Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM

RUANG KANTHIL RSUD BANYUMAS

SEPTIYAN AJI PURWOYUNANTO,S.Kep

1911040032

PROGRAM PENDIDIKAN NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2019
A. PENGERTIAN
Kejang demam merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering
dijumpai pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa
sekitar 2,2%-5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai
umur 5 tahun. Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden)
yang lebih tinggi, mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%. (Maeda DKK, 2016)
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial
maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6
bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam ada 2 bentuk yaitu kejang demam sederhana dan kejang
demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang 15 menit dan umumnya dapat berhenti sendiri. Kejangnya bersifat
umum artinya melibatkan seluruh tubuh. Kejang tidak berulang dalam 24 jam
pertama. Kejang demam tipe ini merupakan 80% dari seluruh kasus kejang demam.
Kejang demam kompleks adalah kejang dengan satu ciri sebagai berikut: kejang lama
> 15 menit, kejang fokal / parsial satu sisi tubuh, kejang > 1 kali dalam 24 jam (
Hartono, 2011 : 194).

B. ETIOLOGI
Menurut Nurarif dan Kusuma, 2012. Kejang dibedakan menjadi intrakranial dan
ekstrakranial.
1. Intrakranial meliputi :
 Trauma (Perdarahan) : Perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler
 Infeksi : Bakteri, Virus, Parasit misalnya meningitis.
 Kongenital : Disgenesis, Kelainan serebi.
2. Ekstrakranial meliputi :
 Gangguan Metabolik : Hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit, misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
 Toksik : Intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat
 Kongenital : Gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.
Beberapa faktor resiko berulangnya kejang yaitu :

1. Riwayat kejang dalam keluarga


2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Tingginya suhu badan sebelum kejang, semakin tinggi suhu sebelum kejang
demam, kemungkinan kecil kejang demam akan berulang.
4. Lamanya demam sebelum kejang, semakin pendek jarak antara mulainya
demam dengan kejang, maka semakin besar resiko kejang demam berulang

C. MANIFESTASI KLINIS

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
a. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
b. Kejang umum tonik dan atau klonik
c. Umumnya berhenti sendiri
d. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam
2. Kejang demam komplek (Complex Febrile Seizure) Terdapat gangguan
kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks. Dapat
mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan bibir,
mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan
tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan
Linda A.Sowden, 2002), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai berikut :
a. Kejang lama > 15 menit
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

D. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di
dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran
diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan
sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan


metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi
dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke
membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang
demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme
anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.

E. KOMPLIKASI
Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho, 2013 dalam Wulandari & Erawati,
2016) yaitu :
1. Kerusakan neurotransmitter Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel ataupun membrane sel yang menyebabkan
kerusakan pada neuron.
2. Epilepsi Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat
serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari
sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat
menyebabkan kelainan di otak yang lebih banyak terjadi pada anak baru berumur
4 bulan - 5 tahun.
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam.
5. Kemungkinan mengalami kematian

F. PENATALAKSANAAM MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Pemberian diazepam yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20
menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air bersuhu ruang
c. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebro s piral untuk mendeteksi kemungkinan meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan
profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis
intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5
mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
a) Bebaskan jalan napas
b) Beri zat asam
c) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
d) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) Beri diazepam dan antipiretika pada
penyakit-penyakit yang disertai demam.
b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi
Dapat digunakan :
Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis
Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
Diazepam : (indikasi khusus)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro encephalograft (EEG)
Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan untuk pasien kejang demam
yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan
untuk mengevaluasi sumber infeksi.
2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal
Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,
terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil
seringkali gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi
pada bayi yang berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur
kurang dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200
mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi
nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,
pendarahan penyebab kejang.
5. Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
6. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih
terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
H. PATHWAYS

Bakteri masuk

Saluran pernafasan Saluran pencernaan

Bronkus Alveoli Infeksi usus


Mual

Peradangan alveloi Mal absorbsi /


Muntah
Infeksi saluran peristaltik meningkat
pernafasan dan
mukus berlebih Produksi mukus Penurunan nafsu
makan dan cairan
Diare

Alveoli banyak mukus


Hipertermi Bersihan Anoreksia Kehilangan volume
jalan nafas cairan aktif
tidak efektif Gangguan
pertukaran gas
Defisit volume cairan

kejang Tidak mengetahui Defisien


penaganan kejang pengetahuan

Kurang dari 15
menit Lebh dari 15
menit

Tidak
menimbulkan
Gangguan sel otak
gejala

Ketidak efektifan perfusi


jaringan otak
I. PENATALAKSANAAN KEJANG DEMAM
1. Penatalaksanaan Medis
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien
datang, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang
paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3 – 0,5 mg/kg perlahan lahan
dengan kecepatan 12 mg/menit atau dalam waktu 35 menit, dengan dosis
maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orangtua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5 – 0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan < 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
> 10 kg atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun.
Tata laksana kejang demam :
a. Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang
lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
b. Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3 – 0,5 mg/kg.
c. Bila kejang tetap belum berhenti, berikan fenitoin secara intravena dengan
dosis awal 1020 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang
dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 48
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal.
d. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti, maka pasien harus dirawat di
ruang rawat intensif. Bila kejang telah berhenti, pemberian obat selanjutnya
tergantung dari jenis kejang demam, apakah kejang demam sederhana atau
kompleks dan faktor resikonya ( Hartono, 2011 : 198 – 199 ).
2. Penatalaksaan Keperawatan
a. Saat serangan terjadi mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah
ABC (Airway, Breathing, Circulation)
b. Setelah ABC aman. Baringkan pasien ditempat yang rata untuk mencegah
terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah Danger ( berbahaya).
c. Kepala dimiringkan dan pasang dan pasang sundip lidah yang sudah
dibungkus kasa.
d. Singkirkan benda-benda yang ada disekitar pasien yang bisa menyebabkan
bahaya.
e. Lepaskan pakaian yang menganggu pernafasan.
f. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
g. Setelah pasien sadar dan terbangun berikan minum air hangat.
h. Jangan diberikan selimut tebal karena uap panas akan sulit dilepaskan.

J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesa
 Aktivitas atau Istirahat
 Keletihan, kelemahan umum
b. Sirkulasi
 Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
 Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan
c. Intergritas Ego
Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau
penanganan. Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak
berdaya Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
 Inkontinensia epirodik
 Makanan atau cairan
 Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan
dengan aktivitas kejang
e. Neurosensori
 Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat
trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
 Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)
 Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis
f. Kenyamanan
 Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
 Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
 Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
peningkatan sekresi mulus
 Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
 Riwayat terjatuh
 Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
 Adakah tanda-tanda mikro atau makrosepali.
 Adakah dispersi bentuk kepala.
 Apakah tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar
cembung, bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum.
b. Rambut
Dimulai warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien
dengan malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan
seperti rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada
pasien.
c. Muka/wajah
 Paralisis fasialis menyebabkan asimetri wajah, sisi yang paresis tertinggal
bila anak menangis atau tertawa sehingga wajah tertarik ke sisi sehat.
 Adakah tanda rhisus sardonicus, opistotonus, trimus.
 Apakah ada gangguan nervus cranial.
d. Mata
 Saat serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan
ketajaman penglihatan.
 Apakah keadaan sklera, konjungtiva.
e. Telinga
Periksa fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi
seperti pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan
f. Hidung
 Apakah ada pernapasan cuping hidung/ Polip yang menyumbat jalan
napas.
 Apakah keluar sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya.
g. Mulut
 Adakah tanda-tanda sardonicus.
 Adakah cynosis.
 Bagaimana keadaan lidah.
 Adakah stomatitis.
h. Tenggorokan
 Adakah tanda-tanda peradangan tonsil.
 Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan eksudat.
i. Leher
 Adakah tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid.
 Adakah pembesaran vena jugulans
j. Thorax
 Pada infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan,
frekwensinya, irama, kedalaman, adakah retraksi Intercostale.
 Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan.
k. Jantung
 Bagaimana keadaan dan frekuensi jantung serta iramanya.
 Adakah bunyi tambahan.
 Adakah bradicardi atau tachycardia.
l. Abdomen
 Adakah distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen.
 Bagaimana turgor kulit dan peristaltik usus.
 Adakah tanda meteorismus.
 Adakah pembesaran lien dan hepar.
m. Kulit
 Bagaimana keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya.
 Apakah terdapat oedema, hemangioma.
 Bagaimana keadaan turgor kulit.
n. Ekstremitas
 Apakah terdapat oedema atau paralise terutama setelah terjadi kejang.
 Bagaimana suhunya pada daerah akral.
o. Genetalia
 Adakah kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-
tanda infeksi.

3. Diagnosa keperawatan
a. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
b. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
c. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
d. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh
e. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan
dengan kurangnya informasi.

4. Intervensi keperawatan
No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin

berhubungan keperawatan selama 2. Monitor warna kulit

dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

infeksi tidak terjadi hipertermi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

atau peningkatan suhu 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

tubuh dengan kriteria membatasi pengunjung

hasil: 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai

a. Suhu tubuh dalam kebutuhan

rentan normal (36,5- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian

37oC) yang tipis dan menyerap keringat

b. Nadi dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang

normal 80-120x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan


c. RR dalam rentan kompres dingin saat anak demam

normal 18-24x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam

d. Tidak ada perubahan pemberian obat penurun panas

warna kulit dan tidak

ada pusing.

2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung

dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran

neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS

otak tidak kebiruan dengan

kriteria hasil:

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit

d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman

cedra tindakan keperawatan untuk pasien


berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan

dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien

otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang

kriteria hasil: berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur

kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang

b. Tidak terjadi nyaman dan bersih

cedra 6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan yang cukup

8. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien

9. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit kepada

keluarga.

4. Risiko infeksi Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung


3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan pasien
adekuat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : merawat pasien, dan ajari cuci tangan
a. Bebas dari tanda yang benar
dangejala infeksi. 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tanda- menjaga kebersihan klien
tanda infeksi. 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka leukosit 6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
normal (9000– 7. Anjurkan istirahat
12.000/mm3) 8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.
5. Setelah di lakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

keluarga mengerti

maksud dan tujuan

dilakukan tindakan 1. Informasi keluarga tentang kejadian

perawatan selama kejang. kejang dan dampak masalah, serta

kriteria hasil : beritahukan cara perawatan dan

Kurangnya 1. Keluarga mengerti cara pengobatan yang benar.

pengetahuan penanganan kejang. 2. Informasikan juga tentang bahaya yang

keluarga tentang 2. Keluarga tanggap dan dapat terjadi akibat pertolongan yang

penanganan dapat melaksanakan salah.

penderita selama perawatan kejang. 3. Ajarkan kepada keluarga untuk

kejang 3. Keluarga mengerti memantau perkembangan yang terjadi

berhubungan penyebab tanda yang akibat kejang.

dengan kurangnya dapat menimbulkan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap

informasi. kejang. penanganan kejang.


K. DAFTAR PUSTAKA

Amid dan Hardhi, 2013. Diagnosis keperawatan, NANDA NIC-NOC, EGC, Jakarta

Hartono.(2011). Kumpulan tips pediatri. Jakarta: Badan Penerbit IDAI

Maeda, Dkk. Lp kejang demam. 12 mai 2018.


https://www.scribd.com/doc/240209755/LP- Kejang-Demam

Nurarif, H.N & Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Yogyakarta.

Partini, (2013). Kiat praktis dalam pediatrik klinis, Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia

Wulandari, Dewi & Meira Erawati.2016. Buku Ajar Keperawatan Anak. Edisi 1.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai