Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM PADA ANAK

Oleh:

NOVRINDA SARAS LESTARI


23101083

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FALKUTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2023
A. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6 bulan

sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 380C, dengan metode

pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial. Kejang demam

diklasifikasikan menjadi kejang demam sederhana (simple febrile seizure) dan kejang

demam kompleks (complex febrile seizure) (IDAI, 2016).

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu 38oC.

Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi pada usia 3 bulan-5

tahun.

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh

(suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena proses intracranial maupun

ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan sampai

dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi, NANDA NIC-NOC, 2013).

Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi bersamaan

dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan neurologik yang paling

sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan

kejang terjadi setelah usia 6 bulan dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan

frekuensi serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam

jarang terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)

B. Etiologi

1. Faktor-faktor prenatal

2. Malformasi otak congenital

3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)

5. Demam

6. Gangguan metabolisme

7. Trauma

8. Neoplasma, toksin

9. Gangguan sirkulasi

10. Penyakit degeneratif susunan saraf.

11. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.

C. Patofisiologi

Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi

CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid

dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui

dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan

elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl–). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel

neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat keadaan

sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka

terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran dari neuron.

Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim

Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini

dapat diubah oleh :

a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik

dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme

basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak

mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh

karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan

dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya

lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke

seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan terjadi

kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea,

meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi

hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal

disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin

meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.


Pathway
D. Manifestasi Klinis

Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:

a) Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis sebagai
berikut :
1. Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
2. Kejang umum tonik dan atau klonik
3. Umumnya berhenti sendiri
4. Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

b) Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala klinis
sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

E. Klasifikasi Kejang Demam


A. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi

2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun

3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan – 6 tahun

4) Lamanya kejang berlangsung < 20 menit

5) Kejang tidak bersifat tonik klonik

6) Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang

7) Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau abnormalitas

perkembangan

8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat

9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha, 2014)
B.Kejang demam kompleks

Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial

simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan otomatik; mengecap-ecapkan

bibir, mengunyah, gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan

tangan lainnya. Dapat tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda

A.Sowden, 2002).

F. Pemeriksaan Penunjang

a) Elektro encephalograft (EEG)

Untuk pemeriksaan ini dirasa kurang mempunyai nilai prognostik. EEG abnormal

tidak dapat digunakan untuk menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang

demam yang berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan

untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium rutin tidak

dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi

b) Pemeriksaan cairan cerebrospinal

Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya meningitis,

terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali

gejala meningitis tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang

berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang dari 18 bulan.

c) Darah

1. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N < 200 mq/dl)

2. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan indikasi

nepro toksik akibat dari pemberian obat.

3. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang

Kalium ( N 3,80 – 5,00 meq/dl )

Natrium ( N 135 – 144 meq/dl )

d) Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi,

pendarahan penyebab kejang.

e) Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi

f) Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih terbuka (di

bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk transiluminasi kepala.

G. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

a. Pengobatan fase akut

Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam yang

diberikan melalui interavena atau indra vectal.

Dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).

Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama setelah 20

menit.

b. Turunkan panas

Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.

Kompres air PAM / Os

c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan

meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama, walaupun

demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang
dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila aga gejala meningitis atau bila kejang

demam berlangsung lama.

d. Pengobatan profilaksis

Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat demam dan

profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari. Untuk profilaksis

intermitten diberikan diazepim secara oral dengan dosis 0,3 – 0,5 mg/hgBB/hari.

e. Penanganan sportif

1) Bebaskan jalan napas

2) Beri zat asam

3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit

4) Pertahankan tekanan darah

2. Pencegahan

a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam

dan antipiretika pada penyakit-penyakit yang disertai demam.

b. Pencegahan kontinyu untuk kejang demam komplikasi

Dapat digunakan :

Penobarbital : 5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis

Fenitorri : 2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis

Diazepam : (indikasi khusus)


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM

A. Pengkajian Keperawatan

1. Anamnesa

a. Aktivitas atau Istirahat

Keletihan, kelemahan umum

Keterbatasan dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain

b. Sirkulasi

Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis

Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan

c. Intergritas Ego

Stressor eksternal atau internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan

Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya Perubahan dalam

berhubungan

d. Eliminasi

1) Inkontinensia epirodik

2) Makanan atau cairan

3) Sensitivitas terhadap makanan, mual atau muntah yang berhubungan dengan aktivitas

kejang

e. Neurosensori

1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing riwayat trauma kepala,

anoreksia, dan infeksi serebal

2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)


3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis

f. Kenyamanan

1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)

2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal

g. Pernafasan

1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat peningkatan sekresi mulus

2) Fase posektal : Apnea

h. Keamanan

1) Riwayat terjatuh

2) Adanya alergi

i. Interaksi Sosial

Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan sosialnya

2. Pemeriksaan Fisik

a. Aktivitas

1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot

2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot

b. Integritas Ego

1) Pelebaran rentang respon emosional

c. Eleminasi

Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter

Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia

d. Makanan atau cairan

1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)


2) Hyperplasia ginginal

e. Neurosensori (karakteristik kejang)

1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon efektifitas yang tidak

menentu yang mengarah pada fase area.

2) Kejang umum

Tonik – klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag peningkatan keadaan, pupil

dilatasi, inkontineusia urine

3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam, lemah kalau mental dan

anesia

4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan

5) Kejang parsial

Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir 15 menit tdak ada

penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif

f. Kenyamanan

Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati

Perubahan pada tonus otot

Tingkah laku distraksi atau gelisah

g. Keamanan

Trauma pada jaringan lunak

Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh


B. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit


2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan kerusakan sel neuron otak
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas

4. Risiko infeksi b/d penurunan imunitas tubuh


5. Kurang pengetahuan keluarga tentang cara penanganan kejang berhubungan dengan
kurangnya informasi

C. Intervensi Keperawatan

No Dx Tujuan dan kriteria hasil Intervensi

1. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor suhu tubuh sesering mungkin

berhubungan keperawatan selama 2. Monitor warna kulit

dengan proses 2x24 jam diharapkan 3. Monitor tekanan darah, nadi dan RR

infeksi tidak terjadi hipertermi 4. Monitor penurunan tingkat kesadaran

atau peningkatan suhu 5. Tingkatkan sirkulasi udara dengan

tubuh dengan kriteria membatasi pengunjung

hasil: 6. Berikan cairan dan elektrolit sesuai

a. Suhu tubuh dalam kebutuhan

rentan normal (36,5- 7. Menganjurkan menggunakan pakaian

37oC) yang tipis dan menyerap keringat

b. Nadi dalam rentan 8. Berikan edukasi pada keluarga tentang

normal 80-120x/menit kompres hangat dilanjutkan dengan

c. RR dalam rentan kompres dingin saat anak demam

normal 18-24x/menit 9. Kolaborasi dengan dokter dalam


d. Tidak ada perubahan pemberian obat penurun panas

warna kulit dan tidak

ada pusing.

2. Gangguan perfusi Setelah diberikan asuhan 1. Monitor TD, nadi, suhu dan RR

jaringan cerebral keperawatan selama 2. Catat adanya penginkatan TD

berhubungan 2x24 jam diharapkan 3. Monitor jumlah dan irama jantung

dengan kerusakan pasien tampak tidak 4. Monitor tingkat kesadaran

neuromuskular lemah, tidak pucat, kulit 5. Monitor GCS

otak tidak kebiruan dengan

kriteria hasil:

a. TD sistole dan

diastole dalam batas

normal 80-100/60

mmHg

b. RR normal 20-30

x/menit

c. Nadi normal 80-90

x/menit

d. Suhu normal 36-37

derajat celcius

e. GCS 456

3. Resiko tinggi Setelah dilakukan 1. Sediakan lingkungan yang aman

cedra tindakan keperawatan untuk pasien


berhubungan selama 2x24 jam 2. Identifikasi kebutuhan dan keamanan

dengan spasme diharapkan masalah tidak pasien

otot ekstermitas menjadi aktual dengan 3. Menghindarkan lingkungan yang

kriteria hasil: berbahaya

a. Tidak terjadi 4. Memasang side rail tempat tidur

kejang 5. Menyediakan tempat tidur yang

b. Tidak terjadi nyaman dan bersih

cedra 6. Membatasi pengunjung

7. Memberikan penerangan yang cukup

8. Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien

9. Mengontrol lingkungan dari

kebisingan

10. Edukasi tentang penyakit kepada

keluarga.

4. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan askep 1. Batasi pengunjung


penurunan 3x 24 jam infeksi 2. Bersihkan lingkungan pasien secara
imunitas tubuh terkontrol, status imun benar setiap setelah digunakan pasien
adekuat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
KRITERIA HASIL : merawat pasien, dan ajari cuci tangan
a. Bebas dari tanda yang benar
dangejala infeksi. 4. Anjurkan pada keluarga untuk selalu
b. Keluarga tahu tanda- menjaga kebersihan klien
tanda infeksi. 5. Tingkatkan masukkan gizi yang cukup
c. Angka leukosit 6. Tingkatkan masukan cairan yang cukup
normal (9000– 7. Anjurkan istirahat
12.000/mm3) 8. Ajari keluarga cara
menghindari infeksi serta tentang tanda
dan gejala infeksi dan segera untuk
melaporkan keperawat kesehatan
9. Pastikan penanganan aseptic semua
daerah IV (intra vena)
10. Kolaborasi dalam pemberian therapi
antibiotik yang sesuai, dan anjurkan
untuk minum obat sesuai aturan.
.
5. Setelah di lakukan

tindakan keperawatan

selama 2x24 jam

keluarga mengerti 1. Informasi keluarga tentang kejadian

maksud dan tujuan kejang dan dampak masalah, serta

dilakukan tindakan beritahukan cara perawatan dan

Kurangnya perawatan selama kejang. pengobatan yang benar.

pengetahuan kriteria hasil : 2. Informasikan juga tentang bahaya yang

keluarga tentang b. Keluarga dapat terjadi akibat pertolongan yang

penanganan mengerti cara salah.

penderita selama penanganan 3. Ajarkan kepada keluarga untuk

kejang kejang dengan memantau perkembangan yang terjadi

berhubungan c. Keluarga akibat kejang.

dengan kurangnya tanggap dan 4. Kaji kemampuan keluarga terhadap

informasi. dapat penanganan kejang.


melaksanakan

peawatan

kejang.

d. Keluarga

mengerti

penyebab tanda

yang dapat

menimbulkan

kejang.

Anda mungkin juga menyukai