Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN

OLEH :

FERNANDA WIKE WIDYASWARA

2030034

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES HANG TUAH SURABAYA
TAHUN AJARAN 2020

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA PASIEN DENGAN PERILAKU KEKERASAN
BAB I
Konsep Dasar Diagnosa Resiko
1.1 Definisi
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk dan gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Sedangkan menurut Khamida, (2013) faktor psikologis yang dapat mempengaruhi
terjadinya perilaku kekerasan adalah kehilangan, kegagalan yang berakibat frustasi,
penguatan dan dukungan terhadap perilaku kekerasan dan riwayat perilau kekerasan.
Tanda dan gejala dari perilaku kekerasan adalah mata melotot atau pandangan tajam,
tangan mengepal, rahang mengatup, mengumpat dengan kata-kata kotor, mengamuk, dan
merasa diri benar (Direja, 2011). Dampak dari perilaku kekerasan yang muncul pada
skizofrenia dapat mencederai atau bahkan menimbulkan kematian, pada akhirnya dapat
mempengaruhi stigma pada pasien skizofrenia (Volavka dalam Jurnal Keliat dkk 2015).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya sendiri maupun orang lain, disertai
dengan amuk gaduh gelisah yang tidak terkontrol (Kusumawati dan Hartono, 2010).
Sedangkan menurut Prabowo (2014) perilaku kekerasan merupakan suatu bentuk ekspresi
kemarahan yang tidak sesuai dimana seseorang melakukan tindakan-tindakan yang dapat
membahayakan atau mencederai diri sendiri, orang lain bahkan merusak lingkungan.
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai seseorang
secara fisik maupun psikologis. Berdasarkan definisi ini maka perilaku kekerasan dapat
dilakukan secara verbal, diarahkan pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Perilaku
kekerasan dapat terjadi dalam dua bentuk yaitu saat sedang berlangsung perilaku kekerasan
atau riwayat perilaku kekerasan (Damaiyanti, 2014).suatu suatu perilaku maladaptive dalam
memanifestasikanperasaan marah yang dialami oleh sesorang. Perilaku tersebut dapat berupa
menciderai diri sendiri, melalukan penganiayaan terhadap orang lain dan merusak
lingkungan. Marah sendiri merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap
kecemasan atau kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai suatu ancaman
( stuart dan Sundeen,1995). Perasaan marah sendiri merupakan suatu hal yang wajar
sepanjang perilaku yang dimanifestasikan berada pada rentang adaptif.

Stuart and sundeen (1991) mengatakan kemarahan (perilaku kekerasan) adalah perasaan
jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi
yang dirasakan sebagai ancaman pengungkapan kemarahan dengan langsung dan konduktif
pada waktu terjadi akan melegakan individu dan membantu orang lain untuk mengerti
perasaan yang sebenarnya. Perasaan marah seperti berfluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif, (Kelliat, 1992).

Kemarahan merupakan reaksi sehat dan normal yang dapat terjadi dalam merespon
situasi atau keadaan yang tidak adil, ketika hak seseorang tidak dihormati atau ketika harapan
individu tidak terpenuhi. Apabila individu dapat mengungkapkan kemarahannya dengan
asertif penyelesaian atau resolusi konflik dapat terjadi. Kemarahan menjadi konsep negatif
ketika individu menyangkal atau menekan perasaan marah atau ketika dia
mengungkapkannya secara tidak tepat, (Videbeck, 2008).

1.2 Penyebab

1. Faktor Predisposisi menurut stuart and sundeen (1991)

a. Faktor biologis
Respon fisiologis karena kegiatan sistem saraf otonom bereaksi terhadap
sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, takikardia, wajah merah,
pupil membesar dan frekuensi pengeluaran urin meningkat. Kewaspadaan,
ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan reflek
cepat. Hal ini disebabkan karena energi yang dikeluarkan saat marah. Disamping
itu ada individu yang tidak menyukai atau marah terhadap bagian tertentu dari
tubuhnya seperti perut buncit, betis terlalu besar, tubuh pendek, sehingga dapat
memotivasi individu untuk mengubah sikap terhadap aspek dirinya.
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Perilaku agresif disebabkan oleh dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
Contoh: marah, karena tidak dipenuhi kebutuhan seks.
2) Teori psikosomatik (Psychosomatis theory)
Pengalaman rasa marah adalah sebagai akibat dari respon psikologi terhadap
stimulus eksternal, internal dan lingkungan. Contoh stress pada masa lampau, cemas dan
kecewa.

