Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

“ MENINGITIS”

Disusun oleh:

Astiya Ningsih 1720210004

Nurfadilah Marlina Una 1720210011

Nurul Fadilah 1720210013

Nurul Hasanah 1720210014

Ratu Zilva 1720210016

Rahmadatul Ilmi 1720210017

Dicky Wahyudi 1720210022

Sherly Angelina 1720210023

Sri Dwi Rahmawati 1720210025

Amanda Mezzaluna 1720210026

Rena Nurzanah 1720210039

DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM ASSYAFIIYAH

2023/2024

BAB I
KONSEP PENYAKIT

A. Pengertian

Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapisan atau selaput yang disebut meningen.
Peradangan pada meningen khususnya pada bagian araknoid dan piamater (leptomeningens)
disebut meningitis. Peradang pada bagian duramater disebut pakimeningen. Meningitis dapat
disebabkan karena bakteri, virus, jamur atau karena toksin. Namun demikian sebagian besar
meningitis disebabkan bakteri. Meningitis adalah peradangan pada meningen yaitu membrane yang
melapisi otak dan medulla spinalis (Tarwoto, 2013).

Batticaca (2011) menjelaskan bahwa meningitis atau radang selaput otak merupakan infeksi pada
cairan serebrospinal (CSS) disertai radang pada pia dan araknoid, ruang subaraknoid, jaringan
superficial otak. dan medulla sipinalis. Kuman-kuman dapat masuk ke setiap bagian ruang
subaraknoid dengan cepat sekali menyebar ke bagian lain, sehingga leptomening medulla spinalis
terkena. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa meningitis selalu merupakan suatu proses
sserebrospinal Jadi, meningitis adalah suatu reaksi peradangan seluruh selaput. otak (meningen)
yang ditandai adanya sel darah putih dalam cairan serebrospinalis, yang disebabkan oleh virus,
bakteri, dan jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak.

B. Etiologi

Widagdo, dkk(2013), mengatakan meningitis dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme:
Haemophilus influenza, Neisseria meningitis (Meningococus), Diplococus pneumonia, Streptococcus
group A. Pseudomonas, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Klebsiella, Proteus. Paling sering
klien memiliki kondisi predisposisi seperti: fraktur tengkorak, infeksi, pembedahan otak atau spinal,
dimana akan meningkatkan terjadinya meningitis.

a. Meningitis bakteri (piogenik)

Organisme yang paling sering pada meningitis bakteri adalah: Haemophilus influenza,
Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides, dan Staphylococcus aureus. Protein di dalam
bakteri sebagai benda asing dan dapat menimbulkan respon peradangan. Neutropil, monosit,
limfosit dan yang lainnya merupakan sel-sel sebagai respon peradangan. Eksudat terdiri dari bakteri
fibrin dan leukosit yang dibentuk di ruang subaraknoid. Penumpukan didalam cairan serebrospinal
akan menyebabkan cairan menjadi kental sehingga dapat menggangu aliran serebrospinal di sekitar
otak dan medulla spinalis. Sebagian akan menganggu absorbsi akibat granulasi arakhnoid dan dapat
menimbulkan hidrosefalus. Penambahan eksudat di dalam ruang subaraknoid dapat menimbulkan
peradangan lebih lanjut dan peningkatan tekanan intrakranial. Eksudat akan mengendap di otak dan
saraf-saraf kranial dan spinal. Sel-sel meningeal akan menjadi edema, membran sel tidak dapat lebih
panjang mengatur aliran cairan yang menujuh atau keluar dari sel,

b. Meningitis virus

Tipe meningitis ini sering disebut sebagai aseptik meningitis. Meningitis ini terjadi sebagai akibat
dari berbagai macam penyakit virus yang meliputi measles, mumps, herpes simplex dan herpes
zoster. Pembentukan eskudat pada umumnya terjadi diatas korteks serebral, substansi putih dan
meningens Kerentanan jaringan otak terhadap berbagai macam virus tergantung pada tipe sel yang
dipengaruhi. Virus herpes simplex merubah metabolisme sel, yang mana secara cepat menyebabkan
perubahan produksi enzim atau neurotransmitter yang menyebabkan disfungsi dari sel dan
kemungkinan kelainan neurologi.

Nurarif dan Kusuma (2016), mengatakan penyebab meningitis ada 2 yaitu:

a. Pada orang dewasa, bakteri penyebab tersering adalah Dipiococus pneumonia dan Neiseria
meningitidis, stafilokokus, dan gram negative.

b. Pada anak-anak bakteri tersering adalah Hemophylus influenza, Neiseria meningitidis dan
diplococcus pn

C. Manifestasi Klinis

Menurut (Brunner & Suddarth, 2013), manifestasi klinis dari Meningitis. Adalah:

1. Sakit kepala dan demam sering kali menjadi gejala awal, demam cenderung tetap tinggi
selama proses penyakit; sakit kepala biasanya tidak kunjung hilang atau berdenyut dan
sangat parah akibat iritasi meningea.
2. Iritasi meningeal memunculkan sejumlah tanda lain yang dikenali dengan baik sebagai tanda
umum semua jenis meningitis:
a. Kaku kuduk adalah tanda awal
b. Tanda kernig positif: ketika berbaring dengan paha difleksikan pada abdomen,
pasien tidak dapat mengekstensikan tungkai secara komplek,
c. Tanda Brudzinki positif: memfleksikan leher pasien menyebabkan fleksi lutut dan
panggul, fleksi pasif pada ekstremitas bawah di satu sisi tubuh menghasilkan
pergerakan yang serupa di ekstremitas sisi yang lain.
d. Fotofobia (sensitivitas pada cahaya) sering terjadi.
3. Ruam (Neisseria meningitis), berkisar dari ruam petekie dengan lesi Purpura sampai area
ekonomis yang luas.
4. Disorientasi dan gangguan memori: manifestasi perilaku juga sering terjadi saat penyakit
berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak responsif, dan koma.
5. Kejang dapat terjadi dan merupakan akibat dari area iritabilitas diotak; ICP meningkat
sekunder akibat perluasan pembengkakan di otak atau hidrosefalus; tanda awal peningkatan
ICP mencakup penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik fokal.
6. Infeksi fulminal akibat terjadi sekitar 10% pasien meningitis meningolokal, memunculkan
tanda-tanda septikemia yang berlebihan: demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan
ekstremitas), syok dan tanda koagulasi intravaskuler disemini (DIC) terjadi secara mendadak:
kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah infeksi.

D. Klasifikasi
Menurut (Dwy Ardyan,2012)

a. Meningitis Bakteri (Septic) Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran
pernafasan. Jenis organisme yang sering menyebakan meningitis bacterial adalah
streptococcus pneumonia dan neisseria meningitis. Meningococal meningitis adalah tipe dari
meningitis bacterial yang sering terjadi pada daerah penduduk yang padat, seperti: asrama,
penjara. Klien yang mempunyai kondisi seperti: otitis media. Pneumonia, sinusitis akut atau
sickle cell anemia yang dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya meningitis. Fraktur
tulang tengkorak dan pembedahan spinal dapat juga menyebabkan meningitis. Selain itu
juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun seperti AIDS dan defisiensi
imun baik yang kongenital Atau yang didapat.
b. Meningitis Virus (Aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen, cenderung jinak
dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal
(misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar ke sistem saraf
pusat melalui sistem vaskuler. Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti
campak, herpes simpleks dan herspes zoster. Virus herpes simpleks. mengganggu
metabolisme sel sehingga selveepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu
produksi enzim dan neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan
neurologis.
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan yang terjadi pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis Serosa Adalah radang selaput otak arakhnioid dan piameter yang disertai
cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycrobacterium tubercolusa.
Penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis Purulenia
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis.
Penyebab lainnya antara lain Diplococcus pneumoniae (pneumokokus). Neisseria meningitis
(meningokokus). Strepcoccus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aureginosa (Satyanegara,
2010).

E. Patofisiologi
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh tiga lapisan meningen yaitu pada bagian paling
luar adalah duramater, bagian tengah araknoid dan bagian dalam piamater.Cairan
serebrospinalis merupakan bagian dari otak yang berada dalam ruang subaraknoid yang
dihasilkan dalam fleksus choroid yang kemudian dialirkan melalui system ventrikal.
Mikroorganisme dapat masuk ke dalam sistem saraf pusat melalui Beberapa cara misalnya
hematogen (paling banyak), trauma kepala yang dapat tembus pada CSF dan arena
lingkungan. Invasi bakteri pada meningen mengakibatkan respon peradangan. Netropil
bergerak ke ruang subaraknoid untuk memfagosit bakteri menghasilkan eksudat dalam
ruang subaraknoid. Eksudat ini yang dapat menimbulkan bendungan pada ruang
subaraknoid yang pada akhirnya dapat menimbulkan hidrosepalus. Eksudat yang terkumpul
juga akan berpengaruh terhadap saraf-saraf kranial dan perifer. Makin bertambahnya
eksudat dapat meningkatkan tekanan intracranial (Tarwoto, 2013).
Otak dan medulla spinalis dilindungi oleh lapis meningitis: dura mater, araknoid dan
piamater. CSF diproduksi di dalam fleksus koroid ventrikel yang mengalir melalui ruang
subaraknoid di dalam system. ventrikel dan sekitar otak dan medulla spinalis. CSF diabsobsi
melalui araknoid pada lapisan araknoid dari meningintis.
Organisme penyebab meningitis masuk melalui sel darah merah pada blood brain
barrier. Cara masuknya dapat terjadi akibat trauma penetrasi, prosedur pembedahan atau
pecahnya abses serebral. Meningitis juga dapat terjadi bila adanya hubungan antara cairan
serebrospinal dan dunia luar. Masuknya mikroorganisme menuju ke susunan saraf pusat
melalui ruang subarakhoid dapat menimbulkan respon peradangan pada pia, araknoid,
cairan serebrospinal dan ventrikel. Eksudat yang dihasilkan dapat menyebar melalui saraf
kranial dan spinal sehingga menimbulkan masalah neurologi. Eksudat dapat menyumbat
aliran normal cairan serebropinal dan menimbulkan hidrosefalus (Widagdo, dkk, 2013).

Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan fungsi lumbal.
Dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan cerebrospinal, dengan syarat
tidak ditemukan adanya peningkatan. Tekanan intrakranial.
1) Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan jernih,sel darah
putih dan protein meningkat, glukosa dan protein, kultur(-).

2) Pada Meningitis Purulenia terdapat tekanan intrakranial meningkat. Cairan


keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat. Glukosa menurun,
kultur(+) beberapa jenis bakteri.

2. Pemeriksaan darah
Dilakukan kadar Hb, jumlah leukosit, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar
ureum, elektrolit dan kultur.
1) Pada Meningitis Scrosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Di samping itu.
Pada Meningitis Tuberkolosa didapatkan juga. Peningkatan LED.
2) Pada Meningitis Purulenia didapatkan peningkatan leukosit.

3. Pemeriksaan radiologis
1) Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan
CT Scan
2) Pada Meningitis Purulenia dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada (Smeltzer, 2002).

H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum:
 Pasien di isolasi
 Pasien diistirahatkan/bedrest
 Kontrol hipertermia dengan kompres, pemberian antipiretik seperti parasetamol,
asam salisilat.
 Kontrol kejang: Diazepam, fenobarbital
 Kontrol peningkatan intrakranial: Manitol, kortikosteroid
 Pemenuhan kebutuhan cairan, nutrisi

2. Pemberian antibiotik
 Diberikan 10-14 hari atau sedikitnya 7 hari bebas panas.
 Antibiotik yang umum diberikan: Ampisilin, gentamisin.
 Kloromfenikol, selalosporin
 Steroid untuk mengatasi inflamasi
 Antipiretik untuk mengatasi demam
 Antikolvusant untuk mencegah kejang
 Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisa dipertahankan.
 Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt(Ventrikel Peritoneal Shunt)
Ventriculoperitonel Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk
membebaskan tekanan intrakranial yang diakibatkan oleh terlalu banyak cairan
serebrospinal. Cairan dialirkan dari ventrikel diotak menuju rongga peritoneum.
Prosedur pembedahan ini dilakukan di dalam kamar operasi dengan anastesi umum
sekitar 90 menit.

4. Pengobatan simptomatis
 Diazepam IV: 0,2-0,5 mg/kg/dosis, atau rectal 0,4 0,6/mg/kg/dosis
 Turukan demam antipiretika: parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis
 Kompres air atau es

5. Pengobatan suportif
 Cairan intravena
 Zat asam, usuhakan agar konsitrasi O, berkisar antara 30-50%
 Hisap lendir
 Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi
 Hindarkan penderita dari rodapaksa seperti jatuh.

I. Komplikasi
1. Peningkatan tekanan intracranial
2. Hydrosephalus Penumpukan cairan pada rongga otak, sehingga meningkatkan
tekanan pada otak.
3. Infark serebral: Kerusakan jaringan otak akibat tidak cukup suplai oksigen,
karena terhambatnya aliran darah ke daerah tersebut.
4. Ensepalitis: peradangan pada jaringan otak dan mengakibatkan virus, bakteri,
dan jamur.
5. Syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormon
6. Abses otak: Infeksi bakteri yang mengakibatkan penimbunan nanah didalam
otak serta pembengkakakan.
7. Kejang: Gangguan aktivitas listrik di otak. Ditandai dengan gerakan tubuh yang
tidak terkendali dan hilangnya kesadaran.
8. Endokarditis: Infeksi pada endokardium yaitu lapisan bagian dalam jantung.
9. Pneumonia Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara disalah
satu atau kedua paru-paru yang dapat berisi cairan.
10. Syok sepsis: Infeksi luas yang menyebabkan kegagalan organ dan tekanan darah
yang sangat rendah.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1) Identitas.
Identitas pasien terdiri dari: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, perkerjaan dan alamat.
Indentitas penanggung jawab terdiri dari: nama, hubungan dengan klien,
pendidikan, pekerjaan dan alamat.
2) Riwayat kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya pasien datang dengan keluhan utamanya demam, sakit kepala,
mual dan muntah, kejang, sesak nafas, penurunan tingkat kesadaran
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian RKS yang mendukung keluhan utama dilakukan. dengan
mengajukan serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan. fisik pasien
secara PQRST.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernah kah pasien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan
kepada pasien terutama jika ada keluhan batuk produktif dan pernah
mengalami pengobatan obat anti tuberkulosa yang sangat berguna
untuk mengidentifikasi meningitis tuberkulosa.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pada riwayat kesehatan keluarga, biasanya apakah ada di dalam
keluarga yang pernah mengalami penyakit keturunan yang dapat
memacu terjadinya meningitis.

3) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien meningitis biasanya
bersekitar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa

2) Tanda-Tanda Vital
a. TD: Biasanya tekanan darah orang penyakit meningitis normal atau meningkat
dan berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK (N=90-140 mmHg).
b. Nadi Biasanya nadi menurun dari biasanya (N60-100x/i).
c. Respirasi Biasanya pernafasan orang dengan meningitis ini akan lebih
meningkat dari pernafasan normal (N=16-20x/i).
d. Suhu Biasanya pasien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih
dari normal antara 38-41°C (N-36,5°C 37,4°C).

3) Pemeriksaan Head To Toe


a. Kepala: Biasanya pasien dengan meningitis mengalami nyeri kepala.
b. Mata
Kadang reaksi pupil pada pasien meningitis yang tidak disertai penurunan
kesadaran biasanya tanpa kelainan. Refleks kornea biasanya tidak ada
kelainan.
c. Hidung
Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi penciuman
d. Telinga
Kadang ditemukan pada pasien meningitis adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi.
e. Mulut
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
f. Leher
Inspeksi: Biasanya terlihat distensi vena jugularis..
Palpasi: Biasanya teraba distensi vena jugularis
Biasanya pada pasien meningitis kemampuan menelan kurang baik
Biasanya pada pasien meningitis terjadinya kaku kuduk
g. Dada
1) Paru
Inspeksi: Kadang pada pasien dengan meningitis terdapat perubahan pola
nafas
Palpasi: Biasanya pada pasien meningitis premitus kiri dan kanan sama
Perkusi: Biasanya pada pasien meningitis tidak teraba
Aulkustasi: biasanya pada pasien meningitis bunyi tambahan. Seperti ronkhi
pada klien dengan meningitis tuberkulosa.
2) Jantung
I: Biasanya pada pasien meningitis ietus tidak teraba
Pal: Biasanya pada pasien meningitis ictus teraba 1 jari medial midklavikula
sinistra RIC IV.
P: Biasanya bunyi jantung 1 RIC III kanan, kiri, bunyi jantung II RIC 4-5
midklavikula.
A: Biasanya jantung murni, tidak ada mur-mur.

h. Ekstremitas
Biasnya pada pasien meningitis adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi
(khusunya lutut dan pergelangan kaki). Klien sering mengalami penurunan
kekuatan otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga menggangu ADL.

i. Rasangan Meningeal
1) Kaku kuduk
Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesulitan karena
adanya spasme otot-otot Fleksi menyebabkan nyeri berat.
2) Tanda kernig positif
Ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
3) Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika leher pasien difleksikan, terjadi fleksi lutut
dan pingul: jika dilakukan fleksi pasif pada. Ekstremitas bawah pada
salah satu sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstermitas yang
berlawanan.

4) Pola Kehidupan Sehari-hari


a. Aktivitas/istirahat: Biasanya pasien mengeluh mengalami peningkatan suhu
tubuh
b. Eliminasi: Pasien biasanya didapatkan berkurangnya volume pengeluaran
urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.
c. Makanan/cairan.
Pasien menyatakan tidak mempunyai nafsu makan, selalu mual dan muntah
disebabkan peningkatan asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada pasien
meningitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang.
d. Hygiene: Pasien menyatakan tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri
karena penurunan kekuatan otot

5) Data Penujang
Menurut Hudak dan Gallo(2012):
1) Fungsi lumbal dan kultur CSS: jumlah leukosit (CBC) meningkat, kadar
glukosa darah mrenurun, protein meningkat, glukosa serum
meningkat
2) Kultur darah, untuk menetapkan organisme penyebab
3) Kultur urin, untuk menetapkan organisme penyebab
4) Elektrolit serum, meningkat jika anak dehidrasi: Na naik dan K+ furun
5) MRI, CT-Scan

B. Diagnosa
1. Hipertermi b.d proses penyakit dibuktikan dengan suhu tubuh diatas normal. (D.0130)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot dibuktikan
dengan kekuatan otot menurun (D.0054)
3. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan infeksi otak (Meningitis)
(D.0017)
4. Risiko Luka Tekan b.d Hipertemi, Penurunan mobilisasi, penurunan perfusi jaringan
(D.0144).
5. Risiko Jatuh b.d Penurunan Kesadaran dan Penurunan Kekuatan Otot (D.0143)
C. Intervensi

Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


Hipertermi b.d Termoregulasi (L.14134) Manajemen Hipetermia (1.15506)
proses penyakit Setelah dilakukan perawatan Observasi
dibuktikan dengan maka diharapkan Identifikasi
suhu tubuh diatas termoregulasi membaik. Identifikasi penyebab hipertermia
normal. (D.0130) dengan kritea hasil: Monitor suhu tubuh.
Suhu tubuh membaik (3) Monitor komplikasi akibat hipertermia
Suhu kulit membaik (3) Terapeutik
Kejang menurun (3) Longgarkan atau lepaskan pakaian
Ganti linen setiap hari atau sering jika
mengalami hyperhidrosis
Lakukan pendinginan eksternal (mis. Kompres
dingin pada dahi)
Edukasi
Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
Gangguan mobilitas Mobilitas Fisik (L.05042) Dukungan Mobilisasi (1.5173)
fisik berhubungan Setelah dilakukan perawatan Observasi
dengan penurunan maka diharapkan kemampuan Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kekuatan otot mobilitas fisik dapat dilakukan lainnya.
dibuktikan dengan secara mandiri, dengan Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
kekuatan otot kriteria hasil: sebelum melakukan mobilisasi.
menurun (D.0054) Pergerakan ekstremitas Monitor keaadaan umum selama melakukan
meningkat (3) mobilisasi.
Kekuatan otot meningkat (3) Terapeutik
Gerakan terbatas menurun (3) Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
Kelemahan fisik menurun (3) (mis.pagar tempat tidur).
Libatkan keluarga dan pasien untuk membantu
pasiendalam meningkatkan pergerakan.
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi.
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Resiko perfusi Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen peningkatan Tekanan Intrakranial
serebral tidak efektif Setelah dilakukan perawatan (1.06194)
berhubungan maka diharapkan perfusi Observasi
dengan infeksi otak serebral Identifikasi penyebab Peningkatan TIK (mis. lesi
(Meningitis) (D.0017) meningkat, dengan kriteria menempat ruang, gangguan metabolisme,
hasil: edema serebral, peningkatan tekanan vena)
Tingkat kesadaran meningkat Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
(3). Monitor MAP (Mean Arterial Preasure)
Tekanan intra kranial menurun Monitor status pernafasan
(3) Terapeutik
Sakit kepala menurun (3) Meminimalkan stimulus dengan menyediaakn
Nilai rata-rata tekanan darah lingkungan yang tenang.
membaik(3) Berikan posisi semi fowler
Cegah terjadinya kejang
Pertahankan suhu tubuh normal
Risiko Luka Tekan Integritas Kulit dan Jaringan Pencegahan Luka Tekan (1.14541)
b.d Hipertemi, (L.14125)
Penurunan Setelah dilakukan perawatan Observasi
mobilisasi, maka diharapkan integritas
penurunan perfusi kulit dan jaringan meningkat, Periksa luka tekan sebelumnya
jaringan (D.0144) dengan kriteria hasil:
Kerusakan jaringan menurun Monitor suhu kulit yang tertekan
(3) Monitor status kulit harian
Kerusakan lapisan kulit Monitor mobilitas dan aktivitas individu
menurun (3) Terapeutik
Suhu kulit membaik (3) Keringkan daerah kulit yang lembab akibat
keringat, cairan luka, dan inkontensia fekal dan
urin).
Gunakan barier seperti lotion atau bantalan
penyerap air.
Ubah posisi dengan hati-hati setiap 1-2 jam.
Buat jadwal perubahan posisi.
Jaga sepprai tetap kering, bersih, dan tidak
adakerutan/lipatan.
Edukasi
Jelaskan tanda-tanda kerusakan kulit.
Anjurkan melapor jika menemukan tanda-tanda
Kerusakan kulit.
Ajarkan cara merawat kulit
Risiko Jatuh b.d Tingkat Jatuh (L..14138) Pencegahan Jatuh (1.14540)
Penurunan Setelah dilakukan perawatan
Kesadaran dan maka diharapkan tingkat jatuh Observasi
Penurunan Kekuatan menurun, dengan kriteria
Otot (D.0143) hasil: Identifikasi faktor risiko jatuh (mis, penurunan
Jatuh dari tempat tidur kesadaran)
menurun (3)
Jatuh saat duduk menurun (3) Identifikasi faktor lingkungan yang
Jatuh saat dipindahkan meningkatkan risiko jatuh(mis, lantai licin,
menurun (3) penerangan kurang)
Hitung risiko jatuh dengan menggunakan
skala(is. Fal Morse
Scale. Humpty Dumpty Sacle), jika perlu
Terapeutik
Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga.
Pastikan roda tempat tidur dan kursi roda selalu
dalam kondisi terkunci
Pasang handrall tempat tidur.
Atur tempat tidur mekanis pada posisi terendah
Edukasi
Anjurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan Berpindah,
Ajarkan cara menggunakan bel pemanggil untuk
memanggil perawat
D. Implementasi
Implementasi keperawatan merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan
rencana atau intervensi yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan SDKI, SLKI dan
SIKI. Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan
tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi (Kozier et al., 2010)
E. Evaluasi
Hasil yang diharapkan
a. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen
atau keterlibatan orang lain.
b. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi
motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
c. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
d. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu
tidur/istirahat dengan tepat.
e. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
f. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
g. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan
pengetahuan tentang situasi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua apisan selaput
yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang menimbulkan eksudasi
berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh bakteri spesifik atau nonspesifik atau virus. Kasus
meningitis harus ditangani secepatnya karena dianggap sebagai kondisi medis darurat.
Meningitis bisa menyebabkan septikema dan ini bisa berujung pada kematian. Gejala yang
biasanya di tampakkan oleh penderita Meningitis adalah sakit kepala, demam, sakit otot-
otot, dan lain-lain.
Untuk mencegah agar tidak terjangkit penyakit meningitis yaitu dengan mencuci tangan,
berlatih hidup higienis, pola hidup sehat, menutup mulut saat bersin atau batuk, jika sedang
hamil berhati-hatilah dalam memilih makanan. Banyak kasus meningitis virus dan bakteri
bisa dicegah dengan berbagai macam vaksin, Bicarakan dengan dokter jika Anda tidak yakin
apakah vaksinasi Anda yang terbaru atau tidak.

B. Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini semua pihak yang tidak menutup kemungkinan
masyarakat, mahasiswa pada khususnya mahasiswa keperawatan, dan seluruh jajaran
terkait, dapat memandang positif serta memahami adanya informasi ini, sesuai apa yang
dibahas didalamnya dengan menerapkan sesuai peraturan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. (2014). Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Doenges, Marilyn E, dkk. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N
Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta:
EGC.

Donna D. (2013), Medical Surgical Nursing, WB Saunders.

Long, Barbara C. (2014). Perawatan Medikal Bedah Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. (2014). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Alih bahasa, Agung Waluyo, dkk. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica
Ester. Ed.8. Jakarta: EGC,

Suriadi & Yuliani, Rita. (2014). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi pertama. Jakarta: KDT.

Anda mungkin juga menyukai