Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAAN KEPERAWATAN PADA AN. Z DENGAN


ENCHEPALITIS DI BANGSAL MELATI 3
RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:

Dwi Novitasari (1910206009)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. Z DENGAN
ENCHEPALITIS DI BANGSAL MELATI 3
RSUP Dr. SARDJITO

Disusun oleh:
Dwi Novitasari (1910206009)

Telah Memenuhi Persyaratan dan disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Untuk
Melengkapi Tugas Profesi Ners
pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan
di Universitas ‘Aisyiyah Yogyakarta

Pada tanggal:

Preceptore/ Clinical Instruction Pembimbing Akademik

Armenia Diah Sari, M.Kep.


BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ensefalitis adalah infeksi jaringan perenkim otak oleh berbagai macam
mikroorganisme. Pada encephalitis terjadi peradangan jaringan otak yang
dapat mengenai selaput pembungkus otak sampai dengan medula spinalis
(Smeltzer, 2002). Encephalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang
disebabkan oleh virus atau mikroorganisme lain yang menyebabkan
infliltrasi limfositik yang kuat pada jaringa otak dan leptomeningen
menyebabkan edema serebral, degenarasi sel ganglion otak dan
kehancuran sel saraf difusi (Anania, 2008). Encephalitis adalah radang
jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing, protozoa, jamur,
ricketsia atau virus (Mansjoer, 2000)
B. Etiologi
Mikroorganisme penyebab terjadinya ensefalitis menurut Anania (2008)
dan Smeltzer (2002) adalah sebagi berikut:
1. Mikroorganisme : bakteri, protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan
virus.
Macam-macam Encephalitis virus:
a. Infeksi virus yang bersifat epidermik :
1) Golongan enterovirus = Poliomyelitis, virus coxsackie, virus
ECHO.
2) Golongan arbovirus = Western equire encephalitis, St. louis
encephalitis, Eastern equire encephalitis, Japanese B.
encephalitis, Murray valley encephalitis.
b. Infeksi virus yang bersifat sporadik : rabies, herpes simplek,
herpes zoster, limfogranuloma, mumps, limphotic,
choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap disebabkan oleh
virus tetapi belum jelas.
c. Encephalitis pasca infeksio, pasca morbili, pasca varisela, pasca
rubella, pasca vaksinia, pasca mononucleosis, infeksious dan
jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang
tidak spesifik.
2. Reaksin toxin seperti pada thypoid fever, campak, chicken pox.
3. Keracunan : arsenik, CO.
C. Patofisiologi
Ensefalitis menngenai parenkim otak. Mikroorganisme yan
menginfeksi salah satunya adalah virus. Virus masuk tubuh pasien melalui
kulit, saluran nafas dan saluran cerna dan menggandakan dirinya diri pada
bagian infeksi awal, setelah masuk ke dalam tubuh,virus akan menyebar
ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
1.Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah. Kemudian
menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
2.Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di permukaan
selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit
kepala, pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas
dan pucat .Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran, kejang. Kadang-kadang disertai tanda Neurologis
tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia, Ataksia, Paralisis syaraf
otak (Smeltzer, 2002).
D. Manifestasi Klinis
Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis ensefalitis lebih
kurang sama dan khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria
diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias Ensefalitis yang terdiri dari
demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000). Adapun tanda
dan gejala ensefalitis sebagai berikut :
1. Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia
2. Kesadaran dengan cepat menurun
3. Muntah
4. Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja
(kejang-kejang di muka)
5. Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau
bersama-sama, misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya
E. Komplikasi
1. Akut :
a. Edema otak.
b. SIADH.
c. Status konvulsi.
2. Kronik :
a. Cerebral palsy.
b. Epilepsy.
c. Gangguan visus dan pendengaran.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Biakan dari darah : viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga
sukar untuk mendapatkan hasil yang positif. Biakan dari likuor
serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran
jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika. Biakan dari feses, untuk
jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif.
2. Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi
antibodi tubuh. IgM dapat dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.
3. Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.
4. Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-
kadang ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau
glukosa.
5. EEG/ Electroencephalography EEG sering menunjukkan aktifitas listrik
yang merendah sesuai dengan kesadaran yang menurun. Adanya kejang,
koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan parut otak,
dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.(Smeltzer, 2002)
6. CT scan Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal,
tetapi bisa pula didapat hasil edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti
Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan selektif pada lobus inferomedial
temporal dan lobus frontal (Anania, 2002)..
G. Penatalaksanaan
1. Isolasi : Isolasi bertujuan mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan
sebagai tindakan pencegahan.
2. Terapi antimikroba, sesuai hasil kultur Obat yang mungkin dianjurkan
oleh dokter:
a. Ampicillin : 200 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
b. Kemicetin : 100 mg/kgBB/24 jam, dibagi 4 dosis
c. Bila encephalitis disebabkan oleh virus, agen antiviral acyclovir
secara signifikan dapat menurunkan mortalitas dan morbiditas
encephalitis. Acyclovir diberikan secara intravena dengan dosis 30
mg/kgBB per hari dan dilanjutkan selama 10-14 hari untuk
mencegah kekambuhan.
d. Untuk kemungkinan infeksi sekunder diberikan antibiotika secara
polifragmasi.
3. Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, manajemen edema otak
a. Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan; jenis dan jumlah
cairan yang diberikan tergantung keadaan anak.
b. Glukosa 20%, 10 ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan
untuk menghilangkan edema otak.
c. Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan
untuk menghilangkan edema otak.
4. Mengontrol kejang Obat antikonvulsif diberikan segera untuk
memberantas kejang. Obat yang diberikan ialah valium dan atau
luminal.
a. Valium dapat diberikan dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
b. Bila 15 menit belum teratasi/kejang lagi bia diulang dengan dosis
yang sama
c. ika sudah diberikan 2 kali dan 15 menit lagi masih kejang, berikan
valium drip dengan dosis 5 mg/kgBB/24 jam.
5. Mempertahankan ventilasi :Bebaskan jalan nafas, berikan O2 sesuai
kebutuhan (2-3 lt/menit).
6. Penatalaksanaan shock septik
7. Mengontrol perubahan suhu lingkungan
Untuk mengatasi hiperpireksia, diberikan kompres pada permukaan
tubuh yang mempunyai pembuluh besar, misalnya pada kiri dan kanan
leher, ketiak, selangkangan, daerah proksimal betis dan di atas kepala.
Sebagai hibernasi dapat diberikan largaktil 2 mg/kgBB/hari dan
phenergan 4 mg/kgBB/hari secara intravena atau intramuscular dibagi
dalam 3 kali pemberian. Dapat juga diberikan antipiretikum seperti
asetosal atau parasetamol bila keadaan telah memungkinkan pemberian
obat per oral (Erfandi, ).
H. Pathway
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji meliputi (Doenges, 1999) :
1. Biodata.
Merupakan identitas klien meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama,
suku bangsa, alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register,
tanggal pengkajian dan diagnosa medis. Identitas ini digunakan untuk
membedakan klien satu dengan yang lain.
2. Keluhan utama.
Merupakan kebutuhan yang mendorong penderita untuk masuk RS.
keluhan utama pada penderita encephalitis yaitu sakit kepala, kaku
kuduk, gangguan kesadaran, demam dan kejang.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Merupakan riwayat klien saat ini yang meliputi keluhan, sifat dan
hebatnya keluhan, mulai timbul atau kekambuhan dari penyakit yang
pernah dialami sebelumnya. Biasanya pada masa prodromal
berlangsung antara 1-4 hari ditandai dengan demam,sakit kepala,
pusing, muntah, nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstrimitas dan
pucat. Kemudian diikuti tanda ensefalitis yang berat ringannya
tergantung dari distribusi dan luas lesi pada neuron. Gejala terebut
berupa gelisah, irritable, screaning attack, perubahan perilaku,
gangguan kesadaran dan kejang kadang-kadang disertai tanda
neurologis fokal berupa afasia, hemiparesis, hemiplegia, ataksia dan
paralisi saraf otak.
4. Riwayat kehamilan dan kelahiran.
Dalam hal ini yang dikaji meliputi riwayat prenatal, natal dan post
natal. Dalam riwayat prenatal perlu diketahui penyakit apa saja yang
pernah diderita oleh ibu terutama penyakit infeksi. Riwayat natal perlu
diketahui apakah bayi lahir dalam usia kehamilan aterm atau tidak
karena mempengaruhi system kekebalan terhadap penyakit pada anak.
Trauma persalinan juga mempengaruhi timbulnya penyakit contohnya
aspirasi ketuban untuk anak. Riwayat post natal diperlukan untuk
mengetahui keadaan anak setelah lahir. Contoh : BBLR, & apgar score.
5. Riwayat penyakit yang lalu.
Kontak atau hubungan dengan kasus-kasus meningitis akan
meningkatkan kemungkinan terjdinya peradangan atau infeksi pada
jaringan otak. Imunisasi perlu dikaji untuk mengetahui bagaimana
kekebalan tubuh anak. Alergi pada anak perlu diketahui untuk
dihindarkan karena dapat memperburuk keadaan.
6. Riwayat kesehatan keluarga.
Merupakan gambaran kesehatan keluarga, apakah ada kaitannya dengan
penyakit yang dideritanya. Pada keadaan ini status kesehatan keluarga
perlu diketahui, apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
menular yang ada hubungannya dengan penyakit yang dialami oleh
klien (Soemarno marram, 1983).
7. Riwayat sosial.
Lingkungan dan keluarga anak sangat mendukung terhdap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Perjalanan klinik dari penyakit sehingga
mengganggu status mental, perilaku dan kepribadian. Perawat dituntut
mengkaji status klien ataukeluarga agar dapat memprioritaskan maslaah
keperawatnnya.
8. Kebutuhan dasar (aktifitas sehari-hari).
Pada penderita ensepalitis sering terjadi gangguan pada kebiasaan
sehari-hari antara lain: gangguan pemenuahan kebutuhan nutrisi karena
mual muntah, hipermetabolik akibat proses infeksi dan peningkatan
tekanan intrakranial. Pola istirahat pada penderita sering kejang, hal ini
sangat mempengaruhi penderita. Pola kebersihan diri harus dilakukan di
atas tempat tidur karena penderita lemah atau tidak sadar dan cenderung
tergantung pada orang lain perilaku bermain perlu diketahui jika ada
perubahan untuk mengetahui akibat hospitalisasi pada anak.
9. Pemeriksaan fisik.
Pada klien ensephalistis pemeriksaan fisik lebih difokuskan pad
apemeriksaan neurologis. Ruang lingkup pengkajian fisik keperawatan
secara umum meliputi :
a. Keadaan umum.
Penderita biasanya keadaan umumnya lemah karena mengalami
perubahan atau penurunan tingkat kesadaran. Gangguan tingkat
kesadaran dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan difusi
serebral yang berkaitan dengan kegagalan neural akibat prosses
peradangan otak.
b. Gangguan system pernafasan.
c. Perubahan-perubahan akibat peningkatan tekanan intra cranial
menyebabakan kompresi pada batang otak yang menyebabkan
pernafasan tidak teratur. Apabila tekanan intrakranial sampai pada
batas fatal akan terjadi paralisa otot pernafasan.
d. Gangguan system kardiovaskuler.
Adanya kompresi pada pusat vasomotor menyebabkan terjadi
iskemik pada daerah tersebut, hal ini akan merangsaang
vasokonstriktor dan menyebabkan tekanan darah meningkat.
Tekanan pada pusat vasomotor menyebabkan meningkatnya
transmitter rangsang parasimpatis ke jantung.
e. Gangguan system gastrointestinal.
Penderita akan merasa mual dan muntah karena peningkatan tekanan
intrakranial yang menstimulasi hipotalamus anterior dan nervus
vagus sehingga meningkatkan sekresi asam lambung. Dapat pula
terjd diare akibat terjadi peradangan sehingga terjadi
hipermetabolisme.
f. Pertumbuhan dan perkembangan.
Pada setiap anak yang mengalami penyakit yang sifatnya kronis atau
mengalami hospitalisasi yang lama, kemungkinan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan sangat besar. Hal ini
disebabkan pada keadaan sakit fungsi tubuh menurun termasuk
fungsi social anak. Tahun-tahun pertama pada anak merupakan
“tahun emas” untuk kehidupannya. Gangguan atau keterlambatan
yang terjadi saat ini harus diatasi untuk mencapai tugas –tugas
pertumbuhan selanjutnya. Pengkajian pertumbuhna dan
perkembangan anak ini menjadi penting sebagai langkah awal
penanganan dan antisipasi. Pengkajian dapat dilakukan dengan
menggunakan format DDST.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi b.d. penyakit: infeksi.
2. Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak
3. Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran,
kinestetik, taktil, olfaktori) b.d. ketidakseimbangan biokimia.
4. Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot.
C. Perencanaan keperawatan
Hipertermi b.d. penyakit: infeksi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pasien
menunjukkan suhu tubuh dalam batas normal dengan kreiteria hasil:
Indikator:
1. Suhu 36 – 37C
2. Nadi dan RR dalam rentang normal
3. Tidak ada perubahan warna kulit dan tidak ada pusing, merasa
nyaman

§ Monitor suhu sesering mungkin


R: mencegah terjadinya hiperpireksia
§ Monitor warna dan suhu kulit
R: kulit yn merah dan hangat menunjukkan kenaikan suhu tubuh.
§ Monitor tekanan darah, nadi dan RR
R: mengetahui respon fisiologis dari kenaikan suhu tubuh
§ Monitor WBC, Hb, dan Hct
R; WBC yg tinggi menunjukkan hipertermi krn infeksi, Hb dan HCT
yang rendah menunjukkan hipertermi karena kehilangan cairan.
§ Monitor intake dan output cairan
R: terkait dengan kenaikan suhu akibat kekurangan cairan.
§ Berikan anti piretik
R: menurunkan suhu tubuh secara farmakologis.
§ Berikan antibiotik yang sesuai
R: hipertermi karena infeksi dapat hilang jika infeksi hilang.
§ Selimuti pasien
R: lakukan jika pasien menggigil.
§ Berikan cairan intravena
R: mencegah kekurangan cairan akibat panas tubuh yg tinggi.
§ Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
R: memicu vasodilatasi pembuluh darah besar shg suhu perifer menjadi
dingin.
§ Tingkatkan sirkulasi udara
§ Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
§ Catat adanya fluktuasi tekanan darah
§ Monitor hidrasi seperti turgor kulit, kelembaban membran mukosa)
Mual b.d. peningkatan tekanan intrakranial, peradangan otak
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, mual pasien
teratasi dengan kriteria hasil:
Indikator:
1. Melaporkan bebas dari mual
2. Mengidentifikasi hal-hal yang mengurangi mual
3. Nutrisi adekuat
4. Status hidrasi: hidrasi kulit membran mukosa baik, tidak ada rasa
haus yang abnormal, panas, urin output normal, TD, HCT normal
§ Pencatatan intake output secara akurat
R: untuk menentukan tambahan cairan jika terjadi dehidrasi.
§ Monitor status nutrisi
R:mempertahankan energi klien.
§ Monitor status hidrasi (Kelembaban membran mukosa, vital sign
adekuat)
R: memanatau adanya dehidrasi
§ Anjurkan untuk makan pelan-pelan
R: makan pelen-pelan akan mencegah pasien memuntahkan makanan.
§ Batasi minum 1 jam sebelum, 1 jam sesudah dan selama makan.
R: mencegah rasa penuh di perut yang memicu muntah.
§ Berikan terapi IV kalau perlu
R: terapi IV untuk mengganti cairan yang hilang akibat muntah.
§ Kolaborasi pemberian anti emetik
R: menghentikan rasa mula secara farmakologis.
Gangguan sensori persepsi (tipe: penglihatan, pendengaran, kinestetik,
taktil, olfaktori) b.d. ketidakseimbangan biokimia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam gangguan
sensori persepsi teratasi, dengan kriteria hasil:
Indikator:
1. komunikasi jelas dan pantas secara usia dan kemampuan
2. Perhatian
3. Konsentrasi
4. penglihatan dan pendengaran
5.koordinasi motorik

§ Evaluasi dan pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan


berbicara, afektif, sensorik dan proses fikir.
R: perubahan motorik , persepsi kognitif dan kepribadian dapat bersifat
menetap dan terus menerus.
§ Kaji kesadaran sensorik seprti sentuhanm panas dingin, benda
tajam/tumpul.
R: informasi penting untuk keamanan pasien, jika pasien merasakan
panas dan dingin maka akan terhindar dari bahaya karena tubuh akan
menghindar..
§ Catat adanya perubahan yang spesifik seperti mersusatkan kedua
mata, atau mengatakan instruksi ya/tidak.
R: membantu menentukan daerah lokalisasi yang mengalami infeksi.
§ Hilangkan stimulus yang berlebihan sesuai dengan kebutuhan.
R: menurunkan ansietas, respon emosi yang berhubungan dengan
sensasi yg berlebihan.
Resiko trauma b.d. penurunan koordinasi otot
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam klien tidak
mengalami trauma dengan kriteria hasil:
Indikator:
1. Pasien terbebas dari trauma fisik
2. Keluarga mampu mengontrol resiko trauma yang mungkin terjadi

§ Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien


R: mencegah cidera dari eksternal saat terjadi kejang.
§ Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik
dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
R: menyediakan lingkungan yg nyaman sesuai kebutuhan pasien.
§ Memasang side rail tempat tidur
R: mencegah pasien jatuh dari tempat tidur.
§ Membatasi pengunjung
§ Memberikan penerangan yang cukup
R: pada pasien ensefalitis mengalamai fotofobia, shg penerangan harus
lebih redup.
§ Menganjurkan keluarga untuk menemani pasien.
R: keluarga dapat mencegah pasien dari cidera.
§ Mengontrol lingkungan dari kebisingan
§ Memindahkan barang-barang yang dapat membahayakan
§ Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya
perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
R: agar keluarga pasien memahami keadaan pasien yang mengalami
penurunan kesadaran dan disfungsi pada otaknya setidaknya hingga
infeksi pada otak teratasi.
DATAR PUSTAKA
Anania, et all. 2008. Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit.
Jakarta: Indeks.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Ed. III, jilid 2. jakarta:
Media Aeseolapius.
McCloskey dan Bulechek 2000. “Nursing interventions classification
(NIC)”. United States of America: Mosby.
Meidean, JM. 2000. “Nursing Outcomes Classification (NOC)”.
United States of America: Mosby.
NANDA Internasional. 2010. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Smeltzer dan Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan medikal bedah.
Edisi 8. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai