Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS MENGINGITIS

NAMA KELOMPOK 6:
1. Agung Suwito (202201029)
2. Voni Putriani ( 202201002)
3. Sinta Anggraini (202201024)

DOSEN PENGAMPUH : Ns.Dimas dewa darma, M.Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SAPTA BAKTI PRODI DIII


KEPERAWATAN TAHUN AJARAN 2023/2024
Konsep Penyakit Meningitis
1. Pengertian Penyakit Meningitis
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput
yang disebut meningen. Peradangan pada meningen khususnya pada
bagian araknoid dan plamater (leptomeningens) disebut meningitis.
Peradang pada bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat
disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun
demikian sebagian besar meningitis disebabkan bakteri.Meningitis adalah
peradangan pada meningen yaitu membrane yang melapisi otak dan
medulla spinalis (Tarwoto, 2013).
Batticaca (2008), mengatakan meningitis adalah inflamasi yang
terjadi pada meningen otak dan medulla spinalis, gangguan ini biasanya
merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti pneumonia,
endokarditis, atau osteomielitis.

2. Etiologi
Widagdo, dkk (2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan
oleh berbagai macam organisme: Haemophilus influenza, Neisseria
meningitis (Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus group
A, Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella,
Proteus. Paling sering klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur
tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal, dimana akan
meningkatkan terjadinya meningitis.
a. Meningitis bakteri
Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah:
Haemophilus influenza, Streptococcus pneumonia, Neisseria
meningitides, dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam bakteri
sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan.
Neutropil, monosit, limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel
sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri fibrin dan
leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam
cairan serebrospinal akan menyebabkan cairan menjadi kental
sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar otak dan
medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat
granulasi arakhnoid dan dapat menimbulkan hidrosefalus.
Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat
menimbulkan peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan
intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan saraf-saraf kranial
dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema, membran sel
tidak dapat lebih panjang mengatur aliran cairan yang menujuh atau
keluar dari sel.
b. Meningitis virus
Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik
meningitis.Meningitis ini terjadi sebagai akibat dari berbagai macam
penyakit virus yang meliputi measles, mumps, herpes simplex dan
herpes zoster.Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas
korteks serebral, substansi putih dan meningens.Kerentanan jaringan
otak terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang
dipengaruhi.Virus herpes simplex merubah metabolisme sel, yang
mana secara cepat menyebabkan perubahan produksi enzim atau
neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.

Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis


ada 2 yaitu:
a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus
pneumonia dan Neiseria meningitidis, stafilokokus, dan gram
negative.
b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza,
Neiseria meningitidis dan diplococcus pneumonia.
3. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen
yaitu pada bagian paling luar adalah duramater, bagian tengah araknoid
dan bagian dalam piamater.Cairan serebrospinalis merupakan bagian dari
otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang dihasilkan dalam fleksus
choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui
beberapa cara misalnya hematogen (paling banyak), trauma kepala yang
dapat tembus pada CSF dan arena lingkungan. Invasi bakteri pada
meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil bergerak ke ruang
subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam
ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan
pada ruang subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan
hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul juga akan berpengaruh terhadap
saraf-saraf kranial dan perifer. Makin bertambahnya eksudat dapat
meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura
mater, araknoid dan piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid
ventrikel yang mengalir melalui ruang subaraknoid di dalam system
ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi melalui
araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis.
Cara masuknya organisme penyebab meningitis dapat terjadi
akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau pecahnya abses
serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara
cairan serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju
ke susunan saraf pusat melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan
respon peradangan pada pia, araknoid, cairan serebrospinal dan ventrikel.
Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf kranial dan spinal
sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat
aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus
(Widagdo, dkk, 2013).
4. Manifestasi klinis
Tarwoto (2013) mengatakan manifestasi klinik pada meningitis
bakteri diantaranya :
a. Demam, merupakan gejala awal
b. Nyeri kepala
c. Mual dan muntah
d. Kejang umum
e. Pada keadaan lebih lanjut dapat mengakibatkan penurunan kesadaran
sampai dengan koma.

Sedangkan menurut (Widago, dkk, 2013) manifestasi klinis klien


meningitis meliputi:
a. Sakit kepala
b. Mual muntah
c. Demam
d. Sakit dan nyeri secara umum
e. Perubahan tingkat kesadaran
f. Bingung
g. Perubahan pola nafas
h. Ataksia
i. Kaku kuduk
j. Petechia rash (bintik-bintik merah)
k. Kejang (fokal, umum)
l. Opistotonus
m. Nistagmus
n. Ptosis
o. Gangguan pendengaran
p. Tanda brundzinki’s dan kerniq’s positif
q. Fotophobia
5. Komplikasi
Komplikasi pada meningitis, yaitu :
a. Peningkatan tekanan intrakranial
b. Hydrosephalus : Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga
meningkatkan tekanan pada otak.
c. Infark serebral : Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai
oksigen, karena terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
d. Ensepalitis : peradangan pada jaringan otak dan meningen akibat virus,
bakteri, dan jamur.
e. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
f. Abses otak : Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah
didalam otak serta pembengkakakan.
g. Kejang : Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan
tubuh yang tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
h. Endokarditis : Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam
jantung.
i. Pneumonia : Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara
disalah satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
j. Syok sepsis : Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan
tekanan darah yang sangat rendah.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang pada klien dengan penyakit meningitis
(Hudak dan Gallo, 2012) :
a. Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
1) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
2) Pewarnaan gram CSS
3) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial dan
pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa biasanya
normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai serum
glukosa).
4) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan pada
meningtis virus protein sedikit meningkat.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan leukosit
diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya infeksi bakteri
berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda prognosis yang buruk
terutama pada penyakit akibat meningokokus dan pneumokokus.
Sama halnya dengan memanjangnya waktu protombin dan
tromboplastin parsial yang di sertai trombositopenia menunjukkan
koagulasi intravaskuler deseminata. (leukosit normal :
5000-10000/mm3, trombosit normal : 150.000-400.000/mm3, Hb
normal pada perempuan: 12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
2) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200 gr/dl).
c. Pemeriksaan cairan dan elektrolit
1) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium serum
(Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136- 145mmol/L,
K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
2) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
d. Pemeriksaan kultur
1) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
2) Kultur urien/urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
3) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
e. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam mengenali
faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan adanya edema serebri
atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden, 2009).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien penyakit meningitis ada 2, terdapat
penatalaksaan medis dan keperawatan, berikut penjelasannya
a. Penatalaksanaan Medis
1) Meningitis purulenta
a) Pemberian cairan secara intravena untuk menghindari
kekurangan cairan/elektrolit akibat muntah-muntah atau diare.
b) Bila pasien masuk dalam keadaan status konvulsivus, diberikan
diazepam 0,5 mg/kg BB/ kali intravena, dan dapat di ulang
dengan dosis yang sama 15 menit kemudian. Bila kejang belum
berhenti, ulangan pemberian diazepam berikutnya (yang ketiga
kali) dengan dosis yang sama diberikan secara intramuskular.
c) Setelah kejang dapat di atasi, diberikan fenobarbital dosis awal
untuk neonatus 30 mg, anak kurang dari 1 tahun 50 mg dan di
atas 1 tahun 75 mg. Selanjutnya untuk pengobatan rumat
diberikan fenobarbital dengan dosis 8-9 mg/kg BB/hari di bagi
dalam 2 dosis, diberikan selama 2 hari.
d) Berikan ampisisilin intravena sebanyak 400 mg/kg BB/ hari di
bagi dalam 6 dosis di tambah kloramfenikol 100 mg/ Kg
BB/hari intravena dibagi dalam 4 dosis . Pada hari ke-10
pengobatan di lakukan pungsi lumbal ulangan dan bila ternyata
menunjukkan hasil yang normal pengobatan tersebut di
lanjutkan 2 hari lagi. Tetapi jika masih belum normal
pengobatan di lanjutkan dengan obat yang sama seperti di atas
atau di ganti dengan obat yang sesuai dengan hasil biakan dan
uji resisten kuman.
2) Dasar pengobatan meningitis tuberkulosa ialah pemberian
kombinasi obat antituberkulosis dan di tambahkan dengan
kortikosteroid, pengobatan sitomatik bila terdapat kejang, koreksi
dehidrasi akibat masukan makanan yang kurang atau muntah dan
fisioterapi. Umumnya di pakai kombinasi streptomisin, PAS dan
INH. Bila ada resisten terhadap salah satu obat tersebut maka dapat
digantikan dengan reserve drugs. Streptomisin di berikan dengan
dosis 30-50 mg/kg BB/hari selama 3 bulan atau jika perlu di
teruskan 2 kali seminggu selama 2-3 bulan lagi sampai likuor
serebrospinalis menjadi normal. PAS dan INH di teruskan paling
sedikit sampai 2 tahun. Kortikostreoid biasanya di berikan berupa
prednison dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari (dosis minimum 20 mg/
hari) dibagi 3 dosis selama 2-4 minggu, kemudian di turunkan 1
mg/kg BB/hari setiap 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid
seluruhnya selama 3 bulan dan dihentikan bertahap untuk
menghindarkan terjadinya rebound phenomenon.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Masalah yang perlu diperhatikan pada pasien dengan meningitis
adalah gangguan kesadaran, resiko terjadi komplikasi, gangguan rasa
aman dan nyaman serta kurangnya pengetahuan orang tua mengenai
penyakit.
1) Gangguan kesadaran
Pasien meningitis yang mengalami koma memerlukan
pengawasan tanda-tanda vital secara cermat karena pernapasannya
sering cheyne-Stokes sehingg terdapat gangguan O2. Untuk
membantu pemasukan O2 perlu diberikan oksigen yaitu 1-2 liter/
menit. Selain itu pasien koma juga mengalami inkontinensia urine
maka perlu di pasang penampung urine. Kebersihan kulit perlu di
perhatiakn terutama sekitar genitalia dan bagian tubuh yang
tertekan. Oleh karena itu jika akan memasang kateter urine harus
konsultasi dahulu dengan dokter. Buat catatan khusus jika belum
ada catatan perawatan untuk mencatat hasil observasi pasien.

2) Resiko terjadi komplikasi


Dehidrasi asidosis dapat terjadi pada pasien, oleh sebab itu
untuk memenuhi kebutuhan pasien perlu dilakukan pemasangan
sonde tetapi untuk kebutuhan elektrolit tidak akan cukup. Bila
terjadi dehidrasi cairan yang di berikan biasanya glukosa 10 % dan
NACl 0,9% dalam perbandingan 3:1. Pengawasan tetesan perlu
dilakukan secara cermat dan setiap mengganti cairan harus dicatat
pada pukul berapa agar mudah diketahui untuk memperhitungkan
kecukupan cairan atau tidak.
Pengaturan posisi pada pasien juga perlu di perhatikan,
teutama pada pasien dengan penurunan kesadaran. Ubahlah sikap
berbaringnya setiap tiga jam, sekali-sekali lakukan gerakan pada
sendi-sendi dengan menekuk/meluruskan kaki - tangan tetapi
usahakan agar kepala tidak ikut terangkat (bergerak).
3) Gangguan rasa aman dan nyaman
Gangguan aman dan nyaman perlu diperhatikan dengan
selalu bersikap lembut (jangan berpikir bahwa pasien koma tidak
akan tahu). Salah satu kesalahan yang sering terjadi ialah
membaringkan pasien tersebut menghadap cahaya matahari,
sedangkan pasien koma matanya selalu terbuka. Untuk
menghindarkan silau yang terus menerus jangan baringkan pasien
kearah jendela. Untuk pasien yang akan melakukan tindakan, ajak
lah pasien berbicara sewaktu melakukan tindakan tersebut
walaupun pasien tidak sadar (Ngastiyah, 2012).
4) Penatalaksanaan kejang
a) Airway
(1) Baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan
dan pasangkan sudip lidah yang telah dibungkus kasa atau
bila ada guedel lebih baik.
(2) Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien, lepaskan
pakaian yang mengganggu pernapasan
(3) berikan O2 boleh sampai 4 L/ mnt.
b) Breathing
Isap lendir sampai bersih
c) Circulation
(1) Bila suhu tinggi lakukan kompres hangat secara intensif.
(2) Setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat
(berbeda dengan pasien tetanus yang jika kejang tetap
sadar).

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Meningitis


1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan.
Diperlukan pengkajian cermat untuk mengenal masalah pasien, agar dapat
memberikan tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat
tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap pengkajian
(Muttaqin, 2008).
a. Identitas
1) Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status
perkawinan, agama, suku/ bangsa, pendidikan, perkerjaan dan
alamat.
2) Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan
klien, pendidikan, prkerjaan dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit
kepala, mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat
kesadaran
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik
pasien secara PQRST.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan
sekarang meliputi pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas
bagian atas, otitis media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,
tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru
perlu ditanyakan kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk
produktif dan pernah mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa
yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam
keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat
memacu terjadinya meningitis.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis
biasanya bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa
2) Tanda- Tanda Vital
a) TD : Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal
atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK ( N = 90 - 140 mmHg).
b) Nadi : Biasanya nadi menurun dari biasanya (N = 60-100x/i).
c) Respirasi : Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini
akan lebih meningkat dari pernafasan normal (N = 16-20x/i).
d) Suhu : Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal antara 38-41°C (N = 36,5°C – 37,4°C)
3) Pemeriksaan Head To Toe
a) Kepala
Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b) Mata
Nerfus II, III, IV, VI :Kadang reaksi pupil pada pasien
meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya
tanpa kelainan. Nerfus V : Refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan.
c) Hidung
Nerfus I : Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan
pada fungsi penciuman
d) Telinga
Nerfus VIII : Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya
tuli konduktif dan tuli persepsi.
e) Mulut
Nerfus VII : Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris
Nerfus XII : Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan
tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.
f) Leher
Inspeksi : Biasanya terlihat distensi vena jugularis. Palpasi :
Biasanya teraba distensi vena jugularis.
Nerfus IX dan X : Biasanya pada pasien meningitis kemampuan
menelan kurang baik.
Nerfus XI : Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku
kuduk
g) Dada
(1) Paru
I : Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat
perubahan pola nafas
Pa : Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan
kanan sama.
P : Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba.
A : Biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa.
(2) Jantung
I : Biasanya pada pasien meningitis ictus tidak teraba
Pa : Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari
medial midklavikula sinistra RIC IV.
P : Biasanya bunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi
jantung II RIC 4-5 midklavikula.
A : Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.
h) Ekstremitas
Biasanya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada
sendi-sendi (khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik secara
umum sehingga menggangu ADL.
i) Rasangan Meningeal
(1) Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan
karena adanya spasme otot-otot. Fleksi menyebabkan nyeri
berat.
(2) Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
(3) Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi
fleksi lutut dan pinggul: jika dilakukan fleksi pasif pada
ekstremitas bawah pada salah satu sisi, gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstermitas yang berlawanan.
d. Pola Kehidupan Sehari-hari
1) Aktivitas / istirahat
Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu tubuh
2) Eliminasi
Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran urine,
hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
3) Makanan / cairan
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan
muntah disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi
pada pasien meningitis menurun karena anoreksia dan adanya
kejang.
4) Hygiene
Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
karena penurunan kekuatan otot.
e. Data Penujang menurut Hudak dan Gallo(2012):
1) Pungsi lumbal dan kultur CSS dengan hasil sebagai berikut :
a) Hitung sel darah putih, biasanya meningkat sampai lebih dari
100/mm3(normal : < 6/µL).
b) Pewarnaan gram CSS
c) Kadar glukosa cairan otak menurun pada meningitis bakterial
dan pada meningitis dengan penyebab virus kadar glukosa
biasanya normal. (normal kadar glukosa cairan otak 2/3 dari nilai
serum glukosa).
d) Protein, tinggi (bakterial, tuberkular, infeksi kongenital) dan
pada meningtis virus protein sedikit meningkat.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan Hemoglobin (Hb), Hematokrit (Ht), Leukosit dan
trombosit, protombin dan tromboplastin parsial. Pemeriksaan
leukosit diperlukan untuk menentukan kemungkinan adanya
infeksi bakteri berat dan leukopenia mungkin merupakan tanda
prognosis yang buruk terutama pada penyakit akibat
meningokokus dan pneumokokus. Sama halnya dengan
memanjangnya waktu protombin dan tromboplastin parsial yang
di sertai trombositopenia menunjukkan koagulasi intravaskuler
deseminata. (leukosit normal : 5000-10000/mm3, trombosit
normal : 150.000-400.000/mm3, Hb normal pada perempuan:
12-14gr/dl, pada laki-laki : 14-18gr/dl).
b) Pemeriksaan glukosa darah. (Glukosa darah normal < 200
gr/dl).
3) Pemeriksaan cairan dan elektrolit
a) Kadar elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi, natrium
serum (Na+) naik, kalium serum (K+)turun. (Na+ normal : 136-
145mmol/L, K+ normal : 3,5-5,1 mmol/L).
b) Osmolaritas urine meningkat dengan peningkatan sekresi ADH.
4) Pemeriksaan kultur
a) Kultur darah berguna untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
b) Kultur urien / urinalisis, untuk mengidentifikasi organisme
penyebab.
c) Kultur nasofaring, untuk mengidentifikasi organisme penyebab.
5) Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan rontgenografi jarang diperlukan dalam mendiagnosis
meningitis namun pemeriksaan tersebut bisa berguna dalam
mengenali faktor resiko. CT scan dilakukan untuk menentukan
adanya edema serebri atau penyakit saraf lainya (Betz & Sowden,
2009).
2. Diagnosis Keperawatan yang Muncul
Kemungkinan diagnosis keperawatan yang muncul pada pasien dengan
penyakit Meningitis, yaitu:
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan dibuktikan dengan batuk tidak efektif, ronchi
b. Perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak
c. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas dibuktikan dengan
pola nafas abnormal
d. Resiko cidera b.d perubahan fungsi kognitif
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak
f. Hipertermi b.d proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh diatas
normal.
g. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
dibuktikan dengan kekuatan otot menurun

3. Perencanaan Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP
PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :
Diagnosis
No Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1 Bersihan jalan Tujuan : 1. Monitor frekuensi irama, kedalaman
nafas tidak Setelah dilakukan tindakan dan upaya nafas
efektif besekresi keperawatan diharapkan 2. Monitor pola nafas
yang tertahan pertukaran gas meningkat 3. Monitor kemampuan batuk efektif
dibuktikan dengan kriteria hasil : 4. Monitor nilai AGD
dengan batuk 1. Batuk efektif meningkat 5. Monitor saturasi oksigen
tidak efektif, 2. Produksi sputum cukup 6. Auskultasi bunyi nafas
ronchi menurun 7. Jelaskan tujuan dan prosedur
3. Ronki sedang pemantauan
4. Dispnea cukup menurun 8. Kolaborasi penggunaan oksigen saat
5. Gelisah cukup meningkat aktifitas dan/atau tidur
6. Frekuensi nafas cukup
membaik
7. Pola nafas cukup
membaik
2. Perfusi serebral Tujuan : 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK
tidak efektif b.d Setelah dilakukan intervensi 2. Monitor peningkatan tekanan darah
infeksi otak keperawatan diharapkan 3. Monitor ireguleritas irama nafas
ekspetasi membaik dengan 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran
kriteria hasil : 5. Monitor perlambatan atau kesimetrisan
1. Tingkat kesadaran respon pupil
meningkat 6. Monitor efek stimulus lingkungan
2. Sakit kepala terhadap TIK
menurun 7. Identifikasi pengetahuan tentang
3. Gelisah menurun pengobatan
4. Demam menurun 8. Identifikasi penggunaan pengobatan
5. Tekanan darah tradisional dan efek samping obat
membaik 9. Pertahankan sterilitas sistem
6. Reflek saraf pemantauan
membaik 10.Pertahankan posisi kepala dan leher
netral
11.Bila sistem pemantauan, jika perlu
12.Atur interval pemantauan sesuai kondisi
pasien
13.Dokumentasi hasil pemantauan
14. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
3. Pola nafas tidak Tujuan : 1. Monitor pola nafas
efektif b.d Setelah dilakukan tindakan 2. Monitor frekuensi, irama, kedalaman
hambatan upaya keperawatan diharapkan pola dan upaya nafas
nafas (mis: nafas membaik dengan 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
nyeri saat kriteria hasil : aroma)
bernafas) 1. Frekuensi nafas dalam 4. Posisikan semi fowler atau fowler
rentang normal 5. Ajarkan teknik batuk efektif
2. Tidak ada pengguanaan 6. Kolaborasi pemberian mis.
otot bantu pernafasan bronkodilator, jika perlu.
3. Pasien tidak
menunjukkan tanda
dipsnea
4. Resiko cidera Tujuan :
b.d perubahan Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi kebutuhan keselamatan
fungsi kognitif keperawatan diharapkan 2. Sediakan alat bantu keamanan
keparahan cederan dapat lingkungan
menurun dengan kriteria hasil 3. Gunakan perangkat pelindung
: 4. Ajarkan individu, keluarga dan
1. Toleransi aktivitas kelompok risiko tinggi bahaya
meningkat lingkungan.
2. Kejadian cedera menurun
3. Ketegangan otot menurun
4. Ekspresi wajah kesakitan
menurun
5. Pola istirahat/tidur
membaik
5 Nyeri akut b.d Tujuan : 1. Mempengaruhi pilihan / pengawasan
iritasi selaput Setelah dilakukan tindakan keefektifan intervensi.
dan jaringan asuhan keperawatan 2. Untuk mengetahui tingkat keparahan
otak diharapkan tingkat nyeri nyeri
pasien menurun, dengan 3. Untuk mengetahui persepsi / reaksi
kriteria hasil : terhadap nyeri
1. Keluhan nyeri cukup 4. Untuk memberikan ketenangan
menurun kepada pasien sehingga nyeri tidak
2. Meringis cukup bertambah
menurun 5. Memfokuskan kembali perhatian,
3. Gelisah cukup menurun meningkatkan kontrol dan
4. Tekanan darah cukup meningkatkan harga diri dan
membaik kemampuan koping
5. Fokus cukup membaik
6. Nafsu makan cukup
membaik
7. Pola tidur cukup
membaik
6. Hipertermi b.d Tujuan : 1. Identifikasi penyebab hipertermi
proses penyakit Setelah dilakukan intervensi 2. Monitor suhu tubuh
dibuktikan keperawatan diharapkan 3. Monitor haluaran urine
dengan suhu suhu tubuh menurun dengan 4. Monitor akibat hipertermia
tubuh diatas kriteria hasil : 5. Melakukan kompres pada lipatan
normal. 1. Kulit merah sedang 6. Berikan cairan peroral
2. Kejang cukup menurun 7. Kolaborasi pemberian cairan dan
3. Pucat sedang elektrolit intravena, jika perlu
4. Suhu tubuh membaik
7. Gangguan Tujuan : 1. Identifikasi kesediaan dan penerimaan
mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan dilakukan pemijatan
b.d penurunan asuhan keperawatan 2. Tetapkan jangka waktu untuk
kekuatan otot diharapkan kemampuan pemijatan
dibuktikan dalam gerakan fisik dari satu 3. Pilih area tubuh yang akan di pijat
dengan atau lebih ekstermitas secara 4. Cuci tangan dengan menggunakan air
kekuatan otot mandiri dapat meningkat, hangat
menurun dengan kriteria hasil : 5. Siapkan lingkungan yang hangat,
1. Pergerakan ekstermitas nyaman dan privasi
meningkat 6. Gunakan lotion atau minyak untuk
2. Kekuatan otot meningkat mengurangi gesekan
3. Rentang gerak ROM 7. Lakukan pemijatan secara perlahan
meningkat 8. Jelaskan tujuan dilakukannya
4. Kaku sendi menurun prosedur terapi
9. Memonitor status oksigenisasi
10. Atur posisi yang mengurangi sesak
(semi fowler)
11. Posisikan kesejajaran tubuh yang tepat
12. Tinggikan tempat tidur bagian kepala
13. Ubah posisi setiap 2 jam
14. Ajarkan cara menggunakan postur
yang dan mekanika tubuh yang baik
selama melakukan perubahan posisi

4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan meliputi penguimpulan data
berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan
tindakan, serta menilai data yang (Rohmah & Walid, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan
pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan
(Rohmah & Walid, 2012).

Anda mungkin juga menyukai