Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KEPERAWATAN DASAR PROFESI

(NYERI KRONIS)
PPN 27

Nama : Yakobis R H Pesiwarissa

Npm : 1490121111

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


IMMANUEL BANDUNG

2021
A. Latar belakang

Lanjut usia didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya

kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas

dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, 2009). Lansia

merupakan seseorang yang berusia 60 tahun keatas baik pria maupun wanita, yang masih

aktif beraktivitas dan bekerja ataupun mereka yang tidak berdaya untuk mencari nafkah

sendiri sehingga bergantung kepada orang lain untuk menghidupi dirinya (Tamher,

2009). Masalah yang sering terjadi pada lansia salah satunya nyeri karena radang pada

persendian yaitu Rheumatoid Arthritis.

Rheumathoid Arthritis (RA) merupakan gangguan peradangan kronis autoimun

atau respon autoimun, dimana imun seseorang bisa terganggu dan turun yang menyebabkan

hancurnya organ sendi dan lapisan pada sinovial, terutama pada tangan, kaki dan lutut (Sakti&

Muhlisin, 2019; Masruroh &Muhlisin, 2020). Sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap

remeh Rheumatoid Arthritis. , karena sifatnya yang seolah-olah tidak menimbulkan kematian

padahal rasa nyeri yang ditimbulkan sangat menghambat seseorang untuk melakukan aktivitas

sehari-hari (Nurwulan, 2017).

Angka kejadian rheumatoid arthritis pada tahun 2016 yang disampaikan oleh WHO

adalah mencapai 20% dari penduduk dunia, 5-10% adalah mereka yang berusia 5-20 tahun dan

20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Majdah & Ramli, 2016; Putri & Priyanto, 2019).

Menurut Riskesdas (2018) jumlah penderita rheumatoid arthritis di Indonesia mencapai

7,30%.Menurut Riskesdas (2018) di jawa barat jumlah penderita rheumatoid arthritis mencapai

8,86%.Menurut Riskesdas (2018) di bandung jumlah penderita rheumatoid arthritis mencapai

9,35%.

Timbulnya nyeri membuat penderita seringkali takut untuk bergerak sehingga

menganggu aktivitas sehari-hari dan dapat menurunkan produktivitasnya (Padila, 2012).

Disamping itu, dengan mengalami nyeri, sudah cukup membuat pasien frustasi dalam menjalani

hidupnya sehari-hari sehingga dapat menganggu kenyamanan pasien. Karenanya terapi utama

yang diarahkan adalah untuk menangani nyeri ini (Lahemma, 2019). Dampak dari keadaan ini

dapat mengancam jiwa penderitanya atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan dan
masalah yang disebabkan oleh penyakit rheumatoid arthritis tidak hanya berupa keterbatasan

yang tampak jelas pada mobilitas hingga terjadi hal yang paling ditakuti yaitu menimbulkan

kecacatan seperti kelumpuhan dan gangguan aktivitas hidup sehari-hari (Silaban, 2016).

Penanganan nyeri pada rheumatoid arthritis dapat dilakukan denganterapi kompres

air hangat biasanya mempunyai resiko yang sedikit rendah,meskipun tindakan tersebut

bukan merupakan obat.salah satu tindakan yang bisa meredahkan nyeri saat di raskan

pasein dan keuarga pasein lebih cepat dan mudah menatasi rasa nyeri saat pasein rasakan

nyeri.Menurut Price(1995), kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif

untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melaui konduksi

(botol air panas).Panas dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran

darah.

Dari wawancara yang saya temukan pasain mengatakan bahwa lutunya sakit

hanya sebagai sakit lansia,dan pasain tidak tahu cara atasinnya seperti apa,biasanya saat

sudah terasa nyeri pasein hanya duduk sambil melonjorkan kaki yang tersa nyeri sambil

mengusapnya,dan pasein tidak mau memereksannya ke puskesmas terdekat.

Perawat mengunakan berbagai intervensi untuk dapat meredahkan nyeri tersebut

dan mengembalikan kenyamanan klien.nyeri yang bersifat subjektif membuat perawat

harus mampu memberikan asuhan keperawatan baik dan tepat.

