Keperawatan Jiwa
OLEH:
BANYUWANGI
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Oleh :
Madinatus Syukria (2019.04.038)
Hari :
Tanggal :
Pembimbing Intitusi
Skizofrenia paranoid yaitu pada tipe ini adanya pikiran-pikiran yang absurd (tidak ada
pegangannya) tidak logis, dan delusi yang berganti-ganti. Sering diikuti halusinasi dengan
akibat kelemahan penilaian kritis (critical judgement)nya dan aneh tidak menentu, tidak
dapat diduga, dan kadang-kadang berperilaku yang berbahaya. Orang-0rang dengan tipe ini
memiliki halusinasi dan delusi yang sangat mencolok,yang melibatkan tema-tema tentang
penyiksaan dan kebesaran (Susan Nolen Hoeksema, 2019).
Skizofrenia merupakan kelompok gangguan psikosis atau psikotik yang ditandai oleh
distorsi-distorsi mengenai realitas, adanya perilaku menarik diri dari interaksi social serta
disorganisasi dan fragmentasi dalam hal persepsi, pikiran dan kognisi (Carson dan Butcher,
2019).
Menurut Maramis, 2018 skizofrenia paranoid sedikit berlainan dari jenis-jenis yang
lain dalam jalan penyakit. Hebrefenia dan Katatonia sering lama-kelamaan Hebrefenia dan
Katatonia bercampuran. Tidal demikian dengan skizofrenia paranoid yang jalannya agak
konstan. Gejala-gejala yang mencolok ialah waham primer, disertai waham-waham skunder,
dan Halusinasi. Baru dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses
berfikir dan adanya gangguan afek berfikir.
1.2 Etiologi
a. Faktor Biologis
1) Herediter ( Pengaruh Gen terhadap Skizofrenia)
Studi terhadap keluarga, anak kembar dan anak adopsi melengkapi bukti-bukti
bahwa gen terlibat dalam transmisi (penyebaran) skizofrenia (Liohtermann, Karbe &
Maier, 2016). Beberapa peneliti berpendapat bahwa banyak gen (polygenic) model
tambahan, yang membentuk jumlah dan konfigurasi gen abnormal untuk membentuk
skizofrenia (Gottensman, 1991, Gottansman & Erlenmyer-kimling, 2017). Adanya
lebih banyak gen yang terganggu meningkatkan kemungkinan berkembangnya
skizofrenia dan menungkatakan kerumitan gangguan tersebut. Individu yang lahir
dengan beberapa gen tetapi tidak cukup untuk menunjukkan simtom-simtom bertaraf
sedang atau ringan skizofrenia, seperti keganjilan dalam pola bicara atau proses
berpikir dan keyakinan-keyakinan yang aneh.
Anak-anak yang memiliki kedua orang tuanya menderita skizofrenia dan anak-
anak kembar identik atau dari satu zigot (monozigot) dari orangtua dengan
skizofrenia, mendapat sejumlah besar gen skizofrenia, memiliki resiko sangat besar
mendapatkan skizofrenia. Sebaliknya penurunan kesamaan gen dengan orang-orang
skizofrenia, menurunkan resiko individu mengembangkan gangguan ini.
Jika aman dari orang skizofrenia mengembangkan gangguan ini, tidak berarti
bahwa hal itu dikirimkan atau diwariskan secara genetic. Tumbuh bersama orangtua
skizofrenia dan secara khusus bersama dengan kedua orangtua dengan gangguan
tersebut, kemungkinan besar berarri tumbuh berkembang dalam suasana yang penuh
stress. Jika orangtua psikotik, anak dapa terbuka untuk pemikiran-pemikiran yang
tidak logis, perubahan suasana hati dan perilaku yang kacau.
Bahkan jika orangtua bukanlah psikotik akut, sisa-sisa simtom negative akut
skizofrenia, kurangnya motivasi, dan disorganisasi mungkin mengganggu
kamampuan orangtua untuk peduli terhadap anak. Studi adopsi yang dilakukan
Leonard Heston di Amerika Serikat dan Kanada menunjukkan bahwa anak-anak
yang hidup bersama orangtua skizofrenia yang diadopsi jauh dari ibu, mempunyai
tingkat pengembangan skizofrenia yang lebih rendah.
2) Pembesaran Ventrikel
Struktur utama otak yang abnormal sesuai dengan skizofrenia adalah pembesaran
ventrikel. Ventrikel adalah ruang besar yang berisi cairan dalam otak. Perluasan
mendukung atropi (berhentinya pertumbuhan), deteriorasi di jaringan otak lainnya.
Orang-orang skizofrenia dengan pembesaran ventricular cenderung menunjukkan
penirinan secara social, ekonomi, perilaku, lama sebelum mereka mengembangkan
simtom utama atau inti dati skizofrenia. Mereka juga cenderung untuk memiliki
simtom yang lebih kuat dari pada orang skizofrenialainnya dan kurang responsive
terhadap pengobatan karena dianggap sebagai pergantian yang buruk dalam
pemfungsian otak, yang sulit untuk ditangani/dikurangi melalui treatment. Perbedaan
jenis kelamin mungkin juga berhubungan dengan ukuran ventricular. Beberapa studi
menemukan bahwa laki-laki dengan skizofrenia memiliki pelebaran ventrikel yang
lebih kuat.
3) Faktor Anatomis Neuron
Abnormalitas neuron secara otomatis pada skizofrenia memiliki beberapa
penyebab, termasuk abnormalitas gen yang spesifik (khas), cedera otak berkaitan
dengan cedera waktu kelahiran, cedera kepala, infeksi virus defisiensi (penurunan)
dalam nutrisi dan defisiensi dalam stimulus kognitif (Conklin & Lacono, 2017).
4) Komplikasi Kehamilan
Komplikasi serius selama prenatal dan masalah-masalah berkaitan dengan
kandungan pada saat kelahiran merupakan hal yang lebih sering dalam sejarah orang-
orang dengan skizofrenia dan mungkin berperan dalam membuat kesulitan-kesulitan
secara neurologist. Komplikasi dalam pelepasan berkombinasi dengan keluarga
beresiko terhadap terjadinya karena menambah derajad pembesaran ventricle.
