Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat
kesehatan masyarakat komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Indonesia masih
menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia Nations)
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per
kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000
per kelahiran hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina
26/1000 per kelahiran hidup. Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia
cukup tinggi yakni 26,9/2000per kelahiran hidup. Tingkat kesehatan ibu dan
anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara. Angka kematian
Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi
penyebab kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah
premature dan Berat Badan Lahir Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia
lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian neonatal kelompok umur 8-28
hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus 9,5%, sepsis,
pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee,
WHO (World Health Organization), pada tahun 2016, kematian bayi terjadi
pada usia neonatus dengan penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%,
BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lain-lain 5%. Salah satu penyebab
mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal
sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi,
juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi,

1
paralysis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.
Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran mulkosa yang warnanya
menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam darah
dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar
bilirubiin mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-
ikterus. Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai dasar
yang patologik. Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke
tempat lainnya. Hal ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab
seperti umur kehamilan, berat badan lahir, jenis persalinan dan
penatalaksanaan (Tandon, N 2016).
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada
sebagian neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam
kehidupannya. Di kemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60
% bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi kurang bulan. Ikterus ini pada
sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan
menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus
harus mendapat perhatian terutama bilaikterus di temukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang
berlangsung lebih dari satu minggu serta bilirubin direk lebih dari1 mg/dl
juga keadaan yang menunjukan kemungkinan adanya ikterus patologik.
Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan harus di lakukan sebaik-baiknya
agar akibat buruk ikterus dapat di hindarkan (Nurafif, 2016).
Di Kabupaten Jember untuk kematian bayi berdasarkan umur di Tahun
2017. Umur 0-7 hari ada 28 anak, umur 8-28 hari ada 7 anak, umur 29 hari-11
bulan juga ada 8 anak, totalnya 48 kasus. Sedangkan penyebabnya di usia 0 –
7 hari akibat BBLR ada 9 kasus, asfiksia 8 kasus, sepsis 1 kasus, kelainan
bawaan 3 kasus, ikterus 2 kasus jadi jumlah keseluruhan 28 kasus (Dinas
Kesehatan, 2017).
B. Pertanyaan masalah
1. Adakah kesesuaian laporan pendahuluan dengan asuhan keperawatan
Hiperbilirubinemia Neonatal?
C. Tujuan

2
1. Untuk mengetahui konsep Hiperbilirubinemia Neonatal.
2. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan yang terjadi pada pasien By.
Ny. S.
3. Untuk memberikan intervensi yang tepat sesuai diagnosa keperawatan.
4. Untuk dapat mengevaluasi setiap tindakan keperawatan yang dilakukan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir di
mana kadar bilirubin serum total lebih lebih dan 10 mg % pada minggu
pertama ditandai dengan Ikterus. Ikterus adalah menguningnya sklera,
kulit, atau jaringan lain akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh keadaan
ini merupakan tanda penting penyakit hati, saluran empedu dan penyakit
darah (Nurafif, 2016).
Ikterus Fisiologik adalah Ikterus yang timbul pada hari kedua dan
ketiga, menghilang pada minggu pertama selambat-lambatnya 10 hari
pertama yang tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati
kadar yang membahayakan atau mempunyai potensi menjadi (karnicterus)
"kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak" dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi (Doenges, Meriyn E., Maternal
1998). Ikterus patologis adalah Ikterus yang mempunyai dasar patologis
atau kadar bilirubin nya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinea
(Nurafif, 2016).

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya ikterus pada bayi adalah sebagai berikut
(Wilkinson, Judith, M. 2015) :
1. ASI Yang Kurang
Bayi yang tidak mendapat ASI cukup saat menyusui dapat bermasalah
karena tidak cukupnya asupan ASI yang masuk ke usus untuk
memproses pembuangan bilirubin dari dalam tubuh. Hal ini dapat
terjadi pada bayi prematur yang ibunya tidak memroduksi cukup ASI.
2. Peningkatan Jumlah Sel Darah Merah
Peningkatan jumlah sel darah merah dengan penyebab apapun berisiko
untuk terjadinya hiperbilirubinemia. Sebagai contoh, bayi yang
memiliki jenis golongan darah yang berbeda dengan ibunya, lahir

4
dengan anemia akibat abnormalitas eritrosit (antara lain eliptositosis),
atau mendapat transfusi darah; kesemuanya berisiko tinggi akan
mengalami hiperbilirubinemia
3. Infeksi
Bermacam infeksi yang dapat terjadi pada bayi atau ditularkan dari ibu
ke janin di dalam rahim dapat meningkatkan risiko hiperbilirubinemia.
Kondisi ini dapat meliputi infeksi kongenital virus herpes, sifilis
kongenital, rubela, dan sepsis.

C. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko penyebab terjadi ikterus pada bayi adalah
(Nurafif,2016) :
1. Umur Kehamilan (minggu)
Penelitian Maisels, dkk mendapatkan bahwa hiperbilirubinemia terjadi
terbanyak pada bayi preterm (rata-rata umur kehamilan 38,1 ± 3
minggu). Penelitian yang dilakukan oleh Sarici, dkk menemukan bahwa
neonatus dengan umur kehamilan 36-37 minggu memiliki faktor risiko
5,7 kali terjadinya hiperbilirubinemia dibandingkan neonatus dengan
umur kehamilan 39-49 minggu. Risiko hiperbilirubinemia akan
meningkat sesuai dengan menurunnya umur kehamilan (0,6 kali per
minggu dari umur kehamilan). Pada penelitian prospektif, neonatus
dengan umur kehamilan 35-37 minggu, 2,4 kali mengalami
hiperbilirubinemia dibandingkan neonatus dengan umur kehamilan 38-
42 minggu, dan menjadi kelompok risiko tinggi
2. Berat Lahir (gram)
Ikterus pada bayi prematur timbul pada hari ke 2-5 dan ikterus berat
lebih jelas terlihat pada bayi kecil (berat lahir < 2500 gram atau umur
kehamilan < 37 minggu).
3. Sepsis
Dari penelitian yang kami lakukan, didapatkan hubungan bermakna
antara awitan sepsis dengan kadar bilirubin, bayi dengan sepsis awitan
lambat mempunyai risiko 32,3 kali lebih besar terjadi

5
hiperbilirubinemia dibanding mereka dengan sepsis awitan dini. Pada
sepsis awitan lambat timbul implikasi buruk pada berbagai organ,
khususnya sistem hepatobilier sehingga kadar bilirubin menjadi lebih
tinggi. Hiperbilirubinemia karena sepsis timbul pada hari ke 2-7 setelah
lahir dan pada pemeriksaan fisik tampak ikterus berat.1 Penelitian yang
dilakukan oleh Maisels, dkk mendapatkan bahwa sebagian besar
neonatus yang dirawat kembali dengan hiperbilirubinemia adalah sehat
dan tidak menderita sepsis. Penelitian oleh Sgro M dkk menemukan
satu dari 93 kasus (0,01%) yang di rawat kembali mengalami sepsis dan
menyebabkan hiperbilirubinemia berat.
D. Klasifikasi
1. Ikterus Fisiologik
Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki tanda-tanda, antara
lain sebagai berikut :
a. Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah bayi
lahir dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam dan
menghilang sampai hari kesepuluh.
b. Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
c. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl per
hari.
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.

Bentuk ikterus ini umumnya terjadi pada bayi baru lahir dengan kadar
bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama >2 mg/dL.

a. Pada bayi cukup bulan yang diberi susu formula, kadar bilirubin
akan mencapai puncaknya sekitar 6-8 mg/dl pada hari ke-3
kehidupan dan kemudian akan menurun cepat selama 2-3 hari diikuti
dengan penurunan lambat sebesar 1 mg/dL selama 1 sampai 2
minggu.
b. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI, kadar bilirubin puncak
akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7-14 mg/dL) dan penurunan

6
terjadi lebih lambat, bisa terjadi selama 2-4 minggu, bahkan dapat
mencapai 6 minggu
c. Pada bayi kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan
terjadi peningkatan kadar bilirubun dengan kadar puncak yang lebih
tinggi dan bertahan lebih lama, demikian pula dengan penurunannya
bila tidak diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan kadar
billirubin sampai 10-12 mg/dl masih dalam kisaran fisiologik,
bahkan hingga 15 mg/dL tanpa disertai kelainan metabolism
bilirubin. Frekuensi ikterus pada bayi cukup bulan dan kurang bulan
ialah secara berurut 50-60% dan 80%. Umumnya fenomena ikterus
ini ringan dan dapat membaik tanpa pengobatan. Ikterus fisiologik
tidak disebabkan oleh faktor tunggal tetapi kombinasi dari berbagai
faktor yang berhubungan dengan maturitas fisiologik bayi baru lahir.
Peningkatan kadar bilirubin tidak terkonjugasi dalam sirkulasi bayi
baru lahir disebabkan oleh kombinasi peningkatan ketersediaan
bilirubin dan penurunan klirens bilirubin.

2. Ikterus Non-Fisiologi
Menurut Kosim (2012) ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari
ikterus fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk
tindak lanjutnya sebagai berikut :
a. Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.
b. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
c. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup bulan.
d. Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
e. Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi
muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang
cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil.
f. Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah
14 hari pada bayi kurang bulan.

7
Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak
mudah dibedakan dengan ikterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal di
bawah ini merupakan petunjuk untuk tindak lanjut, yaitu:

a. ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam


b. Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi
c. Peningkatan kadar bilirubin total serum >0,5 mg/dl/jam
d. Adanya tanda-tanda penyakit yang men-dasar pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menyusu.
e. Penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau suhu yang
tidak stabil. Ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi
cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
E. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang dapat timbul pada bayi yang mengalami ikterus
patologis adalah (Nurafif, 2016):
1. Kulit, sclera tampak berwarna kuning terang sampai jingga pada 24 jam
pertama.
2. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
3. Adanya peningkatan konsentrasi bilirubin serum lebih dari 5 mg %
setiap 24 jam.
4. Konsetrasi bilirubin serum 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg % pada prematuritas.
5. Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg %.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.
F. Komplikasi
Ikterus pada bayi yang tidak ditangani secara cepat akan mengakibatkan
hal yang semakin memperburuk kesehatan bayi yaitu ( Ridha, 2014) :
1. Bilirubin ensefalopati.
2. Kernicterus : kerusakan neurulogis : cerebral palsy, retardasi mental,
hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang
mengking.
3. Afiksia.

8
4. Hipotermi.
5. Hipoglikemi.
G. Penatalaksanaan
Menurut (Ridha,2014) beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan
adalah :
1. Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse
tukar untuk menurunkan kadar bilirubin fototerapi merupakan tindakan
dengan memberikan terapi melalui sinar yang menggunakan lampu
tidak lebih dari 500 jam untuk menghindari turunnya energy yang
dihasilkan lampu.
2. Transfuse tukar merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarkan
darah dari bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak patologis dengan
tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam darah, pemberian
transfusi tukar apabila kadar bilirubin indirek 20 mg%, kenaikan
bilirubin yang cepat, yaitu 0,3-1 mg/jam, angina barat dan kadar tali
pusat 14 mg% dan uji coombs direks positif
3. Fenobarbital
4. Therapi obat
5. Apabila terjadi risiko tinggi cedera karena dampak peningkatan kadar
bilirubin, maka interversi yang dapat dilakukan adalah mengkaji dan
mengawasi dampak perubahan kadar bilirubin, seperti adanya jaundice,
kontrasepsi urine, latargi, kesulitan makan, refleks moro, adanya
tremor, iritabilitas, memantau hemoglobin dan hematokrit, serta
pencatatan penurunan.
H. Asuhan Keperawatan
1. Riwayat keluarga dan kehamilan
a. Orang tua atau saudara dengan neonatal ikterus
b. Perawatan prenatal
c. DM pada ibu
d. Infeksi seperti toxoplasmosis, sipilis, hepatitis, rebella,
sitomegaloviras, dan herpes yang mioma ditransmisikan secara
silang ke plasenta selama kehamilan.

9
e. Penyalahgunaan obat pada orang tua
f. Ibu dan Rh negative sedangkan ayah dengan Rh positif
g. Riwayat tranfusi Rh positif pada ibu Rh negative
h. Riwayat abortus dengan bayi Rh positif
i. Obat-obatan selama kehamilan seperti sulfonamid, nitropuratin dan
anti malaria
j. Induksi oksitosin pada saat peralinan
k. Penggunaan vakum ekstraksi
l. Penggunaan phenobarbital pada ibu 1-2 bulan sebelum persalinan
2. Status bayi saat kelahiran
a. Prematuritas
b. APGAR score yang mengarah Asfiksia
c. Trauma dengan hematoma atau injuri
d. Sepsis neonatus, adanya cairan yang berbau tidak sedap
e. Hepatosplenomegali
3. Kardiovaskuler
Edema general atau peurunan volume darah, mengakibatkan gagal
jantung pada hidro fetalis
4. Gastrointestinal
a. Oral feeding yang buruk
b. Kehilangan berat badan sampai 5% selama 24 jam yang disebabkan
oleh rendahnya intake kalori
c. Hepatosplenomegali
5. Integumen
a. Jaundice selama 24 jam pertama (tipe patologis), setelah 24 jam
pertama (fisiologik tipe) atau setelah 1 bulan dengan diberikan ASI.
b. Kalor yang disebabkan oleh anernia yang terjadi karena hemolysis
RBC.
6. Neurologik
a. Hipotori
b. Tremor, tidak adanya reflek moro dan reflek menghisap. Reflek
tendon yang minimal

10
c. iritabilitas, fleksi siku, kelemahan otot, opistotoris di kejang
7. Pulmonari
a. Apnea, sianosy, dyspnea setelah kejadian kera interus
b. Aspiksia, efusi pulmonal
I. Diagnosa Keperawatan
1. Hiperbilirubinemia Neonatal yang berhubungan dengan peningkatan
kadar bilirubin indirect dalam darah
2. Ketidakefektifan pola menyusu bayi yang berhubungan dengan
gangguan neurologis
3. Resiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan terapi
fototerapi
4. Resiko infeksi yang berhubungan dengan penurunan daya tahan imun
J. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan Integritas Kulit
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dipertahankan
Intervensi : kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direct dan
indirect, ubah posisi setiap 2 jam, masase daerah yang menonjol, jaga
kebersihan kulit, jaga kelembapan kulit akibat dari efek fototerapi.
2. Hiperbilirubinemia neonatal
Tujuan : Peningkatan kadar bilirubin dan kekuningan pada bayi teratasi
Intervensi : Menjaga suhu tubuh bayi teteap dalam batas normal,
mengganti linen dan menjaga kenyamanan bayi, memberikan terapi
foto sesuai indikasi 2 x 24 jam, menutup mata bayi dengan kertas
karbon yang sudah dilapisi oleh kasa, mengatur jarak foto terapi dengan
bayi.
3. Ketidakefektifan Pola Menyusu Bayi
Tujuan : Pola Menyusu bayi efektif
Intervensi : Mengkaji pola makan bayi, lakukan fisioterapi oral, berikan
makan per oral yang efektif, teteskan PASI ke mulut bayi, pijat pipi
bayi dan ajarkan bayi mengapih menggunakan dot susu.

11
K. Patofisiologi

Penyakit hemolitik Obat obatan Gangguan fungsi


hepar (infeksi,
asidosis, hipoksia

Hemolisis Defisiensi albumin


Jaundice ASI

Pembentukan
bilirubin bertambah Jumlah bilirubin Defisiensi G-6-PD
yang akan diangkut
ke hati berkurang

Konjugasi bil
indirect menjadi bil
Bilirubin indirect direct rendah
meningkat

Hiperbilirubinemia

Otak
Dalam jaringan
ekstravaskuler (kulit,
konjungtiva, mukosa
dan alat tubuh lain Kernikterus

Kecemasan orang Ikterus Resiko injury


tua internal

Kurang informasi
Fototerapi orang tua

Resiko Kerusakan Persepsi yang salah


Integritas Kulit

Kurang Pengetahuan
12
BAB II
LAPORAN KASUS

FORMAT PENGKAJIAN KLINIK KEPERAWATAN ANAK


KOMPREHENSIF DIADAPTASI DARI NIKMAH’S THE TREE
MODEL OF PEDIATRIC BODY SYSTEM ASSESSMENT(N-
PBSA TREE MODEL)

A. UMUM
Nama: By. Ny. S Penanggung Jawab: No register: 234158
Umur: 11 hari Tn. S DX. Medis:
BBLC/NKB/SMK/Hiperbilirubinemia/
Asfiksia
Agama : Islam Alamat: Sbr. Jambe Tgl/jam MRS: 09-11-2018
Pekerjaan ortu: Tukang Tgl/jam pengkajian: 19-11-2018/16.00

Keluhan utama : Bayi Kuning


Riwayat Penyakit:
1. Antenatal: Ibu mengatakan selama kehamilannya Ibu sudah mengikuti posyandu
yang ada di Desanya. Posyandu yang diikuti setiap 1 bulan sekali. Ibu juga sudah
mendapatkan imunisasi-imunisasi pada saat hamil. Pada saat hamil Ibu melakukan
pemeriksaan USG pada kehamilannya di Bidan dekat rumahnya. Dan pada usia 7
bulan Ibu kembali melakukan pemeriksaan USG pada kehamilannya di Puskesmas
terdekat. Setelah dilakukan USG, ternyata plasenta berada dibawah (Placenta
Previa). Akhirnya kata Dokter dianjurkan untuk dilakukan operasi SC. Kemudian
pada hari Rabu tanggal 7 November 2018 Ny.S mengalami pendarahan di
rumahnya hingga hari Kamis Tn.S membawanya ke Puskesmas. Dan di Puskesmas
langsung dirujuk ke RS Soebandi untuk mendapatkan penanganan segera.
Kemudian pada hari Jumat dilakukan operasi SC atas persetujuan Ny.S dan Tn.S
dengan indikasi plasenta previa total dan Anemia. Selama kehamilan Ny.S
mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit DM, Ibu tidak pernah meminum
jamu atau obat-obatan bebas selama hamil. Selama kehamilan Ibu sering
mengalami anemia dengan besaran tekanan darah 90/100 mmHg.
2. Intranatal : Keluarga mengatakan Bayi Ny.S lahir pada usia kehamilan 36 minggu,
yakni pada hari Jumat, 9 November 2018 jam 07.55, lahir ditolong oleh dr.Sp.Og
dengan lahir secara Sectio Caesaria atas indikasi Placenta Previa Total dan
Anemia, BBL 2750 gram, AS 6-7 tanpa menangis, PB 48 cm, LK 33 cm, Lingkar

13
dada 29 cm, Lingkar Abdomen 28 cm. Jenis kelamin laki-laki dan ibu
G3P2A0,Cacat (-), Genetalia (+), Anus (+).
3. Post Natal : Keluarga mengatakan bahwa keadaan bayi pada setelah lahir tidak
menangis, sesak nafas dan kekuningan, kemudian bayi ditangani oleh dokter dan
bidan. Setelah dilakukan pemeriksaan pada darahnya hasilnya bahwa kadar
bilirubin (kekuningan) tinggi. Bayi dirawat di Ruang Dermatologi dan Ibu dirawat
di tuang nifas. Ibu mengatakan keadaan anaknya tidak sehat dan di ruang bayi
anaknya diterapi sinar. Tn.S selalu mendampingi Ny.S selama di rumah sakit.
Pada hari Jumat 9 November 2018 jam 07.55 telah lahir Bayi berjenis kelamin
laki-laki dengan berat 2750 gram di RSD dr.Soebandi Jember. Pada tanggal 19
November 2018 keadaan umum lemah, menangis (+), sesak (-) Selama di Rumah
sakit pada awal MRS ke ruang Perinatologi bayi Ny.S mengalami sesak, kemudian
pada tanggal 12 November 2018 setelah dilakukan pemasangan sonde ternyata
bayi Ny.S mengeluarkan cairan berwarna kuning dan dianjurkan untuk
pemeriksaan darah, apabila hasil bilirubin >10 dianjurkan untuk dilakukan foto
terapi. Kemudian pada tanggal 13 November 2018 setelah dilakukan pemeriksaan
darah dengan hasil albumin yang rendah dan dilakukan tranfusi albumin 14cc/hari.
Kemudian pemberian foto terapi dilakukan sejak tanggal 19 November 2018.
B. B1
AIRWAY:
1. Jalan nafas bersih
2. RR 46 Kpm
C. B2
1. Nadi: 140 kpm
2. Akral hangat
3. CRT= <2 dtk
4. Suhu= 36.6 0 C
5. Turgor= <2 dtk
6. Imunitas : imunisasi Hb0 1jam setelah lahir
D. B3
1. Composmentis
2. Pupil= Isokor
3. Reflek normal
E. B4
1. BAK= 2x ganti pampers
2. Warna kuning
3. Bau amoniak

14
4. Testis dibawah ruganya bagus
F. B5
1. BAB = 1 kph
2. Susu formula 8x30cc
G. B6
1. Sendi= bebas
2. Rambut, hidung, mulut, dan kulit bersih
3. Tali pusat belum lepas
4. Lubang anus +
5. Gerak kaki dan tangan normal (fleksi /ekstensi)
6. Lipatan plantar= lipatan diseluruh telapak
H. B7
1. Payudara= Aerola lebih jelas tonjolan 3-4 mm
2. Ibu mengatakan ASI keluar
3. Usia kehamilan 36 minggu
4. Lahir ditolong dokter dan bidan (SC)
5. BBL = 2750 gr
6. AS 6-7
I. B8
1. BBL= 2750 gr, BBS=2650 gr
2. LK= 33 cm, LILA= 7 cm
3. New ballard score 35 minggu
4. Reflek hisap lemah
5. Reflek rooting +
6. Reflek babinski +
7. Reflek moro +
J. B9
Tidak ada
K. B10
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Tanggal 19-11-2018
Darah Lengkap Hasil Normal
Hb 14.3 P= 12.5-20.5 gr/dl
Leukosit 9.3 5.0-20.0 10g/L
Hematokrit 39.9 39-63 %
Trombosit 224 150-450