B. Tujuan masalah

Untuk mengentahau cara meredahkan Nyeri kronis b.d agen pencedera fisiologis?
A. Tinjauan umum tentang rheumatoid arthritis

1. Pengertian rheumatoid arthritis.

Rheumatoid Arthritis (RA) merupakan penyakit inflamasi non-bakteri yang bersifat

sistematika,progresif,cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara

simetris. rheumatoid arthritis terutama menyerang sendi yaitu ; Metacarpophalangeal,

Pergelangan tangan, Proximal interphalangeal,lutu,metatarssophalangeal,pergelangan

kaki,bahu,midfoot,panggul,siku,acromioclavikular,verterbra

servikal,temporomandibular,sternoclavikular.

2. Antomi fisiologi

1.Anatomi Fisiologi Rangka

Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang).

Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan

tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan

tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang )

yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama

tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago.

Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan

persendian.

a. Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.

1. Kolumna vertebra

2. Tengkorak

 Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ

panca indera.

 Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.

 Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.

 Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.


b. Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang

pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan

tungkai pada rangkai aksial.

c. Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.

Fungsi Sistem Rangka :

1. Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat

melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga

memberi bentuk pada tubuh.

2. Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat

bergerak, adanya persendian.

3. Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.

4. Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).

5. Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow

marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :

1. Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas.

2. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri

dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.

3. Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2

tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar.

4. Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.

Struktur Tulang

Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek,

panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan.

Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella

(tulang sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari
kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh secara longitudinal, bagian tengah disebut

epiphyse yang berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.

Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan total

aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai darah

yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian

bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis,

pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest.

Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang

dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf

efferent menstramisikan rangsangan nyeri.

Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan

hormone sebagai berikut :

 Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor.

Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar

kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar

kalsium dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk

memelihara keseimbangan.

 Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam

menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal.

Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal

bila di perlukan.

 Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk

meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi

kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.

Persendian
 Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada

tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan

jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan

menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin

dilakukan pada persendian).Klasifikasi struktural persendian :

 Persendian fibrosa

 Persendian kartilago

 Persendian sinovial.

 Klasifikasi fungsional persendian :

 Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati

Secara struktural, persendian di dibungkus dengan jaringan ikat

fibrosa atau kartilago.

 Amfiartrosis

Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya

sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi .

 Diartrosis

Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini

memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi

yang menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi

sinovial dilapisi kartilago artikular.

 Klasifikasi persendian sinovial :

 Sendi fenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih

besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu.

 Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh :

persendian pada lutut dan siku.

 Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis

sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal tulang


radius dan ulna.

 Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut

kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang

karpal.

 Sendi pelana : Contoh : ibu jari.

 Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang

dengan tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

3.Etiologi

Penyembab utama kelainan ini tidak di ketahuai .ada beberapa teori yang dikemukakan

mengenai penyembab reumatoid arhritis,yaitu:

1. infeksi streptokokus hemolitikus dan streptokokus non-hemolitikus

2. Endokrin

3. Autoimun

4. Metabolic

5. Faktor genetic serta faktor lingkungan

Pada saat ini , reumatoid arhritis diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi.autoimun

ini bereaksi terhadap kolagen tipe; faktor injeksi mungkin disebabkan oleh virus dan organisme

mikroplasma atau group difterioid yang menghasilkan antigen kolagen tipe II dari tulang rawan

sendi penderita kelainan yang dapat terjadi pada suatu reumatoid arhritis.

1. kelainan pada daerah artikuler

a. stadium sinovitis

b. stadium destruksi

c. stadium demorfitas

2. Kelainan pada jaringan ekstra-artikuler

Perubahan patologis yang dapat terjadi pada jaringan ekstra-artikuler,adalah:

- otot; terjadi miopati

-nodul subkutan
-pe,buluh darah perifer : terjadi proliferansi tunika intima,lesi pada pembuluh darah arteriol dan

venosa.