b. Faktor psikologis
1) Teori agresi dan frustasi (Frustaction agression theory)
Frustasi terjadi bila keinginan individu untuk mencapai sesuatu gagal sehingga
akan menyebabkan suatu keadaan yang akan mendorong individu untuk berlaku
agresif. Contoh kehilangan pekerjaan.
2) Teori perilaku (Behavioral theory)
Kemarahan adalah respon belajar dan hal tesebut dapat dicapai bila ada
fasilitas/situasi yang mendukung. Contoh perasaan jengkel, perasaan tidak senang.

3) Teori eksistensi (Existential theory)


Berperilaku adalah kebutuhan manusia. Bila kebutuhan tersebut tidak
dipenuhi lewat hal yang positif, maka individu akan melakukan hal negatif. Contoh
: bertindak mengamuk, kekerasan.
c. Faktor sosial kultural
1) Teori lingkungan sosial (Social environment theory)
Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam
mengekspresikan marah. Norma kebudayaan dapat mendukung individu untuk
berespon asertif/kasar (agresif). Contoh menarik diri.
2) Teori belajar sosial (Sosial learning theory)
Perilaku agresif dapat dipelajari secara langsung maupun imitasi dari proses
sosialisasi. Contoh: bertindak kekerasan, mengejek, berdebat.

2. Faktor Presipitasi menurut Stuart, (2002)


a. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan, termasuk
kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri.
b. Peristiwa besar dalam kehidupan.
c. Peran dan ketegangan peran.
d. Perubahan fisiologik diakibatkan oleh obat – obatan atau berbagai penyakit
fisik.
e. Sumber – sumber koping meliputi status sosial ekonomi, keluarga, jaringan
interpersonal dan organisasi yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih
luas.
1.3 Proses Terjadinya Masalah

a. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Penyebab

1) Mekanisme Koping

Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada pasien marah untuk melindungi diri

menurut Prabowo, 2014 anatra lain :

a) Sublimasi : menerima suatu sasaran pengganti yang mulia.

Artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan

penyaluranya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah

malampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas remas adona kue,

meninju tembok dan sebagai ya, tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan

akibat rasa marah.

b) Proyeksi : menyalahkan orang lain kesukaranya atau keinginanya yang tidak baik,

misalnya seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan

seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut

mencoba merayu, mencumbunya.

c) Represi : mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk

kedalam sadar. Misalnya seorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang

tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang


diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua

merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan.

Sehingga perasaan benci itu ditekannya dan akhirnya ia

dapat melupakanya.

d) Reaksi formasi : mencegah keinginan yang berbahaya bila

di ekspresikan. Dengan melebihi lebihkan sikap dan

perilaku yang berlawanan dan menggunakanya sebagai

rintangan. Misalnya seseorang yang tertarik pada teman

suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan

kuat.

e) Deplacement : melepaskan perasaan yang tertekan biasanya

bermusuhan. Pada obyek yang tidak begitu berbahaya

seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi.

Misalnya timmy usia 4 tahun marah karena ia baru saja

mendapatkan hukuman dari ibunya karena menggambar

didinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan

dengan temannya.

b. Proses Terjadinya Masalah ditinjau dari Akibat

Akibatnya pasien dengan perilaku kekerasan dapat

menyebabkan resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan

lingkungan. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan yang

kemungkinan dapat melukai atau membahayakan diri, orang lain

dan lingkungan (Prabowo, 2014).


Tanda dan gejala

1) Suka marah

2) Pandangan mata tajam

3) Otot tegang

4) Nada suara tinggi

5) Berdebat

6) Sering pula memaksakan kehendak

7) Merampas makanan

8) Memukul bila tidak sengaja

1.4 Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala menurut Stuart & Sundeen (1998).

a. Tanda yang menyertai marah adalah muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat, kadang memaksakan kehendak, penuh
dengan kecurigaan.
b. Gejala yang muncul : stress, mengungkapkan secara verbal, menentang,
menuntut.
Perbandingan perilaku marah asertif, pasif, agresif menurut Stuart and
Sundeen 1991 adalah sebagai berikut:
1. Dilihat dari pembicaraan
Asertif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu positif, menawarkan
diri. Contohnya “Saya dapat….”, “Saya akan….”
Pasif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu negative,Merendah-
kan diri. Contohnya “Dapatkah saya….”
Agresif : perilaku yang ditunjukkan yaitu sombongkan diri, merendahkan
orang lain. Contohnya “kamu selalu….”, “Kamu tak pernah….”
2. Dilihat dari suara
Asertif : perilaku yang ditunjukkan adalah sedang
Pasif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu lambat, rendah,
mengeluh.
Agresif : perilaku yang ditunjukkan yaitu keras, ngotot.

3. Dilihat dari posisi badan


Asertif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu tegap, santai.
Pasif : perilaku yang ditunjukkan yaitu menundukkan kepala.
Agresif : perilaku yang ditunjukkan yaitu kaku, condong ke depan.

4. Dilihat dari jarak


Asertif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu mempertahankan
jarak yang nyaman.
Pasif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu menjaga
jarak/sikap yang tak acuh.
Agresif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu siap dengan jarak
menyerang orang lain.
5. Dilihat dari penampilan
Asertif : perilaku yang ditunjukkan yaitu siap melaksanakan.
Pasif : perilaku yang ditunjukkan yaitu loyo, tidak dapat tenang.
Agresif : perilaku yang ditunjukkan yaitu mengancam, tidak dapat tenang.
6. Dilihat dari kontak mata
Asertif : perilaku yang ditunjukkan yaitu mempertahankan kontak mata
sesuai
kebutuhan yang berlangsung.
Pasif : perilaku yang ditunjukkan diantaranya yaitu sedikit/sama sekali
tidak.
Agresif : perilaku yang ditunjukkan yaitu mata melotot dan dipertahankan.
Menurut yosep (2010) perawat dapat mengidentifikasi dan mengobservasi tanda
dan gejala perilaku kekerasan:

1) Muka merah dan tegang


2) Mata melotot atau pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Wajah memerah dan tegang
6) Postur tubuh kaku
7) Pandangan tajam
8) Mengatupkan rahang dengan kuat
9) Mengepalkan tangan
10) Jalan mondar-mandir.
1.5 Mekanisme Koping

Menurut stuart dan laraia (2001), mekanisme koping yang dipakai pada klien marah
untuk melindungi diri antara lain:

a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya


dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan
penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang sedang marah
melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti meremas adonan kue,
meninju tembok, dan sebagainya, tujuannya adalah untuk mengurangi
ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda yang
menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap rekan kerjanya,
berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba merayu,
mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan
masuk kealam sadar. Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada
orangtuanya yang tidak disukainya. Akan tetapi menurut ajaran atau didikan
yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci orang tua merupakan hal
yang tidak baik dan dikutuk oleh tuhan, sehingga perasaan benci itu
ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan
dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya seorang yang tertarik
pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada
mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak berusia 4 tahun
marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari ibunya karena
menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang perangan
dengan temennya.

1.6 Penatalaksanaan
a. Farmakologi:
1. Obat anti psikosis:Penotizin
2. Obat anti depresi:Amitripilin
3. Obat anti ansietas:Diasepam,Bromozepam,Clobozam
4. Obat anti insomnia:Phneobarbital
b. Non-Farmakologi:
1. Terapi Keluarga:Berfokus pada keluarga dimana keluarga membantu mengatasi
masalah klien dengan memberikan perhatian
2. Terapi Kelompok:Berfokus pada dukungan dan perkembangan, keterampilan sosial,
atau aktivitas lain dengan berdiskusi dan bermain untuk mengembalikan keadaan klien
karena masalah sebagian orang merupakan perasaan dan tingkah laku pada orang lain.
3. Terapi Musik:Dengan music klien terhibur,rileks dan bermain untuk mengembalikan
kesadaran diri.