Penelitian epidemiologi telah menunjukkan angka yang tinggi dari skizofrenia
dikalangan orang-orang yang memiliki ibu terjangkit virus influenza ketika hamil.
Selain itu, apabila ada gangguan pada perkembangan otak janin selama
kehamilan(epigenetic faktor), maka interaksi antara gen yang abnormal yang sudah ada
sebelumnya dengan faktor epigenetik tersebut dapat memunculkan gejala skizofrenia.
(Dadang Hawari, 2017)
5) Neurotransmiter
Neurotransmiter dopamine dianggap memainkan peran dalam skizpfrenia ( Coklin
& Lacono, 2016 ). Teori awal dari dopamine menyatakan bahwa simtom-simton
skizofrenia disebabkan oleh kelebihan jumlah dopamine di otak, khususnya di frontal
labus dan system limbic. Aktivitas dopamine yang berlebihan / tinggi dalam system
mesolimbik dapat memunculkan simtom positif skizofrenia : halusinasi, delusi, dan
gangguan berfikir. Karena atipikal antipsikotis bekerja mereduksi simtom-simtom
skizofrenia dengan mengikat kepada reseptor D4 dalam system mesolimbik.
Sebaliknya jika aktivitas dopamine yang rendah dapat mendorong lahirnya simtom
negative seperti hilangnya motivasi, kemampuan untuk peduli pada diri sendiri
dalam aktivitas sehari-hari. Dan tidak adanya responsivitas emosional. Hal ini
menjelaskan bahwa phenothiazines, yang mereduksi aktivitas dopamine, tidak
meredakan atau mengurangi simtom.
Dalam penelitian lain bahwa taraf abnormalitas nuotansmiter glutamate dan
gamma aminobutyric acid ( GABA ) tampak pada orang-orang dengan skizofrenia
(Goff & Coyle, 2015, Tsai & Coyle, 2016 ). Glutamate dan GABA terbesar di otak
manusia dan defisiensi pada neurotransmitter akan memberikan kontribusi terhadap
simtom-simtom kognitif dan emosioanal. Neuro glutamate merupakan pembangkit
jalan kecil yang menghubungkan kekortek, system limbic dan thalamus bagian otak
yang membangkitkan tingkah laku abnormal pada orang-orang dengan skizofrenia.
b. Faktor Psikososial
1) Teori Psikodinamika
Menurut Kohut & Wolf, ahli-ahli teori psikodinamika berpendapat bahwa
skizofrenia merupakan hasil dari paksaan atau tekanan kekuetan biologis yang
mencegah atau menghalangi individu untuk mengembangkan dan mengintegrasikan
persaan atau pemahaman atas dirinya. Freud(2019) berargumen bahwa jika ibu
secara ekstrim atau berlebihan kasar dan terus-menerus mendominasi, anak akan
mengalami taraf regresi dan kembali ke taraf perkembangan bayi dalam hal
pemfungsiannya, sehingga ego akan kehilangan kemampuannya dalam membedakan
realita.
Menurut Dadang Hawari, dalam teori homeostatis-deskriptif, diuraikan gambaran
gejala-gejala dari suatu gangguan jiwa yang menjelaskan terjadinya gangguan
keseimbangan atau homeostatis pada diri seorang, sebelum dan seseudah terjadinya
gangguan jiwa tersebut. Sedangkan dalam teori Fasilitatif etiologik, diuraikan faktor
yang memudahkan penyebab suatu penyakit itu muncul, bagaimana perjalanan
mekanisme psikologis dari penyakit yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya
menurut Melanie Klein (2019), bahwa skizofrenia muncul karena terjadi fiksasi pada
fase paranoid-schizoid pada awal perkembangan masa bayi.
2) Pola-Pola Komunikasi
Menurur Gregory Bateson & koleganya bahwa orangtua (khususnya ibu) pada
anak-anak sklizofrenia menempatkan anak mereka dalam situasi ikatan ganda
(double binds) yang secara terus menerus mengkomunikasikan pesan-pesan yang
bertentangan pada anak-anak. Yang dimaksud ikatan ganda adalah pemberian
pendidikan dan informasi yang nilainya saling bertentangan. Dalam teori doble-bind
tentang pola-pola komunikasi dalam keluarga orang-orang dengan skizofrenia,
menampakkan keganjilan. Keganjilan-keganjilan itu membentuk lingkungan yang
penuh ketegangan yang membuat lebih besar kemungkinan seorang anak memiliki
kerawanan secara biologis terhadap skizofrenia.
Selain itu, anak dalam berbicara sering tidak mneyambung atau kacau atau tidak
jelas arah pembicaraan, serta dalm berbicara disertai emosi yang tinggi dan suara
yang keras.
3) Stres dan Kekambuhan
Keadaan sekitar atau lingkungan yang penuh stress (stresfull) mungkin tidak
menyebabkan seseorang terjangkit skizofrenia, tetapi keadaan tersebut dapat memicu
episode baru pada orang-orang yang mudah terkena serangan atau rawan terhadap
skizofrenia. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 50 % orang yang mengalami
kekambuhan skizofrenia adalah mereka yang dalam kehidupannya telah mengalami
kejadian-kejadian buruk sebelum mereka kambuh.
Menurut danang Hawari, stresor yang menyebabkan stres atau kekambuhan
skizofrenia paranoid adalah perkawinan, masalah orang tua, hubungan interpersonal,
pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan dan hukum.
4) Faktor Kesalahan Belajar
Yang dimaksud kesalahan belajar adalah tidak tepatnya mempelajari yang benar
atau dengan tepat mempelajari yang tidak benar. Dalam hal ini penderita
mempelajari dengan baik perilaku orang-orang skizofrenia atau perilaku yang baik
dengan cara yang tidak baik (Wiramaharja, 2015)
3. Gangguan kemauan
Ditandai antara lain :
a. Tidak dapat mengambil keputusan
b. Tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan
c. Melamun dalam waktu tertentu yang lama.
d. Negativisme ; perbuatan yang berlawanan dengan perlawanan
e. Ambivalensi kemauan ; menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang
sama
f. Otomatisme ; merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain atau tenaga dari luar
sehingga ia berbuat otomatis.
4. Gangguan psikomotor
a. Stupor : tidak bergerak dalam waktu yang lama.
b. Hiperkinesa; terus bergerak dan tampak gelisah
c. Stereotipi ; berulang melakukan gerakan atau sikap
d. Verbigerasi ; stereotipi pembicaraan
e. Manerisme ; stereotipi tertentu pada pada skizofrenia, grimes pada muka atau
keanehan berjalan dan gaya.
f. Katalepsi ; posisi badan dipertahankan dalam waktu yang lama.
g. Fleksibilitas cerea ; bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti
lilin.
h. Negativisme ; menentang atau justru melakukan berlawan dengan apa yang disuruh.
i. Otomatisme komando ; kebalikan daari negativisme.
j. Echolalia; meniru kata-kata yang diucapkan orang lain.
b. Gejala Sekunder
1. Waham atau delusi
Keyakinan yang salah yang tidak dapat diubah dengan penalaran atau bujukan.
Sangat tidak logis dan kacau tetapi klien tidak menyadari hal tersebut dan menganggap
sebagai fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun.
Jenis-jenis waham mencakup :
a) kebesaran ; seseorang memiliki suatu perasaan berlebih dalam
kepentingan atau kekuasaan.
b) curiga ; seseorang merasa terancam dan yakin bahwa orang lain
bermaksud untuk membahayakan atau menncurigai dirinya.
c) Siar ; semua kejadian dalam, lingkungan sekitarnya diyakini merujuk /
terkait kepada dirinya.
d) kontrol ; seseorang percaya bahwa objek atau oang tertentu mengontrol
perilakunya.
2. Halusinasi
Istilah ini menggarbarkan persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi
salah satu dari kelima panca indra. Halusinasi pendengaran dan penglihatan yang
sering,halusinasi penciuman, perabaan, dan pengecapan juga dapat terjadi ( Towsend,
Mary S, 1998).
Tanda gangguan yang berlangsung secara terus menerus sedikitnya selama 6
bulan ( Stuard, 2016 )adalah :
a) Kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain.
b) Halusinasi
Modalitas sensori yang tercakup dalam halusinasi :
1. Pendengaran / auditorius
Mendengar suara atau bunyi, biasanya suara orang. Suara dapat berkisar dari
suara yang sederhana sampai suara orang bicara mengenai pasien, untuk
menyelesaikan percakapan antara dua orang atau lebih tentang pasien yang
berhalusinasi. Jenis lain termasuk pikiran yang dapat didengar pasien yaitu
pasien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang
dipikirkan oleh pasien dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu, kadang-
kadang hal yang berbahaya.
2. Penglihatan / visual
1.4 Komplikasi
Menurut Keliat (2019), dampak gangguan jiwa skizofrenia antara lain :
1. Aktifitas hidup sehari-hari
Klien tidak mampu melakukan fungsi dasar secara mandiri, misalnya kebersihan diri,
penampila dan sosialisasi.
2. Hubungan interpersonal
Klien digambarkan sebagai individu yang apatis, menarik diri, terisolasi dari teman-
teman dan keluarga. Keadaan ini merupakan proses adaptasi klien terhadap lingkungan
kehidupan yang kaku dan stimulus yang kurang.
1.5 Penatalaksanaan
1. Medis
Obat antipsikotik digunakan untuk mengatasi gejala psikotik (misalnya perubahan
perilaku, agitasi, agresif, sulit tidur, halusinasi, waham, proses piker kacau). Obat-obatan
untuk pasien skizophrenia yang umum diunakan adalah sebaga berikut :
a. Pengobatan pada fase akut
1) Dalam keadaan akut yang disertai agitasi dan hiperaktif diberikan injeksi :
a) Haloperidol 3x5 mg (tiap 8 jam) intra muscular.
b) Clorpromazin 25-50 mg diberikan intra muscular setiap 6-8 jam sampai
keadaan akut teratasi.
c) Kombinsi haloperidol 5 mg intra muscular kemudian diazepam 10 mg intra
muscular dengan interval waktu 1-2 menit.
2) Dalam keadaan agitasi dan hiperaktif diberikan tablet :
a) Haloperidol 2x1,5 – 2,5 mg per hari.
b) Klorpromazin 2x100 mg per hari
c) Triheksifenidil 2x2 mg per hari
b. Pengobaan fase kronis
Diberikan dalam bentuk tablet :
1) Haloperidol 2x 0,5 – 1 mg perhari
2) Klorpromazin 1 x 50 mg sehari (malam)
3) Triheksifenidil 1- 2x 2 mg sehari
a) Tingkatkan perlahan-lahan, beri kesempatan obat untuk bekerja, disamping itu
melakukan tindakan perawatan dan pendidikan kesehatan.
b) Dosis maksimal
Haloperidol : 40 mg sehari (tablet) dan klorpromazin 600 mg sehari (tablet).
c. Efek dan efek samping terapi
1) Klorpromazine
Efek : mengurangi hiperaktif, agresif, agitasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2) Haloperidol
Efek : mengurangi halusinasi
Efek samping : mulut kering, pandangan kabur, konstipasi, sedasi, hipotensi
ortostatik.
2. Tindakan keperawatan efek samping obat
a. Klorpromazine
1. Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan
mulut secara teratur.
2. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3. Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5. Hipoensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk.
b. Haloperidol
1. Mulut kering : berikan permen, es, minum air sedikit-sedikit dan membersihkan
mulut secara teratur.
2. Pandangan kabur : berikan bantuan untuk tugas yang membutuhkan ketajaman
penglihatan.
3. Konstipasi : makan makanan tinggi serat
4. Sedasi : tidak menyetir atau mengoperasikan peralatan ang berbahaya.
5. Hipotensi ortostatik : perlahan-lahan bangkit dari posisi baring atau duduk
BAB 2
KONSEP RESIKO BUNUH DIRI
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori yaitu (Stuart, 2016):
1) Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa
seseorang tersebut mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh
diri mungkin mengungkapkan secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar
kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan secara non verbal.
2) Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan
oleh individu yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
3) Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan
atau diabaikan. Orang yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan
terjadi jika tidak ditemukan tepat pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri,
meliputi:
1. Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh
faktor lingkungan yang penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang
untuk bunuh diri.
2. Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan
kehormatan seseorang ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
3. Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam
diri seseorang seperti putus cinta atau putus harapan.
2.2 Etiologi Resiko Bunuh Diri
Adaptif Maladaptif
Keterangan:
a. Peningkatan diri: seseorang dapat meningkatkan proteksi atau pertahan diri
secara wajar terhadap situasional yang membutuhkan pertahan diri.
b. Beresiko destruktif: seseorang memiliki kecenderungan atau beresiko
mengalami perilaku destruktif atau menyalahkan diri sendiri terhadap situasi
yang seharusnya dapat mempertahankan diri, seperti seseorang merasa patah
semangat bekerja ketika dirinya dianggap tidak loyal terhadap pimpinan
padahal sudah melakukan pekerjaan secara optimal.
c. Destruktif diri tidak langsung: seseorang telahmengambil sikap yang
kurang tepat terhadap situasi yangmembutuhkan dirinya untuk
mempertahankan diri.
d. Pencederaan Diri: seseorang melakukan percobaan bunuh diri atau
pencederaan diri akibat hilangnya harapan terhadapsituasi yang ada.
e. Bunuh diri: seseorang telah melakukan kegiatan bunuh diri sampai dengan
nyawanya hilang.
Perilaku bunuh diri menunjukkan terjadinya kegagalan mekanisme
koping. Ancaman bunuh diri menunjukkan upaya terakhir untuk
mendapatkan pertolongan adgar untuk mengatasi masalah. Resiko yang
mungkin terjadi pada klien yang mengalami krisis bunuh diri adalah
mencederai diri dengan tujuan mengakhiri hidup. Perilaku yang muncul
meliputi isyarat, percobaan atau ancaman verbal untuk
melakukan tindakan yang mengakibatkan kematian perlukaan atau nyeri
pada diri sendiri.
Pathway
Menarik Diri
Risiko Gangguan
Persepsi Sensori: Isolasi sosial
Halusinasi
Perilaku kekerasan
3.1Pengkajian
Data yang perlu dikumpulkan saat pengkajian :
1. Riwayat masa lalu :
a. Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b. Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c. Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan skizofrenia
d. Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e. Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline, paranoid, antisosial
f. Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2. Peristiwa hidup yang menimbulkan stres dan kehilangan yang baru dialami.
3. Hasil dan alat pengkajian yang terstandarisasi untuk depresi.
4. Riwayat pengobatan.
5. Riwayat pendidikan dan pekerjaan.
6. Catat ciri-ciri respon psikologik, kognitif, emosional dan prilaku dari individu dengan
gangguan mood.
7. Kaji adanya faktor resiko bunuh diri dan letalitas prilaku bunuh diri :
1. Tujuan klien misalnya agar terlepas dari stres, solusi masalah yang sulit.
2. Rencana bunuh diri termasuk apakah klien memiliki rencana yang teratur dan cara-
cara melaksanakan rencana tersebut.
3. Keadaan jiwa klien (misalnya adanya gangguan pikiran, tingkat gelisah, keparahan
gangguan mood
4. Sistem pendukung yang ada.
5. Stressor saat ini yang mempengaruhi klien, termasuk penyakit lain (baik psikiatrik
maupun medik), kehilangan yang baru dialami dan riwayat penyalahgunaan zat.
6. Kaji sistem pendukung keluarga dan kaji pengetahuan dasar keluarga klien, atau
keluarga tentang gejala, meditasi dan rekomendasi pengobatan gangguan mood, tanda-
tanda kekambuhan dan tindakan perawatan diri.
7. Symptomyang menyertainya
Apakah klien mengalami :
1. Ide bunuh diri
2. Ancaman bunuh diri
3. Percobaan bunuh diri
4. Sindrome mencederai diri sendiri yang disengaja.
Dalam melakukan pengkajian klien resiko bunuh diri, perawat perlu memahami petunjuk
dalam melakukan wawancara dengan pasien dan keluarga untuk mendapatkan data yang
akurat. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wawancara adalah :
1. Tentukan tujuan secara jelas : Dalam melakukan wawancara, perawat tidak melakukan
diskusi secara acak, namun demikian perawat perlu melakukannya wawancara yang
fokus pada investigasi depresi dan pikiran yang berhubungan dengan bunuh diri.
2. Perhatikan signal / tanda yang tidak disampaikan namun mampu diobservasi dari
komunikasi non verbal. Hal ini perawat tetap memperhatikan indikasi terhadap
kecemasan dan distress yang berat serta topic dan ekspresi dari diri klien yang di hindari
atau diabaikan.
3. Kenali diri sendiri. Monitor dan kenali reaksi diri dalam merespon klien, karena hal ini
akan mempengaruhi penilaian profesional
4. Jangan terlalu tergesa – gesa dalam melakukan wawancara. Hal ini perlu membangun
hubungan terapeutik yang saling percaya antara perawat dan klien.
5. Jangan membuat asumsi tentang pengalaman masa lalu individu mempengaruhi
emosional klien
6. Jangan menghakimi, karena apabila membiarkan penilaian pribadi akan membuat kabur
penilaian profesional.
3.2 Diagnosa Keperawatan
Kriteria Hasil:
Terapeutik
1. Fasilitasi pengisian kuesioner jika perlu
2. Berikan kesempatan untuk menyampaikan perasaan
Edukasi
1. Jelaskan tentang gangguan mood dan penanganannya
2. Ajarkan keterampilan koping dan penyelesaian masalah baru
3. Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat antispikotik
2. Rujuk ke psikoterapi, jika perlu
3.4 Implementasi
Pelaksanaan Tindakan keperawatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan
rencana keperawatan yang telah disusun. Sebelum melaksanakan tindakan yang telah
direncanakan, perawat perlu memvalidasi dengan singkat apakah rencana tindakan masih
sesuai dengan kebutuhannya saat ini (here and now). Perawat juga menilai diri sendiri,
apakah mempunyai kemampuan Resiko bunuh diri 20 interpersonal, intelektual, teknikal
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Dinilai kembali apakah aman bagi klien,
jika aman maka tindakan keperawatan boleh dilaksanakan.
3.5 Evaluasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik atau sistem dari klien telah berkurang dalam sifat,
jumlah asal atau waktu.
2. Klien menggunakan koping yang adaptif.
3. Klien terlibat dalam aktivitas peningkatan diri.
4. Prilaku klien menunjukan kepedualiannya terhadap kesehatan fisik, psikologi dan
kesejahteraan sosial
ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
I. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn.W (L/P) TanggalDirawat : 09 januari 2020
Umur : 48 Tahun TanggalPengkajian : 21 januari 2020
Alamat : Yogyakarta
Pendidikan : SLTA
Agama : Islam RuangRawat : ruangan melati
Status :Duda
Pekerjaan : Wiraswasta
JenisKel. : Kel. inti
No RM :-
Jelaskan:
Pasien menolak mengonsumsi obat. Pasien mengatakan memiliki perasaan gagal, tidak
berguna, dan merasa hidupnya tidak bahagia.
3. Riwayat Trauma
Trauma Usia Pelaku Korban Saksi
1. Aniayafisik ………… ………… ………… …………
2. Aniayaseksual ………… ………… ………… …………
3. Penolakan 47 tahun istri Tn.W Keluarganya
4. Kekerasandalamkeluarga ………… ………… ………… …………
5. Tindakan kriminal ………… ………… ………… …………
Jelaskan:
istri pasien meminta cerai pada tahun 2019
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Perubahanpertumbuhandanperkembanga Resikotinggikekerasan
n Ketidakefektifan penatalaksanaan
Berdukaantisipasi regiment terapeutik
Berdukadisfungsional Lain-lain, jelaskan ..................
Responpasca trauma
Sindroma trauma perkosaan
√ Tidak
Kalau ada :
Hubungan keluarga : Keluarga tidak ada yang mempunya riwayat penyakit
seperti klien
Gejala : tidak ada gejala
Riwayat pengobatan : keluarga tidak mempunyai riwayat pengobatan seperti
klien
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
Koping keluarga tidak efektif :
ketidakmampuan
Koping keluarga tidak efektif : kompromi
Resiko tinggi kekerasan
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
KETERANGAN :
:Perempuan Meninggal
: Laki - Laki
: Perempuan
:Klien
: Perkawinan
c. Peran : Sekarang saya tidak bisa bekerja dan beraktivitas seperti orang yang
lainnya
d. Ideal diri : pasien mengatakan ingincepat sembuh dan pulang
e. Hargadiri : Pasien mengatakan bahwa dirinya tidak bahagia dan hidupnya monoton
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Pengabaian unilateral Harga diri rendah
Gangguan citra tubuh kronis
Gangguan identitas pribadi Harga diri rendah
situasional
Lain-lain, jelaskan.
3. Hubungansosial
a. Orang yang berarti/terdekat:
Pasien mengatakan dekat dengan ibu dan kakaknya
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat:
sebelum mengalami gangguan kejiwaan, klien sering aktif dalam organisasi
masyarakat.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain:
Klien kooperatif ketika diajak bicara namun kontak mata kurang, cenderung
memandang satu titik bukan memandang lawan bicaranya
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
4. Spiritual
a. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan beragama Islam dan klien merasa dirinya selalu dilindungi oleh
Tuhan.
b. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan selama di RS menjalankan ibadah seperti sholat.
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Distress spiritual
Lain-lain
2. Pembicaraan
Cepat
Keras
Gagap
Apatis
Lambat
Membisu
Tidak mampu memulai pembicaraan
Lain-lain
Jelaskan:
Saat diajak berinteraksi pasien tapak lambat namun kooeratif
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Kerusakan komunikasi
Kerusakan komunikasi verbal
Lain-lain
3. Aktifitasmotorik/Psikomotor
Kelambatan :
Hipokinesia,hipoaktifitas
Katalepsi
Sub stupor katatonik
Fleksibilitasserea
Jelaskan:Pasien tidak mempunya kelambatan psikomotor
Peningkatan :
Grimace
Hiperkinesia,hiperaktifitas Otomatisma
Gagap Negativisme
Stereotipi Reaksikonversi
GaduhGelisahKatatonik Tremor
Mannarism Verbigerasi
Katapleksi Berjalankaku/rigid
Tik Kompulsif
Ekhopraxia
Command automatism
Jelaskan:Pasien tidak mempunya peningkatan motorik/psikomotor
b. Emosi
Merasa kesepian
Apatis
Marah
Anhedonia
Eforia
Depresi/sedih
Cemas (Ringan, Sedang,BeratdanPanik)
Jelaskan:
pasienmerasa tidak bahagia dan hidupnya monoton
Masalah / DiagnosaKeperawatan
Risiko tinggi cidera Risiko diri membahayakan
Ansietas diri
Ketakutan Risiko diri penganiaayan diri
Isolasi sosial Risiko tinggi mutilasi diri
Ketidakberdayaan Lain-lain, jelaskan resiko
bunuh diri
5. Interaksiselamawawancara
Bermusuhan
Tidak kooperatif
Mudah tersinggung
Kontak mata kurang
Defensif
Curiga
kooperatif
Jelaskan:
Pasien kooperatif namun lambat dan kontak mata kurang
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Kerusakan komunikasi Risiko tinggi kekerasan
Kerusakan interaksi sosial Risiko tinggi penganiayaaan
Isolasi sosial diri
Risiko membahayakan diri Risiko tinggi mutilasi diri
Lain-lain, jelaskan..........
6. Persepsi – Sensorik
Halusinasi
Pendengaran
Penglihatan
Perabaan
Pengecapan
Penciuman
Ilusi
Ada
Tidakada
Depersonalisasi
Ada
Tidakada
Derealisasi
Ada
Tidakada
7. Proses Pikir
a. Arus Pikir dan bentuk pikir:
Koheren
Inkoheren
Sirkumstansial
Neologisme
Tangensial
Logorea
Kehilangan asosiasi
Bicara lambat
Flight of idea
Bicara cepat
Main kata-kata
Blocking
Pengulangan Pembicaraan/perseverasi
Afasia
Asosiasi bunyi
Jelaskan:Pasien Mengalami perlambatan berbicara ketika diajak berkomunikasi
b. Isi Pikir
Obsesif
Ekstasi
Fantasi
Alienasi
Pikiran Bunuh Diri
Preokupasi
Pikiran Isolasi sosial
Ide yang terkait
Pikiran Rendah diri
Pesimisme
Pikiran magis
Pikira ncuriga
Fobia
Waham:
Agama
Somatik/hipokondria
Kebesaran
Kejar / curiga
Nihilistik
Dosa
Sisippiker
Siar piker
Kontrolpiker
c. Bentukpikir:
Realistik
Non Realistik
Dereistik
Autistik
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan:
Gangguan proses pikir :
Lain-lain
8. Kesadaran
Menurun:
Compos mentis
Sopor
Apatis/sedasi
Subkoma
Somnolensia
Koma
Meninggi
Hipnosa
Disosiasi
Gangguanperhatian
Berubah
9. Orientasi
Waktu
Tempat
Orang
Jelaskan:
Masalah / DiagnosaKeperawatan:
Risiko tinggi cidera Lain-lain
Gangguan proses pikir
10. Memori
Gangguan daya ingat jangka panjang ( > 1 bulan)
Gangguan daya ingat jangka pendek ( 1 hari – 1 bulan)
Gangguan daya ingat saat ini ( < 24 jam)
Amnesia
Paramnesia:
Konfabulasi
Dejavu
Jamaisvu
Fause reconnaissance
hiperamnesia
Jelaskan:
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
Gangguan proses pikir :
Lain-lain
2. BAB/BAK
Bantuan minimal
Bantuan total
Jelaskan:
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat
melakukan BAB/BAK secara mandiri
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dengan BAB/BAK dan pasien dapat
melakukan BAB/BAK secara mandiri
Masalah / Diagnosa Keperawatan :
Perubahan eliminasi fases
Perubahan eliminasi urin
Defisit perawatan (makan, mandi, berhias, toiletting, instrumentasi)
Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola eliminasi
3. Mandi
Bantuan minimal
Bantuan total
Jelaskan
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi.
Pasien bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan
orang lain
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam melakukan kegiatan mandi.
Pasien bisa melakukannya dengan sendiri tanpa membutuhkan bantuan
orang lain
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Defisit perawatan diri
Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak memiliki gangguan pada pola kebersihan diri
4. Berpakaian/berhias
Bantuan Minimal
Bantuan total
Jelaskan :
Sebelum : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien
dapat melakukan secara mandiri
Sesudah : Pasien tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias, pasien
dapat melakukan secara mandiri
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Defisit perawatan diri
Lain-lain
Jelaskan
Tn. W tidak mempunyai masalah dalam berpakaian dan berhias,
Masalah / DiagnosaKeperawatan :
Gangguan pola tidur
Lain-lain
Jelaskan
Tn. W sering terbangun dari tidurnya
6. Penggunaan obat
Bantuan Minimal
Bantuan total
Jelaskan :
Sebelum : Pasien sudah tidak minum obat selama perawatan di rumah
Sesudah : Pasien harus diingatkan dan dilatih untuk minum obat secara
teratur
7. Pemeliharaan kesehatan
Perawatan lanjutan
Sistem pendukung
Keluarga
Terapis
Teman sejawat
Kelompok sosial
Jelaskan :
Sebelum : Pasien mendapat perawatan lanjutan di rumah dan dibantu oleh keluarga,
klien tampak kooperatif
Sesudah : Pasien tetap harus menjalankan perawatan lanjutan, selama di rumah
sakit keluarga selalu membantu pasien
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Perilaku mencari bantuan kesehatan
Lain-lain
Jelaskan :
Sebelum : Pasien dalam melakukan aktivitas didalam dan diluar rumah mampu
mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga
Sesudah : Pasien sudah tidak dapat melakukan aktivitas di dalam dan di luar rumah
dan mengerjakan segala pekerjaan rumah tangga dibantu dengan
keluarganya
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Perubahan pemeliharaan kesehatan
Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
Lain-lain
VIII. MEKANISME KOPING
Adaptif Maladaptif
Bicaradengan orang lain Minumalkhohol
Mampumenyelesaikanmasalah Reaksilambat/berlebihan
Teknikrelaksasi Bekerjaberlebihan
Aktifitaskonstruktif Menghindar
Olah raga Mencideraidiri
Lain-lain Lain-lain\
Jelaskan :
Sebelum : Pasien tampak biasa saja baik kepada semua orang disekitarnya, tidak mudah
marah.
Sesudah : Pasien marah-marah saat dinasehati, bicara kasar dan tidak sesuai, menyerang
orang lain, merusak alat-alat rumah tangga dan sulit tidur
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Kegiatan penyesuaian
Koping individu tidak efektif
Koping individu tidak efektif (koping defensif)
Koping individu tidak efektif (menyangkal)
Lain-lain
Masalah/ DiagnosaKeperawatan :
Perubahan pemeliharan kesehatan Enuresis maturasi
Perubahan pada eliminasi urine Ketidakberdayaan
Gangguan konsep diri (Gangguan citra tubuh) Keputusasaan
Gangguan konsep diri (Gangguan identitas pribadi) Perubahan kinerja
Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri) peran
Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah kronis) Sindrom stres relokasi
Gangguan konsep diri (Gangguan harga diri rendah Lain-lain
situasional
Perilaku mencari bantuan kesehatan
XII.ANALISA DATA
N MASALAH / DIAGNOSA
DATA
O KEPERAWATAN
1. DS: klien mengatakan pernah melakukan Resiko bunuh Diri
percobaan bunuh diri sebanyak dua kali
dengan menggunakan tali
Resiko bunuh
diri
Faktor Pencetus
Penjelasan :
Faktor pencetus merupakan penentu dari munculnya suatu permasalahan, pada kasus
Resiko bunuh diri akan diawali dengan mekanisme koping maladaptif, dimana mekanisme
koping maladaptif merupakan mekanisme yang mengarah ke perilaku negatif seperti perilaku
yang cenderung merusak, melakukan aktifitas yang kurang sehat sepeertimengosumsi obat-
obatan dan alkohol, selain itu perilaku individu akan tampak cenderung menghindar dan
menarik diri. Hal tersebut tentu akan membuat individu mengalami gangguan konsep diri
seperti harga diri rendah. Individu yang memiliki konsep harga diri rendah akan cenderung
menarik diri dari kelompok sosialnya. Perilaku tersebut tentu akan berpengaruh terhadap
kesehatan mental individu dimana dampak dari hal tersebut akan memunculkan perilaku
kekerasa seperti mencederai diri sendiri yang akan mengarah ke resiko bunuh diri.
Malang, ……………………….
Perawat / Mahasiswayang mengkaji
____________________________
NIM/NIRM: …………………….
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
25/09/2020 Resiko bunuh diri Melaksanakan SP 4 yaitu Setelah diberikan tindakan 1. BHSP
(10.00) melatih resiko pencegahan keperawatan kesehatan 2. Evaluasi dan validasi
bunuh diri dan jiwa SP 4 selama 1-3 kali pertemuak ke 3
mengidentifikasi aspek tatap muka diharapkan 3. Latih resiko pencegahan bunuh
positif yang dapat dilakukan pasien mampu melatih diri
klien resiko pencegahan bunuh 4. Identifikasi aspek positif yang
diri dan mengidentifikasi dapat dilakukan klien
aspek positif yang dapat 5. Buat dan masukkan pada
dilakukan klien jadwal harian pasien
6. Kontrak untuk pertemuan
berikutnya
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN DAN CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/tgl/ DX. Jam Implementasi paraf Jam Evaluasi (SOAP) paraf
shift Keperawatan
Senin, Resiko Bunuh 10.00 1. BHSP 11.00 S:
23 Diri R/ klien koperatif, namun bicara Klien mengatakan akan mencoba
Januari lambat menghindari perilaku bunuh diri
2020/ 2. Identifikasi tanda dan gejala,
pagi perubahan mood O:
R/ klien terkadang merasa Perubahan mood
hidupnya tidak berguna ketika dan percobaan bunuh diri sedikit
sendirian dapat dikendalikan melalui
3. Identifikasi keselamatan diri dan mekanisme koping yang telah
orang lain dipilih
R/ klien mencoba menahan diri Klien tampak
untuk tidak melakukan tindakan kooperatif
buruk kepada diri sendiri dan
orang lain A : Masalah teratasi sebagian
4. Monitor fungsi kognitif P : Lanjutkan intervensi SP 2
(konsentrasi, memori, membuat
keputusan)
R/ klien mengatakan lebih
senang ketika mendiskusikan
masalah dengan ibunya
5. Buat dan Masukkan pada jadwal
harian pasien.
R/ klien kooperatif dan
mengikuti arahan perawat
6. Kontrak untuk pertemuan
berikutnya
R/ klien setuju dan
mengunggukkan kepala
A. Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien:
DS:
Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan
menggunakan tali
DO :
klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaan 1 :
- BHSP
- Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood
- Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
- Monitor fungsi kognitif.
- Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
- Kontra untuk pertemuan berikutnya
4. Tindakan Keperawatan
- BHSP
- Identifikasi tanda dan gejala perubahan mood
- Identifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
- Monitor fungsi kognitif.
- Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
- Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuanberikutnya
B. Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1. Salam Terapeutik
“Selamat pagi pak, kenalkan saya perawat Ria” “Saya mahasiswa profesi ners
dari Stikes Banyuwangi yang akan praktek selama 2 minggu kedepan di ruangan
ini, pada hari ini saya dinas pagi di ruangan ini mulai pukul 07.00-14.00. Selama
di rumah sakit ini saya yang akan merawat bapak” R/: iya mbak
”Namanya bapak siapa, senang dipanggil siapa? ” R/: Saya suka dipanggil pak
W
2. Evaluasi
“bagaimana perasaan bapak hari ini? R/:saya merasa bosan
Validasi
“Bagaimana kabar Bapak hari ini? Bagaimana tidur Bapak semalam? R/: saya tidak
bisa tidur nyenyak
3. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang
supaya bapak lebih tenang.” R/: iya
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan mengidentifikasi tanda dan gejala
perubahan mood, mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain,
memonitor fungsi kognitif., membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien”.R/:
iya mbak
Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 15 menit?”R/: iya mbak
Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman
pak? ”R/: Iya mbak
b. Fase Kerja
1. Mengidentifi tanda dan gejala perubahan mood
“bapak saya ingin tahu, bagaimana perasaan suasana hati bapak sekarang? Apa
yang bapak rasakan?” R/: saya merasa tidak berguna, merasa hidup tidak bahagia
dan merasa gagal dalam hidup
2. Mengidentifikasi resiko keselamatan diri atau orang lain
“apakah bapak pernah mencoba melakukan bunuh diri? Atau
mencelakakan orang lain?” R/: iya saya pernah mencoba bunuh diri
menggunakan tali karena saya merasa tidak berguna tetapi saya tidak
pernah mencelakai orang lain
3. Memonitor fungsi kognitif.
“baik, kalau begitu apakah bapak masih ingat apa yang terjadi pada bapak
sehingga bapak merasa gagal dalam hidup? R/: iya mbak, istri saya minta cerai
jadi saya merasa gagal dalam hidup karena saya merasa tidak bisa
membahagiakan istri sayadan saya merasa tidak berguna hal itu yang
mendorong saya untuk melakukan bunuh diri
4. Membuat dan masukkan pada jadwal harian pasien
“bapak bagaimana jika kita membuat jadwal harian untuk bapak agar bapak tidak
merasa bosan?” R/: baiklah
“bapak bisa menyapu?”R/: Iya saya bisa
“kalau begitu coba bapak mulai besok menyapu taman ya pak”R/: iya
“ini saya kasih buku harian pak dan centang disini ketika bapak selesai menyapu”
R/: Iya
c. FaseTerminasi
1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya
merasa tenang dan tahu apa yang harus saya lakukan ketika bosan
Evaluasi Obyektif (Perawat)
a) Klien tampak bersemangat
b) Klien mampu berkonsentrasi
Validasi :
“kalau begitu bapak sudah mengetahui apa yang dilakukan agar bapak tidak bosan,
coba bapak contohkan bagaimana cara menyapu” R/: seperti ini
“Iya begitu pak, bagus”
2. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan melakukan apa yang saya ajarkan ketika bapak
merasa bosan” R/: iya mbak
3. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan
kali ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya bu”. R/: Iya
Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan 1, menjelaskan tentang gangguan mood dan penangannya, menganjurkan
berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi, mwngajarkan mengenali pemicu
gangguan mood”
Waktu :“ Besok pukul 08.00 ya pak” R/: Iya
Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak
“kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 2)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
DS:
Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan
diri
DO :
Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaa 2 :
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuan 1
- Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya
- Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi
- Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
4. Tindakan Keperawatan
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuan 1
- Jelaskan tentang gangguan mood dan penangannya
- Anjurkan berperan aktif dalam pengobatan rehabilitasi
- Ajarkan mengenali pemicu gangguan mood
2. Rencana TindakLanjut
“Baik pak, untuk ke depannya interaksi dengan lingkungan diperbaiki lagi,
sehingga perasaan untuk bunuh diri yang sebelumnya bisa hilang dan bapak jadi
lebih bersemangat untuk mejalani hidup” R/: iya mbak
3. Kontrak yang akandatang
Topik: “Baik pak, untuk kedepannya kalau ada senggang waktu, kita bertemu
dan berbincang kembali mungkin masalah lain yang mungkin ibu alami”
Terimakasih banyak untuk waktu 2 hari ini sudah member saya waktu untuk
berbincang dengan bapak, apabila ada salah kata saya mohon maaf sebesar-
besarnya, semoga kita selalu diberi kesehatan oleh Allah SWT. Saya pamit ya
bu. Terimakasih, Assalamu’alaikum”. R/: amin… wassalamualaikum
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 3)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A.Proses Keperawatan
1. Kodisi Klien:
DS:
Klien mengatakan pernah melakukan percobaan bunuh diri sebanyak dua kali dengan
menggunakan tali
DO :
klien tampak berbicara lambat, kontak mata kurang karena klien cenderung memandang
satu titik, dan tidak memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
3. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaan 3 :
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuan 2
- Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan
- Monitor adanya perubahan pola perilaku
- Diskusikan perasaan terhadap orang lain
- Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
- Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya
4. Tindakan Keperawatan
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuan 2
- Identifikasi pola koping yang dapat diterapkan
- Monitor adanya perubahan pola perilaku
- Diskusikan perasaan terhadap orang lain
- Buat dan masukkan pada jadwal harian pasien
- Evaluasi dan Kontrak untuk pertemuan berikutnya
B.Strategi Komunikasi Dalam Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
a. Fase Orientasi
1.Salam Terapeutik
“Assalamu’alaikum, selamat pagi pak, kita bertemu lagi hari ini ya pak” R/:
Walaikum salam
“Masih ingat dengan saya ya pak” R/ :iya mbak
“Pagi ini bapak terlihat lebih cerah”
2. Evaluasi
“bagaimana perasaan bapak hari ini? R/: saya merasa lebih baik dari kemarin
3. Validasi
“Bagaimana kabar Bapak hari ini? R/: saya mulai bisa tidur nyenyak
“Coba bapak sebutkan apa saja yang kemarin kita perbincangkan”.R/: kemarin
kita berbicara gangguan mood dan pemicu gangguan mood”
“ Iya betul sekali pak,, wah bapak mengingat dengan baik ya.
4. Kontrak : “Kalau begitu bagaimana kalau hari ini kita berbincang-bincang
supaya bapak lebih tenang.” R/: baik mbak
Topik :“Baiklah pak, saya akan menjelaskan tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan 2, mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan, memonitor
adanya perubahan pola perilaku, mendiskusikan perasaan terhadap orang lain”.R/:
iya mbak
Waktu: “Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau 20 menit?”R/: iya mbak
Tempat: “bapak mau kita berbincang-bincang di mana? Bagaimana kalau di taman
pak? ”R/: Iya mbak
b.Fase Kerja
1. Mengidentifikasi pola koping yang dapat diterapkan
“bapak bagaimana kegiatan yang sudah bapak terapkan? Apa berjalan dengan
lancar?” R/: ya saya sudah melakukan kegiatan sesuai dengan jadwal yang dicatat
2. Memonitor adanya perubahan pola perilaku
“apakah bapak merasa ada perubahan setelah melakukan kegiatan tersebut?” R/: iya
mbak saya merasa mulai bisa berintraksi dengan lingkungan
3. Mendiskusikan perasaan terhadap orang lain
“baik bapak saya ingin tahu pendapat bapak ketika melihat orang lain
menderita?” R/: ya saya merasa kasihan mbak i
c.FaseTerminasi
1. Evaluasi respon klien dan validasi terhadap tindakan keperawatan yang sudah
diberikan
Evaluasi Subyektif (Klien)
“Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang-bincang? R/: saya
merasa lebih bersemangat untuk menjalani hari-hari saya
Evaluasi Obyektif (Perawat)
c) Klien tampak bersemangat
d) Klien mampu berkonsentrasi
Validasi :
“kalau begitu bapak harus berusaha berinteraksi dengan orang lain agar bapak
lebih semangat menjalani hidup” R/: iya mbak
4. Rencana Tindak Lanjut
“Bapak, kita tadi sudah bercakap-cakap dan besok kita boleh bertemu kembali?” R/: iya mbak
5. Kontrak yang akan datang : “karena waktu kita sudah habis untuk pertemuan kali
ini, bagaimana kalau kita lanjutkan besok pagi ya pak”. R/: Iya
Topik: “Baiklah besok kita akan membahas tentang mengevaluasi dan validasi
pertemuan ke 3, Latih resiko pencegahan bunuh diri, Identifikasi aspek positif yang
dapat dilakukan klien”
Waktu :“ Besok pukul 09.00 ya pak” R/: Iya
Tempat: “Mau dimana kita berdiskusi? Disini saja ya pak”. R/:iya mbak
“kalau begitu saya pamit dulu ya pak terimakasih” R/: iya mbak
STRATEGI PELAKSANAAN (SP 4)
TINDAKAN KEPERAWATAN JIWA
DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
A.Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien:
DS:
Klien mengatakan sudah tidak melakukan percobaan bunuh diri dan bisa mengendalikan
diri
DO :
Klien tampak bersemangat, mampu bicara dengan memandang lawan bicaranya.
2. Diagnosa Keperawatan.
Resiko bunuh diri
a. Tujuan Keperawatan
Tercapainya Setrategi pelaksanaa 4 :
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3
- Latih resiko pencegahan bunuh diri
- Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
b. Tindakan Keperawatan
- BHSP
- Evaluasi dan validasi pertemuak ke 3
- Latih resiko pencegahan bunuh diri
- Identifikasi aspek positif yang dapat dilakukan klien
DAFTAR PUSTAKA