Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN MENINGITIS

TUBERKULOSIS (TB)

Disusun Oleh :

Ari Rianto
4006190068

Pembimbing Institusi

(................................................)

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
DHARMA HUSADA BANDUNG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
MENINGITIS TB
1. Pengertian
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada
araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa,
yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis Tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai salah satu
atau semua selaput meningen disekeliling otak dan medulla spinalis yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa (Mycobacterium Tuberculosa).

2. Etiologi

Penyebab utama terjadinya meningitis TB adalah kuman Mikobakterium


Tuberkulosa varian homoris. Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis,
Mycobacterium tuberculosismerupakan faktor penyebab paling utama dalam
terjadinya penyakit meningitis. Pada kasus meningitis secara umum disebabkan
oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasityang menyebar
dalam darah ke cairan otak (Kahan, 2005).

Bakteri

a. Pneumococcus
b. Meningococcus
c. Haemophilus influenza
d. Staphylococcus
e. Escherichia coli
f. Salmonella
g. Mycobacterium tuberculosis

Virus

a. Enterovirus
Jamur

a. Cryptococcus neoformans
b. Coccidioides immitris
Sumber : Kahan, 2005

3. Tanda dan gejala

a. Nyeri kepala

b. Demam

c. Perubahan tingkat kesadaran

d. Mual, muntah tidak nafsu makan,

e. Penurunan berat bedan

4. Patofisiologi

Meningitis Tuberkulosa timbul sebagai akibat invasi kuman ke jaringan sel


otak (meningen). Penyebaran kuman ke otak melalui penjalaran hematogen
pada saat terjadinya Tuberkulosa millier. Meningitis tuberkulosa merupakan
akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru.
Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh
penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentuklan
tuberkel pada permukaan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah ke dalam rongga arakhnoid.

Pada pemeriksaan histologis, merupakan meningoensefalitis.Peradangan


ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus
serta kelainan pada syaraf otak.

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang


belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan
cairan serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri
dari 3 lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater (Whiteley, 2014)

Anatomi Lapisan Selaput Otak

Sumber : Schuenke, M., et al. 2007. Atlas of Head and Neuroanatomy.

Lapisan Luar (Dura Meter)

Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat
yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan
jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit,
ruang subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada
medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim
(Drake, 2015).
Lapisan Tengah (Araknoid)
Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan
dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan
piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi
cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang
subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan
ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng
seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya,
maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid
menembus dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus
venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena
disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke
dalam darah dari sinus venosus (Drake, 2015).
Lapisan Dalam (Pia mater)

Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak
berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater dan elemen neural
terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia mater dan
membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang
memisahkan sistem saraf pusat dari cairan serebrospinal. Pia mater menyusuri
seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk
jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng
yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat
melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater
lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan
saraf pusat, kapiler darah seluruhnya dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.
(Drake, 2015).

Mekanisme Terjadinya Meningitis Tuberkulosis


Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara
hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2
tahap yaitu mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran
basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen
dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan.
Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus
kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung
masuk ke subaraknoid. Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah
infeksi primer (Schlossberg, 2011) .

Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk


kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid
parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan
dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan
dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan
meningitis. Meskipun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen,
kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,
peyumbatan vena dan menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir
dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi (Schlossberg,
2011).

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (pia mater


dan araknoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung
terkumpul di daerah basal otak (Menkes, 2006).
5. Klasifikasi

Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat


diklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas

Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis.

Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti


kelumpuhan saraf kranialis atau hemiparesis.

Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis


yang berat

Sumber : emedicine.medscpae.com

6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi akibat pengobatan


yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat, berupa :

1. Paresis, paralisis sampai deserebrasi.


2. Dehidrasi asidosis
3. Hydrosefalus akibat sumbatan, reabsorbsi berkurang atau produksi berlebih dari
likuor serebrospinal.
4. Dekubitus
5. Retradasi mental.
7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan CSF
M. Purulenta M. Serosa/TBC M. Viral

Tekanan   Normal

Warna merah, kuning / Opalesen kuning Jernih


hijau

Tes none ++ / +++ ++ / +++ -/+

Tes pandi -- / +++ ++ / +++ -/+

Jumlah sel 1000 – 10.000 200 – 500 50 – 100

Protein 100 – 500 mg % 100 – 500 mg % 50 – 100 mg %

Glukosa   normal

Bakteri  dgn pewarnaan  dgn pewarnaan (-) dgn pewarnaan

b. Thorax foto
c. Laboratorium
d. LED
e. Mantoux test
f. Diagnosa pasti dengan ditemukannya BTA dalam CSF

8. Penatalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan Meningitis Tuberkulosa adalah :

a. Pemberian kombinasi obat antituberkulosa.


b. Kortikosteroid
c. Simtomatis
d. Pemberian O2
e. IVD dengan Dextrose 10% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1.

2. Perawatan
a. Pemberian nutrisi melalui NGT
b. Pasang kateter
c. Atur posisi yang nyaman
d. Lakukan fisioterapi bila sudah memungkinkan

9. Komplikasi
Penyakit-penyakit yang dapat terjadi akibat dari komplikasi meningitis antara lain
1. Trombosis vena cerbral, yang menyebabkan kejang, koma, atau
kelumpuhan.
2. Efusi atau abses subdural, yaitu penumpukan cairan diruangan subdural
karena adanya infeksi karena kuman.
3. Hidrosefalus, yaitu pertumbuhan lingkaran kepala yang cepat dan
abnormal yang disebabkan oleh penyumbatan cairan serebrospinalis.
4. Ensefalitis, yaitu radang pada otak
5. Abses otak, terjadi karena radang yang berisi pus atau nanah diotak.
6. Arteritis pembuluh darah otak, yang dapat mengakibatkan infrak otak
karena adanya infeksi pada pembuluh darah yang mengakibatkan kematian
pada jaringan otak.
7. Kehilangan pendengaran, dapat terjadi karena radang langsung saluran
pendengaran.
8. Gangguan perkembangan mental dan intelegensi karena adanya retardasi
mental yang mengakibatkan perkembangan mental dan kecerdasan anak
terganggu. (Harsono. 2007).

Konsep Dasar Keperawatan

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : riwayat kelahiran, penyakit kronis, neoplasma riwayat
pembedahan pada otak, cedera kepala
2. Pada neonatus : kaji adanya perilaku menolak untuk makan, refleks menghisap
kurang, muntah dan diare, tonus otot kurang, kurang gerak dan menagis lemah
3. Pada anak-anak dan remaja : kaji adanya demam tinggi, sakit kepala, muntah
yang diikuti dengan perubahan sensori, kejang mudah terstimulasi dan
teragitasi, fotofobia, delirium, halusinasi, perilaku agresif atau maniak,
penurunan kesadaran, kaku kuduk, opistotonus, tanda kernig dan Brudzinsky
positif, reflex fisiologis hiperaktif, petchiae atau pruritus.
4. Bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) : kaji adanya demam, malas
makan, muntah, mudah terstimulasi, kejang, menangis dangan merintih, ubun-
ubun menonjol, kaku kuduk, dan tanda kernig dan Brudzinsky positif.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi:
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan
protein, cairan serebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya
peningkatan TIK.
2. Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan
protein meningkat, glukosa menurun, kultur positif terhadap beberapa jenis
bakteri.
3. Glukosa & dan LDH : meningkat.
4. LED/ESRD: meningkat.
5. CT Scan/MRI: melihat lokasi lesi, ukuran ventrikel, hematom, hemoragik.
6. Rontgent kepala: mengindikasikan infeksi intrakranial.
7. Kultur Darah dan Kultur Swab Hidung dan Tenggorokan
C. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan peningkatan tekanan
intrakranial
Tujuan :
- Pasien kembali pada keadaan status neurologis sebelum sakit
- Meningkatnya kesadaran pasien dan fungsi sensoris

Kriteria hasil

- Tanda-tanda vital dalam batas normal


- Rasa sakit kepala berkurang
- Kesadaran meningkat
- Adanya peningkatan kognitif dan tidak ada atau hilangnya tanda-tanda
tekanan intrakranial yang meningkat.

INTERVENSI RASIONALISASI
Pasien bed rest total dengan Perubahan pada tekanan intakranial akan dapat
posisi tidur terlentang tanpa meyebabkan resiko untuk terjadinya herniasi
bantal otak
Monitor tanda-tanda status Dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjt
neurologis dengan GCS.
Monitor tanda-tanda vital Pada keadaan normal autoregulasi
seperti TD, Nadi, Suhu, mempertahankan keadaan tekanan darah
Resoirasi dan hati-hati pada sistemik berubah secara fluktuasi. Kegagalan
hipertensi sistolik autoreguler akan menyebabkan kerusakan
vaskuler cerebral yang dapat dimanifestasikan
dengan peningkatan sistolik dan diiukuti oleh
penurunan tekanan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu dapat menggambarkan
perjalanan infeksi.
Monitor intake dan output Hipertermi dapat menyebabkan peningkatan
IWL dan meningkatkan resiko dehidrasi
terutama pada pasien yang tidak sadar, nausea
yang menurunkan intake per oral
Bantu pasien untuk membatasi Aktifitas ini dapat meningkatkan tekanan
muntah, batuk. Anjurkan intrakranial dan intraabdomen. Mengeluarkan
pasien untuk mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi
napas apabila bergerak atau dapat melindungi diri dari efek valsava
berbalik di tempat tidur.
Kolaborasi
Berikan cairan perinfus Meminimalkan fluktuasi pada beban vaskuler
dengan perhatian ketat. dan tekanan intrakranial, vetriksi cairan dan
cairan dapat menurunkan edema cerebral
Monitor AGD bila diperlukan Adanya kemungkinan asidosis disertai dengan
pemberian oksigen pelepasan oksigen pada tingkat sel dapat
menyebabkan terjadinya iskhemik serebral
Berikan terapi sesuai advis
dokter seperti: Steroid, Terapi yang diberikan dapat menurunkan
Aminofel, Antibiotika. permeabilitas kapiler.
Menurunkan edema serebri
Menurunkan metabolik sel / konsumsi dan
kejang.

2. Nyeri sehubungan dengan adanya iritasi lapisan otak


Tujuan:
- Pasien terlihat rasa sakitnya berkurang / rasa sakit terkontrol
Kriteria hasil:
- Pasien dapat tidur dengan tenang
- Memverbalisasikan penurunan rasa sakit.
INTERVENSI RASIONALISASI
Mandiri
Pantau berat ringan nyeri yang Mengetahui tingkat nyeri yang
dirasakan dengan menggunakan dirasakansehingga memudahkan pemberian
skala nyeri intervensi
Pantau saat muncul awitan nyeri Menghindari pencetus nyeri merupakan
salah satu metode distraksi yang efektif

Usahakan membuat lingkungan Menurukan reaksi terhadap rangsangan


yang aman dan tenang ekternal atau kesensitifan terhadap cahaya
dan menganjurkan pasien untuk beristirahat
Kompres dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi
dan kain dingin pada mata pembuluh darah otak
Lakukan latihan gerak aktif atau Dapat membantu relaksasi otot-otot yang
pasif sesuai kondisi dengan tegang dan dapat menurunkan rasa sakit /
lembut dan hati-hati disconfort
Kolaborasi
Berikan obat analgesic Mungkin diperlukan untuk menurunkan
rasa sakit. Catatan: Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada
status neurologis sehingga sukar untuk
dikaji.

3. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi


Tujuan:
- Suhu tubuh klien menurun dan kembali normal.
Kriteria hasil:
- Suhu tubuh 36,5 - 37,5 ° C

INTERVENSI RASIONALISASI
Ukur suhu badan anak setiap 4 jam suhu 38,9 – 41,1 menunjukkan proses
penyakit infeksius
Pantau suhu lingkungan Untuk mempertahankan suhu badan
mendekati normal
Berikan kompres hangat Untuk mengurangi demam dengan
proses konduksi
Berikan selimut pendingin Untuk mengurangi demam lebih dari
39,5 0C
Kolaborasi dengan tim medis : Untuk mengurangi demam dengan aksi
pemberian antipiretik sentralnya di hipotalamus

D. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan sesuai dengan intervensi yang sudah ditetapkan (sesuai dengan literature).

E. Evaluasi
Hal hal yang perlu dievaluasi dalam pemberian asuhan keperawatan berfokus pada
criteria hasil dari tiap-tiap masalah keperawatan dengan pedoman pembuatan SOAP,
atau SOAPIE pada masalah yang tidak terselesaikan atau teratasi sebagian.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. E., et al, 1999. Rencana asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC.

Arief Mansjoer. 2000. Asuhan Keperawatan Pada System Saraf. Jakarta. EGC

http: /MAKALAH ASKEP MENINGITIS.html

https://www.scribd.com/document/56866973/Askep-Meningitis-TB

http://gemilanggalang.blogspot.com/2017/02/asuhan-keperawatan-dengan-pasien.html

Satyanegara. (1998). Meningitis. In ilmu bedah saraf ( 3th ed., vol.1 p. 1998) Jakarta,
Indonesia: setyanegara )

Anda mungkin juga menyukai