Anda di halaman 1dari 6

1.

Defenisi
Polio adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan
kelumpuhan. Polio disebut juga dengan istilah Poliomyelitis. Polo menular melalui
kontak antar manusia. Virus masuk kedalam tubuh melalui mulut. Ketika seseorang
makan atau minum yang terkontaminasi fases.
Pada kasus berat, virus polio menyerang otak dan sumsung tulang belakang
menyebabkan kelumpuhan. Virus akan menyerang system syaraf dan kelumpuhan
dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usi, lima puluh
persen kasus terjadi pada anak berusia 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari
gejalah pertama berkisar dari 3 hingga 45 hari. Polio dapat menyebar luas diam-diam
karena sebagian besar penderitaan yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala
sehingga tidak tahu kalau mereka sedang terjangkit. Setelah seseorang terkena infeksi,
virus akan keluar melalui fases selama beberapa minggu dan saat itulah dapa terjadi
penularan (Frida N, 2010).

2. Etiologi
Polio disebabkan oleh Poliovirus (PV) yang mempunyai tiga tipe. Tipe
Brunhilde yang sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe Lansing
kadang-kadang menyebabkan kasus yang sporadik dan tipe Leon menyebabkan
epidemi ringan. Di Negara tropis dan subtropis kebanyakan disebabkan olch tipe
Lansing dan Leon dan virus ini tidak menimbulkan imunitas silang.

3. Manifestasi Klinis

a. Minor Ilness (Gejala Ringan)


Gejala ini terjadi sebagai akibat proses inflamasi akibat berbiaknya virus
polio. Gejalanya sangat ringan atau bahkan tanpa gejala. Keluhan biasanya nyeri
tenggorok dan perasaan tidak enak diperut, gangguan gastroinstetinal, demam
ringan, perasaan lemas, dan nyeri kepala ringan. Gejala ini terjadi selama 1-4 hari,
kemudian menghilang. Gejala ini merupakan fase enterik dari infeksi virus polio.
Masa inkubasi 1-3 hari dan jarang lebih dari dari 6 hari. Selama waktu itu virus
terus bereplikasi pada naso faring dan saluran cerna bagian bawah. Gejala klinis
yang tidak khas ini terdapat pada 90%-95% kasus polio.
b. Major Illness (Gejala Berat)
Major illness merupakan gejala klinik akibat penyebaran dan replikasi virus di
tempat lain serta kerusakan yang ditimbulkannya dan berlangsung selama 3-35
hari termasuk gejala minor illness dengan rata-rata 17 hari. Usia penderita akan
mempengaruhi gejala klinis. 1/3 dari kasus polio berusia 2-10 tahun, akan
memberikan gambaran bifasik atau dromedari yaitu terdapat 2 letupan kedua
kelainanan sistemik dan neurologik. Gejala klinis dimulai dengan demam,
kelemahan cepat dalam beberapa jam, nyeri kepala dan muntah. Dalam waktu 24
jam terlihat kekakuan pada leher dan punggung. Penderita terlihat mengantuk,
irritable dan cemas. Pada kasus tanpa paralysis maka keadaan ini sukar dibedakan
dengan meningitis aseptik yang disebabkan oleh virus lain. Bila terjadi paralisis
biasanya dimulai dalam beberapa detik sampai 5 hari sesudah keluhan nyeri
kepala.
Pada anak stadium preparalisis lebih singkat dan kelemaham otot terjadi
dalam waktu penurunan suhu, pada saat penderita merasa lebih baik. Pada
dewasa, stadium pre paralitik berlangsung lebih hebat dan lebih lama, penderita
terlihat sakit berat, tremor, agitasi, kemerahan daerah muka, otot menjadi
sensitive dan kaku,pada otot ekstensor ditemukan refleks tendon meninggi dan
fasikulasi. Poliomielitis merusak sel motorik, yaitu neuron yang besar pada
substansi griseria anteria pada medulla spinalis dan batang otak.

4. Pemeriksaan Diagnostik Polio

Pada awal pemeriksaan, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik dengan


mengenali gejala polio yang muncul, kemudian akan dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium yang biasanya menggunakan sampel sekresi tenggorokan,
tinja atau cairan serebrospina.

Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan melalui hapusan tenggorokkan pada
minggu awal infeksi virus dan terdeteksi di tinja dalam beberapa minggu setelah
infeksi. Virus polio jarang dapat diisolasi melalui cairan cerebrospinal, sehingga
dipakai tes serologi berupa tes netralisasi yang menggunakan serum pada faseakut dan
konvalesen. Tes dikatakan positif apabila ada kenaikan titer sebesar 4kali atau lebih,
tes ini sangat spesifik untuk menegakkan diagnosis poliomyelitis.

Diagnosis poliomyelitis adalah diagnosa klinis yang ditegakkan melalui


anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien dengan riwayat terpapar atau tinggal
didaerah endemik polio dan pasien dengan riwayat belum pernah diimunisasi polio
merupakan petunjuk awal untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium
ditujukan untuk membedakan penyakit poliomyelitis dengan penyakit lain yang
awalnya memiliki gejala yang serupa. Selain itu, pemeriksaan laboratorium akan
mendukung diagnosa dari polio

5. Patofisiologi Polio

Virus ditularkan infeksi droplet dari oral-faring ( mulut dan tenggorokan) atau
tinja penderitaan infeksi. Penularan terutama terjadi langsung dari manusia ke
manusia melalui fekal-oral (dari tinja ke mulut) atau yang agak jarang melalui oral-
oral (dari mulut ke mulut). Fekal-oral berarti meminum atau makanan yang tercemar
virus polio yang berasal dari tinja penderita masuk ke mulut manusia sehat lainnya.
Sementara itu, oral-oral adalah penyebaran dari air liur penderita yang masuk ke
mulut manusia sehat lainnya (Frida N, 2010).

a. Virus masuk ke tubuh melalui mulut, bisa dari makanan atau air yang tercemar
virus
b. Virus ditemui dari kerongkongan dan memperbanyak dirinya didalam usus
c. Menyerang sel-sel saraf yang mengendalikan otot, termasuk otot yang terlibat
dalam pernapasan
Pathway

6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan poliomielitis atau polio tidak ada yang spesifik, melainkan
hanya berupa penatalaksanaan suportif untuk mengurangi gejala dan meminimalisir
gejala sisa dari infeksi virus polio. Terdapat beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan (Lely & Engeline, 2015), yaitu:
a. Istirahat selama fase akut.
b. Penderita diisolasi selama fase akut.
c. Terapi simtomatik untuk meringankan gejala.
d. Dilakuka fisioterapi untuk mengurangi kontraktur, atrofi, dan atoni otot. Otot-
otot yang lumpuh harus dipertahankan pada posisi untuk mencegah
deformitas. Dua hari setelah demam menghilang dilakukan latihan gerakan
pasif dan aktif.
e. Akupunktur dapat dilakukan dengan hasil yang cukup memuaskan
f. Terapi ortopedik dilakukan bila terjadi cacat karena kontraktur dan subluksasi
akibat terkenanya otot di sekitar sendi dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

(Frida N, 2010). Lebih Tahu Tentang Penyakit Polio : Semarang : Alprin

Lely, & Engeline. (2015). Rehabilitasi Medik Pada Poliomielitis. Jurnal Biomedik (Jbm),
7(2). https://doi.org/10.35790/jbm.7.2.2015.9327

Anda mungkin juga menyukai