Anda di halaman 1dari 81

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cholestasis sampai saat ini masih merupakan penyakit yang sering di temukan

pada bayi penyebab utama kolestasis adalah obtruksi infeksi penyakit penyakit

metabolik atau genetik penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya

aliran empedu cukup banyak, sehingga sering menyebabkan kesukaran dalam

menegakkan penyebab kolestasis. Jenis dan penyebab kolestasis pada anak sangat

penting untuk di tegakkan secepatnya, karena sangat berpengaruh terhadap cara

pengobatan serta prognosis (Nazer, 2010).

Cholestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam

jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari

hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis

didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti

bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara

patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel

hati dan sistem bilier (Arief, 2010)

Penyebab utama cholestasis adalah obstruksi, infeksi, penyakit-penyakit

metabolik atau genetik. Penyakit yang menyebabkan perlambatan atau berhentinya

aliran empedu ke dalam duodenum cukup banyak, sehingga sering menyebabkan

kesukaran dalam menegakkan penyebab cholestasis. Jenis dan penyebab cholestasis

pada pasien anak sangat penting untuk ditegakkan secepatnya, karena sangat

berpengaruh terhadap cara pengobatan serta prognosis. Penelusuran penyebab


cholestasis diperlukan beberapa pemeriksaan penunjang yang membutuhkan biaya

yang cukup besar, sehingga hal ini bisa menjadi salah satu masalah yang sangat rumit

untuk mendiagnosis jenis cholestasis (Bhatia, 2014).

Terhambatnya aliran empedu akan menyebabkan cairan empedu, yang terdiri

dari terdiri dari garam empedu, pigmen empedu (bilirubin) serta lemak, menumpuk

dalam darah. Akibatnya timbul berbagai macam gejala ,kadar pigmen empedu

(bilirubin) yang tinggi di dalam darah akan menyebabkan gejala kuning pada kulit

atau mata. Selain itu, pigmen tersebut akan membuat warna urin menjadi seperti teh

pekat dan membuat kulit gatal-gatal (Arief, 2010).

Di lain pihak, karena cairan empedu tidak masuk ke usus, maka warna tinja

menjadi lebih pucat dan tinja banyak mengandung lemak. Keadaan ini disebut

steatorrhea ditandai dengan bau tinja yang sangat busuk. Penyerapan vitamin D dan

kalsium ikut terganggu. Akibatnya tulang menjadi rapuh. Gangguan penyerapan

vitamin K dapat menyebabkan kecenderungan perdarahan. Selain gejala utama di

atas, seringkali ditemukan gejala penyerta seperti mual, muntah, hilang nafsu makan,

nyeri perut, dan demam.Cholestasis dapat terjadi pada semua orang tanpa dibatasi

usia, tetapi bayi - bayi yang baru lahir masih merupakan golongan usia yang paling

sering mengalami kolestasis. Kejadian cholestasis meningkat pada bayi - bayi dengan

usia kehamilan kurang bulan dan bayi berat lahir rendah, karena berhubungan dengan

gangguan dari fungsi hati. Faktor risiko lain yang berhubungan dengan kolestasis

adalah bayi - bayi yang mengalami sepsis berulang dan pemberian nutrisi secara

parenteral (Nazer, 2010).


Di dunia cholestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden

hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi

α-1 antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki

adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.Angka kejadian

cholestasis adalah 1 dari setiap 2.500-9.000 bayi lahir (Arief, 2010).

Berdasarkan data pada tahun 2012 di Indonesia (jumlah penduduk sekitar 240

juta dan laju pertambahan penduduk 1,49% per tahun), diperkirakan terdapat 1.600-

5.800 kasus baru pada setiap 4 juta kelahiran hidup setiap tahun. Kurang lebih 15%

bayi baru lahir mengalami cholestasis ditemukan sebanyak 0,04-0,2%. Berdasarkan

hasil penelitian sebelumnya, diperoleh data insiden sebagai berikut: kolestasis +

1:2.500 kelahiran hidup, atresia billier 1:19.065 kelahiran hidup dan sekitar 60-70%

pasien dengan atresia bilier akan mengalami sirosis hepatis, yang akan meningkatkan

mortalitas dan morbiditas. Rasio atresia bilier pada bayi perempuan dan bayi laki-laki

adalah 2:1 (Pudjiadi, 2010).

Penelitian Bachtiar diJakarta (2014), menemukan 65,9% angka kejadian

cholestasispada sepsis neonatorum. Mortalitas sepsis neonatorumcukup tinggi

berkisar 13%-25% dan angka mortalitastersebut meningkat pada bayi kurang bulan

dan bayidengan sakit berat pada saat awal. Sepsis sendiri dapatmenyebabkan

cholestasis intrahepatik serta berperandalam meningkatkan angka kematian 52,8%.

Padaneonatus akibat cholestasis sepsis. Sepsis sebagai penyebab cholestasis

umumnya disebabkan oleh bakteri Gram negatif.

Penelitian Bachtiar menunjukkan berbagai faktor risiko seperti nilai

laboratorium (leukosit, C-reactive protein/ CRP, imature total ratio/IT ratio) serta
gejala klinis sepsis neonatorum tidak bermakna secara statiskik dengan kejadian

kolestasis, sedangkan lama rawat ±15 hari 2,45 kali berisiko untuk terjadi cholestasis.

Data yang diperoleh di ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang, angka

kejadian cholestasis menempati 10 besar angka kejadian tertinggi, dan berdasarkan

survey awal yang dilakukan di ruang Akut pada hari senin 21 Januari 2018 dari 20

orang anak yang dirawat 4 diantaranya menderita cholestasis.

Dari data diatas kami tertarik melakukan seminar mengenai “ Asuhan

Keperawatan Pada An. N dengan Diagnosa Cholestasis Di Ruang Anak RSUP DR

M.Djamil Padang “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dalam penelitian ini maka rumusan

masalah yang diambil adalah “Asuhan Keperawatan Pada An. N Dengan Diagnosa

Cholestasis Di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Asuhan Keperawatan Pada An.N dengan diagnosa

Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus

1. Mampu melakukan pengkajian pada An. Ndengan diagnosa

Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.

2. Mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada An. N dengan

diagnosa Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.


3. Mampu membuat rencana keperawatan pada An. N dengan diagnosa

Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.

4. Mampu melakukan tindakan untuk mengatasi masalah/diagnosa

keperawatan pada An. N dengan diagnosa Cholestasis di Ruang Anak

RSUP DR M.Djamil Padang.

5. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An.N dengan diagnosa

Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.

6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada An.N dengan

diagnosa Cholestasis di Ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT

1. Defenisi

Cholestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum

dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari

membranabasolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke

dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat

yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi

kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan

sistem bilier (Arief, 2010).

Kolestasis adalah kondisi yang terjadi akibat terhambatnya aliran

empedu dari saluran empedu ke intestinal. Kolestasis terjadi bila ada

hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati (Nazer,

2010).

Mitchel (2008) menjelaskan kolestasis neonatal merupakan istilah

nonspesifik untuk kelainan hati dengan banyak etiologi yang mungkin

terdapat pada neonatus. Pada 50% kasus tidak terdapat penyebab yang bisa

diidentifikasi. Pasien penyakit ini ditemukan dengan hiperbilirubinemin

terkonjugasi yang lama (kolestasis neonatal), hepatomegali dan disfungsi hati

dengan derajat yang bervariasi (misalnya hipoprotrombinemia).


2. Anatomi Fisiologi

Gambar 1. Kantong empedu

Kandung empedu berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat

dengan panjang sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Bagian fundus

umumnya menonjol sedikit ke luar tepi hati, dibawah lengkung iga kanan,

ditepi lateral muskulus rektus abndominis. Kandung empedu tertutup

seluruhnya oleh lipatan peritoneum viseral. Apabila kandung empedu

mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, maka bagian infundibulum

menonjol seperti kantong dan disebut kantong Hartmann.

Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding

lumennya mengandung katup berbentuk spiral yang memudahkan cairan

empedu tetapi menahan aliran keluarnya. Saluran empedu yang kecil bersatu

membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah

hepar sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang segera bersatu

membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus bergabung dengan


duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Dan duktus koledokus

bergabung dengan duktus pankreatikus, membentuk ampula vateri.

Kandung empedu berfungsi sebagai depot penyimpanan bagi empedu.

Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Diluar

waktu makan empedu disimpan sementara di dalam kandung empedu dan di

sini mengalami pemekatan sekitar 50%. Pengaliran cairan empedu diatur oleh

tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung empedu dan

tahanan sfingter koledokus. Dan dalam keadaan puasa empedu yang

diproduksi akan dialih alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,

kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi dan empedu mengalir ke

dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena

secara intermitten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi dari pada tahanan

sfingter.

Hormon sel APUD (mino Precursor Uptake and Decarboxylation

Cells) kolesistokinin (CCK) dari selaput lendir usus halus yang disekresi

karena rangsang makanan berlemak atau produk lipditik di dalam lumen usus,

merangsang nervus vagus, sehingga terjadi kontraksi kandung empedu.

Demikian CCk berperan besar terhadap terjadinya kontraksi kandung empedu

setelah makan (Arief, 2010).

3. Etiologi

Penyebab cholestasis dibagi menjadi 2 bagian: intrahepatic cholestasis dan

ekstrahepatic cholestasis (Arief, 2010).


a. Pada intrahepatic cholestasis terjadi akibat gangguan pada sel hati yang

terjadi akibat: infeksi bakteri yang menimbulkan abses pada hati, biliary

cirrhosis primer, virus hepatitis, lymphoma, cholangitis sclerosing primer,

infeksi tbc atau sepsis, obat-obatan yang menginduksi cholestasis.

b. Pada extrahepatic cholestasis, disebabkan oleh tumor saluran empedu,

cista, striktur (penyempitan saluran empedu), pankreatitis atau tumor pada

pankreas, tekanan tumor atau massa sekitar organ, cholangitis sklerosis

primer. Batu empedu adalah salah satu penyebab paling umum dari

saluran empedu diblokir.

4. Klasifikasi

Secara garis besar menurut Arief, (2010) Kolestasis dapat diklasifikasikan

menjadi:

a. Kolestasis intrahepatik Saluran Empedu digolongkan dalam 2 bentuk,

yaitu:

1) Paucity saluran empedu

2) Disgenesis saluran empedu

b. Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik

Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat.

Merupakan kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan

akhirnya pembuntuan saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan

saluran empedu intrahepatik.

Oleh karena secara embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas)

berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan


saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran

ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan

hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan

yang disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s

disease mengenai kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik.Karena primer

tidak menyerang sel hati maka secara umum tidak disertai dengan gangguan

fungsi hepatoseluler.

5. Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan

merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu

mengandung asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang

terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan

asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin

terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu

adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu.

Hepatosit adalah sel epetelial dimana permukaan basolateralnya

berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal (kanalikuler)

berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi

sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara

metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut

kedalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari

bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi

yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung

P450 menjadi bilirubin terkonjugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam

empedu oleh transporter mrp2. Mrp2 merupakan bagian yang

bertanggungjawab terhadap aliran bebas asam empedu.

Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu

oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana

aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga

terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi

di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia

menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan

penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonjugasi (Areif, 2010).


6. WOC
7. Manifestasi Klinik

Gambaran klinis pada kolestasis pada umunya disebabkan karena keadaan-

keadaan (Arief, 2010) :

a. Terganggunya aliran empedu masuk ke dalam usus

1) Tinja akolis/hipokolis/pucat

2) Urobilinogen/sterkobilinogen dalam tinja menurun/negative

3) Urobilin dalam air seni negative d. Malabsorbsi lemak dan vitamin

yang larut dalam lemak

4) Steatore

5) Hipoprotrombinemia

b. Akumulasi empedu dalam darah

1) Ikterus

2) Gatal-gatal

3) Hiperkolesterolemia

c. Kerusakan sel hepar karena menumpuknya komponen empedu

1) Anatomis

a) Akumulasi pigmen

b) Reaksi peradangan dan nekrosis

2) Fungsional

a) Gangguan ekskresi (alkali fosfatase dan gama Transaminase

glutamil transpeptidase meningkat)

b) serum meningkat (ringan)

c) Gangguan ekskresi sulfobromoftalein


d) Asam empedu dalam serum meningkat

Tanda-tanda non-hepatal sering pula membantu dalam diagnosa,

seperti sindroma polisplenia (situs inversus, levocardia, vena cava inferior

tidak ada), sering bersamaan dengan atresia bilier: bentuk muka yang khas,

posterior embriotokson, serta adanya bising pulmunal stenosis perifer, sering

bersamaan dengan “paucity of the intrahepatic bile ductules” (arterio hepatic

displasia/Alagille’s syndrome) nafsu makan yang jelek dengan muntah,

“irritable”, sepsis, sering karena adanya kelainan metabolisme seperti

galaktosemia, intoleransi froktosa herediter, tirosinemia.

Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki, sedangkan atresia

bilier ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan. Pertumbuhan pasien

dengan kolestasis intrahepatik menunjukkan perlambatan sejak awal. Pada

pasien dengan kolestasis ekstrahepatik umumnya bertumbuh dengan baik

pada awalnya tetapi kemudian akan mengalami gangguan pertumbuhan sesuai

dengan perkembangan penyakit. Pasien dengan kolestasis perlu dipantau

pertumbuhannya dengan membuat kurva pertumbuhan berat badan dan tinggi

badan bayi/anak.

8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat pada penderita kolestasis menurut Ignatavicius, (2016)

adalah:
a. A simtomatik.

Simtomatik adalah pengobatan yang bertujuan meringankan atau

menyembuhkan gejala, bukan mengobati penyakit seperti pengobatan

dengan analgesik untuk nyeri, anti inflamasi untuk peradangan.

b. Kolik bilier

Serangan kolik bilier semacam ini disebabkan oleh kontraksi kandung

empedu yang tidak dapat mengalirkan empedu keluar akibat dari

tersumbatnya saluran empedu.

c. Kolangitis

Kolangitis adalah suatu infeksi bakteri akut pada sistem saluran empedu

d. Kolestasis akut

Kolestasis adalah peradangan pada kandung empedu akibat dari adanya

infeksi kandung empedu.

e. Kolestasis kronis

1) Hidrop kandung empedu.

2) Empiema kandung empedu.

3) Fistel kolesistoenterik

4) Ileus batu empedu (gallstone ileus)

f. Emplema kandung empedu

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang menurut Sudoyo, (2006) :

a. Rontgen abdomen
Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung

empedu. Akurasi pemeriksaannya hanya 15-20%. Tetapi bukan

merupakan pemeriksaan pilihan.

b. Kolangiogram/ kolangiografi transhepatik perkutan

Melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier.

Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka

semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, duktus koledukus,

duktus sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka

komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis

bilier, resiko sepsis dan syok septik.

c. ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi)

Sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus

pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam saluran

tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier

dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk

mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan

ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan

ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan

untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang

kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tanda-

tanda infeksi.
d. Pemeriksaan Pencitraan Radionuklida atau kolesentografi

Dalam prosedur ini, peraparat radioktif disuntikan secara intravena.

Kemudian diambil oleh hepatosit dan dengan cepat ekskeresikan kedalam

sinar bilier. Membutuhkan waktu panjang lebih lama untuk

mengerjakannya membuat pasien terpajan sinar radiasi.

10. Penatalaksanaan

a. Non bedah

Therapy konservatif Dilakukan pada penderita cholelithiasis yang

mempunyai kontra indikasi untuk pembedahan serta penderita yang

diagnosanya belum jelas sehingga masih perlu observasi.

1) Pengobatan konservatif berupa:

a) Obat antikolinergik (Sulfan atropin, Buskopan, Beladon).

b) Istirahat Analgetik untuk meringankan rasa nyeri yang timbul

akibat gejala penyakit

c) Antibiotika untuk mencegah adanya infeksi pada saluran kemih

d) Diit rendah lemak untuk mengurangi kerja kandung empedu.

e) Cairan Infus: menjaga stabilitas asupan cairan

f) Pada daerah kandung empedu diberi kompres es untuk mengurangi

rasa sakit dan mencegah penyebaran peradangan ke daerah sekitar

kandung empedu.

2) Farmako Therapi

Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk

melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari


kolesterol. Zat pelarut batu empedu hanya digunakan untuk batu

kolesterol pada pasien yang karena sesuatu hal sebab tak bisa dibedah.

Batu-batu ini terbentuk karena ada kelebihan kolesterol yang tak dapat

dilarutkan lagi oleh garam-garam empedu dan lesitin. Mekanisme

kerjanya berdasarkan penghambatan sekresi kolesterol, sehigga

kejenuhannya dalam empedu berkurang dan batu dapat melarut lagi.

Therapi perlu dijalankan lama, yaitu: 3 bulan sampai 2 tahun dan baru

dihentikan minimal 3 bulan setelah batu-batu larut. Recidif dapat

terjadi pada 30% dari pasien dalam waktu 1 tahun, dalam hal ini

pengobatan harus dilanjutkan.

3) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Prosedur nononvasif ini menggunakan gelombang kejut berulang

(repeated shock wafes) yang diarahkan ke batu empedu di dalam

kandung empedu atau doktus koledokus dengan maksud untuk

mencegah batu tersebut menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut

diproduksi dalam media cairan oleh percikan listrik, yaitu

piezoelelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik. Energy ini di

salurkan ke dalam tubuh lewat redaman air atau kantong yang berisi

cairan. Gelombang kejut yang dikonvergensikan tersebut diarahkan ke

batu empedu yang akan dipecah. Setelah batu dipecah secara bertahap,

pecahannya akan bergerak spontan dikandung empedu atau doktus

koledokus dan dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan

pelarut atau asam empedu yang diberikan peroral.


4) Litotripsi Intrakorporeal

Pada litotripsi intrakorporeal, batu yang ada dalam kandung empedu

atau doktus koledokus dapat dipecah dengan menggunakan gelombang

ultrasound, laser berpulsa atau litotripsi hidrolik yang dipasang pada

endoskop, dan diarahkan langsung pada batu. Kemudian fragmen batu

atau derbis dikeluarkan dengan cara irigasi dan aspirasi. Prosedur

tersebut dapat diikuti dengan pengangkatan kandung empedu melalui

luka sayatan atau laparoskopi. Jika kandung empedu tidak di angkat,

sebuah drain dapat dipasang selama 7 hari.

b. Pembedahan :

1) Koledokostomi : Dalam koledokostomi, sayatan dilakukan pada

duktus koledokus untuk mengeluarkan batu. Setelah batu dikeluarkan,

biasanya dipasang sebuah kateter ke dalam duktus tersebut untuk

drainase getah empedu sampai edema mereda. Keteter ini

dihubungkan dengan selang drainase gravitas. Kandung empedu

biasanya juga mengandung batu, dan umumnya koledokostomi

dilakukan bersama kolesistektomi.

2) Koleksistektomi laparaskopi : Dalam prosedur ini kandung empedu

diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi. Kolesistektomi

dilakukan pada sebagian besar kasus kolesistis akut dan kronis.

