Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS

A. Konsep Penyakit Meningitis

1. Pengertian Penyakit Meningitis

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput


yang disebut meningen.Peradangan pada meningen khususnya pada bagian
araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis.Peradang pada
bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat disebabkan
karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian
besar meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah peradangan pada
meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan medulla spinalis
(Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang
terjadi pada meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya
merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia,
endokarditis, atau osteomielitis.

2. Etiologi

Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan


oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria
meningitis (Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus group
A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella,
Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur
tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan
meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri

Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:


Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitides, dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri
sebagai
benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan. Neutropil,
monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai respon
peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan leukosit yang
dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan
serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental sehingga dapat
menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan medulla spinalis.
Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid dan
dapat menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang
subaraknoid dapat menimbulkan peradangan lebih lanjut dan
peningkatan tekanan intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan
saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema,
membran sel tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang
menujuh atau keluar dari sel.

b. Meningitis virus

Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik


meningitis.Meningitis ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam
penyakit virus yang meliputi measles, mumps, herpes simplex dan
herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan
otak terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang
dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah metabolisme sel, yang
mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi enzim atau
neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.

Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitisada 2 yaitu:

a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus


pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria
meningitidis dan diplococcus pneumonia.
3. Patofisiologi

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen


yaitu pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid
dan bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari
otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus
choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat
melalui beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala
yang dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada
meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang
subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam ruang
subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus.
Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf
kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat meningkatkan
tekanan intracranial (Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura
mater, araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid
ventrikel yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system
ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui
araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis.
Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah
pada blood brain barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma
penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses serebral. Meningitis
juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan serebrospinal dan
dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat
melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada
pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan
dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal sehingga menimbulkan
masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat aliran normal cairan
serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013)
4. Manifestasi klinis

Tarwoto (2013) mengatakanmanifestasi klinik pada meningitis


bakteri diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal

b. Nyeri kepala

c. Mual dan muntah

d. Kejang umum

e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran


sampai dengan koma.
Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien meningitis
meliputi:
a. Sakit kepala

b. Mual muntah

c. Demam

d. Sakit dan nyeri secara umum

e. Perubahan tingkat kesadaran

f. Bingung

g. Perubahan pola nafas

h. Ataksia

i. Kaku kuduk

j. Ptechialrash

k. Kejang (fokal, umum)

l. Opistotonus

m. Nistagmus

n. Ptosis

o. Gangguan pendengaran

p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif

q. Fotophobia

5. Dampak Masalah
Tarwoto ( 2013), dampak maslah yang ditimbulkan pada pasien meningitis
berupa:
a. Peningkatan tekanan intrakranial

b. Hyrosephalus

c. Infark serebral

d. Abses otak

e. Kejang

f. Pnemonia

g. Syok sepsis

h. Defisit intelektual

6. Penatalaksanaan

Tarwoto ( 2013), mengatakan penatalakasanaan dibagi 2 yaitu:

1) Penatalaksanaan umum

a. Pasien diisolasi

b. Pasien diistirahatkan/ bedrest

c. Kontrol hipertermi dengan kompres

d. Kontrol kejang

e. Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi


2) Pemberian antibiotik

a. Diberikan 10-14 hari atau setidaknya 7 hari bebas panas

b. Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin,


Gentamisin, Kloromfenikol, Sefalosporin.
c. Jika pasien terindikasi meningitis tuberkolusis diberikan obat-
obatan TBC.
Pemeriksaan penujang (Hudak dan Gallo, 2012)

1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat,


kadar glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum
meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab

3. Kultur urim, untuk menetapkan organisme penyebab

4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K + turun

5. MRI, CT-scan/ angiorafi

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Meningitis

1. Pengkajian keperawatan

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.


Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat
memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan
sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian
(Muttaqin, 2008).
a. Identitas

1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status


perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan
alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan
klien, pendidikan, prkerjaan dan alamat.
b.Riwayat kesehatan

3) Keluhan Utama

Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit


kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran
4) Riwayat Kesehatan Sekarang

Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan


dengan mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan
fisik pasien secara PQRST.

5) Riwayat Kesehatan Dahulu

Pengkajianpenyakit yang pernah dialami pasien yang


memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi
keluhan sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi
jalan nafas bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat trauma
kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan kepada pasien
terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah mengalami
pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
6) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam


keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat
memacu terjadinya meningitis.
b. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis


biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital

a. TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal


atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK ( N = 90- 140 mmHg).
b. Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).

c. Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini


akan lebih meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d. Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan
suhu tubuh lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C –
37,4°C).
3) Pemeriksaan Head To Toe

a) Kepala

Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.

a) Mata

Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien


meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan. Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan.
b) Hidung

Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan


pada fungsi penciuman
c) Telinga

Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis


adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
d) Mulut

Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal,


wajah simetris
Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
e) Leher

Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena


jugularis. Palpasi : Biasanya teraba distensi vena
jugularis.
Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis
kemampuan menelan kurang baik
Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku
kuduk
f) Dada

1) Paru

I : Kadang pada pasien dengan meningitis


terdapat perubahan pola nafas
Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan
kanan sama
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba

A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan


seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa.

g) Jantung

I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba

Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari


medial midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanyabunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi
jantung II RIC 4-5 midklavikula.
A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h) Ekstremitas

Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri


pada sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki).Klien
sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik
secara umum sehingga menggangu ADL.
g) Rasangan Meningeal

a. Kaku kuduk

Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan


karena adanya spasme otot-otot .Fleksi menyebabkan nyeri
berat.
b. Tanda kernig positif

Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan


fleksi kea rah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan
sempurna.
c. Tanda Brudzinski

Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi


fleksi lutut dan pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.
d. Pola Kehidupan Sehari-hari

1) Aktivitas / istirahat

Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh

2) Eliminasi

Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran


urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
3) Makanan / cairan

Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan


muntah disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
4) Hygiene

Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan


diri karena penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012):

1. Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat,


kadar glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum
meningkat
2. Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab

3. Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab

4. Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na+ naik dan K +


turun
5. MRI, CT-Scan
2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan yang Muncul

Kemungkinan diagnose keperawatan yang muncul pada pasien dengan


penyakit Meningitis, yaitu:
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan hambatan
aliran darah ke otak.
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
penumpukan secret pada saluran nafas

c. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan kerja


otot pernafasan
d. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan fisiologis

e. Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis

f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi

g. Ketidakseimbangan nutrsi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan ketidak mampuan untuk makan
h. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolism

i. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diaphoresis

j. Resiko cedera berhubungan dengan hipoksia jaringan

(Nanda, 2015)

Rencana Keperawatan

Tabel 2.2
Diagnosa dan Intervensi Keperawatan NANDA, NIC-NOC

No Diagnosa NOC NIC

Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Edema serebra
perfusi jaringan kepewatan diharapkan tingkat
1. Monitor adanya
otak berhubungan resiko ketidakefektifan perfusi
kebingungan perubahan
dengan hambatan jaringan otak berkurang
pikiran, keluha pusing,
aliran darah ke otak dengan
pingsan
Perfusi jaringan serebral
2. Monitor setatus neurologi
Indikator:
dengan ketat dan bandingan
1. Tidak ada deviasi dari
dengan nilai normal
kisaran normal tekanan
3. Monitor TTV
intrakranial
4. Monitor TIK dan CPP
2. Tidak ada saki kepala
5. Monitor setatus pernafasan:
3. Tidak ada keadaan frekuensi, irama
pingsan kedalaman pernafasan
4. Tidak ada refleks saraf PaO2, PCO2,pH,
terganggu bikarbonat
6. Catat perubahan pasien
dalam merespon
terhadap stimulus
7. Berikan anti kejang,
sesuai kebutuhan
8. Hindari fleksi leher

9. Latihan roam pasif

10. Monitor intake dan output


Monitor tekanan intra
kranial (TIK)
1. Monitor tekanan darah
ke otak
2. Monitor pasien TIK dan
reaksi perawatan serta
neurologis serta rangsangan
lingkungan
3. Pertahankan setrilitas
sistem pemantauan
4. Periksa pasien ada tidak
adanya gejala kaku kuduk
5. Berikan antibiotic

6. Letakkan kepala dan posisi


pasien dalam posisi netral
hindari fleksi pinggang
berlebihan hindari fleksi
pinggang yang berlebihan
7. Berikan ruang perawatan
agar menimalkan elifasi TIK
8. Monitor CO2 dan
pertahankan palemeter yang
di tentukan
2 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway suction
bersihan jalan nafas keperawatan di harapkan
1. Pastikan kebutuhan oral /
berhubungan ketidaefektifan bersihan jalan
tracheal suctioning
dengan peumpukan nafas
2. Auskultasi suara nafas
secret pada saluran Kriteria hasil
sebelum dan sesudah
nafas
1. Mendemonstrasikan batuk suctioning
efektif dan suara nafas yang 3. Informasikan pada klien dan
bersih, tidak ada sianosis keluarga tentang suctioning
dan dyspnea (mampu 4. Minta klien nafas dalam
mengeluarkan sputum, sebelum suctioning
mampu bernafas dengan dilakukan
mudah, tidak ada pursed 5. Berikan O2 dengan
lips) menggunakan nasal untuk
2. Menunjukkan jalan nafas memfasilitasi suction
yang paten (klien tidak nasotrakeal
merasa tercekik, irama nafas, 6. Gunakan alat yang steril
frekuensi pernafasan dalam setiap melakukan tindakan
rentang normal, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk
suara nafas abnormal) istirahat dan nafas dalam
setelah kateter di keluarkan
dari nastrokeal
8. Monitor status oksigenasi

pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana
cara melakukan suction
10. Hentikan suction dan
berikan oksigen apabila
apsien menunjukkan
bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
11. Airway management

12. Buka jalan nafas gunakan


teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
13. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
14. Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas
buatan
15. Pasang mayo bila perlu

16. Lakukan fisioterapi dada


bila perlu
17. Keluarkan secret dengan
batuk atau suction
18. Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara nafas
tambahan
19. Lakukan suction pada mayo

20. Berikan bronkodilator bila


perlu
21. Berikan pelembab udara

kasa basah NaCl lembab


22. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan
keseimbangan
23. Monitor respirasi dan status

O2
3 Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan Airway management
pola nafas keperawatan di harapkan
1. Buka jalan nafas dengan
berhubungan ketidakefektifan pola nafas
menggunakan teknik chin
dengan peningkatan Kriteria hasil :
lift atau jaw thrust bila perlu
kerja otot 1. Mendemonstrasikan batuk
2. Posisikan apsien untuk
pernafasan efektif dan suara nafas
memaksimalkan ventilasi
yang bersih, tidak ada
3. Identifikasi pasien perlunya
sianosis dan dyspnea
pemasangan alat jalan nafas
(mampu mengeluarkan
buatan
sputum, mampu bernafas
4. Pasang mayo bila perlu
dengan mudah, tidak ada
5. Lakukan fisioterapi dada
pursed lips)
jika perlu
2. Menunjukkan jalan nafas
6. Keluarkan secret dengan
yang paten (klien tidak
batuk atau suction
merasa tercekik, irama
7. Auskulatsi suara nafas catat
nafas, frekuensi pernafasan
adanya suara nafas
dalam rentang normal, tidak
tambahan
ada suara nafas abnormal)
8. Lakukan suction pada mayo
Tanda – tanda vital dalam
batas normal 9. Berikan bronkodilator bila
perlu
10. Berikan pelembab udara
Kassa basah NaCl lembab
11. Atur intake untuk cairan

mengoptimalkan
Keseimbangan

12. Monitor respirasi dan status


O2
13. Oxygen therapy

14. Bersihkan mulut, hidung


dan secret trakea
15. Pertahankan jalan nafas
yang paten
16. Atur peralatan oksigenasi

17. Pertahankan posisi pasien

18. Observasi adanya tanda-


tanda hipoventilasi
19. Monitor adanya kecemasan
pasien terhadap oksigenasi
20. Vital sign monitoring

21. Monitor TD, andi, suhu dan


RR
22. Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
23. Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
24. Monitor TD, nadi, RR
sebelum , selama, dan
setelah aktifitas
25. Monitor kualitas dari nadi

26. Monitor frekuensi dan irama


pernafasan
27. Monitor suara paru

Anda mungkin juga menyukai