KEJANG DEMAM
1911040032
2019
A. PENGERTIAN
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa
sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai
umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden)
yang lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam ada 2 bentuk yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang 15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat
umum artinya melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam
pertama. Kejang demam tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam.
Kejang demam kompleks adalah kejang dengan satu ciri sebagai berikut: kejang lama
> 15 menit, kejang fokal / parsial satu sisi tubuh, kejang > 1 kali dalam 24 jam (
Hartono, 2011 : 194).
B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2012. Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan
ekstrakranial.
1. Intrakranial meliputi :
Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis.
Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebi.
2. Ekstrakranial meliputi :
Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit, misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat
Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu :
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplek (Complex Febrile Seizure) Terdapat gangguan
kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat
mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir,
mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan
tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan
Linda A.Sowden, 2002), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
E. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari & Erawati,
2016) yaitu :
1. Kerusakan neurotransmitter Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.
2. Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat
menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur
4 bulan - 5 tahun.
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
5. Kemungkinan mengalami kematian
F. PENATALAKSANAAM MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Pemberian diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air bersuhu ruang
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro s piral untuk mendeteksi kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) Beri diazepam dan antipiretika pada
penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro encephalograft (EEG)
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam
yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. PATHWAYS
Bakteri masuk
Kurang dari 15
menit Lebh dari 15
menit
Tidak
menimbulkan
Gangguan sel otak
gejala
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
Aktivitas atau Istirahat
Keletihan, kelemahan umum
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan. Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak
berdaya Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
Inkontinensia epirodik
Makanan atau cairan
Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
Riwayat terjatuh
Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
Adakah dispersi bentuk kepala.
Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c. Muka/wajah
Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan.
Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
f. Hidung
Apakah ada pernapasan cuping hidung/ Polip yang menyumbat jalan
napas.
Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
Adakah tanda-tanda sardonicus.
Adakah cynosis.
Bagaimana keadaan lidah.
Adakah stomatitis.
h. Tenggorokan
Adakah tanda-tanda peradangan tonsil.
Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
Adakah pembesaran vena jugulans
j. Thorax
Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale.
Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya.
Adakah bunyi tambahan.
Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus.
Adakah tanda meteorismus.
Adakah pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
Apakah terdapat oedema, hemangioma.
Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.
3. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
c. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
d. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.
4. Intervensi keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR
ada pusing.
2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR
kriteria hasil:
a. TD sistole dan
normal 80-100/60
mmHg
b. RR normal 20-30
x/menit
x/menit
derajat celcius
e. GCS 456
menemani pasien
kebisingan
keluarga.
tindakan keperawatan
keluarga mengerti
keluarga tentang 2. Keluarga tanggap dan dapat terjadi akibat pertolongan yang
Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta
Partini, (2013). Kiat praktis dalam pediatrik klinis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia
Wulandari, Dewi & Meira Erawati.2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Edisi 1.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar