Disusun oleh:
1720210026
DIII KEPERAWATAN
2023
BAB 1
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
Encephalitis menurut mansjoer dkk (2000) adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan
oleh bakteri,virus, jamur dan protozoa. Sedangkan menurut Soedarmo dkk (2008) encephalitis
adalah penyakit yang menyerang susunan saraf pusat dimedula spinalis dan meningen yang
disebabkan oleh japanese encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk. Encephalitis adalah
infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang non-
purulen (+) (Muttaqin Arif,2008).
2. Epidemiologi
Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya
terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis Herpes Simpleks) angka kematiannya
tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiclovir akan menurukan mortalitas
menjadi 28%. Sekitar 25% pasien encephalitis meninggal pada stadium akut. Penderita yang
hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala sisa lebih sering ditemukan
dan lebih berat pada encephalitis yang tidak diobati. Keterlambatan pengobatan yang lebih dari
4 hari memberikan prognosis buruk, Demikian juga koma. Pasien yang mengalami koma sering
kali meninggal atau sembuh dengan gejala sisa yang berat. Banyak kasus encephalitis adalah
infeksi dan recovery biasanya cepat encephalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah
neurologi. Dan semuanya 10% dari kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari
infeksi sekunder. Beberapa bentuk encephalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes
encephalitis dimana mortality 15-20% dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment.
(Soedarmo, Poerwo S. Sumarno. Buku ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit tropis Edisi
Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2000)
3. Etiologi
a. Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan
virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin:
Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis. St. louis encephalitis, Eastern equire
encephalitis, Japanese B.encephalitis, Murray valley encephalitis.
b)Infeksi virus yang bersifat sporadic rabies, herpes simplek, herpes zoster, limfogranuloma,
mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh virus tetapi
belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia, pasca
mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak
spesifik.
c. Keracunan: arsenik, CO
4. Patofisiologi
5. Klasifikasi
b. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi tis dengan infeksi
persisten, yang dikenal dengan Japanese B Encephalitis.
• Pucat
• Sakit kepala
• Halusinasi
• Pusing
• Muntah
• Kaku kudukn
• Kejang
• Nyeri tenggorokan
• Gelisah
• Iritable
• otak lambat dan kerusakan otak ringan.
c. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai dengan hampir tidak adanya viremia
dan terbatasnya replikasi ekstraneural.
d. Enchepali
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah tersebut. Hal
ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat. Tekanan pada
pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter rangsang parasimpatis ke jantung.
a. CT Scan
Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-scan kepala biasanya
menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang sensitif
dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks mempunyai gambaran
CT-scan kepala yang normal
b. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling dianjurkan
pada kasus encephalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih sensitif dan mampu untuk
menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-kelainan. Pada kasus encephalitis
herpes simpleks, MRI menunjukan adanya perubahan patologis, yang biasanya bilateral pada
lobus temporalis medial dan frontal inferior.
c. EEG (Electroencephalography)
Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini setengah jam, mengukur
gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini sering digunakan untuk mendiagnosa
dan mengatur penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan encephalitis. Elektroensefalografi
(EEG) pada encephalitis herpes simpleks menunjukan adanya kelainan fokal seperti spike dan
gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran gelombang tajam (sharp wave) sepanjang
daerah encephalitis herpes simpleks, tapi kurang dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira
84% tetapi spesifisitasnya hanya 32.5% Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering
menunjukkan aktifitas listrik yang merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.
9. Penatalaksanaan
a. Terapi suportif Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan jalan
nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan respirator bila
henti nafas, intubasi, trakeostomi), pemberian makanan enteral atau parenteral, menjaga
keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa darah. Untuk pasien dengan
gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok, dilakukan drainase postural dan aspirasi
mekanis yang periodik.
b. Terapi kausal Pengobatan anti virus diberikan pada encephalitis yang disebabkan virus, yaitu
dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10- 14 hari. Pemberian
antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder.
c. Terapi Ganciklovir: pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis Ganciklovir 5 mg/kg BB
dua kali sehari, kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan terapi maintenance.
Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk encephalitis karena toxoplasmosis.
a. Meningitis TB
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan
spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Harsono, 2005).
b. Sidrom reye
Adalah disfungsi multiorgan akut yang jarang terjadi yang menimbulkan efek paling mematikan
pada otak dan hepar yang disebabkan oleh virus.
c. Abses otak
Suatu proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang melibatkan parenkim otak, terutama
disebabkan oleh penyebaran infeksi dari focus yang berdekatan atau melalui sistem vascular.
d. Tumor otak
Adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Tumor otak dapat berasal dari otak atau kanker yang
berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak.
e. Encefalopati
Adalah kerusakan pada otak atau malfungsi otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
kekurangan oksigen pada otak, gagal ginjal dan nutrisi yang buruk. Ditandai dengan demensia,
koma dan berakhir dengan kematian.
11. Komplikasi
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Identitas
Identitas klien dan identitas penanggung jawab klien ditulis lengkap seperti nama (gunakan initial
bukan nama asli), Usia dalam tahun, Jenis kelamin (L untuk laki-laki dan P untuk perempuan
dengan mencoret salah satunya), Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Golongan darah, dan Alamat
serta hubungan penanggung jawab dengan klien.
b. Keluhan utama
Mula-mula anak rewel, gelisah, muntah-muntah, panas badan meningkat kurang lebih 1-4 hari,
sakit kepala.
d. Riwayat penyakit dahulu Klien sebelumnya menderita batuk, pilek kurang lebih 1-4 hari,
pernah menderita penyakit Herpes, penyakit infeksi pada hidung, telinga dan tenggorokan.
Keluarga ada yang menderita penyakit yang disebabkan oleh virus contoh: Herpes dll. Bakteri
contoh: Staphylococcus Aureus,Streptococcus, E, Coli, dll.
f. Imunisasi
1) Kebiasaan
Sumber air yang dipergunakan dari PAM atau sumur, kebiasaan buang air besar di WC,
lingkungan penduduk yang berdesakan (daerah kumuh)
2) Status Ekonomi
4) Pola Eliminasi
Kebiasaan Defekasi sehari-hari. Biasanya pada pasien Ensefalitis karena pasien tidak dapat
melakukan mobilisasi maka dapat terjadi obstipasi.
Biasanya pola tidur dan istirahat pada pasien Ensefalitis biasanya tidak dapat dievaluasi karena
pasien sering mengalami apatis sampai koma.
6) Pola Aktivitas
a) Aktivitas sehari-hari: klien biasanya terjadi gangguan karena bx Ensefalitis dengan gizi buruk
mengalami kelemahan.
b) Kebutuhan gerak dan latihan bila terjadi kelemahan maka latihan gerak dilakukan latihan
positif. Upaya pergerakan sendi bila terjadi atropi otot pada px gizi buruk maka dilakukan latihan
pasif sesuai ROM Kekuatan otot berkurang karena px Ensefalitisdengan gizi buruk. Kesulitan yang
dihadapi bila terjadi komplikasi ke jantung,ginjal, mudah terInfeksi berat, aktifitas togosit turun,
Hb turun, punurunan kadar albumin serum, gangguan pertumbuhan
Interaksi dengan keluarga orang lain biasanya pada klien dengan Ensefalitis kurang karena
kesadaran klien menurun mulai dari apatis sampai koma.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan dengan nyeri
kepala(D.0077)
b. Difisit nutrisi berhubungan dengan Faktor psikologis (keengganan untuk makan) dibuktikan
dengan tidak nafsu makan (D.0009)
3. INTERVENSI
Edukasi
Kolaborasi
Indeks massa tubuh (IMT) Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
membaik
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan.
Tindakan keperawatan mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tidakan mandiri merupakan aktivitas perawat yang didasarkan pada kesimpulan atau keputusan
sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan lain
(Mufidaturrohmah, 2017)
5. EVALUASI
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan untuk mengkaji respon pasien setelah dilakukan interfensi
keperawatan untuk menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana keperawatan
(Manurung, 2011).
DAFTAR PUSTAKA
MAHENDRAYASA, I. G. A. P. (2019). Evaluasi Sistem Surveilans Japanese Encephalitis
Berdasarkan Atribut Surveilans Di Dinas Kesehatan Provinsi Bali (Doctoral dissertation,
Universitas Airlangga).
Maryawan, I., Effendi, D. H., & Fakih, T. M. (2021). Uji In Silico Reaktivitas Reseptor NMDA (N-
Metil-D-Aspartat) Ensefalitis terhadap Hidroksiprolin.
Nurzaeni, K. M., Hestiningsih, R., Sutiningsih, D., & Kusariana, N. (2021). BIONOMIK VEKTOR
JAPANESE ENCEPHALITIS DI WILAYAH KERJA POS LINTAS BATAS DARAT NEGARA (PLBDN)
MOTAAIN. Jurnal Kesehatan Masyarakat (Undip), 9(2), 281-286.
MEITIA, K. (2020). PENILAIAN RISIKO KEJADIAN JAPANESE ENCEPHALITIS DI WILAYAH KERJA POS
LINTAS BATAS DARAT NEGARA (PLBDN) MOTAAIN (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).