Sebuah drain (Penrose) ditempatkan dalam kandung empedu dan

dibiarkan menjulur keluar lewat luka operasi untuk mengalirkan darah,

cairan serosanguinus dan karet empedu ke dalam kasa absorben.


3) Minikoleksistektomie

Adalah prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung empedu lewat

luka sayatan selebar 4cm. Kolesistektomi Laparoskopik (atau

endoskopi), dilakukan lewat luka sayatan yang kecil atau luka tusukan

melalui dinding abdomen pada umbilicus. Pada prosedur

kolesistektomi endoskopik, rongga abdomen ditiup dengan gas karbon

dioksida (pneumoperitoneum) untuk membantu pemasangan endoskop

dan menolong dokter bedah melihat struktur abdomen. Sebuah

endoskop serat optic dipasang melalui luka sayatan umbilicus yang

kecil. Beberapa luka tusukan atau sayatan kecil lainnya dibuat pada

dinding perut untuk memasukkan instrumen bedah lainnya ke dalam

bidang operasi.

4) Choledochotomy

Adalah pengangkatan batu dari duktus koledokus bila terdapat batu,

adanya obstruksi dan dilatasi duktus koledokus.Merupakan tindakan

pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada

cholelitisis, baik akut / kronis yang tidak sembuh dengan tindakan

konservatif.
B. ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS
I. Pengkajian
a. Identitas Klien
Biasanya meliputi nama (inisial), tempat tanggal lahir/usia
jenis kelamin, agama, pendidikan, tanggal masuk, tanggal pengkajian
dan diagnose medic. (Asmaningsih, 2016)
b. Identitas Orang Tua
Biasanya meliputi nama, usia, pendidikan, pekerjaan/sumber
penghasilan serta agama ayah dan ibu. (Sheps, 2009).
c. Keluhan Utama Masuk RS
Biasanya klien atau keluarga klien biasanya mengeluhkan klien
mengalami, nyeri perut kanan atas, dan nyei meningkat saat ada
peekanan pada abdomen, mual muntah, anak sering menangis, cepat
lelah, keringat berlebihan atau berkeringat dingin, tubuh menguning,
perut membuncit, dan demam (Asmaningsih, 2016).
d. Reaksi Alergi
Biasanya klien memiliki riwayat alergi makanan, obat,
terpasang gelang tanda alergi (warna merah), dll dan adapula yang
tidak memiliki riwayat alergi.
e. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien mengeluh biasanya mengeluhkan klien
mengalami, nyeri perut kanan atas, dan nyei meningkat saat ada
peekanan pada abdomen, susah BAB, mual muntah, anak sering
menangis, cepat lelah, keringat berlebihan atau berkeringat dingin,
tubuh menguning, perut membuncit, demam, mual, muntah, dan susah
tidur (Asmaningsih, 2016).
2. Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya meliputi adanya penyakit tertentu dalam keluarga
seperti penyakit hipertensi, diabetes, obesitas, apnea pada waktu tidur,
penyakit ginjal, hiperlipidemia, stroke, dan kelainan endokrinologis
(Asmaningsih, 2016).
3. Riwayat Kesehatan/Pengobatan/Perawatan Sebelumnya
Biasanya berisi apakah klien pernah dirawat atau tidak, obat
yang biasa digunakan, riwayat kecelakaan, riwayat operasi, dan
riwayat penyakit dahulu yaitu trauma, serosis hepatis, atau penyakit
infeksi yang lainnya, infeksi saluran kemih, diabetes, atau masalah
gangguan tidur (Asmaningsih, 2016).
f. Riwayat Kehamilan (Khusus Untuk Pasien Usia < 5 tahun)
1. Prenatal
Biasanya berisi ibu memeriksakan kehamilannya teratur/tidak
dan apakah ada keluhan selama hamil yang dirasakan.
2. Intranatal
Biasanya berisi tempat persalinan, jenis persalinan, penolong
persalinan dan komplikasi yang dialami oleh ibu pada saat
melahirkan dan setelah melahirkan.
3. Postnatal
Biasanya berisi kondisi bayi, APGAR, keadaan anak pada saat
lahir, dll.
g. Riwayat Imunisasi
Biasanya berisi jenis imunisasi (BCG, Hepatitis, DPT I, II dan
III, polio I, II, III DAN IV, campak), waktu pemberian, frekuensi dan
reaksi setelah pemberian, dan biasanya imunisasi anak tidak lengkap..
h. Riwayat Tumbuh Kembang Anak
Biasanya meliputi pertumbuhan gigi, tengkurap, duduk,
merangkak, berdiri, berjalan, senyum, bicara dan berpakaian tanpa
bantuan di usia berapa. bertambahnya tinggi badan merupakan
determinan utama tekanan darah pertumbuhan yang cepat pada umur
8-13 tahun, berat badan berlebihan yang tidak sesuai dengan tumbuh
kembang anak akan mengakibatkan obesitas, obesitas (Asmaningsinh,
2016).
i. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
Biasanya berisi baik, sedang dan buruk.
2. Tanda-tanda vital
Biasanya meliputi, nadi meningkat, pernafasan meningkat,
suhu naik diatas normal.
3. Pernafasan
a. Irama
Biasanya terdengar regular atau irregular
b. Retraksi dinding dada
Biasanya ada atau tidak ada retraksi dinding dada.
c. Alat bantu nafas
Biasanya bernafas dengan spontan, kanul/RB/NRB mask.
4. Sirkulasi
a. Sianosis
Biasanya klien sianosis namun ada juga yang tidak.
b. Pucat
Biasanya klien pucat.
c. Akral
Biasanya akral teraba hangat.
5. Neurologi
a. Kesadaran
Biasanya kesadaran pasien baik, namun ada yang tidak.
b. GCS
Biasanya GCS 15.
c. Gangguan neurologis
Biasanya tidak ada gangguan neurologis.
6. Gastrointestinal
a. Mulut
Biasanya mulut tidak ada masalah dengan mukosa
lembab/kering.
b. Mual muntah
Biasanya klien mengalami mual muntah.
c. Asites
Biasanya klien tidak ada asites.
7. Eliminasi
a. Defekasi
Biasanya klien BAB dengan frekuensi 1x 3 sehari, konsistensi
250 g , stoma dan karakteristik feses lunak.
b. Urin
Biasanya tidak ada masalah dengan urin.
8. Integumen
a. Warna Kulit
Biasanya warna kulit normal, tidak merah, tidak ada pteki.
b. Luka
Biasanya tidak ada luka
c. Lokasi luka/lesi lain
Biasanya diberikan tanda X/arsiran lokasi luka/lesi/edema
ditubuh pasien pada gambar.
d. Gambar anatomis
Biasanya berisi posisi anatomis dan fundamental.
9. Genetalia
Biasanya berisi apakah normal/kelainan.
10. Resiko cedera/jatuh (untuk usia > 12-18 tahun)
j. Kebutuhan Dasar
1. Cairan dan nutrisi
a) Kebutuhan cairan : biasanya 2000 cc
b) Jenis cairan yang diberikan : biasanya air minum
c) Jumlah cairan yang diberikan : biasanya 2000 cc
d) Jumlah cairan yang masuk : biasanya 1500 cc
e) Balance cairan : biasanya (IVFD + oral) – (urine
+ IWL)
f) Makanan yang disukai : biasanya makanan ringan
g) Makanan yang tidak disukai : biasanya sayur
h) Nafsu makan : bisanya baik
i) Pola makan : biasanya teratur
j) Makanan yang diberikan saat ini : biasanya diet rendah garam
2. Tidur
a. Pola tidur
Biasanya meliputi tidur siang selama 5 jam atau lebih dan
malam sekitar 7 jam tergantung umur, jika < 1th akan lebih
banyak tidur.
b. Kebiasaan sebelum tidur
Biasanya klien sebelum tidur klien perlu mainan, dibacakan
cerita, dengan benda, benda kesayangan, ditemani.
3. Personal hygiene
a. Pola kebersihan diri
Biasanya klien mandi sendiri/dimandikan.
b. Kebersihan kuku
Biasanya kebersihan kuku klien bersih.
4. Aktivitas bermain
Biasanya saat sakit kurang melakukan aktivitas bermain.
k. Status Fungsional
Biasanya pada anak-anak status fungsionalnya perlu bantuan
dikarnakan penyakitnya.
l. Skrinning Nyeri
Biasanya meliputi Adakah rasa nyeri : ya, Lokasi: kepala,
Frekuensi: sering, Durasi: +- 1 jam, Skor nyeri: 4, Tipe nyeri :
hilang timbul, Karakteristik : tajam, Nyeri mempengaruhi : aktifitas
fisik, tidur.
m. Skrinning Nutrisi
Biasanya Skrining Gizi Anak Usia 1 Bulan – 18 Tahun (Modifikasi
Strong – Kids)
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah pasien memiliki Tidak (0) Ya (1)
status nutrisi kurang atau
buruk secara klinis?
2 Apakah terdapat penurunan Tidak (0) Ya (1)
berat badan selama 1 bulan
terakhir?
3 Apakah terdapat SALAH Tidak (0) Ya (1)
SATU dari kondisi berikut?
 Diare profuse
(≥5x/hari) dan atau
muntah (>3x/hari)
 Asupan makan
berkurang berkurang
selama 1 munggu
terakhir
4 Apakah terdapat penyakit Tidak (0) Ya (2)
dasar atau keadaan yang
mengakibatkan pasien
berisiko mengalami
malnutrisi (lihat table di
bawah)?
Total Skor 1
Hasil sttus gizi 1 = biasanya beresiko mal nutrisi kurang

n. Skrinning Resiko jatuh


Pengkajian resiko jatuh humpty dumpty
Parameter Criteria Skor Nilai skor
Umur Dibawah 3 tahun 4 2
3-7 Tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2 2
Perempuan 1
Diagnosis Gangguan 4 1
neurologis
Perubahan dalam 3
oksigenesis
Kelainan 2
psikis/perilaku
Diagnosis lain 1
Gangguan Tidak sadar 3 1
kognitif terhadap
keterbatasan
Lupa 2
keterbatasan
Mengetahui 1
kemampuan diri
Faktor Riwayat jatuh 4 2
lingkungan dari tempat tidur
saat bayi/anak
Pasien 3
menggunakan
alat bantu/box/
mebel
Pasien berada di 2
tempat tidur
Pasien di luar 1
ruang rawat
Respon terhadap Dalam 24 jam 3 1
operasi/obat Dalam 8 jam 2
penenang/efek >48 jam 1
anastesi
Penggunaan obat Penggunaan oba 3 1
sedative
Salah satu dari 2
oba diatas
Penggunaan obat 1
lan
TOTAL 10
Hasil : biasanya resiko jatuh rendah
o. Hasil Pemeriksaan Penunjang
Biasanya berisi pemeriksaan laboratorium, radiologi, dll.
II. Diagnosa Keperawatan Teoritis
1. Nyeri berhubungan denga agen cidera bioligis
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi empedu
dalam darah
4. Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energy yang
dihasilkan dari metabolisme yang berubah
6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan
nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sel tubuh
7. Resiko infeksi
(Nanda, 2015)

III. Intervensi Keperawatan


No Dx Kep NOC NIC
1. Nyeri b.d Tingkat nyeri Manajemen Nyeri
agen cidera Indikator: aktivitas
biologis
1. Lakukan penilaian nyeri
1. nyeri yang dilaporkan
secara komprehensif
2. panjangnya episode
2. Kaji ketidaknyamanan secara
nyeri
non verbal
3. Mengerang dan
3. Pastikan pasien mendapat
menangisi
perawatan dengan analgesik
4. ekspresi nyeri wajah
4. Gunakan komunikasi
5. mengeluarkan keringat
terapeutik agar pasien dapat
6. tekanan darah
menceritakan pengalaman

Kontrol nyeri nyeri

Indikator: 5. Tentukan dampak nyeri

1. Menilai lamanya 6. Evaluasi pengontrolan nyeri

nyeri 7. Gunakan metode pelatihan

2. Menilai faktor untuk menilai perubahan

penyebab nyeri nyeri

3. Gunakan catatan 8. Tentukan tingkat kebutuhan

nyeri pasien terhadap kenyamanan

Penggunaan untuk pengurangan nyeri


9. Kontrol faktor lingkungan
analgesik yang dapat menimbulkan
nyeri
10. Mengurangi faktor-faktor
peningkatan nyeri

Terapi relaksasi
Aktivitas:
1. 1. ajarkan teknik non
farmakologi
2. 2. gambarakan rasioanal dan
manfaat relaksasi
3. 3. minta pasien untuk tenang
dan rileks
4.
Pemberian analgetik
1. cek ada riwayat alegri
obat
2. pilih analgetik sesuai
orderan
3. monitor ttv sebelum dan
setelah pemberian analgetik

2. Hipertermi Thermoregulation Fever treatment


B.D proses 1. Monitor suhu sesering
inflamasi
Kriteria Hasill mungkin
1.Suhu tubuh dalam rentang 2. Monitor IWL
normal 3. Monitor warna dan suhu
2. Nadi dan RR dalam rentang kulit
normal 4. Monitor tekanan darah,
3. Tidak ada perubahan warna nadi dan RR
kulit dan tidak ada pusing 5. Monitor intake dan
output
6. Berikan anti piretik
7. Berikan pengobatan
untuk mengatasi
penyebab demam
8. Selimuti pasien
9. Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
10. Tingkatkan sirkulasi
udara
11. Berikan pengobatan
untuk mencegah
terjadinya menggigil
 Temperature regulation
12. Monitor suhu minimal
tiap 2 jam
13. Rencanakan monitoring
suhu secara kontinyu
14. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan hipotermi
15. Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
16. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
BAB III

LAPORAN KASUS

A. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien

Nama :An.N

Tempat tgl lahir/usia :Alahan Panjang, 28-06-2018 / 9 tahun

Jenis kelamin :Perempuan

Agama :Islam

Tgl masuk :7Januari 2019

Tgl pengkajian : 21 Januari 2019

Diagnosa medik : Cholestasis + Hepatitis 2

b. Identitas Orang Tua


Ayah Ibu
Nama Tn.Y Ny.N
Usia 33 30
Pendidikan S1 SMA
Pekerjaan/sumber Wiraswasta IRT
penghasilan
Agama Islam Islam

c. Keluhan Utama Masuk RS

An.N masuk rumah sakit dengan keluhan tubuh bertambah kuning

seluruh badan sejak 3 hari setelah lahir, perut membuncit serta pusar

menimbul.
d. Reasksi Alergi

An.N tidak memiliki riwayat alergi

e. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Sekarang

An. N berusia 7 bulan. Masuk rumah sakit dibawa oleh orang tua

melalui IGD. Datang dengan keluhan perut membuncit dan tubuh yang

menguning. Kemudian dipindahkan ke ruang Anak Akut dan telah

melakukan pemasangan drainase asites pada tanggal 15 Januari 2019.

Saat pengkajian hari Senin tanggal 21 Januari 2019 pukul 13.40 pada

orang tua An.N, Ibu An.N mengatakan anaknya tampak bertambah

kuning diseluruh badannya. Ibu An. N mengatakan An. N kuning

sejak lahir dan sejak 3 hari sebelum masuk RS seluruh tubuh An.N

jadi menguning. Ibu An, N mengatakan An. N lahir spontan

pervaginam dibantu oleh Bidan di klinik bersalin. Ibu An.N juga

mengatakan BAB An.N berwarna pucat dan BAK berwarna seperti

teh. Perut An. N tampak membuncit, akral An.N teraba dingin, CRT >

3 dt.

2) Riwayat Kesehatan Keluarga

Orang tua mengatakan tidak ada anggota keluarga yang

memiliki riwayat penyakit yang sama dengan An.N. Ibu An. N

mengatakan memiliki riwayat demam saat hamil An.N saat usia

kandungan 1-2 bulan selama 2-3 hari dan berobat kebidan.


3) Riwayat Kesehatan/Pengobatan/Perawatan Sebelumnya

Ibu An. N mengatakan An.N sebelumnya belum pernah

dirawat di rumah sakit.

f. Riwayat Imunisasi

No. Jenis imunisasi Waktu Frekuensi Reaksi


pemberian setelah
pemberian
1 BCG -
2 Hepatitis Saat lahir
3 DPT (I,II,III) -
4 Polio (I,II,III) -
5 Campak -

g. Lingkungan

Keluarga An. N tinggal di rumah bertipe permanen, dengan 4 kamar tidur

dan 2 kamar mandi. Keadaan lingkungan sekitar rumah bersih, subtitank

berada di belakang rumah dengan jarak kurang lebih 7-8 meter dari

rumah. Tempat pembuangan sampah juga berada di belakang rumah

berjarak 10 m dari rumah. Ibu An. N mengatakan biasanya sampah

langsung dibakar di tempat pembuangan sampah. Halaman rumah juga

bersih. Tersedia 2 tong sampah yang diletakkan di depan rumah dan

samping rumah.

h. Pemeriksaan Fisik

1). Keadaan umum : sedang

2). Tanda tanda vital:


Nadi : 113 x/i

Suhu :37,2 °C

RR : 40x/i

3). TB/BB :63 cm / 4 kg

4). Kepala :

Inspeksi : tidak ada lebam, tidak ada lesi dan tidak ada pembengkakan pada

daerah kepala.

a. Rambut : kulit kepala bersih, rambut lurus, warna hitam

b. Mata : konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (+), pupil ishokor,

c. Hidung : simetris, bersih, tidak ada polip hidung, cuping hidung (-)

d. Mulut : lembab, sianosis (-), tidak ada lesi

e. Telinga : simetris, tampak bersih, tidak ada peradangan di telinga,

serumen (-)

5). leher

a. Trakea : tidak ada benjolan, tidak ada pergesaran trakea

b. JVP : tidak ada bendungan atau pembesaran

c. Thyroid: tidak ada pembengkakan

6). Dada

a. Inspeksi : pergerakan dada simetris

b. Palpasi : gerakan dada simetris, nyeri tekan (-)

c. Perkusi : terdengar suara sonor di seluruh lapang dada

d. Auskultasi : terdengar suara vesikuler

7). Jantung
a. Inspeksi : ictus cordis tidak teraba

b. Palpasi : tidak ada pembengkakan atau lesi

c. Perkusi : batas jantung normal, suara jantung redup

d. Auskultasi : suara jantung normal atau reguler

8). Abdomen

a. Inspeksi : perut tampak buncit/ asites, perut tampak mengkilat,

tampak ada luka pemasangan drainase pada perut sebelah kanan

b. Auskultasi : bising usus 5x/menit

c. Palpasi : perut terasa tegang, turgor kulit jelek > 3 dtk,

d. Perkusi : terdengar suara tympani pada bagian atas perut, terdengar

dullness pada bawah perut posisi telentang.

9).Ekstremitas

a. Kekuatan otot : tampak An. N aktif menggerakkan tangan dan kakinya

b. Inspeksi : tidak oedema pada kaki dan tangan, tidak ada lesi atau

pembengkakan. Terpasang inject pump pada tangan sebelah kanan.

c. Palpasi : nyeri tekan (-),akral teraba dingin, CRT >3 detik.