-kelenjar limfe : terjadi pembesaran limfe yang berasal dari aloiran limfe sendi,himperplasi

folikuler,peningkatan aktifitas system retikuloendotelial dan proliferasi yang mengakibatkan

splenomegali.

-saraf : terjadi nekrosis fokal,reaksi epiteloid serta infiltrasi leukosit

-visera

3. Patofisiologi

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti

vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan,

sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada

persendian ini granulasi membentuk panus, atau penutup yang menutupi kartilago.

Panus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang

menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila

kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi,

karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan

tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan

subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa

menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya artritis reumatoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa

adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang yang sembu
dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang
mempunyai faktor reumatoid (seropositif gangguan reumatoid) gangguan akan
menjadi kronis yang progresif.
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan
tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan
permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.
Ptwy
Faktor Pencetus: Bakteri,
mikroplasma, atau viru

Menginfeksi sendi
Penyakit autoimun secara antigenik

Individu yang mengidap AR


membentuk antibodi IgM
Predisposisi Genetik Reaksi autoimun
dalam jaringan
sinovial (antibodi
Pelepasan Faktor IgG)
Reumatoid (FR)

Respon IgG awal


menghancurkan
FR menempati dikapsula sendi mikroorganisme

Inflamasi Kronis Pada Tendon, Ligamen juga terjadi deruksi jaringan

Akumulasi sel Fagositosis ektensif Pembentukan


darah putih Jaringan Parut
Terbentuk nodul- Pemecahan Kekakuan sendi
nodul rematoid Kolagen
t

Kerusakan sendi Edema, poliferasi Rentang gerak


Progresif membrane sinovial berkurang

Deformitas Sendi
Membrane sinovium Atrofi otot
menebal & hipertropi

Ndx: Kerusakan
Panus Ndx: Gangguan
Mobilitas Fisik
Citra Tubuh

Kartilago dirusak Hambatan Aliran


Darah

Nekrosis sel

Erosi sendi dan


tulang Nyeri

Menghilangnya
permukaan sendi Ndx: Nyeri kronis

Penurunan
elastisitas dan
kontraksi oto

Ndx: kurang Ndx: kurang pengentahuan


perawatan diri megenai penyakit
5.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

 Faktor rematoid: positif pada 80%-95% kasus.

 Fiksasi lateks: positif pada 75% dari kasus-kasus khas.

 Reaksi-reaksi aglutinasi: Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.

 LED: Umumnya meningkat pesat (80-100mm/h). Mungkin kembali normal

sewaktu gejala-gejala meningkat.

 Protein C-reaktif: Positif selama masa eksaserbasi.

 SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.

 JDL: Umumnya menunjukkan anemia sedang.

 Ig (IgM dan IgG): Peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai

penyebab AR.

 Sinar x dari sendi yang sakit: Menunjukkan pembengkakkan pada jaringan lunak,

erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal)

berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan

subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

 Scan radionuklida: Identifikasi peradangan sinovium.

 Artroskopi langsung: Visualisasi dari area yang menunjukkan

iregularitas/degenerasi tulang pada sendi.

 Aspirasi cairan sinovial: Mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari

normal; buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi,

perdarahan, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan leukosit,

penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).

 Biopsi membran sinovial: Menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan

panas.
1.4 PENATALAKSANAAN MEDIK DAN TERAPI

Penatalaksanaan medik pada pasien RA diantaranya :

a) Pendidikan : meliputi tentang pengertian, patofisiologi, penyebab, dan

prognosis penyakit ini.

b) Istirahat : karena pada RA ini disertai rasa lelah yang hebat

c) Latihan : pada saat pasien tidak merasa lelah atau inflamasi berkurang, ini

bertujuan untuk mempertahankan fungsi sendi pasien

d) Termoterapi

e) Kompres mengunakan air hagat.

f) Gizi yaitu dengan memberikan gizi yang tepat

g) Pemberian Obat-obatan :

 Anti Inflamasi non steroid (NSAID) contoh:aspirin yang diberikan

pada dosis yang telah ditentukan.

 Obat-obat untuk Reumatoid Artitis :

 Acetyl salicylic acid, Cholyn salicylate (Analgetik, Antipyretik, Anty

Inflamatory)

 Indomethacin/Indocin(Analgetik, Anti Inflamatori)

 Ibufropen/motrin (Analgetik, Anti Inflamatori)

 Tolmetin sodium/Tolectin(Analgetik Anti Inflamatori)

 Naproxsen/naprosin (Analgetik, Anti Inflamatori)

 Sulindac/Clinoril (Analgetik, Anti Inflamatori)

 Piroxicam/Feldene (Analgetik, Anti Inflamatori)


B. Tinjauan umum tentang nyeri

1. Pengertian Nyeri

pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan yang

berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial akan menyebabkan kerusakan

jaringan (Aru W. Sudoyo dkk, 2010). Nyeri merupakan tanda peringatan pada klien

bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus menjadi utama perawat saat melakukan

mengkaji nyeri.

Nyeri kronis merupakan pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan aktual maupun fungsional dengan waktu yang mendadak

atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat dan konstan yang berlangsung

selama lebih dari 3 bulan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

2. Anatomi fisiologi

1.Anatomi Fisiologi

a. Fisiologi

Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh proses multipel yaitu

nosisepsi, sensitisasi perifer,perubahan fenotip, sensitisasi sentral,

eksitabilitas ektopik, reorganisasi struktural, dan penurunan inhibisi.

Antara stimulus cedera jaringan dan pengalaman subjektif nyeri terdapat

empat proses tersendiri :tranduksi, transmisi, modulasi,dan persepsi.

a. Transduks adalah suatu proses dimanaakhiran saraf aferen

menerjemahkan stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls

nosiseptif
b. Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju

kornu dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik

menuju otak. Neuron aferen primer merupakan pengirim dan

penerima aktif dari sinyal elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir

di kornu dorsalis medula spinalis dan selanjutnya berhubungan

dengan banyak neuron spinal. Modulasi

c. adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related

neural signals) Proses ini terutama terjadi di kornu dorsalis medula

spinalis,dan mungkin juga terjadi di level lainnya. Serangkaian

reseptor opioid seperti mu, kappa,dan delta dapat ditemukan di

kornu dorsalis.

d. Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi

merupakan hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi,

modulasi, aspek psikologis, dan karakteristik individu lainnya.

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri

adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap

stimulus kuat yang secaara potensial merusak.Reseptor nyeri disebut

juga Nociseptor. Secara anatomis, reseptor nyeri (nociseptor) ada

yang bermiyelin dan ada juga yang tidak bermiyelin dari syaraf

aferen.(Anas Tamsuri, 2006)

3.Etiologi Nyeri

1) Nyeri kronis

a) Perubahan berat badan

b) Melaporkan secara verbal dan non verbal


c) Menunjukkan gerakan melindungi, gelisah, focus pada diri

sendiri

d) Kelelahan

e) Perubahan pola tidur

f) Takut cedera

g) Interaksi dengan orang lain menurun

a. Factor predisposisi

1) Trauma

2) Peradangan

3) Trauma psikologis

b. Factor presipitasi

1) Lingkungan

2) Suhu ekstrim

3) Kegiatan

4) Emosi

4.Klasifikasi Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbuls secara perlahan-lahan,

biasanya berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan. Yang termaksud dalam

kategori nyeri kronis adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri

psikosomatis. Ditinjau dari sifat terjadinya, nyeri dapat dibagi ke dalam beberapa

kategori, diantaranya nyeri tertusuk dan nyeri terbakar.Satu situasi, stus eksistens

tidak diketahui atau pengobatan yang terlalu lama bisa mendadak, berkembang, dan

terselubung.Lebih dari 6 bulan sampai bertahun-tahun daerah nyeri sulit dibedakan

intensitasnya, sehingga sulit dievaluasi (perubahan perasaan),Pola respons yang


berfariasi dengan sedikt gejala (beradaptasi) Berlangsung terus, dapat berfariasi

penderita meningkat setelah beberapa saat.

5.Patofisiologi

Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-zat

kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat tersebut

merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan tersebut akan

dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan di korteks nyeri akan

dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain dihantarkan ke hypothalamus

nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap reseptor mekanin sensitif pada

termosensitif sehingga dapat juga menyebabkan atau mengalami nyeri (Wahit

Chayatin, N.Mubarak, 2007).

6.Pemeriksaan Diagnostik

 Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan Radiologi

7.Penatalaksanaan Nyeri

Terapi kompres air hangat agar bertujuan untuk menguragi rasa nyeri dengan

terapi kompres air hangat biasanya mempunyai resiko yang sedikit rendah,meskipun

tindakan tersebut bukan merupakan obat.salah satu tindakan yang bisa meredahkan

nyeri saat di raskan pasein dan keuarga pasein lebih cepat dan mudah menatasi rasa

nyeri saat pasein rasakan nyeri.

Menurut Price(1995), kompres hangat sebagai metode yang sangat

efektif untuk mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan

melaui konduksi (botol air panas).Panas dapat melebarkan pembuluh darah

dan dapat meningkatkan aliran darah.


a.Prosedur tindakan Kompres Hangat

1)Persiapan alat dan bahan

Alat

- Handscoen

- Baskom kecil

- Handuk kecil

Bahan

Air hangat secukupnya

Cara kerja Untuk pelaksanaan kompres hangat dapat mengikuti langkah-

langkah sebagai berikut:

1) Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 40-50 secukupnya

2) Masukan handuk kecil kedalam air hangat tersebut kemudian tunggu

beberapa saat sebelum handuk diperas

3) Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa

nyeri klien

4) Pengompresan dilakukan selama 20 menit

5) Setelah selesai bereskan semua peralatan yang telah dipakai. Sebaiknya

kompres hangat hangat dilakukan dua kali sehari pagi dan sore agar

mendapatkan hasil yang optimal(An,2010).


Daftar pustaka

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta: EGC.

Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.

Nursalam. 2001. Proses & Dokumentasi Keperawatan: Konsep & Praktik. Jakarta:

Penerbit Salemba Medika.

Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ;

Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.

Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan, Edisi 17. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran, EGC.

Ian. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Klien Atritis Reumatoid.

http://ianpakpahanaskep.blogspot.com/2010/10/asuhan-keperawatan-pada-klien-

dengan_17.html..

Anonim. 2009. Asuhan Keperawatan Reumatoid Artritis.

http://nurse87.wordpress.com/2009/12/12/asuhan-keperawatan-rheumatoid-artritis/.

http://www.tfarison.co.cc/2010/10/reumatoid-artritis.html.

Sakti, N. P. R., & Muhlisin, A. (2019). Pengaruh Terapi Komplementer Meditasi terhadap

Respon Nyeri pada Penderita Rheumathoid Arthtritis. The 9thUniversity

ResearchColloqium (Urecol), 9(1)

Masruroh, A. N., &Muhlisin, A. (2020). Gambaran Sikap dan Upaya Keluarga

dalam Merawat Anggota Keluarga yang Menderita Rheumatoid Arthtritis di

Desa Mancasan Wilayah Kerja Puskesmas Baki Kabupaten Sukoharjo.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Padila, P.(2012). Buku Ajar KeperawatanMedikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika


Nurwulan, E. (2017). Pengaruh Senam Rematik terhadap Tingkat Nyeri Sendipada

Lansia Penderita Rheumatoid Arthritis.

Majdah, Z., & Ramli, N. (2016). Penanganan Rematik denganPemeriksaan LED.

Putri, I. R. R., & Priyanto, S. (2019). Penerapan Terapi Back Massage terhadap

Penurunan Tingkat Nyeri pada Keluarga dengan Rheumatoid Arthritis. Universitas

Muhammadiyah Magelang.

Juli&padila dkk,(2020)tingkat pengetahuan penanganan penyakit treumatoid arhritis.

Nanda nic-noc(2015) aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis.

Anda mungkin juga menyukai