15
Faal hati Hasil Nrmal
Bil direct 0.46 0.2-0.4 mg/dl
Bil total 13.51 <1.2 mg/dl
albumin 4.1 3.4-4.8 mg/dl

b. Terapi
1) Infus D5 ½ NS 173 cc/hari
2) Injeksi IV Amphi Sx 2x140 mg
3) Injeksi IV Genta 1x14 mg

16
ANALISIS DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1. DS: - Peningkatan Hiperbilirubinemia
DO: Bilirubin indirect Neonatal
a. Keadaan umum lemah ↓
b. BBL : 2750gr Kapasitas hepar
c. Wajah dan permukaan tidak
kulit tubuh yang lain memungkinkan
tampak ikterik dengan ↓
derajat III Bilirubin tidak
d. Bilirubin total 13.51 mg/Dl terkonjugasi
e. Bilirubin Direct 0.46
mg/dL
2. DS: - Hiperbilirubinemia Ketidakefektifan
DO: ↓ pola menyusu bayi
a. Keadaan umum lemah Sistem saraf otak
b. Kesadaran compos mentis ↓
c. Suhu 36.6oC Gangguan
d. RR 46 kpm neurologis
e. HR 140 kpm ↓
f. BbL 2750 gr Reflek hisap
g. Bayi dalam keadaan melemah
diberikan terapi fototerapi
h. Reflek hisap menurun
3. DS: - Terapi fototerapi Risiko Kerusakan
DO: ↓ integritas kulit
a. Ikterus derajat III Peningkatan proses
b. Bilirubin total 13.51 mg/Dl sekresi
c. Turgor kulit cukup kering ↓
d. Akral hangat Frekuensi BAK
e. Fototerapi 2x24 jam dan BAB
f. Turgor kulit 2 detik meningkat

Pengeluaran
sekresi keringat

4. DS :- Plasenta terletak di Resiko infeksi


DO : bawah segmen
a. Keadaan umum lemah rahim
b. HR 140kpm ↓
c. RR 46 kpm Nutrisi ke bayi
d. S 36.6 oC menurun
e. BBL : 2750 gr ↓
f. BBS 2650 gr Daya tahan
g. Usia kehamilan 36 minggu menurun
h. Tali pusat belum lepas
i. Riwayat SC dengan
plasenta previa

17
DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hiperbilirubinemia Neonatal yang berhubungan dengan peningkatan kadar
bilirubin dalam darah dan ditandai dengan kulit kuning (derajat III)
2. Ketidakefektifan pola menyusu bayi ybd Gangguan neurologis dd reflek
hisan lemah
3. Risiko infeksi ybd daya tahan imun menurun

18
RENCANA KEPERAWATAN

Tgl/jam Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan Rasional Paraf
19/11/2018 Hiperbilirubinemia neonatal Tj: Hiperbilirubinemia 1. Lakukan manajemen Anggi
16.30 yang berhubungan dengan Neonatal pada bayi teratasi keperawatan :
peningkatan kadar bilirubin setelah dilakukan tindakan a. Jaga suhu tubuh yang a. Bayi memiliki resiko tinggi
dalam darah keperawatan selama 3x24 jam. adekuat pada bayi hipotermi
KH: b. Ganti linen jika basah b. Menjaga lingkungan bayi
a. Kadar bilirubin dalam tetap nyaman
batas normal 0.2-0.4 c. Berikan perawatan foto c. Mempertahankan kondisi
mg/dL terapi sesuai indikasi yakni yang sesuai
b. Kulit tidak berwarna 2x24 jam
kuning/warna kuning d. Tutup mata bayi dengan d. Menghindari retina dari
berada pada derajat kertas karbon dan dilapisi kerusakan
kremer I/II kasa
e. Atur jarak bayi dari e. Jarak yang baik untuk foto
fototerapi terapi adaah 50-60 cm

2. Monitoring dan evaluasi: Anggi


a. Tanda tanda derajat ikterus a. Derajat ikterus sebagai acuan
utama keberhasilan tindakan
b. Serum bilirubin b. Kadar bilirubin sebagai tanda
keparahan ikteru
3. Berikan KIE tentang pentingnya ASI mengandung nutrisi yang Anggi
ASI dapat mengubah bilirubin larut
air
4. Lakukan kolaborasi dengan Kadar bilirubin yang tinggi dapat Anggi
pemberian terapi fptpterapi diturunkan dengan tindakan foto
2x24 jam sinar

19
19/11/2018 Ketidakefektifan pola TJ: ketidakefektifan pola 1. Lakukan manajemn Anggi
16.30 menyusu bayi ybd gangguan menyusu bayi teratasi setelah ketidakefektifan pola menyusu
neurologis di berikan keperawatan dalam bayi:
waktu 3x24 jam a. Kaji pola makan bayi a. Mengetahui sejauh mana
KH: reflek hisap sesuai dengan
a. Reflek menghisap kuat pemberian susu
b. Refleks rooting + b. Lakukan fisioterapi oral b. Untuk melatih reflek
c. Keadaan umum baik menghisap
d. BB meningkat sesuai c. Berikan makan per oral c. Meningkatkan dan melatih
BBI 2500-4000 gr yang efektif reflek hisap

d. Teteskan pasi kemulut bayi d. Untuk menjaga kelembapan


sebelum meberikan PASI mulut
e. Pijat pipi bayi e. Untuk memudahkan bayi
untuk menghisap
f. Ajarkan bayi mengapih f. Untuk melatih reflek
menggunakan dot susu menghisap
2. Monitoring dan evaluasi Anggi
a. Reflek menghisap a. Tolak ukur kekuatan hsap
bayi
b. Reflek rooting b. Tolak ukur kekuatan hsap
bayi
3. Lakukan KIE tentang cara Meningkatkan pengetahuan Anggi
melatih reflek hisap bayi
4. - - Anggi
19/11/2018 Keru
16.30
19/11/2018 Risiko infeksi ybd daya tahan Tj: risiko infeksi tidak terjadi 1. Lakukan manajemen risiko Anggi
16.30 menurun setelah diberikan tindakan infeksi:

20
keperawatan selama 3x24 jam a. Lakukan HH 5 moment a. Untuk meminimalkan
KH: terjadinya risiko infeksi
a. Tali pusat lepas
b. Kondisi tali pusat baik b. Pertahankan tindakan b. Untuk mencegah masuknya
c. Reflek menghisap bayi aseptik microorganisme kedalam
kuat tubuh
c. Lakukan perawatan tali c. Perawatan yang benar
pusat meminimalkan terjadinya
infeksi
d. Jaga agar tali pusat bayi d. Agar microorganisme tidak
tetap kering berkembang

2. Monitoring dan evaluasi Anggi


a. Tali pusat a. Tolak ukur risiko infeksi

b. Tanda-tanda infeksi b. Tolak ukur risiko infeksi


3. Lakukan KIE tentang Meningkatkan pengetahuan Anggi
perawatan tali pusat
4. Lakukan kolaborasi dengan tim Anggi
medis lainnya (dokter) dalam
pemberian:
a. Amphi Sx 2x140 mg a. Obat antibiotik yang
didalamnya berisi B20 untuk
mengobati infeksi

b. Gentamicin 1x14 mg b. Obat antibiotik golongan


aminoglikosida untuk
mengobati infeksi disebabkan
oleh bakteri gram negatif

21
22
IMPLEMENTASI

DX.
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
KEPERAWATAN

I, II,III,IV 19-11-2018 Anggi


1. Hand hygiene
16.00 WIB 2. Mengkaji keadaan pasien
a. TTV
RR = 56 kpm, Nadi = 120 kpm,
Suhu = 36,7 ˚C
Turgor kulit 2 detik
Kulit kering
b. Memonitoring keadaan dan warna kulit dan
16.10 kelembapan kulit
R/ Warna kulit dari badan sampai lutut
berwarna kekuning-kuningan
c. Tanda-tanda infeksi
R: Tanda-tanda infeksi (-)
d. Tali pusat
R: tali pusat belum lepas
e. Keadaan umum dan status kesadaran
R: keadaan umum lemah dan kesadaran
composmentis
f. Gerakan bayi
R: bayi tidak bergerak aktif dan lemas

II 16.12 3. Melakukan fisioterapi oral


R: bayi kurang responsif terhadap rangsangan
yang diberikan
4. Mengolesi bibir klien dengan air
R: mukosa bibir lembab
I,II,III,IV 16.22 5. Mengganti linen
R: linen dan popok harus dalam keadaan bersih
agar bayi tetap terasa nyaman

6. Mencuci tangan 5 moment


R: mencuci 5 langkah sebelum menyeka bayi
7. Personal higiene menyeka klien dengan air
IV 16.25 hangat
R: bayi tidak hipotermi dan tubuh bayi bersih.
8. Memakaikan baju, popok, dan topi
II 16.30
R: bayi tenang dan tertidur karena merasa
hangat
9. Menjaga lingkungan tetap hangat
R: menyelimuti pasien
II,IV
10. Merawat tali pusat
R: membersihkan menggunakan kapas hangat
disekitar tali pusat

23
IV 11. Kebersihan Lingkungan
R: merapikan kembali dan menaruh linen
kotor di ember.
12. HE
a. Pentingnya pemberian ASI
I,II,III,IV
b. Teknik cuci tangan 5 langkah
R: keluarga klien dapat memahami dan
mempraktekkan dengan baik.

24
EVALUASI

TGL/JAM Dx. CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


19-11-2018 1. S: - Anggi
20.00 O:
a. Keadaan umum lemah
b. BB 2650 gram
c. Wajah dan permukaan kulit tubuh yang lain
tampak kuning dengan ikterus derajat 3
d. Kadar bilirubin indirect 13,05 mg/dL
A: Hiperbilirubinemia neonatal masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
2. S: - Anggi
O:
a. Keadaan umum lemah
b. Reflek menghisap lemah
c. Kesadaran Compos Mentis
d. Suhu 36,7 0C
e. HR 126 x/m
f. RR 44 x/m
g. BB 2650 gram
A: Ketidakefektifan Pola Menyusu masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
3. S: - Anggi
O:
a. Ikterus derajat 3
b. Bilirubin indirect 13,05 mg/dL
c. Turgor kulit 2 detik
d. Akral hangat
A: Resiko kerusakan integritas kulit masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
S: - Anggi
O:
a. Keadaan umum lemah
b. Suhu 36,7 0C
c. HR 126 x/m
d. RR 44 x/m
e. BB 2650 gram
A: Resiko infeksi masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan

25
IMPLEMENTASI

DX.
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
KEPERAWATAN
I,II,III,IV 20-11-2018 1. Hand hygiene Anggi
14.00 2. Berikan minum PASI 30cc
R/ 30cc tidak habis, respon hisap lemah
3. Menyeka bayi dan mengganti pampers
4. Monitoring keadaan, warna kulit dan kelembapan
kulit
R./ Warna kulit kekuningan (derajat III)
16.00 5. Monitoring TTV
a. N : 108 x/m
b. RR 36 x/m
c. S : 36,6 C
17.00 6.Mempersiapkan alat foto terapi
7. menutup mata bayi dengan kertas karbon yang
dilapisi kasa
8. Atur jarak foto terapi ± 60cm
9. Memberikan minum 30cc
18.00 R/ Minum habis 10 cc dan reflek hisap masih lemah
19.00 10. Menghitung balance cairan pada bayi
R/ H(12) x BBL
150 x 2,75 = 412,5 cc
20 x 2,75 = 55 cc
418,00 cc
Minum 8 x 30 cc = 240 cc
418 – 240 cc = 178 cc

26
EVALUASI

TGL/JAM Dx. CATATAN PERKEMBANGAN PARAF


20-11-2018 1. S: - Anggi
20.00 O:
a. Keadaan umum lemah
b. BB 2435 gram
c. Wajah dan permukaan kulit tubuh yang lain
tampak kuning dengan ikterus derajat 3
d. Kadar bilirubin indirect 13,05 mg/dL
A: Hiperbilirubinemia neonatal masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
2. S: - Anggi
O:
a. Keadaan umum lemah
b. Reflek menghisap lemah
c. Kesadaran Compos Mentis
d. Suhu 36,6 0C
e. HR 108 x/m
f. RR 38 x/m
g. BB 2435 gram
A: Ketidakefektifan Pola Menyusu masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
3. S: - Anggi
O:
e. Ikterus derajat 3
f. Bilirubin indirect 13,05 mg/dL
g. Turgor kulit 2 detik
h. Akral hangat
A: Resiko kerusakan integritas kulit masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
S: - Anggi
O:
f. Keadaan umum lemah
g. Suhu 36,7 0C
h. HR 126 x/m
i. RR 44 x/m
j. BB 2435 gram
A: Resiko infeksi masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan

27
DX.
TGL/JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
KEPERAWATAN
I,II,III,IV 21-11-2018 1. Hand hygiene Anggi
07.30 2. Injeksi Ampicilin 140 mg, Gentamicin 14 mg
3. Lakukan fisioterapi oral
R/ Reflek hisap bayi masih lemah
09.00 4. Monitoring TTV
N : 138 x/m
RR : 40 x/m
S : 36,0 0C
10.00 5. Memberikan minum PASI 30 cc
R/ Minum habis 15 cc
11.00 6. Memberikan pendidikan kesehatan kepada
keluarga bayi tentang kondisi bayi saat ini
yang dilakukan foto terapi dan pentingnya
pemberian ASI
R/ Ibu klien mengatakan akan memberi ASI
eksklusif pada anaknya
7. Monitoring keadaan bayi, warna kulit dan
kelembapan kulit
R/ Warna kulit kekuningan
12.00 8. Mengganti linen dan popok bayi

28
TGL/JAM Dx. CATATAN PERKEMBANGAN PARAF
20-11-2018 1. S: - Anggi
20.00 O:
a. Keadaan umum lemah
b. BB 2495 gram
c. Wajah dan permukaan kulit tubuh yang lain
tampak kuning dengan ikterus derajat 3
d. Kadar bilirubin indirect 13,05 mg/dL
A: Hiperbilirubinemia neonatal masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
2. S: - Anggi
O:
a. Keadaan umum lemah
b. Reflek menghisap lemah
c. Kesadaran Compos Mentis
d. Suhu 36,6 0C
e. HR 126 x/m
f. RR 44 x/m
g. BB 2495 gram
A: Ketidakefektifan Pola Menyusu masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
3. S: - Anggi
O:
i. Ikterus derajat 3
j. Bilirubin indirect 13,05 mg/dL
k. Turgor kulit 2 detik
l. Akral hangat
A: Resiko kerusakan integritas kulit masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan
S: - Anggi
O:
k. Keadaan umum lemah
l. Suhu 36,6 0C
m. HR 126 x/m
n. RR 44 x/m
o. BB 2495 gram
A: Resiko infeksi masih terjadi
P: Rencana tindakan dilanjutkan

29
BAB III
PEMBAHASAN

Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir di mana kadar

bilirubin serum total lebih lebih dan 10 mg % pada minggu pertama ditandai dengan

Ikterus. Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh keadaan ini merupakan tanda penting penyakit

hati, saluran empedu dan penyakit darah (Nurafif, 2016).

Dalam pengkajian yang dilakukan pada tanggal 19-11-2018 pukul 16.00

didapatkan data By. Ny. S terjadi kekuningan pada bagian wajah dan permukaan kulit

tubuh yang lain tampak ikterik dengan derajat III sebelumnya By.Ny.S mengalami

asfiksia pasca lahir kejadian ini disebabkan pada pada riwayat Antenatal dan

Intranatal Ny.S mengalami plasenta previa yakni plasenta yang menutupi jalan lahir

sehingga nutrisi ke bayi menjadi menurun dan jika dilakukan dengan persalinan

normal akan mengakibatkan perdarahan dan beresiko tinggi pada bayi. Ny.S juga

mengalami anemia dengan tekanan darah 90/70 mmHg. Pada ibu dengan anemia

kandungan zat besi di dalam tubuh menjadi sedikit, padahal zat besi sangat penting

digunakan untuk mengangkut oksigen dari paru paru ke jaringan sehingga

menyebabkan kadar oksigen yang di transferkan ke bayi menjadi penurun. Dan inilah

yang menjadi penyebab bayi mengalami asfiksia. Pada saat bayi mengalami asfiksia

asupan oksigen ke semua jaringan dan organ di dalam tubuh menjadi menurun

termasuk pada organ hati yang akan mengalami penurunan perfusi hati dan

mempengaruhi metabolisme bilirubin hepatosit terganggu sehingga meningkatkan

kadar bilirubin indirect. Peningkatan kadar bilirubin indirect di dalam hati bisa

disebabkan karena proses konjugasi yang bermasalah atau proses transportasi yang

bermasalah. Pada bayi Ny.S permasalahan yang terjadi disebabkan karena

transportasi yang bermasalah yakni penurunan kadar albumin dalam darah 3,1 gr/dL

Hal ini yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubinemia neonatal pada By.Ny.S

30
tindakan yang dilakukan pada diagnosa keperawatan hiperbilirubinemia neonatal

adalah pemberian foto terapi yang dilakukan 2x 24 jam. Pemberian foto terapi ini

fungsinya untuk memecahkan kadar bilirubin indirect yang tinggi menjadi kadar

bilirubin yang larut air dan dapat diserap oleh hati.

Pemberian foto terapi ini juga akan mempengaruhi kelembapan kulit bayi

sehingga juga akan timbul diagnosa keperawatan Resiko Kerusakan Integritas Kulit

dan tindakan yang dilakukan adalah dengan pemasangan penutup mata bayi dengan

kertas karbon dan dilapisi kasa serta mengatur jarak foto terapi sehingga perawatan

foto terapi dapat berjalan dengan baik dan tidak memberikan kerusakan lain pada

anggota tubuh terutama pada kulit.

ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja selama 6 bulan, tanpa tambahan

cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa

tambahan makanan padat seperti pisang, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan nasi tim.

Setelah 6 bulan baru mulai diberikan makanan pendamping ASI (MPASI). ASI dapat

diberikan sampai anak berusia 2 tahun atau lebih.

Pola adalah bentuk atau model (lebih abstrak, suatu set peraturan) yang bisa

dipakai untuk membuat untuk menghasilkan suatu atau bagian dari sesuatu (Kamus

Besar Bahasa Indonesia). Pola Pemberian ASI Eksklusif adalah Model kebiasaan

ibu menyusui dalam pemberian ASI meliputi teknik atau cara menyusui, pemberian

ASI lama dan frekuensi menyusui

Dalam pengkajian didapatkan reflek hisap pada By.Ny.S lemah dan tidak

pernah menghabiskan PASI yang harusnya habis sebanyak 30cc. By.Ny.S hanya

menghabiskan paling banyak 15cc dalam satu kali minum. Reflek hisap bayi yang

lemah ini disebabkan karena pengaruh dari kadar bilirubin yang meningkat akan

mempengaruhi sistem saraf yang berhubungan dengan reflek hisap. Tindakan yang

dilakukan untuk diagnosa keperawatan Ketidakefektifan Pola Menyusu Bayi adalah

dengan melakukan fisioterapi oral, tindakan yang dilakukan ini berfungsi untuk

merangsang reflek hisap bayi.

31
Masa bayi adalah masa yang paling baik untuk memantau pertumbuhan dan

perkembangan bayi karena berpengaruh pada periode selanjutnya. Sehingga perlu

dilakukan pemantauaan pertumbuhan rutin pada pertumbuhan bayi sehingga dapat

terdeteksi apabila ada penyimpangan pertumbuhan dan dapat dilakukan

penanggulangan sedini mungkin. Deteksi dini tumbuh kembang merupakan kegiatan

atau pemeriksaan untuk menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh

kembang agar lebih mudah dilakukan penanganan selanjutnya atau diintervensi

(Arief, 2010)

Pada kasus By. Ny. S didapatkan data bayi lahir dengan persalinan Sectio

Caesaria dengan plasenta previa yang merupakan salah satu faktor terjadinya risiko

infeksi pada klien. Klien sangat rentan terkena infeksi karena sistem imun klien yang

belum adekuat. Pada saat didalam rahim bayi memiliki pemasukan nutrisi yang

sedikit karena pengaruh dari plasenta yang menutupi jalan lahir. Tindakan yang

dilakukan pada kasus risiko infeksi yakni perawatan tali pusat klien, cuci tangan 5

moment, personal hygiene klien dengan menyeka klien setiap pagi dan sore

menggunakan minyak telon dan menjaga kebersihan lingkungan klien serta

memberikan minum sesuai dengan kebutuhan bayi. Tindakan keperawatan ini

dilakukan hingga tali pusat lepas dan lekosit pada hasil laboratorium normal.

32
BAB IV
KESIMPULAN

Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir di mana kadar

bilirubin serum total lebih lebih dan 10 mg % pada minggu pertama ditandai dengan

Ikterus. Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh keadaan ini merupakan tanda penting penyakit

hati, saluran empedu dan penyakit darah.

Dalam kasus yang terjadi pada By.Ny.S didapatkan diagnosa keperawatan

sebagai berikut :

1. Hiperbilitubinemia neonatal

2. Ketidakefektifan pola menyusu bayi

3. Resiko kerusakan integritas kulit

4. Resiko infeksi

33
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T, Heather dan Shigemi, K. 2009. Diagnosis Keperawatan Edisi 10.Jakarta:

Buku Kedokteran.

Nurarif, A.H. dan Hardhi, K. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta:

Medication Publishing.

Wilkinson, Judith M. 2015. Diagnosis Keperawatan Edisi 10 Diagnosis Nanda NIC-

NOC. Jakarta: Buku Kedokteran

Tando, N. (2016). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita. Jakarta:

EGC.

Ridha N. 2014. Buku Ajar Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Pustaka Pelajar

Kosim, M. 2012. Buku Ajar Neonatologi. 1st ed. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

34

Anda mungkin juga menyukai