Anda di halaman 1dari 16

KEPERAWATAN ANAK

LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR PENYAKIT DAN


KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN ENSEFALITIS

Oleh:

ASIH DEVI RAHMAYANTI


1602526004
PROFESI NERS PROGRAM B 2016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN KONSEP DASAR PENYAKIT DAN KONSEP DASAR ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN ENSEFALITIS

I. KONSEP DASAR PENYAKIT


A. Pengertian
Encephalitis menurut mansjoer dkk (2010) adalah radang jaringan otak yang dapat
disebabkan oleh bakteri,virus, jamur dan protozoa. Sedangkan menurut Soedarmo dkk (2008)
encephalitis adalah penyakit yang menyerang susunan saraf pusat dimedula spinalis dan
meningen yang disebabkan oleh japanese encephalitis virus yang ditularkan oleh nyamuk.
Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau
mikroorganisme lain yang non-purulen (+) (Muttaqin Arif, 2008).
Jika terjadi ensefalitis, biasanya daerah susunan saraf lainnya juga terlibat dan istilah
diagnostik yang mencerminkan keadaan ini adalah meningo ensefalitis, meningo ensefalo
mielora dikulitis, sindroma guillam barre dan ataksia serebelaris akut (Nelson, ilmu kesehatan
anak, 2011).

B. Epidemiologi
Angka kematian untuk encephalitis berkisar antara 35-50%. Pasien yang pengobatannya
terlambat atau tidak diberikan antivirus (pada encephalitis Herpes Simpleks) angka
kematiannya tinggi bisa mencapai 70-80%. Pengobatan dini dengan asiclovir akan
menurukan mortalitas menjadi 28%. Sekitar 25% pasien encephalitis meninggal pada stadium
akut. Penderita yang hidup 20-40%nya akan mempunyai komplikasi atau gejala sisa. Gejala
sisa lebih sering ditemukan dan lebih berat pada encephalitis yang tidak diobati.
Keterlambatan pengobatan yang lebih dari 4 hari memberikan prognosis buruk, Demikian
juga koma. Pasien yang mengalami koma sering kali meninggal atau sembuh dengan gejala
sisa yang berat. Banyak kasus encephalitis adalah infeksi dan recovery biasanya cepat
encephalitis ringan biasanya pergi tanpa residu masalah neurologi. Dan semuanya 10% dari
kematian encephalitis dari infeksinya atau komplikasi dari infeksi sekunder. Beberapa bentuk
encephalitis mempunyai bagian berat termasuk herpes encephalitis dimana mortality 15-20%
dengan treatment dan 70-80% tanpa treatment. (Soedarmo, Poerwo S. Sumarno. Buku ajar
Ilmu Kesehatan Anak Infeksi dan Penyakit Tropis Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta. 2010)

C. Penyebab / Etiologi
1. Encephalitis disebabkan oleh mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur,
spirokaeta dan virus. Macam-macam Encephalitis virus menurut Robin :
a) Infeksi virus yang bersifat epidermik :
- Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus ECHO.
- Golongan virus ARBO = Western equire encephalitis, St. louis encephalitis, Eastern
equire encephalitis, Japanese B. encephalitis, Murray valley encephalitis.
b) Infeksi virus yang bersifat sporadic : rabies, herpes simplek, herpes zoster,
limfogranuloma, mumps, limphotic, choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
c) Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinia,
pasca mononucleosis, infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus
respiratorius yang tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.

D. Patofisiologi
Virus dapat masuk tubuh pasien melalui kulit, saluran nafas, dan saluran cerna. Setelah
masuk kedalam tubuh, virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara :
Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lendir, permukaan atau organ tertentu .
Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudianmenyebar ke organ
tersebut. Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali
masuk (permukaan selaput lendir) kemudian menyebar ke organ lain. Penyebaran melalui
saraf : virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf
(Mansjoer Arif dkk, 2010).
Pada keadaan permulaan timbul demam, tetapi belum ada kelainan neurologis. Virus
akan terus berkembangbiak, kemudian menyerang susunan saraf pusat dan akhirnya diikuti
kelainan neurologis. Kelainan neurologis pada ensefalitis di sebabkan oleh: Infasi dan
perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang biak, reaksi
jaringan saraf pasien terhadap antigen virus yang akan berakibat demielinisasi, kerusakan
vaskuler, dan paravaskuler. Sedangkan virusnya sendiri sudah tidak ada dalam jaringan otak ,
reaksi aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten (Mansjoer Arif dkk, 2010).
Pathway Terlampir

E. Klasifikasi
Klasifikasi menurut Soedamo dkk, (2008) adalah :
1. Encephalitis fatal yang biasanya didahului oleh viremia dan perkembangbiakan virus
ekstraneural yang hebat.
2. Encephalitis subklinis yang biasanya didahului viremia ringan, infeksi otak lambat dan
kerusakan otak ringan.
3. Encephalitis dengan infeksi asimptomatik yang ditandai dengan hampir tidak adanya
viremia dan terbatasnya replikasi ekstraneural.
4. Enchepalitis dengan infeksi persisten, yang dikenal dengan Japanese B Encephalitis.

F. Gejala Klinis
Masa prodromal berlangsung antara 1-4 hari, ditandai dengan demam, sakit kepala,
pusing muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremitas, dan pucat. Kemudian di ikuti
tanda ensefalitis yang berat ringannya tergantung dari ditribusi dan luas lesi pada neuron.
Gejala tersebut berupa :
1. Malaise
2. Nyeri ekstrimitas
3. Pucat
4. Halusinasi
5. Kaku kuduk
6. Kejang
7. Gelisah
8. Iritable
9. Gangguan kesadaran.
Kadang disertai tanda neurologis fokal berupa : Afasia, hemiparesia, hemiplegia, ataksia,
dan paralisis saraf otak. Tanda rangsangan meningela dapat terjadi bila peradangan mencapai
meningen. Ruam kulitkadang di dapatkan pada beberapa tipe ensefalitis misalnya pada
enterovirus dan varisela zoster.

G. Pemeriksaan Fisik
Pada klien dengan ensepalitis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pada pemeriksaan
neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan secara umum meliputi :
1. Keadaan umum
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami perubahan atau
penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat kesadaran dapat disebabkan oleh
gangguan metabolisme dan difusi serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural
akibat proses peradangan otak.
2. Gangguan sistem pernafasan
Perubahan - perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial menyebabkan kompresi
pada batang otak yang menyebabkan pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan
intrakranial sampai pada batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan (F. Sri
Susilaningsih, 2014).
3. Gangguan sistem kardiovaskuler
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi iskemik pada daerah
tersebut. Hal ini akan merangsang vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah
meningkat. Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya transmiter
rangsang parasimpatis ke jantung.

H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan radiologi :
1. CT Scan
Computed Tomography pada kasus encephalitis herpes simpleks, CT-scan kepala
biasanya menunjukan adanya perubahan pada lobus temporalis atau frontalis, tapi kurang
sensitif dibandingkan MRI. Kira-kira sepertiga pasien encephalitis herpes simpleks
mempunyai gambaran CT-scan kepala yang normal.

2. MRI
MRI (magnetic resonance imaging) merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
dianjurkan pada kasus encephalitis. Bila dibandingkan dengan CT-scan, MRI lebih
sensitif dan mampu untuk menampilkan detil yang lebih bila terdapat adanya kelainan-
kelainan. Pada kasus encephalitis herpes simpleks, MRI menunjukan adanya perubahan
patologis, yang biasanya bilateral pada lobus temporalis medial dan frontal inferior.

Gambaran cairan serebrospinal dapat dipertimbangkan. Biasanya berwarna jernih,


jumlah sel 50-200 dengan dominasi limfosit. Kadar protein meningkat, sedangkan
glukosa masih dalam batas normal. Pada fase awal penyakit encephalitis viral, sel- sel di
LCS sering kalipolimorfonuklear, baru kemudian menjadi sel- sel. LCS sebaiknya
dikultur untuk mengetahui adanya infeksi virus, bakteri &jamur. Pada encephalitis herpes
simpleks, pada pemeriksaan LCS dapat ditemukan peningkatan dari sel darah merah,
mengingat adanya proses perdarahan diparenkim otak. Disamping itu dapat pula
dijumpai peningkatan konsentrasi protein yang menandakan adanya kerusakan pada
jaringan otak. Pada feses ditemukan hasil yang positif untuk entero virus. Dengan
pemeriksaan pencitraan neurologis (neuroimaging), infeksi virus dapat diketahui lebih
awal dan biasanya pemeriksaan ini secara rutin dilakukan pada pasien dengan gejala
klinis neurologis.
3. EEG (Electroencephalography)
Didapatkan penurunan aktivitas atau perlambatan. Procedure ini setengah jam, mengukur
gelombang aktivitas elektrik yang diproduksi oleh otak. Ini sering digunakan untuk
mendiagnosa dan mengatur penyakit kejang. Abnormal EEG menunjukkan encephalitis.
Elektroensefalografi (EEG) pada encephalitis herpes simpleks menunjukan adanya
kelainan fokal seperti spike dan gelombang lambat atau (slow wave) atau gambaran
gelombang tajam (sharp wave) sepanjang daerah lobustemporalis. EEG cukup sensitif
untuk mendeteksi pola gambaran abnormal encephalitis herpes simpleks, tapi kurang
dalam hal spesifisitas. Sensitifitas EEG kira kira 84 % tetapi spesifisitasnya hanya 32.5%
Gambaran elektroensefalografi (EEG) sering menunjukkan aktifitas listrik yang
merendah yang sesuai dengan kesadaran yang menurun.
4. Biopsi Otak
Paling sering digunakan untuk diagnosis dari herpes simplex encephalitis bila tidak
mungkin menggunakan metode DNA atau CT atau MRI scan. Dokter boleh mengambil
sample kecil dari jaringan otak. Sampel ini dianalysis dilaboratorium untuk melihat virus
yang ada. Dokter boleh mencoba treatment dengan antivirus medikasi sebelum biopsi
otak.
5. Lumbal Pungsi
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein, cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK.

I. Kriteria Diagnosis
1. Meningitis TB
Meningitis tuberkulosis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
dan spinal kolumna yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Harsono,
2015).
2. Sidrom reye
Adalah disfungsi multiorgan akut yang jarang terjadi yang menimbulkan efek paling
mematikan pada otak dan hepar yang disebabkan oleh virus.
3. Abses otak
Suatu proses infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang melibatkan parenkim otak,
terutama disebabkan oleh penyebaran infeksi dari focus yang berdekatan atau melalui
sistem vascular.
4. Tumor otak
Adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak. Tumor otak dapat berasal dari otak atau
kanker yang berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak.
5. Encefalopati
Adalah kerusakan pada otak atau malfungsi otak yang disebabkan oleh infeksi bakteri,
kekurangan oksigen pada otak, gagal ginjal dan nutrisi yang buruk. Ditandai dengan
demensia, koma dan berakhir dengan kematian.

J. Penatalaksanaan
1. Terapi suportif : Tujuannya untuk mempertahankan fungsi organ, dengan mengusahakan
jalan nafas tetap terbuka (pembersihan jalan nafas, pemberian oksigen, pemasangan
respirator bila henti nafas, intubasi, trakeostomi), pemberian makanan enteral atau
parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, koreksi gangguan asam basa
darah. Untuk pasien dengan gangguan menelan, akumulasi lendir pada tenggorok,
dilakukan drainase postural dan aspirasi mekanis yang periodik.
2. Terapi kausal : Pengobatan anti virus diberikan pada encephalitis yang disebabkan virus,
yaitu dengan memberikan asiklovir 10 mg/kgBB/hari IV setiap 8 jam selama 10-14 hari.
Pemberian antibiotik polifragmasi untuk kemungkinan infeksi sekunder.
3. Terapi Ganciklovir : pilihan utama untuk infeksi citomegali virus. Dosis Ganciklovir 5
mg/kg BB dua kali sehari, kemudian dosis diturunkan menjadi satu kali, lalu dengan
terapi maintenance. Preparat sulfa (sulfadiasin) untuk encephalitis karena toxoplasmosis.
4. Terapi Simptomatik : Obat antikonvulsif diberikan segera untuk memberantas kejang.
Tergantung dari kebutuhan obat diberikan IM atau IV. Obat yang diberikan ialah valium
dan luminal. Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan surface cooling dengan
menempatkan es pada permukaan tubuh yang mempunyai pembuluh besar,misalnya
pada kiri dan kanan leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan diatas
kepala. Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan phenergan
4mg/kgBB/hari IV atau IM dibagi dalam 3 kali pemberian. Diberikan antipiretikum
seperti parasetamol, bila keadaan telah memungkinkan pemberian obat peroral. Untuk
mengurangi edema serebri dengan deksametason 0,2 mg/kgBB/hari IM dibagi 3 dosis
dengan cairan rendah natrium. Bila terdapat tanda peningkatan tekanan intrakranial,
dapat diberikan manitol0,5-2 g/kgBB IV dalam periode 8-12 jam.

K. Komplikasi
Komplikasi encephalitis yang dapat terjadi pada fase akut:
- Edema otak
- SIADH
- Status konvulsi.

Komplikasi encephalitis yang dapat terjadi pada fase kronik:


- Cerebral palsy
- Epilepsy
- Gangguan visual dan pendengaran.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
- Nama :
- Umur :
- Alamat :
- Pekerjaan :
- No. Reg :
- Tgl. MRS :
- Tgl. Pengkajian :
- Dx Medis :
2. Identitas Penanggung Jawab
- Nama :
- Umur :
- Pekerjaan :
- Hub. dgn pasien :
3. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering adalah panas badan tinggi, penurunan kesadaran (koma) dan
kejang.
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman
penyebab. Disini harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan
mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk pada pengkajian pasien biasanya
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infaksi dan peningkatan TIK.
Keluhan tersebut diantaranya,sakit kepala dan demam adalah gejala awal yang sering,
sakit kepala berhubungan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen. Demam umumnya ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit. Keluhan
kejang perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam.
Bagaimana sifat timbulnya kejang dan stimulus apa yang sering menimbulkan kejang
dan tindakan apa yang telah diberikan dalam menurunkan keluhan kejang tersebut.
5. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah pasien mengalami
infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis. Tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala dan adanya pengaruh immonologis pada masa sebelumnya. Riwayat
penyakit TB paru perlu ditanyakan pada pasien trauma apabila ada keluhan batuk
produktif dan pernah menjalani pengobatan obat anti TB yang sangat berguna untuk
mengidentifikasi meningitis tuberculosa. Pengkajian pemakaian obat yang sering
digunakan pasien seperti pemakaian obat kortikosteroid. Pemakaian jenis antibiotic dan
reaksinya (untuk menilai resisten pemakaian antibiotic).
6. Riwayat Psikososial
Respon emosi pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien juga penting untuk
menilai pasien terhadap penyakit yang dideritanya .dan perubahan peran pasien dalam
keluarga dan masyarakat. serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari harinya
baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara per system B6 (brain, bladder, bowel, bone,
breathing, blood) yang terarah dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa TTV. Pada klien biasanya didapatkan
peningkatan suhu tubuh lebih daru normal, yaitu 38-410 C, dimulai dari fase sistemik.
Kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan
proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat pengatur suhu
tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.
Apabila disertai peningkatan frekuensi pernafasan sering berrhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada system pernafasan
sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena
tanda-tanda peningkatan TIK. Berikut pemeriksaan fisik sesuai 6 system :
a) B1 (BREATHING)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas,
dan peningkatan prekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada klien meningitis
yang disertai adanya gangguan pada system pernapasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan
apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi fpeura massif
(jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan sepetti
ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
b) B2 (BLOOD)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien meningitis pada
tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminating
terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda
septicemia: demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar
wajah dan ekstremitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular desiminata
(disseminated intravascular coagulation-DIC). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa
jam setelah serangan infeksi.
c) B3 (BRAIN)
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada system lainnya. Pada pengkajian pada system ini adapun yang dikaji
adalah sebagai berikut :
- Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan parameter
yang paling penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system persarafan.
Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan dalam kewasspadaan
dan kesadaran. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar
pada tingkat latergi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalimi koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kasadaran klien dan bahan
evaluasi untuk memantau pembarian asuhan keparawatan.
o Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien
dan observasi ekspesi wajah dan aktifitas motorik yang pada klien meningitis tahap
lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
o Pemeriksaan saraf cranial
- System motoric
Kekuatan otot menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada ensefalitis
tahap lanjut mengalami perubahan.
- Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, lagamentum atau periosteum
derajat refleks pada respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya
lesi UMN.
- Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan ensefalitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan
dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
- System sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal dipermukaan tubuh. Sensasi proprioseptif dan
diskriminatif normal.
d) B4 (BLADDER)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya didapatkan volume haluaran urine, hal
ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal.
e) B5 (BOWEL)
Mual sampai muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrrisi
pada klien ensefalitis menurun karena anoreksia dan adanya kejang. Terjadi konstipasi
karena kurangnya kontraksi usus.
f) B6 (BONE)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan pergelangan
kaki). Ptekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada penyakit yang berat dapat
ditemukan ekimosis yang besar pada wajah. Klien sering mengalami penurunan kekuatan
otot dan kelemahan fisik secara umum sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari
(ADL).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
2. Nyeri akut
3. Hambatan mobilitas fisik
4. Risiko cedera
5. Risiko infeksi
6. Hipertermi
7. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
8. Kekurangan volume cairan
9. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

C. Rencana Keperawatan
N Diagnosa Tujuan dan Kriterian Hasil Intervensi
o Keperawatan
1. Risiko Setelah diberikan asuhan NIC Label
ketidakefektifan keperawatan …x… jam Monitor Tekanan Intra Kranial (TIK)
perfusi jaringan diharapkan perfusi jaringan 1. Monitor tanda-tanda vital
otak serebral baik, dengan kriteria 2. Monitor intake dan output
hasil : 3. Monitor karakteristik cairan
NOC Label (Perfusi Jaringan serebrospinal : warna, kejernihan,
Serebral) konsistensi
4. Pertahankan tirah baring, sediakan
 Tingkat kesadaran membaik lingkungan yang tenang, atur
 Tanda vital dalam renang kunjungan sesuai indikasi
normal 5. Beri posisi tidur dengan kepala
0
Suhu : 36,5-37,5 C ditinggikan 15-300
RR : 40-60 x/menit 6. Kolaborasi dalam pemberian terapi
HR :100-150 x/menit oksigen
 Pasien tidak gelisah. 7. Berikan medikasi sesuai indikasi :
antihipertensi, vasodilator,
phenytoin.
Peripheral sensation management
(menejemen sensasi perifer )
8. Monitor adanya daerah tertentu
yang hanya peka terhadap panas
/dingin/tajam/tumpul
9. Monitor adanya paratese
10. Instruksi keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada isi
atau laserasi
11. Gunakan sarung tangan untuk
proteksi
12. Batasi gerakan pada kepala, leher
dan punggung
13. Monitor kemampuan BAB
14. Kolaborasi pemberian analgesic
15. Monitor adanya tromboplebitis
16. Diskusikan mengenai penyebab
perubahan sensasi
2. Nyeri akut Setelah diberikan asuhanNIC Label
keperawatan …x… Pain Management
jam
diharapkan nyeri berkurang, 1. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil :
2. Gunakan teknik komunikasi
NOC Label (Pain control) terapeutik untuk mengetahui
 Mampu mengontrol nyeri pengalaman nyeri pasien
( tahu penyebab nyeri, 3. Kontrol lingkungan yang
mampu menggunakan tehnik mempengaruhi nyeri seperti suhu
nonfarmakologi untuk ruangan, pencahayaan dan
mengurangi nyeri, mencari kebisingan
bantuan) 4. Monitor TTV
 Melaporkan bahwa nyeri 5. Berikan pilihan untuk mengalihkan
berkurang dengan nyeri dengan teknik non
menggunakan manajemn farmakologis (distraksi, napas
nyeri dalam)
 Mampu mengenali nyeri 6. Kolaborasi pemberian analgesik
( skala, intensitas, frekuensi sesuai indikasi.
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3. Hambatan Setelah diberikan asuhan NOC Label
mobilitas fisik keperawatan …x… jam Exercise Therapy : ambulation
diharapkan dapat melakukan 1. Monitoroing vital sign
sebelim/sesudah latihan dan lihat
mobilisasi secara bertahap,
respon pasien saat latihan
dengan kriteria hasil : 2. Konsultasiakan dengan terapi fisik
NOC Label (Self care : ADLs) tentang rencana ambulasi sesuai
 Klien melakukan aktivitas dengan kebutuhan
fisik sendiri 3. Bantu klien untuk menggunakan
 Mengerti tujuan dari tongkat saat berjalan dan cegah
peningkatan mobilitas terhadap cedera
4. Ajarkan pasien atau keluarga
tentang teknik ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dal;am pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs pasien
8. Berikan alat bantu jika pasien
memerlukan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika di
perlukan
4. Risiko Cedera Setelah diberikan asuhan NIC Label
keperawatan ….x… jam Pencegahan cedera
diharapkan klien bebas cedera, 1. Sediakan tempat tidur yang rendah
dengan kriteria hasil: untuk klien
NOC Label (Pencegahan 2. Sediakan pengaman tempat tidur
cedera) (bed side, bantal)
 Klien mengetahui faktor- 3. Monitor pengelolaan obat dibantu
faktor terjadinya kejang oleh keluarga
 Menggunkan obat-obatan 4. Instruksikan keluarga memgenal
anti kejang potensial faktor dan risiko terjadinya
 Klien dapat mencegah kejang
5. Ajarkan keluarga mengenai
pemicu kejang
 Menjalankan kegiatan di manajemen kejang.
lingkungan aman.
5. Resiko infeksi Setelah diberikan asuhan NIC Label
keperawatan ...x… jam Kontrol Infeksi