10).Integumen

a. Inspeksi : kulit tampak kering, tampak bekasa gatal-gatal, kulit

tampak kuning, terdapat luka post op drainase di abdomen kanan bawah

berbentuk bulat dengan diameter luka 4mm dengan kondisi luka bersih.

b. Palpasi : turgor kulit bagus

11).Neurologi

a. Status mental/ GCS : compos mentis GCS: 15


b. Saraf cranial : tidak ada gangguan pada saraf

i. Kebutuhan Dasar

1) Cairan dan nutrisi

a) Kebutuhan cairan : ± 500 cc/hari

b) Jenis cairan yang diberikan : ASI dan susu formula

c) Jumlah cairan yang diberikan : ± 50cc per 10 kali /hari

d) Jumlah cairan yang masuk :± 500 cc

e) Balance cairan : (ASI + susu formula) – (urine + IWL)

= 500 – (200+75)

= 225 cc/24 jam

f) Makanan yang disukai : ASI dan susu formula

g) Makanan yang tidak disukai :Tidak ada

h) Nafsu makan : baik

i) Pola makan : teratur

j) Makanan yang diberikan saat ini : ASI dan susu formula

2) Tidur

a) Pola tidur : Siang 2 jam, malam ±11 jam

b) Kebiasaan sebelum tidur : ditemani, disusui ibu

3) Personal Hygiene

a) Pola kebersihan diri

Mandi : dimandikan 1x/hari

Gosok gigi : Gigi An. N belum tumbuh


b) Kebersihan kuku

Kuku An.N tampak bersih

4) Aktifitas bermain

Biasanya An.N sering bermain dengan orang tuanya

j. Skrining Nyeri
Numeric Rating Scale

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

None mild moderate severe

1) Adakah rasa nyeri : ya


Lokasi : Luka post pemasangan drainase asites di perut
Frekuensi : hilang timbul >2 x/hari
Durasi : hilang timbul
2) Skor nyeri : 1-2
3) Tipe nyeri :-
4) Karakteristik : -
5) Nyeri mempengaruhi : aktifitas fisik, tidur, emosi
k. Skrining Nutrisi
Skrining Gizi Anak Usia 1 Bulan – 18 Tahun (Modifikasi Strong – Kids)
No Pertanyaan Jawaban
1 Apakah pasien memiliki Tidak (0) Ya (1)
status nutrisi kurang atau √
buruk secara klinis?
2 Apakah terdapat penurunan Tidak (0) Ya (1)
berat badan selama 1 bulan √
terakhir?
3 Apakah terdapat SALAH Tidak (0) Ya (1)
SATU dari kondisi berikut?
 Diare profuse √
(≥5x/hari) dan atau
muntah (>3x/hari)
 Asupan makan
berkurang berkurang
selama 1 minggu
terakhir
4 Apakah terdapat penyakit Tidak (0) Ya (2)
dasar atau keadaan yang
mengakibatkan pasien √
berisiko mengalami
malnutrisi (lihat table di
bawah)?
Total Skor 2
Hasil sttus gizi 2 = beresiko mal nutrisi kurang
l. Skrining Resiko Jatuh
Pengkajian resiko jatuh humpty dumpty
Parameter Criteria Skor Nilai skor
Umur Dibawah 3 tahun 4 4
3-7 Tahun 3
7-13 tahun 2
>13 tahun 1
Jenis kelamin Laki-laki 2 1
Perempuan 1
Diagnosis Gangguan 4 1
neurologis
Perubahan dalam 3
oksigenesis
Kelainan 2
psikis/perilaku
Diagnosis lain 1
Gangguan Tidak sadar 3 3
kognitif terhadap
keterbatasan
Lupa 2
keterbatasan
Mengetahui 1
kemampuan diri
Faktor Riwayat jatuh 4 2
lingkungan dari tempat tidur
saat bayi/anak
Pasien 3
menggunakan
alat bantu/box/
mebel
Pasien berada di 2
tempat tidur
Pasien di luar 1
ruang rawat
Respon terhadap Dalam 24 jam 3 0
operasi/obat Dalam 8 jam 2
penenang/efek >48 jam 1
anastesi
Penggunaan obat Penggunaan oba 3 0
sedative
Salah satu dari 2
oba diatas
Penggunaan obat 1
lan
TOTAL 11
Hasil : 11 : resiko jatuh rendah

m. Hasil Pemeriksaan Penunjang


1) Laboratorium
17/01/19
Kimia klinik
Total protein : 7,2 g/dl (6,6-8,7)
Albumin :3,9 g/dl (3,8-5,0)
Globulin :3,3 g/dl (1,3-2,7)

Hematologi 17/01/19
Hb 9,5g/dl (14,4-15,6)
Leukosit 16.140/mm3 (6000-19000)
Eritrosit 3.31 juta (3,6-5,4)
Trombosit 161.000 (150.000-450000
Hematokrit 30% (51-75)
Retikulosit 0,9 % (0,5-2,5)
N Segmen 48% (20-40)
PT 18,1 detik (10,1-13,5)
APTT 66,0 (33,2-43,0)

17/01/19
Urin
Makroskopis
Warna : Kuning ( kuning-coklat )
Kekeruhan : negative ( negative )
BJ : 1015 (1003-1030)
pH : 6,0 (4,6-8,0)

Mikroskopis
Leukosit : 0-1 / LBP (<5)
Eritrosit : 0-1 / LBP (≤1)
Silinder : negative ( negative)
Kristal : negative ( positive)
Epitel : gepeng + (positive)

Kimia
Protein : negative (negative)
Glukosa : negative (negative)
Bilirubin : positive +++ (negative)
Urobilinogen : positive (positive)

2) Radiologi
3) Lain-lain
2. Terapi
a. Ampisilin 4 x 100mg : IV
b. Paracetamol 3 x 50 mg : PO
c. Vit. A 1 x 5000 IU : PO
d. Vit. D 1 x 600 IU : PO
e. Vit. E 1 x 100 IU : PO
f. Urdafalk 3 x 30mg : PO
g. Lasix 1 x 5mg

B. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH ETIOLOGI WOC


1. DS: Kelebihan Gangguan Infeksi
 Ibu An.N mengatakan volume mekanisme Bilirubin tdk
perut An.N tampak cairan regulasi terkonjugasi
membesar Presipitasi
 Ibu An. N Batu
mengatakan tubuh Kolestasis
An.N tampak kuning Tekanan
 Ibu An. N hidrostatik
mengatakan perut Penumpukan
anak tampak cairan
mengkilat Asites

 Ibu An. N Kelebihan volume

mengatakan perut cairan

anak tampak tegang


DO :
 An.N tampak
terpasang drain di
perut
 An.N tampak gelisah
 Keluar cairan drain
150cc
 Intake : ±500cc
 Output : ±200cc
 Nadi: 113 x/i
 Suhu:37,2 °C
 RR : 40x/i

2. DS: Kerusakan Tindakan Kolestasis


 Ibu An.N mengatakan integritas Invasif Tekanan
An. N terpasang drain kulit (pemasanga hidrostatik
di perut n drainase) Penumpukan
 Ibu An.N mengatakan cairan
drainasenya sering Asites
merembes Tindakan
 Ibu An. N pembedahan
mengatakan anak Kerusakan
tampak gelisah dan Integritas kulit
tidak nyaman dengan
pemasangan drain

DO:
 Tampak ada luka
pemasangan drainase
 Tampak keluar cairan
dari drainase
berwarna kuning
pekat
 Tampak perban
pemasangan drainase
berwarna kuning

3. DS: Resiko Penurunan Anemia


 Ibu An.N perfusi komponen Aliran darah ke
mengatakan anak perifer seluler yang jaringan
tampak pucat tidak efektif diperlukan O2 dan nutrisi tdk
 Ibu An.N untuk tertransfer scr
mengatakan mengirim adekuat
tangan anak oksigen ke Resiko perfusi
terasa dingin sel janriangan perifer
 Ibu An.N tidak efektif
mengatakan Hb
anak rendah
DO:
 An.N tampak
pucat
 CRT >3 dtk
 Akral teraba dingin
 Konjungtiva anemis
 Hb 9,5g/dl (n = 14 –
15,6)
C. DIAGNOSA
No Diagnosa ke[erawatan Tgl di tegakkan Ttd Tgl teratasi ttd
1 Kelebihan volume cairan b.d 21 januari 2019
gangguan mekanisme regulasi

2 Kerusakan integritas kulit b.d 21 januari 2019


tindakan Invasif ( pemasangan
drainase asites )
3 Resiko perfusi jaringan perifer 21 januari 2019
tidak efektif b.d Penurunan
komponen seluler yan
diperlukan untuk mengirim
oksigen ke sel ( anemia)
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Noc Nic


keperawatan
1. Kelebihan  Fluid balance Fluid management
volume cairan  Timbang popok/pembalut
b.d gangguan Indikator : jika diperlukan
mekanisme  Terbebas dari edema,  Pertahankan catatan intake
regulasi efusi, anaskara dan output yang akurat
 Bunyi nafas bersih,  Pasang urin kateter jika
tidak ada diperlukan
dvspneu/ortopneu  Monitor hasil Hb yang
 Terbebas dari distensi sesuai dengan retensi
vena jugularis, reflek cairan (BUN, Hmt,
hepatojugular (+) osmolalitas urin)
 Memelihara tekanan  Monitor status
vena sentral, tekanan hemodinamik termasuk
kapiler paru, output CVP,MAP, PAP dan
jantung dan vital sign PCWP
dalam batas normal  Monitor vital sign
 Terbebas dan  Montor indikasi retensi /
kelelahan, kecemasan kelebihan cairan (cracles,
atau kebingungan CVP, edema, distensi
 Menjelaskan vena leher, asites)
indikator kelebihan  Kaji lokasi dan luas
cairan edema
 Monitor masukan
makanan / cairan dan
hitung intake kalori
 Monitor status nutrisi
 Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk

Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat jumlah
dan tipe intake cairan dan
eliminasi
 Tentukan kemungkinan
faktor resiko dan
ketidakseimbangan cairan
(Hipertermia, terapi
diuretik, kelainan renal,
gagal jantung, diaporesis,
disfungsi hati, dll)
 Monitor berat badan, BP,
HR, dan RR
 Monitor serum dan
elektrolit urine
 Monitor serum dan
osmilalitas urine
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan perubahan
irama jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akurat intake
dan output
 Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
 Monitor tanda dan gejala
dari odema

No Diagnosa Noc Nic


keperawatan
2. Kerusakan Tissue Integrity : Insision site care
integritas jaringan Skin and Mucous  Membersihkan, memantau dan
berhubungan Membranes proses penyembuhan pada luka
dengan adanya Indikator : yang ditutup dengan jahitan,
luka insisi post op  Integritas kulit klip atau straples
pemasangan yang baik bisa  Monitor proses kesembuhan
drainase dipertahankan area insisi
(sensasi,  Monitor tanda dan gejala
elastisitas, infeksi pada area insisi
temperatur,  Bersihkan area sekitar jahitan
hidrasi, atau staples, menggunakan lidi
pigmentasi) kapas steril
 Tidak ada luka/lesi  Gunakan preparat antiseptic,
pada kulit sesuai program
 Perfusi jaringan
baik  Ganti balutan pada interval
 Menunjukkan waktu yang sesuai atau biarkan
pemahaman dalam luka tetap terbuka (tidak
proses perbaikan dibalut) sesuai program
kulit dan
mencegah
terjadinya cedera
berulang
 Mampu
melindungi kulit
dan
mempertahankan
kelembaban kulit
dan perawatan
alami
No Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
3 Resiko perfusi Status sirkulasi Manajemen sensasi perifer
jaringan perifer Indikator : Aktivitas :
tidak efektif b.d a. Tidak ada sianosis a. monitor adanya daerah
penurunan pada kuku dan tertentu yang hanya peka
komponen bibir terhadap
seluler yang b. Menunjukkan nilai panas/dingin/tajam/tumpul
diperulkan normal b. Monitor adanya paratese
untuk mengirim haemoglobin c. Instruksikan keluarga untuk
oksigen ke sel c. Klien tidak mengobservasi kulit jika ada
tampak pucat lesi
d. Menunjukkan nilai d. Batasi gerakan pada leher
CRT normsl kepala, punggung
e. Monitor kemampuan BAB
f. Ubah posisi pasien tiap dua
jam
g. lindungi ujung tangan dan
kaki dari cedera
h. berkan kehagatan
I. monitor jumlah cairan yang
masuk dan keluar
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/tgl/ No Implementasi Hari/tgl Evaluasi Ttd


jam dx / jam
1. Senin, 1  Memonitor Senin, S:
vital sign
21/1/19 21/1/19  Ibu An. N
per shift
10.00  Memontor 10.00 mengatakan
indikasi
cairan yang
kelebihan
cairan keluar berwarna
(asites)
kuning pekat,
 Mengkaji
ukuranasites  Mengataka
 Memonitor pengeluaran
masukan
makanan / cairan melalui
cairan dan drainase
hitung
intake kalori dilakukan setiap
 Memonitor hari,
status nutrisi
 Memonitor  mengatakan
pengeluaran perut An. N
cairan
melalui masih buncit
drainase
asites
 Berkolabora O:
si pemberian  tampak perut An.
obat lasix
1x5mg N masih buncit,
tampak cairan
yang keluar
berwarna kuning
pekat.
 LP : 42cm
 Cairan yang
dikeluarkan dari
drainase 150
cc/hr
 Nadi: 113 x/i
 Suhu:37,2 °C
 RR : 40x/i
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Pengeluaran
cairan
melalui
drainase 150
cc/hr
- Therapy obat
lasix 1x5mg

2 11.00 2 11.00
S:
 Ibu An. N
 Membersihk
an, mengatakan
memantau cairan
dan
meningkatka drainasenya
n proses merembes,
penyembuha
n pada luka  Mengatakan
yang ditutup perbannya
 Memonitor
proses terlihat
kesembuhan menguning
area insisi
 Memonitor  Mengatakan
tanda dan
gejala
infeksi pada perbannya basah
area insisi
 Membersihk O:
an area
sekitar  Tampak perban
drainase luka basah
 Mengganti
balutan luka  Tampak perban
bekas luka berwarna
pemasangan
drainase kuning
 Tidak ada tanda-
tanda infeksi,
kondisi luka
bersih
 Leukosit dalam
rentang normal
16.140/mm3
 Kulit ikterik

A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Perawatan
luka
- Ganti balutan
bila kotor
dan basah

3 12.00 3  Memonitor 12.00


S:
adanya
daerah  Ibu An. N
tertentu mengatakan anak
yang hanya
peka pucat
terhadap
 Ibu An.N
panas/dingin
/tajam/tump mengatakan
ul
tangannya dingin
 Menginstruk
sikan  Ibu An.N
keluarga
untuk mengatakan ada
mengobserv respon kontak
asi kulit jika
ada lesi mata saat diajak
 Membatasi bicara
gerakan
pada leher  Ibu An.N
kepala, mengatakan
punggung
tidak ada
 Memonitor
kemampuan terdapat lesi di
BAB
kulit An.N
 Mengubah
posisi pasien
O:
tiap dua jam
 Melindungi  Tampak pucat
ujung tangan
dan kaki  Konjungtiva
dari cedera anemis
 Memberikan
kehagatan  Hb 9,5g/dl
 Memonitor  Tidak terdapat
jumlah
cairan yang lesi dikulit An.N
masuk dan  Intake : ± 500cc
keluar
 Output : ± 150cc

A:
Masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
 Membatasi
gerakan pada
leher kepala,
punggung
 Memonitor
kemampuan
BAB
 Mengubah posisi
pasien tiap dua
jam
 Melindungi
ujung tangan dan
kaki dari cedera
 Memberikan
kehagatan
 Memonitor
jumlah cairan
yang masuk dan
keluar

HARI
KEDUA

 Memonitor
1. Selasa / 1 14.05 S:
vital sign
22 per shift  Ibu An. N
Januari  Memontor
mengatakan
indikasi
2019 kelebihan cairan yang
14.00 cairan
keluar berwarna
(asites)
 Mengkaji kuning pekat,
ukuranasites
 Ibu An. N
 Memonitor
masukan mengatakan
makanan / pengeluaran
cairan dan
hitung cairan melalui
intake kalori drainase
 Memonitor
status nutrisi dilakukan setiap
 Memonitor hari,
pengeluaran
cairan  Ibu An. N
melalui
drainase mengatakan
asites perut An. N
 Berkolabora
masih buncit
si pemberian
obat lasix
1x5mg
O:
 tampak perut An.
N masih buncit,
tampak cairan
yang keluar
berwarna kuning
pekat.
 LP : 40cm
 Keadaan luka
tampak bersih
 Cairan yang
dikeluarkan dari
drainase 150
cc/hr
 Nadi: 109 x/i
 Suhu:37,3 °C
 RR : 38x/i
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Pengeluaran
cairan
melalui
drainase 150
cc/hr
- Therapy obat
lasix 1x5mg

2. 14.30 2.  Membersihk 14.30


S:
an,
memantau  Ibu An. N
dan
meningkatka mengatakan
n proses cairan
penyembuha
n pada luka drainasenya
yang ditutup sudah tidak
 Memonitor
merembes lagi,
proses
kesembuhan  Ibu An.N
area insisi
mengatakan
 Memonitor
tanda dan perbannya
gejala
terlihat sudah
infeksi pada
area insisi bersih
 Membersihk
 Ibu An.N
an area
sekitar mengatakan
drainase
perban sudah
 Mengganti
balutan luka diganti tadi pagi
bekas
pemasangan O:
drainase
 Tampak perban
bersih
 Tidak ada tanda-
tanda infeksi,
kondisi luka
bersih
 Leukosit dalam
rentang normal
16.140/mm3
 Kulit ikterik

A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan
- Perawatan
luka
- Ganti balutan
bila kotor
dan basah

3. 15.00 3. 15.00 S:
 Memonitor
adanya  Ibu An. N
daerah mengatakan
tertentu
yang hanya anaknya masih
peka pucat
terhadap
panas/dingin  Ibu An.N
/tajam/tump mengatakan
ul
 Menginstruk tangannya masih
sikan terasa dingin
keluarga
untuk  Ibu An.N
mengobserv mengatakan ada
asi kulit jika
ada lesi respon kontak
 Membatasi mata saat diajak
gerakan bicara
pada leher
 Ibu An.N
kepala,
punggung mengatakan
 Memonitor
tidak ada
kemampuan
BAB terdapat lesi di
 Mengubah
kulit An.N
posisi pasien
tiap dua jam  Ibu An.N
 Melindungi
mengatakan
ujung tangan
dan kaki An.n sudah BAB
dari cedera
1x sejak tadi
 Memberikan
kehagatan pagi
 Memonitor
jumlah O:
cairan yang
 Tampak pucat
masuk dan
keluar  Konjungtiva
anemis
 Hb 9,5g/dl
 Tidak terdapat
lesi dikulit An.N
 Intake : ± 500cc
 Output : ± 250cc

A:
Masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
 Membatasi
gerakan pada
leher kepala,
punggung
 Memonitor
kemampuan
BAB
 Mengubah posisi
pasien tiap dua
jam
 Melindungi
ujung tangan dan
kaki dari cedera
 Memberikan
kehagatan
 Memonitor
jumlah cairan
yang masuk dan
keluar
HARI
KETIGA

 Memonitor
1. Rabu / 23 1. 14.30 S:
vital sign
Januari per shift  Ibu An. N
2019/  Memontor
mengatakan
indikasi
14.30 kelebihan cairan yang
cairan
keluar masih
(asites)
 Mengkaji berwarna kuning
ukuranasites pekat,
 Memonitor
masukan  Ibu An. N
makanan / mengatakan
cairan dan
hitung pengeluaran
intake kalori cairan melalui
 Memonitor
status nutrisi drainase
 Memonitor dilakukan setiap
pengeluaran
cairan hari,
melalui  Ibu An. N
drainase
asites mengatakan
 Berkolabora perut An. N
si pemberian
obat lasix masih buncit
1x5mg  Ibu An.N
mengatakan
An.N menyusui
dengan baik

O:
 tampak perut An.
N masih buncit,
tampak cairan
yang keluar
berwarna kuning
pekat.
 LP : 40cm
 Keadaan luka
tampak bersih
 Cairan yang
dikeluarkan dari
drainase 150
cc/hr
 Nadi: 112 x/i
 Suhu:37,0 °C
 RR : 40x/i
A: masalah belum
teratasi
P: intervensi
dilanjutkan
- Pengeluaran
cairan
melalui
drainase 150
cc/hr
- Therapy obat
lasix 1x5mg
- Monitor vital
sign
- Monitor
pemberian
nutrisi

2. 15.45 2.  Membersihk 15.45


S:
an,
memantau  Ibu An. N
dan
meningkatka mengatakan
n proses cairan
penyembuha
n pada luka drainasenya
yang ditutup sudah tidak
 Memonitor
merembes lagi,
proses
kesembuhan  Ibu An.N
area insisi
mengatakan
 Memonitor
tanda dan perbannya
gejala
terlihat sudah
infeksi pada
area insisi bersih
 Membersihk
 Ibu An.N
an area
sekitar mengatakan
drainase
perban sudah
 Mengganti
balutan luka diganti tadi pagi
bekas
pemasangan O:
drainase
 Tampak perban
bersih
 Tidak ada tanda-
tanda infeksi,
kondisi luka
bersih dan
tampak baik
 Sekitaran luka
sudah
dibersihkan tadi
 Leukosit dalam
rentang normal
16.140/mm3
 Kulit ikterik

A:
Masalah teratasi
sebagian
P:
Intervensi
dilanjutkan
- Perawatan
luka
- Ganti balutan
bila kotor
dan basah
- Monitor
keadaan luka
sekitar
pemasangan
drainase
- Monitor
tanda infeksi

 Memonitor S:
3. 16.00 3. 16.06
adanya
daerah  Ibu An. N
tertentu mengatakan
yang hanya
peka anaknya masih
terhadap pucat
panas/dingin  Ibu An.N
/tajam/tump
ul mengatakan
 Menginstruk tangannya terasa
sikan
hangat
keluarga
untuk  Ibu An.N
mengobserv
asi kulit jika mengatakan ada
ada lesi respon kontak
 Membatasi
mata saat diajak
gerakan
pada leher bicara
kepala,
punggung  Ibu An.N
 Memonitor mengatakan
kemampuan
tidak ada
BAB
 Mengubah terdapat lesi di
posisi pasien
kulit An.N
tiap dua jam
 Melindungi  Ibu An.N
ujung tangan
mengatakan
dan kaki
dari cedera An.n sudah BAB
 Memberikan 1x sejak tadi
kehagatan
 Memonitor pagi
jumlah
cairan yang O:
masuk dan
 Tampak pucat
keluar
 An.N
menunjukan
respon saat
diberi ransangan
berupa dingin
 Konjungtiva
anemis
 Hb 9,5g/dl
 Tidak terdapat
lesi dikulit An.N
 Intake : ± 500cc
 Output : ± 250cc

A:
Masalah belum
teratasi
P : intervensi
dilanjutkan
 Membatasi
gerakan pada
leher kepala,
punggung
 Memonitor
kemampuan
BAB
 Mengubah posisi
pasien tiap dua
jam
 Melindungi
ujung tangan dan
kaki dari cedera
 Memberikan
kehagatan
 Memonitor
jumlah cairan
yang masuk dan
keluar
BAB VI

PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang Asuhan Keperawatan Pada An. N dengan

cholestasis post op drainage di ruangan Kronis di RSUP Dr. M. Djamil Padang.

Selama melakukan asuhan keperawatan penulis berusaha menetapkan proses asuhan

keperawatan mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi. Disamping itu, penulis

juga akan membahas kesenjangan antara teori dengan kenyataan yang penulis

temukan selama menerapkan asuhan keperawatan ini pada An. N di ruangan Kronis

RSUP.Dr.M. Djamil Padang.

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan

dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari

berbagai sumber data untuk mengevaluasi status kesehatan klien (Nursalam,

2007). Secara teori pengkajian pada pasien cholestasis post op drainage

didapatkan data yaitu, tubuh anak tampak kuning, perut tampak membesar, perut

tampak mengkilat perut tampak tegang, tampak gelisah, terpasang drain di perut.

Hal ini sesuai dengan teori Boby (2012) mengatakan tentang cholestasis

post op drainage dengan menunjukan tubuh menguning, perut tampak membesar,

perut menegang dan mengkilat. Meskipun tidak semua dialami oleh klien hampir

sebagian besar teori terdapat dan terjadi pada klien.

faktor yang menyebabkan cholestasis pada anak seperti gangguan pada sel

hati, dan penyempitan saluran empedu,asites, sklera ikhterik dan warna kulit
kuning (Arief, 2010). Teori ini sesuai denga apa yang dialami oleh An. N

dengan cholestasis post drainage.

B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan dan proses kehidupan

aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan memberikan dasar pemilihan

intervensi keperawatan untuk mencapai hasil dimana perawat bertanggung gugat

(Nanda, 2015-2017). Tahapan dalam penegakan diagnosa keperawatan ini adalah

analisa data, perumusan masalah dan prioritas masalah (Suprajitmo, 2004).

Diagnosa keperawatan teoritis yang direncanakan yakni :

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis

2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan akumulasi empedu

dalam darah

4. Ketidak seimbangan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan energy yang

dihasilkan dari metabolisme yang berubah

6. Gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan ketidakcukupan

nutrisi untuk regenerasi dan perkembangan sel-sel tubuh

7. Resiko infeksi

(Nanda, 2015)
Dari 11 diagnosa keperawatan hanya ada 3 diagnosa yang muncul sesuai

dengan teori. Hal ini disesuaikan dengan hasil pengkajian dan pemeriksaan fisik

terhadap Ny. R di ruang rawat kebidanan RSUP Dr Mjamil Padang, yaitu :

a. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi

Penulis mengangkat problem nyeri karena saat dilakukan pengkajian

didapatkan data subjektif : perut tampak besar, tubuh tampak kuning, perut

tampak mengkilat, perut tampak tegang. Data objektif : Anak tampak

gelisah, keluar cairan drainage 150 cc. dari data diatas penulis mengangkat

kelebihan volume cairan b,d gangguan mekanisme regulasi sebagai prioritas

pertama.

b. Kerusakan integritas kulit b.d tindakan invasive (pemasangan drainage)

Penulis mengangkat diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit

b.d tindakan invasive (pemasangan drainage) karena didapatkan data

subyektif :Ibu An, N mengatakan terpasang drainage diperut, dranage sering

merembes dan tidak nyaman dengan pemasangan. Data objektif : anak

tampak gelisah, tampak ada luka pemasangan drainage, tampak keluar cairan

keluar dari darainage berwarna kuning pekat, perban pemakaian drainage

berwarna kuning. Dari data – data diatas penulis mengangkat masalah

kerusakan integritas kulit b.d tindakan invasive (pemasangan drainage)

sebagai prioritas kedua

c. resiko perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan komponen seluler

yang diperlukan unutk mengirim oksigen ke sel.


Penulis mengangkat ini diagnose ketiga didapatkan data subjektif : Ibu An.N

mengatakan anak pucat, tangan anak terasa dingin, Hb anak rendah. Data

objektif : An.N tampak pucat, CRT >3 detik, konjungtiva anemis, Hb 9,5

gr/dL. Dari data diatas penulis mengangkat masalah resiko perfusi perifer

tidak efektif b.d penurunan komponnen seluler yang diperlukan untuk

mengirim oksigen ke sel.

C. Intervensi dan implementasi

Rencana asuhan keperawatan tertulis mengatur pertukaran informasi oleh

perawat dalam laporan pertukaran dinas. Rencana perawatan tertulis juga

mencakup kebutuhan klien jangka panjang (Potter,2012).

a. Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi

Kelebihan volume cairan adalah keadaaan dimana seorang individu

mengalami atau beresiko mengalami kelbihan cairan intraseluler atau

interstitial. Kelebihan volume cairan ini terjadi pada orang –orang yang

ginjalnya tidalk membuang cairan secara normal, misalnya pada penderita

penyalit jantung, ginjal atau hati.

Menurut NANDA (2018) kelebihan volume cairan adalah peningkatan

asupan dan retensi cairan dengan batasan karakteristik perubahan status

mental, gangguan pola nafas, penurunan hematokrit, penurunan hemoglobin,

ortopnea, gelisah.

Penulis mengangkat problem ini karena saat dilakukan pengkajian

didapatkan data subjektif : perut tampak besar, tubuh tampak kuning, perut

tampak mengkilat, perut tampak tegang. Data objektif : Anak tampak


gelisah, keluar cairan drainage 150 cc. dari data diatas penulis mengangkat

kelebihan volume cairan b,d gangguan mekanisme regulasi sebagai prioritas

pertama.

Menurut Hierarki Maslow kebutuhan psikologis sangat mendasar

paling kuat dan paling jelas dari antara sekian kebutuhan adalah untuk

mempertahankan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhan untuk makan dan

minum, tempat tinggal, tidur dan oksgien. adalah kebutuhan dasar

(keamanan dan keselamatan) yang apabila tidak diatasi maka jika tidak

dikeluarkan akan mengakibatkan penyakit atau pembentukan penyakit, jika

tubuh menyerap oksigen dengan kandungan yang rendah dapat

menyebabkan kemungkinan sel tubuh mengidap penyakit kronis, sel- sel

tubuh yang kekurangan oksigen dapat menyebabkan perasaan kurang

nyaman, takut atau sakit.

Diagnosa kelebihan volume cairan merupakan diagnosa yang aktual

karena kelbihan volume cairan merupakan keluhan utama yang dirasakan

pada saat pengkajian. Untuk pemilihan etiologi dari masalah keperawatan,

kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme

regulasi.Tindakan yang dilakukan penulis untuk kelebihan volume cairan

adalah melakukan pengkajian kelebihan volume cairan dengan

mempertahankan catatan intake dan output yang akurat, monitor hasil hb

yang sesuai dengan retensi cairan, pemasukan makanan dan hitung intake

kalori, batasi masukan cairan pada keadaan hiponatrermi. Penulis


menetapkan kelebihan volume cairan menjadi diagnosa pertama karena

termasuk diagnosa aktual.

b. Kerusakan integritas kulit b.d tindakan invasive (pemasangan drainage)

Menurut Herdman (2012) diagnosa kerusakan integritas jaringan adalah

kerusakan jaringan integumen. Kerusakan integritas jaringan masuk dalam

domain 11 tentang keamanan/perlindungan kelas 2 cidera fisik. Dengan batasan

karakteristik kerusakan jaringan membran mukosa, kornea, integumen, atau

subkutan. Faktor yang berhubungan dengan diagnosa kerusakan integritas

jaringan meliputi gangguan sirkulasi, iritam zat kimia, hambatan mobilitas fisik,

kurang pengetahuan, faktor mekanik (misalnya, tekanan, robekan, koyakan),

faktor nutrisi kelebihan atau kekurangan radiasi, suhu esktrem.

Penulis mengangkat problem kerusakan integritas jaringan karena

didapatkan data subjektif ibu An.N mengatakan An.N terpasang drain diperut,

ibu An,N drainage nya sering merembes, Ibu An,N tidak nyaman dengan

pemasangan drain. Data Objektif : An.N tampak gelisah, tampak ada luka

pemasangan drainage, tampak keluar cairan dari drainage berwarna kuning pekat,

tampak perban pemasangan drainage berwarna kuning. Penulis menetapkan

diagnosa ini sebagai prioritas kedua karena kerusakan integritas jaringan masuk

ke dalam domain keamanan (perlindungan).

Menurut Hierarki Maslow keamanan adalah kebutuhan dasar (keamanan

dan keselamatan) yang apabila tidak diatasi maka akan mengganggu kenyamanan

yang terus berkepanjangan. Apabila kebutuhan fisiologi perlu dipenuhi secara

total, sedangkan kebutuhan rasa aman tidak bisa terpenuhi secara total. Manusia
tidak akan bisa terlindungi berbagai ancaman. Seperti kerusakan integrtitas

jaringan ini kerusakan yang menciderai fisik dan juga dapat mempengaruhi

psikologi seseorang.

Berdasarkan data yang didapatkan dari klien dan batasan karakteristik

menurut NANDA 2018, penulis menjadikan diagnosa ini menjadi prioritas kedua

karena masalah ini masih dalam batas resiko terjadi dan belom menjadi aktual.

Tetapi jika kerusakan ingteritas jaringan ini tidak diatasi segera maka akan terjadi

masalah yang aktual.

Penulis melakukan intervensi yaitu: Observasi tanda tanda vital rasional:

mengetahui keadaan umum klien secara keseluruhaan. Mengobservasi keadaan

luka kaji lingkungan dan peralatan yang menyebabkan tekanan ajarkan pada

keluarga tentang luka dan perawatan luka, lakukan teknik perawatan luka

dengan steril, berikan posisi yang mengurangi tekanan pada luka. Penulis dapat

melaksanakan semua rencana asuhan keperawatan yang telah disusun karena

adanya kerja sama yang baik antara klien dan anggota medis lainnya.

c. resiko perfusi perifer tidak efektif b.d penurunan komponen seluler

yang diperlukan unutk mengirim oksigen ke sel.

Menurut NANDA (2018) adalah resiko mengalami penurunan

sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan, dengan faktor

resiko asupan garam tinggi, gaya hidup kurag gerak, kurang pengetahuan

tentang proses penyakit.

Penulis mengangkat ini diagnose ketiga didapatkan data subjektif : Ibu

An.N mengatakan anak pucat, tangan anak terasa dingin, Hb anak rendah.
Data objektif : An.N tampak pucat, CRT >3 detik, konjungtiva anemis, Hb

9,5 gr/dL. Dari data diatas penulis mengangkat masalah resiko perfusi perifer

tidak efektif b.d penurunan komponnen seluler yang diperlukan untuk

mengirim oksigen ke sel.

Tindakan yang dilakukan penulis untuk resiko ketidakefektifan

jaringan perifer adalah melakukan monitor adanya paratese, instruksikan

keluarga untuk mengobservasi kulit jika ada lesi, batasi gerakan pada leher

kepala dan punggung.

D. Evaluasi
Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai proses

yang disengaja dan sistematik dimana penilaian dibuat mengenai kualitas, nilai

atau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada kriteria yang

diidentifikasi atau standar sebelumnya. Dalam proses keperawatan, evaluasi

adalah suatu aktivitas yang direncanakan, terus menerus, aktifitas yang disengaja

dimana klien, keluarga dan perawat serta tenaga kesehatan professional lainnya

menentukan Wilkinson (2007).

Menurut Wilkinson (2007) juga, evaluasi yang efektif tergantung pada

langkah yang sebelumnya dilakukan. Kegiatan evaluasi tumpang tindih dengan

kegiatan pengkajian. Tindakan untuk mengumpulkan data adalah sama tetapi

yang membedakan adalah kapan dikumpulkan dan bagaimana dilakukan. Pada

tahap pengkajian, perawat menggunakan data untuk membuat diagnosa

keperawatan sedangkan pada tahap evaluasi, data digunakan untuk mengkaji efek

dari asuhan keperawatan terhadap diagnosa keperawatan.


Hasil evaluasi pada tanggal 21 januari 2019 pukul 11.00 WIB dengan

masalah keperawatan ke 3 diagnosa teratasi sebagian, dengan data subjektif

An.N masih pucat, akral hangat, ada respon kontak mata ketika diajak berbicara,

masih ada luka post op drainage. Dilanjutkan dengan melakukan intervensi yang

dilakukan.
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Cholestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk

duodenum dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari

membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu

ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-

zat yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan

kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi

kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu pada sel hati dan

sistem bilier (Arief, 2010)

Berdasarkan data pada tahun 2012 di Indonesia (jumlah penduduk

sekitar 240 juta dan laju pertambahan penduduk 1,49% per tahun),

diperkirakan terdapat 1.600-5.800 kasus baru pada setiap 4 juta kelahiran

hidup setiap tahun. Kurang lebih 15% bayi baru lahir mengalami cholestasis

ditemukan sebanyak 0,04-0,2%. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya,

diperoleh data insiden sebagai berikut: kolestasis + 1:2.500 kelahiran hidup,

atresia billier 1:19.065 kelahiran hidup dan sekitar 60-70% pasien dengan

atresia bilier akan mengalami sirosis hepatis, yang akan meningkatkan

mortalitas dan morbiditas. Rasio atresia bilier pada bayi perempuan dan

bayi laki-laki adalah 2:1 (Pudjiadi, 2010).


Data yang diperoleh di ruang Anak RSUP DR M.Djamil Padang, angka

kejadian cholestasis menempati 10 besar angka kejadian tertinggi, dan

berdasarkan survey awal yang dilakukan di ruang Akut pada hari senin 21

Januari 2018 dari 20 orang anak yang dirawat 4 diantaranya menderita

cholestasis.

B. SARAN

Diharapkan anak dan keluarga sedapat mungkin lebih sering

kontak dengan tenaga kesehatan guna memperoleh informasi kesehatan

yang bermanfaat agar tanda bahaya dalam kesahatan dapat segera

dideteksi sehingga angka kejadian komplikasi anak dapat diminimalisir

demi tercapainya status kesehatan yang baik anak.


DAFTAR PUSTAKA

Bachtiar KS. Angka kejadian kolestasis intrahepatik pada sepsis neonatorum


dan faktor risiko kolestasis sepsis (tesis). Jakarta: Departemen Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya
Arief, Sjamsul. 2010. Deteksi dini kolestasis neonatal. Divisi Hepatologi
Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNAIR. Surabaya
Ignatavicius, Donna D. & Workman M.L. 2006. Medical-Surgical Nursing,
Critical Thinking for Collaborative Care. St. Louis: Elsevier Saunders.
Nazer, Hisham. 2010. Cholestasis. Available at http://emedicine.medscape.com
/article/927624-overview (Diakses tanggal 13 Oktober 2015)
Pudjiadi, Antonius et al, 2010. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid 1. Jakarta: Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia
Bhatia, 2014. Pedoman Penyakit Cholestasis Pada Anak. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai