Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu dan teknologi semakin hari semakin maju dan menantang
manusia untuk bersaing. Keberanian ini seringkali memotivasi manusia untuk
maju, akan tetapi tidak jarang hal tersebut membuat manusia merasa stres. Stres
karena kesibukan ini terkadang membuat manusia tidak memperhatikan keadaan
dan keselamatan dirinya. Oleh karena itu tidak jarang manusia mengalami
kecelakaan terutama kecelakaan lalu lintas.
Dimana sampai saat ini korban kecelakaan lalu lintas merupakan angka
kejadian tertinggi di Indonesia, khususnya di Jakarta. Kecerobohan dalam
memperlengkapi diri dengan alat pengaman dan tidak memperhatikan rambu-
rambu lalu lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Dari
kecelakaan ini menimbulkan trauma, baik secara Fisik dan Psikologis. Fraktur
atau patah tulang adalah salah satu bentuk trauma fisik yang perlu ditangani
dengan cepat agar tidak menimbulkan kerusakan yang lebih parah. Masalah ini
dapat terjadi pada semua kelompok usia (Brunner and Suddarth, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, 2002).
Disinilah peran perawat sebagai tenaga kesehatan ialah memberikan
penyuluhan tentang bagaimana mencegah terjadinya kecelakaan dengan
senantiasa berhati-hati dalam melakukan aktifitas sehari-hari, serta memberikan
asuhan keperawatan secara tepat kepada penderita fraktur dan memberi
penyuluhan tentang pentingnya asupan karbohidrat, protein dan kalsium yang
cukup untuk proses penyembuhan dan pembentukan tulang baru.
B. Tujuan penulisan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai :
1. Memenuhi tugas dari salah satu kuliah mata ajar KMB II
2. Mempelajari secara teori tentang penyakit Fraktur, pengobatan dan asuhan
keperawatannya.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Ruang lingkup penulisan makalah ini meliputi definisi, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinik, pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan
medisataupenatalaksanaan farmakologis, penatalaksanaan dan keperawatan klien
dengan fraktur yang berdasarkan teori.

D. Metode Penulisan
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan cara :
Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari berbagai literatur yang membahas
tentang Fraktur Tibia.

E. Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan Kata Pengantar, Daftar isi, Bab I
Pendahuluan yang berisi Latar Belakang , Tujuan Penulisan, Metode Penulisan
dan Sistematika Penulisan, dilanjutkan dengan Bab II Pembahasan secara konsep
dasar, Bab III Pembahasan kasus, Bab IV Asuhan keperawatan klien dengan
fraktur tibia. Bab V Penutup yang meliputi Kesimpulan dan Saran disertai daftar
pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR SISTEM MUSKULOSKELETAL

A. Anatomi Fisiologi Sistem Muskuloskeletal

Tulang tibia merupakan tulang besar dan utama pada tungkai bawah. Ia
mempunyai kondilus besar tempat berartikulasi. Pada sisi depan tulang hanya
terbungkus kulit dan periosteum yang sangat nyeri jika terbentur. Pada
pangkal proksimal berartikulasi dengan tulang femur pada sendi lutut. Bagian
distal berbentuk agak pipih untuk berartikulasi dengan tulang tarsal. Pada
tepi lateral perlekatan dengan tulang fibula. Pada ujung medial terdapat
mateulus medialis.
Tulang tibia merupakan tulang panjang dan kecil dengan kepala tumpul.
Tulang fibula tidak berartikulasi dengan tulang femur (tidak ikut sendi lutut)
pada ujung distalnya terdapat mateulus lateraris.
Pada daerah betis terdapat otot-otot seperti otot gastronemlus pada sisi
belakang, otot soleus pada sisi, otot long dan short peroneal, otot tibia
anterior, tendo achiles, dan lain-lain. Tulang tibia bersama-sama dengan otot-
otot yang ada di sekitarnya berfungsi menyangga seluruh tubuh dari paha ke
atas, mengatur pergerakan untuk menjaga keseimbangan tubuh pada saat
berdiri dan beraktivitas lain. Disamping itu tulang tibia juga merupakan
tempat deposit mineral (kalsium, fosfor) dan hematopoiesis.

B. Pemeriksaan Fisik Sistem Muskuloskeletal

Pengkajian muskuloskeletal meliputi pemeriksaan pada tulang, persendian, dan


otot-otot. Pengkajian pada system ini rumit, karena bagian-bagian ini
bertanggung jawab untuk pergerakan , penunjang, dan stabilisasi tubuh dan
fungsinya sangat terintegrasi dengan sistem kulit dan neurologis.
Pengkajian sistem Muskuloskeletal :
Tujuan :
Memperoleh data dasar tentang otot, tulang dan persendian
Mengetahui adanya mobilitas, kekuatan atau adanya gangguan pada bagian
bagian tertentu
Persiapan alat:
Meteran
Prosedur pelaksanaan :
A. Otot
1. Inspeksi ukuran otot, bandingkan satu sisi dengan sisi yang lain dan amati
adanya atrofi atau hipertrofi
2. Jika didapatkan adanya perbedaan antara kedua sisi, ukur keduanya dengan
menggunakan meteran
3. Amati adanya otot dan tendo untuk mengetahui kemungkinan kontraktur yang
ditunjukkan oleh malposisi suatu bagian tubuh
4. Lakukan palpasi pada saat otot istirahat dan pada saat otot bergerak secara aktif
dan pasif untuk mengetahui adanya kelemahan (flasiditas), kontraksi tiba-tiba
secara involunter (spastisitas)
5. Uji kekuatan otot dengan cara menyuruh klien menarik atau mendorong tangan
pemeriksa, bandingkan kekuatan otot ekstremitas kanan dengan ekstremitas kiri.
6. Amati kekuatan suatu bagian tubuh dengan cara memberi penahanan secara
resisten

B. Tulang
1. Amati kenormalan susunan tulang dan adanya deformitas
2. Palpasi untuk mengetahui adanya edema atau nyeri tekan
3. Amati keadaan tulang untuk mengetahui adanya pembengkakan

C. Persendian
1. nspeksi persendian untuk mengetahui adanya kelainan persendian
2. Palpasi persendian untuk mengetahui adanya nyeri tekan, gerakan, bengkak,
nodul, dan
lain-lain
3. kaji tentang gerak persendian
4. Catat hasil pemeriksaan

PENGKAJIAN FISIK
1. Mengkaji Skelet Tubuh
Skelet tubuh dikaji mengenai adanya deformitas dan kesejajaran. Pemendekan
ekstreminitas, amputasi, dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran anatomis
harus dicatat. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi. Biasanya menunjukkan adanya patah tulang. Bisa teraba krepitus
(suara berderik) pada titik gerakan abnormal.

2. Mengkaji Tulang Belakang


Kurvatura normal tulang belakang biasanya konveks pada bagian dada, dan
konkaf sepanjang leher dan pinggang. Deformitas tulang belakang yang sering
terjadi yang perlu diperhatikan meliputi :
a. Skoliosis (deviasi kulvatura lateral tulang belakang)
b. Kifosis (kenaikan kulvatura tulang belakang bagian dada)
c. Lordosis (membebek, kulvatura tulang belakang bagian pinggang yang
berlebihan.
Pada saat inspeksi tulang belakang, buka baju pasien untuk menampakkan seluruh
punggung, bokong dan tungkai. Pemeriksa memeriksa kulvatura tulang belakang
dan simetri batang tubuh dari pandangan anterior posterior dan lateral. Berdiri
dibelakang pasien, pemeriksa dapat memperhatikan setiap perbedaan tinggi bahu
dan krista iliaka
Lipatan bokong normalnya simetris, simetris bahu dan pinggul, begitu pula
kelurusan tulang belakang, diperiksa dengan pasien berdiri tegak dan
membungkuk ke depan.
Skoliosis ditandai dengan kulvatura lateral abnormal tulang belakang, bahu yang
tidak sama tinggi, garis pinggang yang tidak simetris, dan skapula yang menonjol,
akan lebih jelas dengan uji membungkuk ke depan. Selain itu, lansia akan
mengalami kehilangan tinggi badan akibat hilangnya tulang rawan tulang
belakang.

3. Mengkaji Sistem Persendian


Sistem persendian dievaluasi dengan memeriksa luas gerakan, deformitas,
stabilitas, dan adanya benjolan. Luas gerakan yang terbatas bias disebabkan
karena deformiatas skeletal, patologis sendi, atau kontraktur otot dan tendon
disekitarnya. Pada lansia, keterbatasan gerakan yang berhubungan denga patologi
sendi degenerative dapat menurunkan kemampuan meraka melakukan aktivitas
hidup sehari hari. Jika gerkan sendi mengalami gangguan atau sendi terasa nyeri,
maka harus diperiksa adanya kelabihan cairan dalam kapsulnya (efusi),
pembengkakan, dan peningkatan suhu yang mencerminkan adanya inflamsi aktif
Deformitas sendi bisa disebabkan kontraktur (pemendekan struktur sekitar
sendi) dislokasi (lepasnya permukaan sendi), subluksasi (lepasnya sebagian
permukaan sendi), atau disrupsi struktur sekitar sendi.
Palpasi sendi sementara sendi digerakkan secara pasif akan memberiikan
informasi mengenai integritas sendi. Normalnya, sendi bergerak secara halus.
Suara gemletuk dapat menunjukkan adanya ligament yang tergelincir di antara
tonjolan tulang. Permukaan yang kurang rata, seprti pada keadaan arthritis,
mengakibatkan adanya krepitus karena permukaan yang tidak rata tersebut yang
saling bergeseran satu sama lain.
Jaringan sekitar sendi diperiksa adanya benjolan. Rheumatoid arthritis, gout,
dan osteoarthritis menimbulkan benjolan yang khas. Benjolan dibawah kulit pada
rheumatoid arthritis lunak dan terdapat di dalam dan sepanjang tendon yang
memberikan fungsi ekstensi pada sendi biasanya, keterlibatan sendi mempunya
pola yang simetris. Benjolan pada GOUT keras dan terletak dalam dan tepat
disebelah kapsul sendi itu sendiri. Kadang mengalami rupture, mengeluarkan
Kristal asam urat putih kepermukaan kulit. Benjolan osteoatritis keras dab
tidak nyeri dan merupakan pertumbuhan tulang baru akibat destruksi permukaan
kartilago dan tulang di dalam kapsul sendi (biasanya ditemukan pada lansia).

4. Mengkaji Sistem Otot


Sistem otot dikaji dnegan memperhatikan kemampuan mengubah posisi, kekuatan
oto dan koordinasi, dan ukuran masing –masing otot. Kelemahan otot sekelompok
otot menunjukkan berbagai macam kondisi seperti polyneuropati, gangguan
elektrolit (khususnya kalsium & kalium), miastenia grafis, polio mielitis
dandistrupsi otot. Dengan melakukan palpasi otot saat ekstrimitas rileks
digerakkan secara pasif, perawat dapat merasakan tonus otot. Kekeuatan dapat
diperkirakan dengan menyuruh pasien menggerakkan beberapa tugas dengan atau
tanpa tahanan.
Lingkar ekstreminitas harus diukur untuk memantau pertambahan ukuran akibat
adanya edema atau perdarahan ke dalam otot; juga dapat dipegunakan untuk
mendeteksi pengurangan ukuran akibat atrofi.

5. Pengkaji Cara Berjalan


Cara berjalan dikaji dengan meminta pasien berjalan dari tempat pemeriksa
sampai bebrapa jauh. Pemeriksa memerhatikan cara berjalan mengenai kehalusan
dan irama. Setiap adanya gerakan yang tidak teratur dan ireguler dianggap tak
normal.

6. Mengkaji Kulit Dan Sirkulasi Perifer


Sebagai tambahan pengkajian sistem moskuloskeletal, perawat harus
melaksanakan inspeksi kulit dan melakukan pengkajian sirkulasi perifer. Palpasi
kulit dapat menunjukkan adanya perbedaan suhu dan adanya edema. Sirkulasi
perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer, warna, suhu, dan waktu
pengisian kapiler. Adanya luka, memar perubahan warna kulit dan tanda
penurunan sirkulasi perifer atau infeksi dapat mempengaruhi penatalaksanaan
keperawatan.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Definisi Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. (Brunner & Suddarth, Buku Ajar Medikal Bedah, 2002, hal. 2357).
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik
(Sylvia A., Patofisiologi, 1995).
Macam-macam fraktur:
1. Fraktur komplit yaitu garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang
dari tulang, dan fragmen tulang biasanya berubah tempat.
2. Fraktur incomplete yaitu fraktur yang melibatkan bagian potongan
menyilang tulang. Salah satu sis patah, yang lain, biasanya bengkak (Green
stick).
3. Fraktur tertutup yaitu fraktur tidak meluas melewati kulit.
4. Fraktur terbuka (compound) yaitu fragm en tulang meluas melewati otot
dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi.
5. Fraktur tranversal yaitu fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang.
- Fraktur oblik (miring) yaitu fraktur yang arahnya membentuk sudut
melintasi tulang yang bersangkutan biasanya tidak stabil dan sulit diatasi.
- Fraktur spiral diakibatkan terpilihnya ekstremitas fraktur.
- Fraktur comminuted fracture yaitu tulang terpisah menjadi bagian-bagian
kecil.
6. Fraktur patalogic yaitu fraktur terjadi karena adanya penyakit tulang
(seperti kanker, osteoporosis) dengan tak ada trauma atau hanya minimal.

Proses Penyembuhan Tulang


1. Hematoma adalah pengumpulan darah setempat, umumnya menggumpal
dalam organ, rongga atau jaringan, akibat pecahnya dinding pembuluh darah.
Terjadi setelah fraktur dan bahkan bisa terjadi perdarahan. Fungsi dari
hematom tersebut untuk melindungi lokasi fraktur.
2. Proliferasi adalah reproduksi atau multifikasi bentuk serupa khususnya sel
Sel terjadi setelah injury sel-sel dan kapiler, baru secara bertahap mengganti
lokasi hematoma dan terjadi profilerasi fibrolast.
3. Pembentukan kalus terjadi 6-10 hari setelah injury dan terbentuk jaringan
granulasi.
4. Pergeseran kalus terjadi pembentulan tulang melalui deposit calsium.
5. Pemadatan dan pembentukan tulang dimana terbentuk model tulang yang
utuh.

B. Etiologi
Penyebab paling umum fraktur tibia biasanya disebabkan oleh:
a. Pukulan/benturan langsung.
b. Jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi.
c. Gerakan memutar mendadak.
d. Kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau penyakit primer
seperti osteoporosis.
C. Patofisiologi
- Fraktur bawah lutut paling sering adalah fraktur tibia dan fibula yang
terjadi akibat pukulan langsung, jatuh dengan kaki dalam posisi fleksi, atau
gerakan memuntir yang keras. Fraktur tibia dan fibula sering terjadi dalam
kaitan satu sama lain. Pasien datang dengan nyeri deformitas, hematoma
yang jelas, dan edema berat. Seringkali fraktur ini melibatkan kerusakan
jaringan lunak berat karena jaringan subkutis di daerah ini sangat tipis.
- Fungsi saraf peroneus dikaji untuk dipakai sebagai data dasar. Jika fungsi
saraf terganggu, pasien tak akan mampu melakukan gerakan dorsofleksi ibu
jari kaki dan mengalami gangguan sensasi pada sela jari pertama dan kedua.
Kerusakan arteri tibialis dikaji dengan menguji respons pengisian kapiler.
Gejalanya meliputi nyeri yang tak berkurang dengan obat dan bertambah bila
melakukan fleksi plantar, tegang dan nyeri tekan otot di sebelah lateral krista
tibia, dan parestesia. Fraktur dekat sendi dapat mengakibatkan komplikasi
berupa hemartrosis dan keruskaan ligamen.
- Kebanyakan fraktur tibia tertutup ditangani dengan reduksi tertutup dan
imobilisasi awal dengan gips sepanjang tungkai. Reduksi harus relatif akurat
dalam hal angulasi dan rotasinya. Ada saat dimana sangat sulit
mempertahankan reduksi, sehingga perlu dan dipertahankan dalam posisinya
dengan gips. Aktivitas akan mengurangi edema dan meningkatkan peredaran
darah. Penyembuhan fraktur memerlukan waktu 6 sampai 10 minggu.
- Fraktur terbuka atau komunitif dapat ditangani dengan traksi skelet, fiksasi
interna dengan batang, plat, atau naik atau fiksasi eksterna. Latihan kaki dan
lutut harus didorong dalam batas alat imobilisasi. Pembebanan berat badan
dimulai sesuai resep, biasanya sekitar 4 sampai 6 minggu.
- Seperti pada fraktur ekstremitas bawah, tungkai harus ditinggikan untuk
mengontrol edema. Diperlukan evaluasi neurovaskuler berkesinambungan.

D.Tanda dan Gejala


1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
dimobilisasikan.
2. Krepitus yaitu saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya
derik tulang.
3. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
4. Tak mampu menggerakkan kaki karena adanya perubahan bentuk/ posisi
berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.

E. Pemeriksaan Diagnostik
1. Rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Darah lengkap: menunjukan tingkat kehilangan darah (pemeriksaan Ht, Hb.
Peningkatan sel darah putih sebagai respons normal terhadap respon stress
setelah trauma.
3. Masa pembekuan dan perdarahan
Persiapan pre operasi, biasanya normal jika tidak ada gangguan perdarahan.
4. Pemeriksaan urine
Sebagai evaluasi fungsi ginjal.
5. EKG mendeteksi ada tidaknya kelainan pada jantung dan sebagai persiapan
operasi.
F. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan atau non farmakologi
1. Gips untuk memberi immobilisasi, menyokong dan melindungi tulang
selama proses penyembuhan, mencegah/memperbaiki deformitas.
2. Traksi untuk mencapai aligment dengan memberi beban seminimal
mungkin pada daerah distal.
3. Prosedur operasi dengan oper reduction and internal fixation (ORIF).
Dilakukan pembedahan dan dipasang fiksasi internal untuk mempertahankan
posisi tulang (misalnya: skrup, plat, pin, kawat, paku). Alat ini bila dipasang
di sisi maupun di dalam tulang, digunakan jenis yang sama antra plate dan
sekrup untuk menghindari terjadinya reaksi kimia.
4. Debridement dilakukan jika keadaan luka parah dan tidak beraturan untuk
memperbaiki keadaan jaringan lunak di sekitar fraktur.

b. Penatalaksanaan medis atau farmakologi


Penatalaksnn medis pada fraktur meliputi :
a. Rekognisi
Mampu mengenal fraktur ( jenis, lokasi, akibat ) untuk menentukan intervensi
selanjutnya.
b. Reduksi
Tindakan dengan membuat posisi tulang mendekati keadaan normal, dikenal
dengan 2 jenis reduksi, yaitu :
1. Reduksi tertutup
Mengembalikan pergerakan dengan cara manual ( tertutup ) dengan tarikan untuk
menggerakkan ujung fragmen tulang.
2. Reduksi terbuka
Pembedahan dengan tujuan memasang alat untuk mempertahankan pergerakan
dengan plate, screw, pin, wire, nail.
c. Retensi
Melakukan imobilisasi, dengan pemasangan gips, imobilisasi external yang
dikenal dengan Fixation External Djoko Sharov ( FEDS ), dan imobilisasi internal
( ORIF )
d. Rehabilitasi
Mengembalikan fungsi ke semula termasuk fungsi tulang, otot dan jaringan
sekitarnya. Bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Elevasi untuk meminimalkan swelling, bisa dilakukan kompres dingin
Monitor status neurovaskuler (sirkulasi, nyeri, sensasi, pergerakan)
Kontrol ansietas dan nyeri
Latihan isometric untuk mencegah atrofi, mempertahankan sirkulasi.
Partisipasi pada kegiatan sehari-hari

Jenis-jenis tindakan / penanganan medis pada fraktur:


a. Rest / mengistirahatkan ekstremitas
Tujuan:
Mempercepat penyembuhan
Meminimalkan terjadinya inflamasi, bengkak dan nyeri
Imobilisasi tulang/sendi
b. Traksi
Merupakan tindakan dengan memberikan suatu tarikan dengan 2 arah yang
berlawanan, juga ditambahkan dengan adanya beban untuk menarik.
Tujuan:
Mengurangi fraktur dan atau dislokasi, mempertahankan alignment
Mengurangi spasme otot dan nyeri, meningkatkan excercise
Melakukan koreksi, mengurangi dan mencegah deformitas tulang
Jenis-jenis Traksi:
Skeletal traction
Merupakan tindakan operatif dengan memasang wire (Kirschner wire) atau pin
(Steimenn pin) di bagian distal tulang yang fraktur.
Misalnya: Buck’s atau Russel’s Traction
Skin traction
Digunakan sebagai traksi pada tulang dan jaringan sekitarnya, seperti otot. Cara
pemasangannya dengan memberikan beban yangberlawanan dari badan klien

c. Pemasangan Gips
Merupakan tindakan memasang plaster atau fiberglass pada area fraktur.
Tujuan:
Imobilisasi
Mencegah dan mengoreksi deformitas
Mempertahankan alignment
Mempercepat penyembuhan
d. Reduksi Internal
Salah satunya adalah tindakan ORIF (Open Reduction Internal Fixation)
Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada derah fraktur,
kemudian melakukan implant pins, screw, wires, rods, plates dan protesa pada
tulang yang patah
Tujuan:
Imobilisasi sampai tahap remodeling
Melihat secara langsung area fraktur

e. Reduksi Externa ( FEDS: Fiksasi Eksternal Djoko Sarov )


Merupakan tindakan pembedahan dengan melakukan insisi kecil perkutaneus
untuk memasang pins pada tulang yang patah dan menyambungkan pins pada
frame metal eksternal yang cukup besar, mencegah pergerakan.
Manfaat:
Mengakibatkan perdarahan minimal dibanding ORIF
Ambulasi dan mobilisasi sendi bisa dilakukan dini, mengurangi nyeri
Mempermudah perawatan luka di sekitar fraktur

f. Pembedahan
Arthroplasty: Memperbaiki sendi melalui arthroscope (alat pembedahan
tanpa insisi luas) atau pembedahan persendian terbuka.
Menisectomy: Eksisi persendian fibrokartilago yang rusak
Vacsiotomy: Insisi otot vacsia, menyembuhkan konstriksi otot, cegah kontraktur
Bone graft: Penempatan jaringan tulang untuk mempercepat penyembuhan,
stabilisasi dan mengganti tulang yang terkena penyakit.
Amputasi : pemotongan bagian tubuh.
Joint Replacement: Substitusi persendian dengan material logam / sintetik
Total Joint Replacement: mengganti kedua artikular sendi dg logam/sintetik
Transfer tendon: Insersi tendon untuk memperbaiki fungsi
b. Penanganan Farmakologi
Golongan Antibiotik
Obat – obat antibiotik diberikan untuk mengurngi infeksi, khususnya pada
fraktur terbuka
Analgesik dan Anti Inflamasi
Diberikan untuk menguranginyeri danmencegah terjadinya proses inflamasi
G. Komplikasi
a. Shock hipovolemik karena perdarahan (kehilangan daerah eksternal maupun
yang tidak kelihatan).
b. Emboli lemak pada saat fraktur lemak dapat masuk ke dalam darah karena
tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler.
c. Boneunion penyembuhan terlambat bila terdapat kerusakan jaringan yang
luas yang dapat terjadi karena infeksi.
d. Infeksi karena keadaan luka atau luka post pembedahan.
e. Kompartemen karena penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat.
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
A.Pengkajian
1.Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan.
- Kebiasaan beraktivitas tanpa pengamanan yang memadai.
- Adanya kegiatan yang berisiko cedera.
- Adanya riwayat penyakit yang bisa menyebabkan jatuh.
2.Pola nutrisi
- Adanya gangguan nafsu makan karena nyeri.
3.Pola eliminasi
- Obstipasi karena imobilitas.
4.Pola aktivitas dan latihan
- Ada riwayat jatuh/terbentuk ketika sedang beraktivitas atau kecelakaan
lain.
- Tidak kuat berdiri/menahan beban.
- Ada perubahan bentuk atau pemendekan pada bagian betis/tungkai bawah.
5.Pola tidur istirahat
- Pola tidur berubah/terganggu karena adanya nyeri pada daerah cedera.
6.Pola persepsi kognitif
- Biasanya mengeluh nyeri hebat pada lokasi tungkai yang terkena.
- Mengeluh kesemutan atau baal pada lokasi tungkai yang terkena.
- Kurang pemahaman tentang keadaan luka dan prosedur tindakan.
7.Pola konsep diri dan persepsi diri
- Adanya ungkapan ketidakberdayaan karena keadaan cedera.
- Rasa kuatir dirinya tidak mampu beraktivitas seperti sebelumnya.

8.Pola hubungan peran


- Kecemasan akan tidak mampu menjalankan kewajiban memenuhi
kebutuhan keluarga dan melindungi.
- Merasa tak berdaya.
9.Pola seksual dan reproduksi
- Merasa khawatir tidak dapat memenuhi kewajiban terhadap pasangan.
10.Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
- Ekspresi wajah sedih.
- Tidak bergairah.
- Merasa tersaingi di rumah sakit.
11.Pola nilai kepercayaan
- Menganggap cedera adalah hukuman.

B.Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri b.d patah tulang/spasme otot, edema, dan/atau kerusakan jaringan
lunak.
2. Perubahan perfusi jaringan b.d menurunnya aliran darah akibat cedera.
3. Resiko infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak.

C.Rencana Tindakan
1. Nyeri b.d patah tulang/spasme otot, edema, dan/atau kerusakan jaringan
lunak.
NOC:
Nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
TTV dalam kertas normal : S = 36ºִ < 37ºc 3,P = 20x / menit, N=80 x/menit,
TD =120 / 80
Pasien mengatakan nyeri berkurang
Skala nyeri 0 – 3
Tingkat Ketergantungan sedang
NIC:

a. Guidance/pengkajian;

Obsevasi TTV tiap 4 jam


Kaji tingkat nyeri
Kaji faktor penyebab
Obsevsi isyarat ketidaknyamanan non verbal
b. Support
Pertahankan immobilasasi bagian yang sakit dengan tirah
baring
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Berikan perubahan posisi
c. Teaching
Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring
Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurang
nyeri tidak dicapai
d. Perbaikan Lingkungan
Ciptakan lingkungan tenang dan nyaman
Libatkan keluarga dalam setiap tindakanmempengaruhi respon pasien terhadap
ketidak nyamanan
Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien
terhadap ketidak nyamanan

e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik dan tindakan
selanjutnya

2. Perubahan Perfusi b.d pembengkakan, alat yang mengikat


NOC :
Perfusi terpenuhi dengan kriteria hasil :
Capillary refill normal ( < 2 detik )
Kulit hangat dan kering
TTV dalam batas normal
Tingkat ketergantungan sedang
NIC :

a. Guidance/pengkajian;

Kaji TTV tiap 3-4 jam


Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal pada faktur
Awasi posisi / lokasi alat penyangga sementara
b. Support
Tinggikan anggota bdan yang terkena 20 deraat atau lebih tinggi dari jantung
Anjurkan ROM selam tirah baring jika diperlukan
c. Teaching
Ajarkan pasien untuk ROM aktif
Ajarkan pasien untuk melaporkan gejala yang mungkin perlu penangan medis
d. Perbaikan lingkungan
Pertahankan posisi yang nyaman menurut klien
Libatkan keluarga dalam asuhan keperawatan
e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena

Kolaborasi dengan petugas lab dalam pemeriksaan darah


3. Resiko infeksi b.d trauma tulang dan kerusakan jaringan lunak
NOC :
Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
TTV dalam batas normal, S:36-37ºC
N=80x/mnt , P=18x/menit TD=120/80 mmHg
Tidak ada tanda – tanda infeksi
a. Guidence
Kaji kulit dari adanya iritasi
Kaji TTV tiap 3-4 jam

b. Support
Pertahankan teknik antiseptik dalam setiap tindakan
c. Teaching
Ajarkan klien cara menjaga kebersihan diri dan lingkungan
Berikan penjelasan dari tanda – tanda infeksi
d. Perbaikan Lingkkungan
Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan keperawatan
Batasi pengunjung
e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik
4. Kecemasan b.d. nyeri, ketidakmampuan dan gangguan mobilitas
NIC :
Cemas tidak terjadi dengan kriteria hasil
Wajah tampak rileks
Pasien kooperatif dalam pengobatan
TTV dalam batas normal,
Tingkat Ketergantungan sedang
a. Guidence
Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Support
Diskusikaan setiap tindakan keperawatan yang dilakukan
Berikan kesempatan untuk mengekspresikan perasaannya
c. Teaching
Berikan kesempatan untuk mengekspresika perasaannya
Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
d. Perbaikan lingkungan
Ciptakan suasana yang tenang dan nyaman
Berikan terapi musik
Libatkan keluarga dalam perawatan

e. Kolaborasi
Kolaborasi dengan psikiatri apabila diperlukan
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur dapat terjadi pada siapa saja, anak-anak, orang dewasa, dan orang
tua. Fraktur dapat disebabkan karena adanya trauma, gerakan memutar
mendadak, kelemahan/kerapuhan struktur tulang akibat gangguan atau
penyakit seperti osteoporosis.
Peran perawat profesional sangat dibutuhkan dalam menangani fraktur dalam
memberikan support/motivasi kepada pasien dan memberikan penyuluhan
serta pengetahuan terhadap klien dan keluarganya.

B. Saran
Penulis mengharapkan pembuatan makalah ini bisa menjadi dasar konsep
pembelajaran khususnya materi KMB dan bisa dikembangkan lagi untuk
penyempurnaan penguasaan materi selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Jakarta: EGC. 2002.
Doengus E. Marilynn, Mary Frances, Moorhouse, Alice, C. Geislet. Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC. 1999.
Lynda Juall Carpenito. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi ke-6. Jakarta: EGC.
1997.
Judith M. Wilkinson. Diagnosa Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan Kriteria
Hasil NOC. Edisi 7 EGC 2007

Anda mungkin juga menyukai