diharapkan pasien tidak 1. Pantau tanda dan gejala infeksi
mengalami infeksi, dengan (seperti suhu tubuh, denyut jantung,
kriteria hasil : adanya phlebitis pada insersi
NOC Label (Status imun) intravena, keletihan dan malaise)
2. cuci tangan sebelum dan sesudah
 Terbebas dari tanda dan
kontak dengan bayi
gejala infeksi
3. Lakukan teknik aseptik dan antiseptik
 Septic marker dalam batas
bila melakukan prosedur invasive
normal 4. lakukan perawatan tali pusat
WBC : 9.10-34.0 103/µL 5. Pantau hasil laboraturium (seperti
IT Ratio < 0.20
Procalsitonin < 0.15. septic marker, protein serum dan
albumin)
6. Ajarkan orang tua pasien untuk
mencuci tangan sewaktu masuk dan
meningalkan ruangan pasien.
7. Kolaboratif dalam pemberian terapi
antibiotika.
6. Hipertermia Setelah diberikan asuhan NOC Label
keperawatan ...x… jam Fever treatment
diharapkan pasien suhu tubuh 1. Monitor suhu sesering mungkin
2. Monitor IWL
normal, dengan kriteria hasil :
3. Monitor warna dan suhu kulit
NOC Label 4. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
(Thermoregulation) 5. Monitor penurunan tingkat
 Suhu tubuh dalam rentang kesadaran
normal (36,5-37,5°C) 6. Monitor WBC, Hb, dan Hct
 Nadi dan RR dalam rentang 7. Monitor intake dan output
normal 8. Berikan anti piretik
 Tidak ada perubahan warna 9. Berikan pengobatan untuk
kulit dan tidak ada pusing, mengatasi penyebab demam
merasa nyaman 10. Selimuti pasien
11. Berikan cairan intravena
12. Kompres hangat pasien pada lipat
paha dan aksila
13. Tingkatkan sirkulasi udara
14. Berikan pengobatan untuk
mencegah terjadinya menggigil
7. Ketidakefektifan Setelah diberikan asuhan NIC Label
bersihan jalan keperawatan ...x… jam Airway suction
nafas diharapkan jalan napas bersih, 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal
suctioning
dengan kriteria hasil :
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan
NOC Label (Respiratory sesudah suctioning.
status : Airway patency) 3. Informasikan pada klien dan
 Mendemonstrasikan batuk keluarga tentang suctioning
efektif dan suara nafas yang 4. Minta klien nafas dalam sebelum
bersih, tidak ada sianosis dan suction dilakukan.
dyspneu (mampu 5. Berikan O2 dengan menggunakan
mengeluarkan sputum, nasal untuk memfasilitasi suksion
mampu bernafas dengan nasotrakeal
mudah, tidak ada pursed lips) 6. Gunakan alat yang steril sitiap
 Menunjukkan jalan nafas melakukan tindakan
yang paten (klien tidak 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
merasa tercekik, irama nafas, napas dalam setelah kateter
frekuensi pernafasan dalam dikeluarkan dari nasotrakeal
rentang normal, tidak ada 8. Monitor status oksigen pasien
suara nafas abnormal) 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
 Mampu mengidentifikasikan melakukan suksion
dan mencegah factor yang 10. Hentikan suksion dan berikan
dapat menghambat jalan oksigen apabila pasien
nafas menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
Airway Management
11. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
12. Keluarkan sekret dengan batuk
mengajarkan batuk efektif
13. Auskultasi suara nafas, catat adanya
suara tambahan
14. Berikan bronkodilator bila perlu
15. Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
16. Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan
8. Kekurangan Setelah diberikan asuhan NIC Label
volume cairan keperawatan ...x… jam Fluid management
diharapkan pasien tidak 1. Timbang popok/pembalut jika
diperlukan
kekurangan cairan, dengan
2. Pertahankan catatan intake dan
kriteria hasil : output yang akurat
NOC Label (Fluid balance 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban
Hydration) membran mukosa, nadi adekuat,
 Mempertahankan urine tekanan darah ortostatik ), jika
output sesuai dengan usia dan diperlukan
BB, BJ urine normal, HT 4. Monitor vital sign
normal 5. Monitor masukan makanan / cairan
 Tekanan darah, nadi, suhu dan hitung intake kalori harian
tubuh dalam batas normal 6. Lakukan terapi IV
 Tidak ada tanda tanda 7. Monitor status nutrisi
dehidrasi, elastisitas turgor 8. Berikan cairan
kulit baik, membran mukosa 9. Dorong masukan oral
lembab, tidak ada rasa haus 10. Berikan penggantian nesogatrik
yang berlebihan sesuai output
9. Ketidakseimbang Setelah diberikan asuhan Nutrition Management
an nutrisi kurang keperawatan ...x… jam 1. Kaji adanya alergi makanan
dari kebutuhan diharapkan nutrisi seimbang, 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
tubuh menentukan jumlah kalori dan
dengan kriteria hasil :
nutrisi yang dibutuhkan pasien.
NOC Label (Nutritional 3. Yakinkan diet yang dimakan
Status : food and Fluid mengandung tinggi serat untuk
Intake) mencegah konstipasi
 Adanya peningkatan berat 4. Berikan makanan yang terpilih
badan sesuai dengan tujuan (sudah dikonsultasikan dengan ahli
 Berat badan ideal sesuai gizi)
dengan tinggi badan 5. Berikan informasi tentang
 Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
kebutuhan nutrisi Nutrition Monitoring
 Tidak ada tanda tanda 6. BB pasien dalam batas normal
malnutrisi 7. Monitor adanya penurunan berat
 Tidak terjadi penurunan berat badan
badan yang berarti 8. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
9. Monitor lingkungan selama makan
10. Monitor turgor kulit
11. Monitor mual dan muntah
12. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
13. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
14. Monitor kalori dan intake nuntrisi
15. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.
D. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang akan dilakukan berdasarkan perencanaan yang
telah ditentukan secara umum. Intervensi yang dapat dilakukan pada klien ensefalitis adalah:
kaji status neurology, monitor tanda-tanda vital, mengkaji adanya komplikasi, hindari fleksi
leher, kaji kepatenan dan fungsi jalan nafas, peningkatan kesehatan, pencegahan infeksi
dengan dibantu oleh perawat, monitor intake dan out put, kolaborasi dengan medis,
membantu memenuhi kebutuhan klien, memberi support kepada klien dan keluarga.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang dipakai sebagai alat ukur
keberhasilan dari rencana keperawatan didalam memenuhi kebutuhan klien. Pada perawatan
klien dengan ensefalitis hasil yang diharapkan adalah: perfusi jaringan serebral adekuat,
meningkatnya tingkat kesadaran, tubuh dipertahankan normal (36-37,2°C), nyeri
berkurang/hilang, melaksanakan program terapi, terhindari dari komplikasi ensefalitis.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner / Suddarth. 1984. Medical Surgical Nursing. JB Lippincot Company: Philadelphia.


Doenges, Marilyn E . 1993. Nursing Care Plans, F.A.Davis Company: Philadelphia.

Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.


Jakarta: EGC Joanne, dkk. 2008.

Nursing Interventions Classification (NIC), Fifth Edition. Amerika: Mosby.

Laboratorium UPF Ilmu Kesehatan Anak.1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Fakultas
Kedokteran UNAIR Surabaya.

Mansjoer,et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran volume 1 edisi 3. Jakarta: Media.

Aesculapius Moorhead, dkk. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC), Fourth Edition.
Amerika: Mosby.

Muttaqin Arif.2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika.

Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC : Jakarta.

Rahman M. 1986. Petunjuk Tentang Penyakit, Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium,


Kelompok Minat Penulisan Ilmiah Kedokteran Salemba : Jakarta.

Sacharian, Rosa M. 1993. Prinsip Keperawatan Pediatrik, Edisi 2. EGC : Jakarta.

Sutjinigsih.1995. Tumbuh kembang Anak.EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai