pada
berpotensi menyebabkan
dengan kriteria hasil :
komplikasi berkenaan cedera pasien.
phototerapi  Identifikasi obat yang  Untuk mengetahui obat-
berpotensi menyebabkan
3. obat yang dapat beresiko
cedera
menyebabkan cedera pda
pasien
Terapeutik Terapeutik
 Sosialisasikan pasien dan  Agar supaya baik pasien
keluarga dengan
maupun keluarga dapat
lingkungan ruang rawat
(mis. penggunaan telepon, tahu menggunakan
tempat tidur, penerangan fasilitas yang tersedia
ruangan dan lokasi kamar
dengn baik
mandi)
 Pastikan barangbarang  Untuk mencegah
pribadi mudah dijangkau terjadinya cedera pada
 Pertahankan posisi tempat
pasien
tidur di posisi terendah
saat digunakan  Agar psien tetap berada
 Gunakan pengaman pada posisinya dengan
tempat tidur sesui dengan baik untuk mencegah
kebijakan fasilits
terjadinya cedera Agar
pelayanan kesehatan
 Diskusi mengenai latihan supaya pasien merasa
dan terapi fisik yang aman dan mencegah
diperlukan
terjadi resiko jatuh
Edukasi
 Jelaskan alasan intervensi  Untuk mengetahui terapi
pencegahan jatuh ke fisik yang baik digunakan.
pasien dan keluarga, Edukasi
 Agar pasien dan keluarga
tahu alasan intervensi untuk
menghindari resiko jatuh.
(Hipertermia) Setelah dilakukan 1. Observasi Observasi
tindakan selama 3x24  Identifkasi penyebab
berhubungan dengan
jam diharapkan hipertermi (mis. o Untuk mengetahui
terpapar lingkungan hipertermi dapat penyebab
dehidrasi terpapar
teratasi dengan kriteria
panas lingkungan panas hipertermi (mis.
hasil :
penggunaan incubator) dehidrasi terpapar
 Monitor suhu tubuh lingkungan panas
 Monitor kadar elektrolit penggunaan
 Monitor haluaran urine incubator)
2. Terapeutik o Untuk mengeahui
 Sediakan lingkungan suhu tubuh
yang dingin o Untuk mengeahui
 Longgarkan atau kadar elektrolit
lepaskan pakaian o Untuk mengetahui
4. haluaran urine
 Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
 Lakukan pendinginan Terapeutik :
eksternal (mis. selimut
hipotermia atau kompres  Untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien
dingin pada dahi, leher,
 Dengan melonggarkan
dada, abdomen,aksila) pakaian atau melepaskan
 Hindari pemberian dapat meminimalisir rasa
antipiretik atau aspirin panas yang dirasakan
 Batasi oksigen, jika  Dapat menurunkan suhu
perlu tubuh pasien
3. Edukasi  Menurunkan suhu tubuh
 Anjurkan tirah baring pasien dengan teknik
nonfarmakologis
4. Kolaborasi  antipiretik adalah
 Kolaborasi cairan dan golongan obat berfungsi
elektrolit intravena, jika sebagai antidemam
sekaligus antinyer
perlu
 tirah baring atau bedrest
yaitu suatu keadaan
dimana pasien berbaring
di tempat tidur selama
hampir 24 jam setiap
harinya dengan tujuan
untuk meminimalkan
fungsi semua sistem orang
pasien

kolaborasi

 Infus cairan
intravena (intravenous fl
uids infusion) adalah
pemberian
sejumlah cairan ke dalam
tubuh, melalui sebuah
jarum, ke dalam pembuluh
vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan
kehilangan cairan atau
zat-zat makanan dari
tubuh
DAFTAR PUSTAKA

Hudak&Gallo, 2005. Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC

Price, Wilson, 2006. Patolofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC

Smeltzer, BG., 2000. Brunner’s and Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing 3 ed.
Philadelpia: LWW Publisher

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds). (2014). NANDA international Nursing Diagnoses:
Definitions & classification, 2015-2017. Oxford : Wiley Blackwell.

Lewis, SL., Dirksen, SR., Heitkemper, MM, and Bucher, L.(2014).Medical surgical Nursing.
Mosby: ELSIVER

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi
1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai