NAMA KELOMPOK 6:
1. Agung Suwito (202201029)
2. Voni Putriani ( 202201002)
3. Sinta Anggraini (202201024)
2. Etiologi
Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan
oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria
meningitis (Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus group
A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella,
Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur
tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan
meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:
Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitides, dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri
sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel
sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam
cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental
sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat
granulasi arakhnoid dan dapat menimbulkan hidrosefalus.
Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat
menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan
intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial
dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema, membran sel
tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang menujuh atau
keluar dari sel.
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik
meningitis.Meningitis ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam
penyakit virus yang meliputi measles, mumps, herpes simplex dan
herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan
otak terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang
dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah metabolisme sel, yang
mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi enzim atau
neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada klien dengan penyakit meningitis
(Hudak dan Gallo, 2012) :
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan
pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya
normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum
glukosa).
4) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit
diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri
berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk
terutama pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus.
Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan
koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal :
5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-400.000/mm3, Hb
normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L,
K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali
faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri
atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).
7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien penyakit meningitis ada 2, terdapat
penatalaksaan medis dan keperawatan, berikut penjelasannya
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang
dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum
berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga
kali) dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di
atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat
diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi
dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di
bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata
menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di
lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas
atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan
uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis
adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa
aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan
pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya
sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk
membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/
menit. Selain itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine
maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di
perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang
tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus
konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum
ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.
3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :
Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Bersihan jalan Tujuan : 1. Monitor frekuensi irama, kedalaman
nafas tidak Setelah dilakukan tindakan dan upaya nafas
efektif besekresi keperawatan diharapkan 2. Monitor pola nafas
yang tertahan pertukaran gas meningkat 3. Monitor kemampuan batuk efektif
dibuktikan dengan kriteria hasil : 4. Monitor nilai AGD
dengan batuk 1. Batuk efektif meningkat 5. Monitor saturasi oksigen
tidak efektif, 2. Produksi sputum cukup 6. Auskultasi bunyi nafas
ronchi menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Ronki sedang pemantauan
4. Dispnea cukup menurun 8. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
5. Gelisah cukup meningkat aktifitas dan/atau tidur
6. Frekuensi nafas cukup
membaik
7. Pola nafas cukup
membaik
2. Perfusi serebral Tujuan : 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi 2. Monitor peningkatan tekanan darah
infeksi otak keperawatan diharapkan 3. Monitor ireguleritas irama nafas
ekspetasi membaik dengan 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
kriteria hasil : 5. Monitor perlambatan atau kesimetrisan
1. Tingkat kesadaran respon pupil
meningkat 6. Monitor efek stimulus lingkungan
2. Sakit kepala terhadap TIK
menurun 7. Identifikasi pengetahuan tentang
3. Gelisah menurun pengobatan
4. Demam menurun 8. Identifikasi penggunaan pengobatan
5. Tekanan darah tradisional dan efek samping obat
membaik 9. Pertahankan sterilitas sistem
6. Reflek saraf pemantauan
membaik 10.Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
11.Bila sistem pemantauan, jika perlu
12.Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
13.Dokumentasi hasil pemantauan
14. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3. Pola nafas tidak Tujuan : 1. Monitor pola nafas
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
hambatan upaya keperawatan diharapkan pola dan upaya nafas
nafas (mis: nafas membaik dengan 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
nyeri saat kriteria hasil : aroma)
bernafas) 1. Frekuensi nafas dalam 4. Posisikan semi fowler atau fowler
rentang normal 5. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Tidak ada pengguanaan 6. Kolaborasi pemberian mis.
otot bantu pernafasan bronkodilator, jika perlu.
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea
4. Resiko cidera Tujuan :
b.d perubahan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
fungsi kognitif keperawatan diharapkan 2. Sediakan alat bantu keamanan
keparahan cederan dapat lingkungan
menurun dengan kriteria hasil 3. Gunakan perangkat pelindung
: 4. Ajarkan individu, keluarga dan
1. Toleransi aktivitas kelompok risiko tinggi bahaya
meningkat lingkungan.
2. Kejadian cedera menurun
3. Ketegangan otot menurun
4. Ekspresi wajah kesakitan
menurun
5. Pola istirahat/tidur
membaik
5 Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Mempengaruhi pilihan / pengawasan
iritasi selaput Setelah dilakukan tindakan keefektifan intervensi.
dan jaringan asuhan keperawatan 2. Untuk mengetahui tingkat keparahan
otak diharapkan tingkat nyeri nyeri
pasien menurun, dengan 3. Untuk mengetahui persepsi / reaksi
kriteria hasil : terhadap nyeri
1. Keluhan nyeri cukup 4. Untuk memberikan ketenangan
menurun kepada pasien sehingga nyeri tidak
2. Meringis cukup bertambah
menurun 5. Memfokuskan kembali perhatian,
3. Gelisah cukup menurun meningkatkan kontrol dan
4. Tekanan darah cukup meningkatkan harga diri dan
membaik kemampuan koping
5. Fokus cukup membaik
6. Nafsu makan cukup
membaik
7. Pola tidur cukup
membaik
6. Hipertermi b.d Tujuan : 1. Identifikasi penyebab hipertermi
proses penyakit Setelah dilakukan intervensi 2. Monitor suhu tubuh
dibuktikan keperawatan diharapkan 3. Monitor haluaran urine
dengan suhu suhu tubuh menurun dengan 4. Monitor akibat hipertermia
tubuh diatas kriteria hasil : 5. Melakukan kompres pada lipatan
normal. 1. Kulit merah sedang 6. Berikan cairan peroral
2. Kejang cukup menurun 7. Kolaborasi pemberian cairan dan
3. Pucat sedang elektrolit intravena, jika perlu
4. Suhu tubuh membaik
7. Gangguan Tujuan : 1. Identifikasi kesediaan dan penerimaan
mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan dilakukan pemijatan
b.d penurunan asuhan keperawatan 2. Tetapkan jangka waktu untuk
kekuatan otot diharapkan kemampuan pemijatan
dibuktikan dalam gerakan fisik dari satu 3. Pilih area tubuh yang akan di pijat
dengan atau lebih ekstermitas secara 4. Cuci tangan dengan menggunakan air
kekuatan otot mandiri dapat meningkat, hangat
menurun dengan kriteria hasil : 5. Siapkan lingkungan yang hangat,
1. Pergerakan ekstermitas nyaman dan privasi
meningkat 6. Gunakan lotion atau minyak untuk
2. Kekuatan otot meningkat mengurangi gesekan
3. Rentang gerak ROM 7. Lakukan pemijatan secara perlahan
meningkat 8. Jelaskan tujuan dilakukannya
4. Kaku sendi menurun prosedur terapi
9. Memonitor status oksigenisasi
10. Atur posisi yang mengurangi sesak
(semi fowler)
11. Posisikan kesejajaran tubuh yang tepat
12. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
13. Ubah posisi setiap 2 jam
14. Ajarkan cara menggunakan postur
yang dan mekanika tubuh yang baik
selama melakukan perubahan posisi
4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi penguimpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang (Rohmah & Walid, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Rohmah & Walid, 2012).