1.7 Rentang Respon


Gambar 2.1 Rentang respon kemarahan
Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif dan maladaptif (Stuart
and Sundeen, 1987)

Respon adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

Dari rentang marah dapat berbentuk adaptif dan maladaptif yang meliputi:
1. Asertif
Kemarahan yang diungkapkan pada orang lain dengan kata-kata yang tidak
menyinggung sehingga memberikan kelegaan dan tidak menimbulkan masalah
baru.
2. Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan karena tujuan yang
tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.
3. Pasif
Merupakan perilaku dimana seseorang merasa tidak mampu untuk mengungkap
perasaannya sebagai usaha untuk mempertahankan hak - haknya.
4. Agresif
Perilaku yang menyertai rasa marah dan merupakan dorongan mental untuk
bertindak (dapat konstruktif dan destruktif) dan masih terkontrol. Perilaku
yang tampak dapat berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar
disertai kekerasan.
5. Amuk
Merupakan respon terhadap kemarahan yang maladaptif ditandai dengan
perasaan marah yang meluap-luap dan hostilitas yang kuat disertai dengan hilangnya
kontrol diri yang dapat merusak diri, orang lain dan lingkungan.Stress, emosi, marah
merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh setiap individu.
Stress dapat mengakibatkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan tersebut bisa menimbulkan kemarahan,
(Keliat, 1992).
PASIF ASERTIF AGRESIF
ISI Negatif Positif Menyombongk
PEMBICARAA an diri,
N dan dan merendahkan
merendahkan menawarkan orang
diri, contohnya diri,
perkataan: contohnya lain, contohnya
“Dapatkah perkataan: perkataan:
kamu?” “Saya “Kamu
dapat..” selalu..”
“Saya akan..” “Kamu

tidak pernah...”
TEKANAN Cepat Sedang Keras dan
SUARA ngotot
lambat,
mengeluh
POSISI Menundukkan Tegap Kaku, condong
BADAN kepala ke depan
dan santai
JARAK Menjagajarak Mempertahan Sikap dengan
dengan k an jarak jarak
yang nyaman
sikap akan
acuh/mengabaik menyerang
an orang lain
PENAMPILAN Loyo, tidak Sikap tenang Mengancam,
dapat teanang posisi
menyerang
KONTAK Sedikit/sama Mempertaha Mata metotot
MATA sekali tidak nk an kontak dan
mata sesuai dipertahankan

dengan
hubungan

Tabel 2.1 Tabel perbandingan antar perilaku asertif, pasif dan


agresif/kekerasan Keliat (1999) dalam Fitria 2009

1.8 Manifestasi klinik


menurut Stuart & Sundeen (1995) :
a. Emosi meliputi jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut, tidak
aman, cemas.
b. Fisik meliputi muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit
fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.
c. Intelektual meliputi mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.
d. Spiritual meliputi keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak
bermoral,kreativitas terhambat.
e. Sosial meliputi menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,
humor.

1.9 Mekanisme koping

Individu menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasi


perilaku kekerasan. Ketidakmampuan klien dalam mengunakan mekanisme koping
dapat berakibat pada risiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Stuart
& Sundeen, 1998).
1.10 Pohon Masalah

Resiko Tinggi Menciderai orang lain

Perilaku kekerasan

Gg Konsep Diri : Harga Diri Rendah

Koping Individu Inefektif

Penolakan/duka disfungsional /kehilangan


BAB 2
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Asuhan Keperawatan

2.1.1 Pendekatan SPTK (SP)


A. Masalah Keperawatan
1. Perilaku kekerasan
2. Koping Individu Inefektif
3. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
4. Resiko Mencederai Orang lain
5. Penolakan/ duka fungsional/kehilangan

B. Diagnosa Keperawatan
Masalah Keperawatan Data Yang Perlu Dikaji
Perilaku Kekerasan a. Data Subjektif
· Klien mengatakan pernah
melakukan tindak kekerasan
· Klien mengatakan sering
merasa marah tanpa sebab
b. Data Objektif
· Klien tampak tegang saat
bercerita
· Pembicaraan klien kasar jika
dia menceritakan marahnya
· Mata melotot, pandangan
tajam
· Nada suara tinggi
· Tangan mengepal

Berteriak

C Rencana Asuhan Keperawatan


Rencana Keperawatan Perilaku Kekerasan (Damaiyanti & Iskandar, 2012)
KLIEN KELUARGA
SP1P SP2K
1. Mengidentifikasi penyebab PK 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi tand gejala PK dirasaka keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi PK yang dilkukan klien
4. Menidentifikasi akibat PK 2. Menjelaskan pengertian PK, tanda
5. Menyebutkan cara mengontrol PK gejala serta proses tejadinya PK
6. Membantu klien mempraktikkan latihan 3. Menjelaskan cara merawat klien
cara mengontrol PK dengan PK
7. Mengnjurkan klien memasukkan dalam
kegiatan harian
SP2P SP2K
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan
klien cara merawat klien dengan PK
2. Melatih klien mengontrol PK dengan 2. Melatih keluarga melakukan cara
cara fisik II merawat langsung kepada klien PK
3. Menganjurkan klien memasukkan
dalam kegiatan harian
SP3P SP3K
1. Menevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
klien jadwal aktivitas di rumah termasuk
2. Melatih klien mengontrol PK dengan minum obat
cara verbal 2. Menjelaskan follow up klien setelah
3. Menganjurkan klien memasukkan pulang
dalam jadwal kegiatan harian
SP4P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2. Melatih klien mengontrol PK dengan
cara spiritual
3. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP5P
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
klien
2. Menjelaskan cara mengontrol PK
dengan minum obat
3. Menganjurkan klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian

D Tindakan Keperawatan

a. Tujuan Umum
Klien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara fisik
b. Tujuan Khusus
· Klien dapat membina hubungan saling percaya
· Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi tanda gejala perilaku kekerasan
· Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang dilakukan
· Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan
· Klien dapat menyebutkan cara mengontrol perilaku kekerasan
· Klien dapat mempraktekkan cara mengontrol perilaku kekerasan fisik 1:
teknik nafas dalam
· Klien dapat memasukkan latihan ke dalam jadwal kegiatan harian.
1.2.2 Pendekatan 3S (SDKI, SIKI, SLKI)
1. Diagnosa Keperawatan SDKI (PPNI, 2016b)
Sub Kategori Beresiko membahayakan secara fisik,
emosi dan atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain.
No. Diagnosa D.0146
Definisi Beresiko membahayakan secara fisik,
emosi dan atau seksual pada diri sendiri
atau orang lain.
Faktor Resiko - Pemikiran waham
- Curiga pada orang lain
- Halusinasi
- Berencana bunuh diri
- Disfungsi sistem keluarga
- Kerusakan kognitif
- Disorientasi
- Persepsi pada lingkungan
tidak akurat
- Alam perasaan depresi
- Riwayat kekerasan pada
hewan
- Kelainan neurologis
- Lingkungan tidak teratur
- Penganiayaan
- Riwayat atau ancaman

Kondisi Klinis Terkait 1. Penganiayaan fisik, psikologis


atau seksual
2. Sindrom otak organik (mis.
Penyakit Alzheimer)
3. Gangguan perilaku
4. Oppositional defiant disorder
5. Depresi
6. Serangan panik
7. Gangguan tourette
8. Delirium
9. Demensi
10. Gangguan amnestik
11. Halusinasi
12. Upaya bunuh diri

2. Standar Luaran Keperawatan Indonesia ( Ansietas halaman 154) (PPNI, 2016b)

Luaran Utama Kontrol Diskusi


Luaran Tambahan 1. Harapan
2. Harga diri
3. Identitas diri
4. Kontrol resiko
5. Status kognitif
6. Status neurologis
7. Tingkat agitasi
8. Tingkat delirium

Tujuan & Kriteria Hasil


Kontrol Diri L.090076
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam diharapkan kontrol diri meningkat
Kriteria Hasil:
Menurun Cukup Menurun Sedang Cukup Meningkat Meningkat
1 Bicara keras
  1 2 3 4 5
2 Bicara ketus
  1 2 3 4 5

3 Alam perasaan bunuh diri


  1 2 3 4 5
4 Verbalisasi umpatan
  1 2 3 4 5
5 Verbalisasi menyerang
1 2 3 4 5
6 Perilaku merencakan bunuh diri
1 2 3 4 5

J Khsiat Terapi Musik dalam Pengobatan Perilaku dan Gejala psikiatri demensia
u
d
u
l
Penulis Alfredo raglio, Giuseppe Bellelli, Daniela Trafcante, Marta G.
Jurnal
Sampel 59 orang
Jenis Lit Quasi ekperimental desain
Variabel Independen : khasiat terapi musik
Dependen : pengobatan perilaku dan gejala psikiatri demensia
Dosis Intervensi 16 minggu pengobatan
Hasil Lit Pendekatan MT efektif untuk menurunkan
Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999
Stuart GW, Sundeen. 1998.Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.).
St.Louis Mosby Year Book
Damaiyanti, M. & Iskandar. 2012. Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Fitria, Nita. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan. Jakarta : Salemba Medika.

Prabowo Eko. 2014. Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Stuart, G.W. Sundeen, S.S. (2001). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai