Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS TB

1. Pengertian
Meningitis adalah Peradangan pada susunan saraf, Radang umum pada
araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia atau protozoa,
yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Arief Mansjoer : 2000)
Meningitis Tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang mengenai salah satu
atau semua selaput meningen disekeliling otak dan medulla spinalis yang
disebabkan oleh kuman tuberkulosa (Mycobacterium Tuberculosa).

2. Etiologi

Penyebab utama terjadinya meningitis TB adalah kuman Mikobakterium


Tuberkulosa varian homoris. Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis,
Mycobacterium tuberculosismerupakan faktor penyebab paling utama dalam
terjadinya penyakit meningitis. Pada kasus meningitis secara umum disebabkan
oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur, atau parasityang menyebar
dalam darah ke cairan otak (Kahan, 2005).

Bakteri

a. Pneumococcus
b. Meningococcus
c. Haemophilus influenza
d. Staphylococcus
e. Escherichia coli
f. Salmonella
g. Mycobacterium tuberculosis

Virus
a. Enterovirus

Jamur

a. Cryptococcus neoformans

b. Coccidioides immitris

Sumber : Kahan, 2005

3. Tanda dan gejala

a. Nyeri kepala

b. Demam

c. Perubahan tingkat kesadaran

d. Mual, muntah tidak nafsu makan,

e. Penurunan berat bedan

4. Patofisiologi

Meningitis Tuberkulosa timbul sebagai akibat invasi kuman ke jaringan sel


otak (meningen). Penyebaran kuman ke otak melalui penjalaran hematogen
pada saat terjadinya Tuberkulosa millier. Meningitis tuberkulosa merupakan
akibat komplikasi penyebaran tuberculosis primer, biasanya dari paru.
Terjadinya meningitis bukanlah karena terinfeksinya selaput otak langsung oleh
penyebaran hematogen, melainkan biasanya sekunder melalui pembentuklan
tuberkel pada permukaan otak, sum-sum tulang belakang atau vertebra yang
kemudian pecah ke dalam rongga arakhnoid.

Pada pemeriksaan histologis, merupakan meningoensefalitis.Peradangan


ditemukan sebagian besar pada dasar otak, terutama pada batang otak tempat
terdapat eksudat dan tuberkel. Eksudat yang serofibrinosa dan gelatinosa dapat
menimbulkan obstruksi pada sisterna basalis dan mengakibatkan hidrosefalus
serta kelainan pada syaraf otak.

Meningen adalah selaput yang membungkus otak dan sumsum tulang


belakang, merupakan struktur halus yang melindungi pembuluh darah dan
cairan serebrospinal, dan memperkecil benturan atau getaran. Meningen terdiri
dari 3 lapisan, yaitu dura mater, araknoid, dan pia mater (Whiteley, 2014)

Anatomi Lapisan Selaput Otak

Sumber : Schuenke, M., et al. 2007. Atlas of Head and Neuroanatomy.

Lapisan Luar (Dura Meter)

Dura mater adalah lapisan meninges luar, terdiri atas jaringan ikat padat
yang berhubungan langsung dengan periosteum tengkorak. Dura mater yang
membungkus medulla spinalis dipisahkan dari periosteum vertebra oleh ruang
epidural, yang mengandung vena berdinding tipis, jaringan ikat longgar, dan
jaringan lemak. Dura mater selalu dipisahkan dari arachnoid oleh celah sempit,
ruang subdural. Permukaan dalam dura mater, juga permukaan luarnya pada
medulla spinalis, dilapisi epitel selapis gepeng yang asalnya dari mesenkim
(Drake, 2015).

Lapisan Tengah (Araknoid)


Araknoid mempunyai 2 komponen yaitu lapisan yang berkontak dengan
dura mater dan sebuah sistem trabekel yang menghubungkan lapisan itu dengan
piamater. Rongga diantara trabekel membentuk ruang subaraknoid, yang berisi
cairan serebrospinal dan terpisah sempurna dari ruang subdural. Ruang ini
membentuk bantalan hidrolik yang melindungi syaraf pusat dari trauma. Ruang
subaraknoid berhubungan dengan ventrikel otak. Araknoid terdiri atas jaringan
ikat tanpa pembuluh darah. Permukaannya dilapisi oleh epitel selapis gepeng
seperti dura mater karena medulla spinalis araknoid itu lebih sedikit trabekelnya,
maka lebih mudah dibedakan dari piamater. Pada beberapa daerah, araknoid
menembus dura mater membentuk juluran-juluran yang berakhir pada sinus
venosus dalam dura mater. Juluran ini, yang dilapisi oleh sel-sel endotel dari vena
disebut Vili Araknoid. Fungsinya ialah untuk menyerap cairan serebrospinal ke
dalam darah dari sinus venosus (Drake, 2015).
Lapisan Dalam (Pia mater)

Pia mater terdiri atas jaringan ikat longgar yang mengandung banyak
pembuluh darah. Meskipun letaknya cukup dekat dengan jaringan saraf, ia tidak
berkontak dengan sel atau serat saraf. Di antara pia mater dan elemen neural
terdapat lapisan tipis cabang-cabang neuroglia, melekat erat pada pia mater dan
membentuk barier fisik pada bagian tepi dari susunan saraf pusat yang
memisahkan sistem saraf pusat dari cairan serebrospinal. Pia mater menyusuri
seluruh lekuk permukaan susunan saraf pusaf dan menyusup kedalamnya untuk
jarak tertentu bersama pembuluh darah. Pia mater di lapisi oleh sel-sel gepeng
yang berasal dari mesenkim. Pembuluh darah menembus susunan saraf pusat
melalui torowongan yang dilapisi oleh piamater ruang perivaskuler. Pia mater
lenyap sebelum pembuluh darah ditransportasi menjadi kapiler. Dalam susunan
saraf pusat, kapiler darah seluruhnya dibungkus oleh perluasan cabang neuroglia.
(Drake, 2015).

Mekanisme Terjadinya Meningitis Tuberkulosis

Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara


hematogen ke meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2
tahap yaitu mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran
basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen
dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan.
Selanjutnya meningitis terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus
kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat trauma atau proses imunologi, langsung
masuk ke subaraknoid. Meningitis tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah
infeksi primer (Schlossberg, 2011) .

Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk


kolonisasi dari nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid
parenkim otak, atau selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan
dapat menyebabkan aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan
dura dapat disebabkan oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara
epidural, tindakan anestesi, adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt,
dan lain-lain. Sering juga kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan
meningitis. Meskipun meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen,
kerusakan meningen dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak,
peyumbatan vena dan menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir
dengan hidrosefalus, peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi (Schlossberg,
2011).

Terjadi peningkatan inflamasi granulomatus di leptomeningen (pia mater


dan araknoid) dan korteks serebri di sekitarnya menyebabkan eksudat cenderung
terkumpul di daerah basal otak (Menkes, 2006).
5. Klasifikasi

Menurut British Medical Research Council, meningitis tuberkulosis dapat


diklasifikasikan menjadi tiga stage yang terdiri atas

Stage I Pasien sadar penuh, rasional dan tidak memiliki defisit neurologis.

Stage II Pasien confused atau memiliki defisit neurologis seperti


kelumpuhan saraf kranialis atau hemiparesis.

Stage III Pasien koma atau stupor dengan defisit neurologis


yang berat

Sumber : emedicine.medscpae.com

6. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis dari Meningitis Tuberkulosa dapat terjadi akibat pengobatan


yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat, berupa :

1. Paresis, paralisis sampai deserebrasi.


2. Dehidrasi asidosis
3. Hydrosefalus akibat sumbatan, reabsorbsi berkurang atau produksi berlebih dari
likuor serebrospinal.
4. Dekubitus
5. Retradasi mental.
7. Pemeriksaan penunjang

a. Pemeriksaan CSF
M. Purulenta M. Serosa/TBC M. Viral

Tekanan   Normal

Warna merah, kuning / Opalesen kuning Jernih


hijau

Tes none ++ / +++ ++ / +++ -/+

Tes pandi -- / +++ ++ / +++ -/+

Jumlah sel 1000 – 10.000 200 – 500 50 – 100

Protein 100 – 500 mg % 100 – 500 mg % 50 – 100 mg %

Glukosa   normal

Bakteri  dgn pewarnaan  dgn pewarnaan (-) dgn pewarnaan

b. Thorax foto
c. Laboratorium
d. LED
e. Mantoux test
f. Diagnosa pasti dengan ditemukannya BTA dalam CSF

8. Penatalaksanaan
1. Medis
Dasar pengobatan Meningitis Tuberkulosa adalah :

a. Pemberian kombinasi obat antituberkulosa.


b. Kortikosteroid
c. Simtomatis
d. Pemberian O2
e. IVD dengan Dextrose 10% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3 : 1.

2. Perawatan
a. Pemberian nutrisi melalui NGT
b. Pasang kateter
c. Atur posisi yang nyaman
d. Lakukan fisioterapi bila sudah memungkinkan

A. Konsep Dasar Keperawatan


1. Pengkajian

1). Biodata
Terdiri dari identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa,
pendidikan, pekerjaan, penghasilan, nomor register klien, tanggal masuk
dirawat, tanggal pengkajian, diagnosa medis.
2). Riwayat kesehatan sekarang
a). Keluhan utama: pasien dengan Meningitis Tuberkulosa menunjukkan
gejala gangguan kesadaran dan kelumpuhan.
b). Riwayat keluhan utama: klien dengan Meningitis Tuberkulosa biasanya
datang berobat dengan riwayat gangguan kesadaran, kejang dan panas serta
muntah.
3). Riwayat kehamilan dan persalinan meliputi: prenatal, natal, post natal.
4). Riwayat kesehatan masa lalu meliputi: riwayat penyakit yang diderita, pernah
opname atau belum, nutrisi waktu bayi, imunisasi dan riwayat allergi.
5). Riwayat tumbuh kembang, terdiri atas: berat badan lahir (BBL), panjang badan
lahir (PBL), lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas pada umur
berapa: gigi tumbuh, anak tengkurap, duduk, berjalan, menggerakkan motorik
halus.
6). Data psikososial spiritual: anak dan orang tua.
7). Pola kebiasaan sehar-hari, terdiri dari: makan/minum, istirahat/tidur, pola
eliminasi BAB dan BAK, akativitas sehari-hari sebelum dan selama sakit.
8). Pemeriksaan fisik meliputi :
a). Inspeksi : (mulai kepala sampai ujung kaki).
Keadaan umum: gangguan kesadaran, ubun-ubun menonjol, muntah,
kejang, kelumpuhan saraf mata sehingga terjadi strabismus dan nigtasmus,
pernafasan Cheyne Stoke.
b). Palpasi : anak dengan meningitis akan menunjukkan aku seluruh tubuh,
suhu tubuh meningkat (panas), nadi tidak teratur, kaku kuduk.
c). Perkusi : anak dengan Meningitis Tuberkulosa akan menunjukkan adanya
refleks tendon yang meninggi.
d). Auskultasi : akan terdengar bunyi pernafasan yang tidak teratur, ronchi
basah.
9). Pemeriksaan penunjang
Pada kasus Meningitis Tuberkulosa biasanya dilakukan pemeriksaan
penunjang :
a). Lumbal punksi untuk memeriksa CSF yang meliputi :
(1). Warna : xanthacrom
(2). Kekeruhan : tergantung pada jumlah sel dalam liquor, bila lebih dari
200 mm3 liquor sedikit keruh.
(3). Sel : terdiri dari PMN dan limposit. Semakin akut keadaan penyakit
maka makin banyak jumlah PMN
(4). Protein : selalu lebih dari 40%.
b). Tes tuberkulin : pada stadium awal memberikan hasil positif, sedang
distadium akhir hasil negatif.
c). Pemeriksaan radiologis : adanya perubaan gambaran yang dapat
menyokong Meningitis Tuberkulosa.
d). Pemeriksaan heatologi : Hb, leukosit, hitung jenis., analisa gas darah.
Nilai normal CSF :
-
Warna : jernih.
-
Nonne : (-) sampai (+)
-
Pandy : (-) sampai (+)
-
Sel : 0 sampai 10 /mm3
-
Protein : 10 – 35 mg/100 ml.
-
Glukosa : 50 – 80 mg/100 ml.

2. Diangnosa dan intervensi

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses inflamasi


Intervensi

1. Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap


sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitivitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat/relaksasi

2. Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan


diri yang penting
Rasional : Menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri

3. Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin diatas


mata.
Rasional : Meningkatkan vasokonstriksi, penumpukan resepsi sensori yang
selanjutnya akan menurunkan nyeri

4. Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan


masase otot daerah leher/bahu
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot dan menurunkan rasa sakit.

5. Gunakan pelembab yang agak hangat pada nyeri


leher/punggung jika tidak ada demam
Rasional : membantu merelaksasikan ketegangan otot yang meningkatkan
reduksi (nyeri) atau rasa tidak nyaman tersebut.

6. Kolaborasi
Berikan analgetik ;seperti asetarninofen, kodein

Rasional: Mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat

2. Kerusakan mobiltas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler


Tujuan: mempertahankan kekuatan dan fungsi otot yang optimal

Kriteria Evaluasi:

 Peningkatan rentang ROM


 Tidak terjadi kontraktur
 Dapat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari yang optimal
Intervensi

1. Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada


kerusakan yang terjadi
Rasional: Mengidentifikasi kemungkinan kerusakan secara fungsional dan
mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan

2. Bantu klien untuk melakukan latihan rentang gerak


Rasional: Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi , posisi normal
ekstremitas dan menurunkan vena yang statis
3. Periksa adanya daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit yang
hangat, otot yang tegang dan sumbatan pada vena kaki. Observasi adanya
dipneu tiba-tiba, takikardi, demam, distres pernafasan dan nyeri dada
Rasional: Pasien seperti diatas mempunyai resiko berkembangnya
trombosis vena dalam (TVD) dan emboli pulmonal yang memerlukan
tindakan, intervensi, penilaian medis,untuk mencegah komplikasi

4. Berikan matras udara atau air, terapikinetik sesuai kebutuhan


Rasional: Menyeimbangkan tekanan jaringan , meningkatkan sirkulasi
dan membantu meningkatkan arus balik vena untuk menurunkan resiko
terjadinya trauma jaringan.

3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan perubahan resepsi sensorik,


integrasi.
Tujuan: Meningkatkan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi

Kriteria Hasil:

 Berinteraksi secara sesuai dengan orang lain dan lingkungan


 Memperlihatkan pengaturan pikiran secara logis
 Menginterpretasikan ide yang dikomunikasikan orang lain secara benar
 Mengkompensasi deficit sensori dengan memaksimalkan indra yang rusak.
Intervensi

1. Evaluasi atau pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan


berbicara, alam perasaan sensorik dan proses fikir.
Rasional: Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu
oleh adanya gangguan sirkulasi dan oksigenasi. Perubahan motorik,
persepsi, kognitif dan kepribadian mungkin berkembang dan menetap
dengan perbaikan respon secara perlahan-lahan atau tetap bertahan
secara terus-menerus pada derajat tertentu
2. Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas, dingin, benda tajam
atau tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan
adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Rasional: Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya
perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau
kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespon sesuai pada
suatu stimulasi
3. Observasi respon prilaku seperti rasa bermusuhan, menangis, fektif yang
tidak sesuai, agitasi dan halusinasi.
Rasional: Pencatatan padatingkah luku memberikan informasi yang
diperlukan untuk perkembangan prilaku
4. Berikan lingkungan terstruktur termasuk terapi dan aktivitas. Buatkan
jadwal untuk pasien jika memungkinkan dan tinjau kembali secara teratur.
Rasional: Meningkatkan konsistensi dan keyakinan yang dapat menurunkan
ansietas yang berhubungan dengan ketidaktahuan pasien tersebut.
Meningkatkan kontrol atau melatih kognitifnya kembali.
5. Rujuk pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi bicara dan terapi kognitif.
Rasional : Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana
penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan
atau ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus pada
peningkatan evaluasi dan fungsi-fungsi fisik, kognitif, keterampilan
perseptual.

4. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan status cairan tubuh, penekanan


respon inflamasi, pemanjangan terhadap patogen
Tujuan: tidak terjadi infeksi

Kriteria Evaluasi:

 Tidak demam
 Jumlah leukosit dalam rentang normal
Intervensi :

1. Beri tindakan isolasi sebagai tindakan pencegahan


Rasional: Pada fase awal mwningitis mwningokokus atau infeksi ensefalitis
lainnya, isolasi mungkin diperlukan sampai organismenya diketahui / dosis
antibiotik yang cocok telah diberikan untuk menurunkan resiko penyebaran
pada orang lain.

2. Pertahankan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yan tepat baik pasien
pengunjung maupun staf. Pantau dan batasi pengunjung / staf sesuai kebutuhan
Rasional: Menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi
( misalnya, individu yangmengalami infeksi saluran nafas)
3. Pantau suhu secara teratur catat munculnya tanda – tanda klinis dan proses
infeksi
Rasional: Terapi obat biasanya akan diberikan terus menerus selama kurang
lebih 5 hari setelah suhu turun (normal) dan tanda –tanda klinisnya yang
jelas. Timbulnya tanda klinis yang terus menerus merupakan indikasi
perkembangan dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai
Berminggu – minggu atau berbulan –bulan atau terjadi penyebaran patogen
salama hematogen / sepsis.

4. Teliti adanya keluhan nyeri dada berkembangnya nadi yang tidak tertur /
disritmia atau demam yang terus menerus
Rasional: Infeksi sekunder seperti miokarditis / perikarditis dapat berkembang
dan memerlukan intervensi lanjut

5. Auskultasi suara nafas. Pantau kecepatan pernafasan dan usaha pernafasan


Rasional: Adanya rochi atau mengi, takipnea dan peningkatan kerja
pernafasan mungkin mencerminkan adanya akumulasi sekret dengan risiko
terjadinya infeksi pernafasan

6. Ubah posisi pasien dengan teratur dan anjurkan untuk melakukan nafas dalam
Rasional: Memobilisasi sekret dan mwningkatkan kelancaran sekret yang akan
menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernafasan

7. Catat karakterisitik urine, seperti warna, kejernihan dan bau


Rasional: Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatlan risiko
terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis

8. Identifikasi kontak yang beresiko terhadap perkembangan proses infeksi


serebral dan anjurkan mereka untuk meminta pengobatan
Rasional: Orang –orang dengan kontak pernafasan memerlukan terapi
antibiotik profilaksis untuk mecegah penyebaran infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn. E., et al, 1999. Rencana asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC.

Arief Mansjoer. 2000. Asuhan Keperawatan Pada System Saraf. Jakarta. EGC

http: /MAKALAH ASKEP MENINGITIS.html

Anda mungkin juga menyukai