Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PEMBENTUKAN AKHLAK SECARA PSIKOLOGIS BAGI

MAHASISWA

Disusun Oleh : Kelompok 2

1.Isha Bela Dwi R (16010196)


2.Khoirun Nisak (19010077)
3.Fitri Ayu Endahsari (19010061)
4.Lusiana Putri (19010082)
5. Mayzaroh Agustin (19010089)
6.moh andriansyah ramadhani (19010095)
7.moh.syaiful Bahri (19010094)
8. Ika Khoirun Nisa (19010068)
9. Febrian Fajar Arianto (19010055)
10. Luthfia Putri Salsabila (19010083)
11. Feronica Putri B. P. (19010056)
12. Moh. Aufa Rikhil Angfakh (19010096)
13. Indrilia ayu lestari (19010072)
14.iit sri anita (19010067)

PROGRAM STUDI ILMU


KEPERAWATAN UNIVERSITAS
dr.SOEBANDI JEMBER
Daftar Isi

Daftar Isi ………………………………………………………………………2

Kata Pengantar ……….…………………………..…………………………..3

BAB I ………………………………………………………………………….4

Pendahuluan ……………………………………….………………………….4

Latar Belakang ……………………………………...…………………………4

Rumusan Masalah…………………………………..………………………….4

Tujuan ………………………………………………………...………………..5

BAB II…………………………………………………………………………...5

Pembahasan…………………………………………………………………….5

Konsep Akhlakul Karimah………………………………………………..


………………………6

Sumber-Sumber Acuan Membentuk Aklhlakul Karimah Dilingkungan


Akademik ……………………………………………..……………………….8

Ruang Lingkup Akhlak……………………………………..…………………9

Pembentukan Akhlak………………………..……………..………………….9

Tujuan Pembentukan Akhlak………………………………………….……10

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak ……………….13

Sudut Pandang Pembentukan Akhlak Secara Psikologis…………….…….19

Elemen-elemen Psikologi Islam dalam Proses Pembentukan Akhlak ….…20

BAB III………….
……………………………………………………………………..26

Penutup………………………………………………………………………….27

Kesimpulan dan Saran ……………..…………………..


…………………………………………………28
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu.. Shalawat
serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW .

Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga kami mampu
untuk menyelesaikan pembuatan Makalah dari mata kuliah “Pengembangan
Kepribadian”.

Kami tentu menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk Makalah ini, supaya
nantinya dapat menjadi Makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga Makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jember, 27 Oktober 2022

Penyusun
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang menjadi


tantangan manusia sepanjang sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa yang
diabadikan dalam al qur‟an baik kaum Ad, Tsamud, Madyan maupun yang
didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan
kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh bila
akhlaknya rusak. Pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar
moral (akhlak) dan keutamaan perangai, tabiat yang dimiliki dan harus
dijadikan kebiasaan oleh anak sejak kanak-kanak hingga ia menjadi mukallaf.
Tidak diragukan bahwa keutamaan-keutamaan moral, perangai dan tabiat
merupakan salah satu buah iman yang mendalam, dan perkembangan religius
yang benar. Realitanya, perilaku serta budi pekerti (akhlak) dari pelajar saat
ini sangatlah memprihatinkan, diantaranya mereka cenderung bertutur kata
yang kurang baik, bertingkah laku yang kurang sopan, dan tidak lagi patuh
terhadap orang tua maupun gurunya. Hal ini tentu saja dipengaruhi kondusif
tidaknya pendidikan budi pekerti yang mereka dapatkan, baik di lingkungan
keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Berkaitan dengan pembentukan akhlak di lingkungan kampus,
menyebutkan bahwa pembelajaran akhlak di instansi pendidikan pada saat ini
belum diberikan secara mandiri, dalam arti masih terintegrasi dengan mata
pelajaran lain. Mata pelajaran yang dimaksud adalah Pendidikan Agama Islam
ataupun Pendidikan Pancasila, namun pada umumnya para pendidik jarang
sekali menyentuh mengenai pendidikan akhlak. Pendidikan akhlak memang
bukan satu-satunya faktor yang menentukan sekaligus membentuk watak dan
kepribadian peserta didik. Tetapi secara substansial mata pelajaran akhlak
memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
mempraktikkan perilaku yang terpuji (akhlakul karimah) dalam kehidupan
sehari-hari.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana konsep akhlakul karimah?
2. Apakah sumber acuan membentuk akhlakul karimah?
3. Bagaimana ruang lingkup akhlak?
4. Bagaimana pembentukan akhlak?
5. Apakah tujuan pembentukan akhlak?
6. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan akhlak?
7. Bagaimana sudut pandang pembentukan akhlak secara psikologis?
8. Apa saja elemen - elemen psikologi islami dalam proses pembentukan
akhlak?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengenali konsep akhlakul karimah.
2. Untuk mengenali sumber acuan membentuk akhlakul karimah.
3. Untuk mengenali ruang lingkup akhlak.
4. Untuk mengenali pembentukan akhlak.
5. Untuk mengenali tujuan pembentukan akhlak.
6. Untuk mengenali faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan
akhlak.
7. Untuk mengenali sudut pandang pembentukan akhlak secara psikologis.
8. Untuk mengenali elemen - elemen psikologi islami dalam proses
pembentukan akhlak.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP AKHLAKUL KARIMAH

Akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam diri manusia dan
bisa bernilai baik atau bernilai buruk. Akhlak tidak selalu identik dengan
pengetahuan, ucapan ataupun perbuatan orang yang bisa mengetahui
banyak tentang baik buruknya akhlak, tapi belum tentu ini didukung oleh
keluhuran akhlak, orang bisa bertutur kata yang lembut dan manis, tetapi
kata-kata bisa meluncur dari hati munafik.

Akhlak menurut Anis Matta adalah nilai dan pemikiran yang telah
menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, kemudian tampak dalam
bentuk tindakan dan perilaku yang bersifat tetap, natural atau alamiah
tanpa dibuat-buat, serta refleks. Jadi pada hakekatnya khuluk (budi
pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap
dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai
macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan
tanpa memerlukan pemikiran. Ketinggian budi pekerti atau dalam bahasa
Arab disebut akhlakul karimah yang terdapat pada seseorang yang menjadi
seseorang itu dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik
dan sempurna, sehingga menjadikan seseorang itu dapat hidup bahagia.
Walaupun unsur-unsur hidup yang lain seperti harta dan pangkat tak
terdapat padanya.

Adapun ciri-ciri yang terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:

1. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam dalam jiwa


seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiaannya.
2. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan
tanpa pikiran.
3. PerbuatanPerbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam
diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari
luar.
4. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
5. Sejalan dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya
akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas
semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena
ingin mendapatkan sesuatu pujian.

2.2 SUMBER-SUMBER ACUAN MEMBENTUK AKHLAKUL KARIMAH


DILINGKUNGAN AKADEMIK

Sumber acuan yang dapat diterapkan dilingkungan akademik oleh


mahasiswa ataupun masyarakat yang dimaksud dengan sumber akhlak
adalah yang menjadi ukuran baik-buruk atau mulia dan tercela.
Sebagaimana keseluruhan ajaran Islam. Sumber akhlak atau sumber
acuanya adalah al-Qur'an dan al- Hadits, bukan akal pikiran atau
pandangan masyarakat, seperti konsep etika dan moral yang mana Etika
dapat diartikan sebagai aturan perilaku yang diakui berkaitan dengan kelas
tertentu dari tindakan manusia, atau kelompok, maupun budaya tertentu
yang ada di masyarakat. Sementara itu, moral lebih dipahami sebagai
suatu prinsip atau kebiasaan yang berhubungan dengan perilaku benar atau
salah. Dalam konsep akhlak, segala sesuatu dinilai baik-buruk, terpuji-
tercela, semata-mata karena syarat-syarat (al-Qur'an dan Sunnah)
menilainya demikian. Bagaimana dengan peran hati nurani, akal dan
pandangan masyarakat dalam menentukan baik dan buruk karena manusia
diciptakan oleh Allah SWT memiliki fitrah bertauhid, mengakui ke-Esaan-
Nya Untuk Membentuk Pribadi Berakhlakul Karimah. sebagaimana
firman Allah dalam surah (Q.S. Ar-Rum : 30) yang artinya : Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas)
fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada
peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui.

Fitrah manusia tidak selalu terjamin dapat berfungsi dengan baik


karena pengaruh dari luar, misalnya pengaruh pendidikan dan lingkungan.
Fitrahnya tertutup sehingga hati nuraninya tidak dapat lagi melihat
kebenaran. Demikian juga dengan juga dengan akal pikiran, ia hanyalah
salah satu kekuatan yang dimiliki oleh manusia untuk mencari kebaikan-
keburukan. Keputusannya bermula dari pengalaman empiris kemudian
diolah menurut kemampuan pengetahuannya. Oleh karena itu keputusan
yang diberikan akal hanya bersifat spekulatif dan subjektif.
PandanganPandangan masyarakat juga dapat dijadikan sebagai salah satu
ukuran baik-buruk. Tetapi sangat relatif, tergantung sejauh mana kesucian
hati nurani masyarakat dan kebersihan pikiran mereka dapat terjaga.
Masyarakat yang hati nuraninya telah tertutup oleh akal dan pikiran
mereka sudah dikotori oleh sikap dan tingkah laku yang tidak terpuji tentu
tidak bisa dijadikan sebagai ukuran. Hanya kebiasaan masyarakat yang
baiklah yang dapat dijadikan sebagai ukurannya. Al-Qur'an dan al-Hadits
sebagai pedoman hidup umat Islam yang menjelaskan baik buruknya suatu
perbuatan manusia. Sekaligus menjadi pola hidup dalam menetapkan
mana yang baik dan mana yang buruk. Al-Qur'an sebagai dasar akhlak
menerangkan tentang Rasulullah SAW sebagai suri tauladan (uswatun
khasanah) bagi seluruh umat manusia.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sumber akhlak adalah


al- Qur'an dan Sunnah. Untuk menentukan ukuran baik-buruknya atau
mulia tercela haruslah dikembalikan kepada penilaian syara’. Semua
keputusan syara’ tidak dapat dipengaruhi oleh apapun dan tidak akan
bertentangan dengan hati nurani manusia karena keduanya berasal dari
sumber yang sama yaitu Allah SWT.

2.3 RUANG LINGKUP AKHLAK


Ruang lingkup meliputi akhlak kepada Allah, akhlak kepada
manusia, serta akhlak kepada alam semesta. Dari sisi penyerapan makna
Akhlak juga dapat menimbulkan perkembangan makna yakni etika dan
moral. Walaupun perbedaan ketiganya dapat dilihat dari dasar penentuan
atau standar ukuran baik dan buruk yang digunakannya. Sedangkan
standar baik dan buruk akhlak berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah Rasul,
sedangkan moral dan etika berdasarkan adat istiadat atau kesepakatan yang
dibuat oleh suatu masyarakat jika masyarakat menganggap suatu
perbuatan itu baik maka baik pulalah nilai perbuatan itu. Dengan demikian
standar nilai moral dan etika bersifat lokal dan temporal, sedangkan
standar akhlak bersifat universal dan abadi.

2.4 PEMBENTUKAN AKHLAK

Akhlak merupakan sesuatu yang sangat penting bagi umat Islam,


karena diutusnya Rasulullah saw di muka bumi ini tidak lain adalah untuk
menyempurnakan umatnya, dan salah satu akhlak yang terbaik adalah
akhlak Rasulullah, karena Al Qur'an adalah salah satu cerminan akhlak
Rasulullah saw. Jadi kita sebagai umat Islam sangat dianjurkan untuk
berakhlak sesuai apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para
sahabat serta generasi penerusnya, berdasarkan pemahaman yang lurus/
benar. Baik di lingkungan masyarakat, keluarga, dan kampus. Mengingat
dewasa ini telah terjadi krisis moral umat manusia yang sepertinya tidak
enggan lagi melakukan perbuatan/ perilaku dan penampilan yang tidak
mencerminkan akhlak terpuji, khususnya akhlak di kampus. Oleh sebab
itu, diperlukan pemahaman-pemahaman akhlak di kampus menurut agama
Islam yang bertujuan untuk membentengi atau langkah pencegahan
mahasiswa/ mahasiswi Islam agar tidak melakukan perbuatan-perbuatan
atau penampilan yang tidak mencerminkan akhlakul karimah.

Mahasiswa sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam


gerakan-gerakan pembaharuan memiliki makna yaitu sekumpulan manusia
intelektual, memandang segala sesuatu dengan pikiran jernih, positif, kritis
yang bertanggung jawab, dan dewasa. Secara moril mahasiswa akan
dituntut tangung jawab akademisnya dalam menghsilkan "buah karya"
yang berguna bagi kehidupan lingkungan. Edward Shill mengkategorikan
mahasiswa sebagai lapisan intelektual yang memiliki tanggung jawab
sosial yang khas Shill menyebutkan ada lima fungsi kaum intelektul, yakni
mencipta dan menyebar kebudayaan tinggi menyediakan bagan-bagan
nasional dan antar bangsa, membina keberdayan dan bersama
mempengaruhi perubahan sosial dan memainkan peran politik.

Akhlak/Etika Mahasiswa terhadap Guru atau Dosen. Jika


menghadap guru maupun berkunjung haruslah dengan penuh hormat dan
menghormati serta menyampaikan salam terhadap guru atau dosen. Jangan
terlalu banyak bicara dikala sedang berada di hadapan guru, lebih-lebih
pembicaraan yang tiada arti atau manfaatnya. Jangan mengajak bicara
guru atau dosen kecuali kalau memang diajaknya. Janganlah sekali-kali
mengajukan pertanyaan sebelum terlebih dahulu meminta izin kepada sang
guru atau dosen bahkan diberi kesempatan bertanya. Jangan sekali-kali
menyanggah ataupun menegur ucapan guru atau dosen. Jangan
memberikan isyarat kepada guru atau dosen yang isyarat itu dapat
menimbulkan khilaf dengan pendapatnya. Jangan mengadakan
permusyawarahan dengan teman di tempat duduk guru atau dosen, atau
berbicara dengan guru atau dosen sambil tertawa. Manakala duduk di
hadapan guru atau dosen hendaklah yang tenang, jangan menolah-noleh
atau berpaling kesana-kemari. Hendaklah duduk tawadlu' sebagaimana
sewaktu sedang melakukan sholat. Jangan banyak bertanya sewaktu guru
atau dosen kelihatan kurang berkenan atau kelihatan bosan. Sewaktu guru
atau doosen berdiri hendak pergi, maka hendaklah berdiri pula untuk
memberi penghormatan jikala guru atau dosen hendak pergi, jangan
sekali-kali dihentikan hanya akan mengajukan pertanyaan. Jangan sekali-
kali mengajukan pertanyaan kepada guru atau dosen di tengah jalan, tetapi
bertanyalah di tempat yang baik, di rumah, ataupun di ruang khusus.
Jangan sekali-kali berprasangka jelek terhadap guru mengenai tindakannya
yang kelihatan mungkar menurut pandangan murid atau mahasiswa. Sebab
guru atau dosen lebih mengetahui rahasia-rahasia yang terkandung dalam
tindakannya tersebut.

2.5 TUJUAN PEMBENTUKAN AKHLAK

Telah dikatakan di atas bahwa pembentukan akhlak adalah sama


dengan pendidikan akhlak, jadi tujuannya pun sama. Tujuanpendidikan
akhlak dalam Islam adalah agar manusia berada dalam kebenaran dan
senantiasa berada di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh
Allah swt. Inilah yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. Proses pendidikan atau pembentukan akhlak
bertujuan untuk melahirkan manusia yang berakhlak mulia. Akhlak yang
mulia akan terwujud secara kukuh dalam diri seseorang apabila setiap
empat unsur utama kebatinan diri yaitu daya akal, daya marah, daya
syahwat dan daya keadilan, Berjaya dibawa ke tahap yang seimbang dan
adil sehingga tiap satunya boleh dengan mudah mentaati kehendak syarak
dan akal. Akhlak mulia merupakan tujuan pokok pembentukan akhlak
Islam ini. Akhlak seseorang akan dianggap mulia jika perbuatannya
mencerminkan nilai – nilai yang terkandung dalam al-Qur‟an.

Secara umum Ali Abdul Halim Mahmud menjabarkan halhal yang


termasuk akhlak terpuji yaitu :

1. Mencintai semua orang. Ini tercermin dalam perkataan dan perbuatan.


2. Toleran dan memberi kemudahan kepada sesama dalam semua urusan
dan transaksi. Seperti jual beli dan sebagainya.
3. MenunaikanMenunaikan hak-hak keluarga, kerabat, dan tetangga
tanpa harus diminta terlebih dahulu.
4. Menghindarkan diri dari sifat tamak, pelit, pemurah dan semua sifat
tercela.
5. Tidak memutuskan hubungan silaturahmi dengan sesama.
6. Tidak kaku dan bersikap keras dalam berinteraksi dengan orang lain.
7. Berusaha menghias diri dengan sifat-sifat terpuji.
Menurut Ali Abdul Halim Mahmud tujuan pembentukan akhlak
setidaknya memiliki tujuan yaitu:

1. Mempersiapkan manusia-manusia yang beriman yang selalu beramal


sholeh. Tidak ada sesuatu pun yang menyamai amal saleh dalam
mencerminkan akhlak mulia ini. Tidak ada pula yang menyamai
akhlak mulia dalam mencerminkan keimanan seseorang kepada Allah
dan konsistensinya kepada manhaj Islam.
2. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang menjalani
kehidupannya sesuai dengan ajaran Islam; melaksanakan apa yang
diperintahkan agama dengan meninggalkan apa yang diharamkan;
menikmati hal-hal yang baik dan dibolehkan serta menjauhi segala
sesuatu yang dilarang, keji, hina, buruk, tercela, dan munkar.
3. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang bisa berinteraksi secara
baik dengan sesamanya, baik denganorang muslim maupun
nonmuslim. Mampu bergaul dengan orang-orang yang ada di
sekelilingnya dengan mencari ridha Allah, yaitu dengan mengikuti
ajaran-ajaran-Nya dan petunjuk-petunjuk Nabi-Nya, dengan semua ini
dapat tercipta kestabilan masyarakat dan kesinambungan hidup umat
manusia.
4. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang mampu dan mau
mengajak orang lain ke jalan Allah, melaksanakan amar ma‟ruf nahi
munkar dan berjuang fii sabilillah demi tegaknya agama Islam.
5. Mempersiapkan insan beriman dan saleh, yang mau merasa bangga
dengan persaudaraannya sesama muslim dan selalu memberikan hak-
hak persaudaraan tersebut, mencintai dan membenci hanya karena
Allah, dan sedikitpun tidak kecut oleh celaan orang hasad selama dia
berada di jalan yang benar.
6. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bahwa dia
adalah bagian dari seluruh umat Islam yang berasal dari daerah, suku,
dan bahasa. Atau insan yang siap melaksanakan kewajiban yang harus
ia penuhi demi seluruh umat Islam selama dia mampu.
7. Mempersiapkan insan beriman dan saleh yang merasa bangga dengan
loyalitasnya kepada agama Islam dan berusaha sekuat tenaga demi
tegaknya panji-panji Islam di muka bumi. Atau insan yang rela
mengorbankan harta, kedudukan, waktu, dan jiwanya demi tegaknya
syari‟at Islam.

Akhlak yang mulia juga berguna dalam mengarahkan dan


mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia disegala bidang.
Seseorang yang memiliki IPTEK yang maju disertai akhlak yang mulia,
niscaya ilmu pengetahuaan yang Ia miliki itu akan dimanfaatkan sebaik-
baiknya untuk kebaikan hidup manusia. Sebaliknya, orang yang memiliki
ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memiliki pangkat, harta,
kekuasaan, namun tidak disertai dengan akhlak yang mulia, maka
semuanya itu akan disalah gunakan yang akibatnya akan menimbulkan
bencana dimuka bumi.

AkhlakAkhlak juga merupakan mutiara hidup yang membedakan


makhluk manusia dengan makhluk lainnya. Setiap orang tidak lagi peduli
soal baik atau buruk, soal halal dan haram. Karena yang berperan dan
berfungsi pada diri masing-masing manusia adalah elemen syahwat
(nafsu) nya yang telah dapat mengalahkan elemen akal pikiran
mengalahkan nafsunya, maka dia derajatnya di atas malaikat.

2.6 FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN


AKHLAK

Untuk menjelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi


pembentukan akhlak ada tiga aliran yang sudah amat populer. Pertama

aliran nativisme. Kedua, aliran Empirisme. Dan ketiga aliran konvergensi.


Menurut aliran nativisme bahwa faktor yang paling berpengaruh terhadap
pembentukan diri seseorang adalah factor pembawaan dari dalam yang
bentuknya dapat berupa kecenderungan, bakat akal, dan lain-lain. Jika
seseorang sudah memiliki pembawaan atau kecenderungan kepada yang
baik maka dengan sendirinya orang tersebut menjadi baik. Aliran ini
tampaknya begitu yakin terhadap potensi batin yang ada dalam diri
manusia, dan hal ini kelihatannya terkait erat dengan pendapat aliran
intuisisme dalam penentuan baik dan buruk sebagaimana telah diuraikan
di atas. Aliran ini tampak kurang menghargai atau kurang
memperhitungkan peranan pembinaan atau pembentukan dan pendidikan.
Kemudian menurut aliran empirisme bahwa faktor yang sangat
berpengaruh terhadap pembentukan diri seseorang adalah faktor dari luar,
yaitu lingkungan sosial, termasuk pembinaan dan pendidikan yang
diberikan. Jika pembinaan dan pendidikan yang diberikan . jika
pendidikan dan pembinaan yang diberikan kepada anak itu baik, maka
baiklah anak itu. Demikian juga sebaliknya. Aliran ini tampak begitu
percaya kepada peranan yang dilakukan oleh dunia pendidikan dan
pengajaran. Akan tetapi berbeda dengan pandangan aliran konvergensi,
aliran ini berpendapat pembentukan akhlak dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu pembawaan si anak, dan faktor dari luar yaitu pendidikan
atau pembentukan dan pembinaan yang dibuat secara khusus, atau melalui
interaksi dalam lingkungan sosial. Fitrah atau kecenderungan ke arah yang
baik yang ada di dalam diri manusia dibina secara intensif melalui
berbagai metode.

Menurut Hamzah Ya’kub Faktor-faktor yang mempengaruhi


terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan
ditentukan oleh dua faktor utama yaitu faktor intern dan faktor ekstern.

1. Faktor intern

Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu
fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan
mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari
pengaruh-pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah
memiliki naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya
seperti unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk
akhlak atau moral, diantaranya adalah :

a. Instink (naluri)

Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang


kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang
berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara
mekanis. Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang
ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-
bapakan, naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.

b. Kebiasaan

Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak


adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi

mudah dikerjakan. Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang


kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara
berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang.

c. Keturunan

Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-


sifat tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut

al- Waratsah atau warisan sifat-sifat. Warisan sifat orang tua


terhadap keturunanya, ada yang sifatnya langsung dan tidak
langsung. Artinya, langsung terhadap anaknya dan tidak
langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap cucunya.
Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan, belum tentu
anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan, bisa saja sifat
itu turun kepada cucunya.

d. Keinginan atau kemauan keras

Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah


laku manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak
ini adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu.

Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam. Itulah yang


menggerakkan manusia berbuat dengan sungguh- sungguh.
Seseorang dapat bekerja sampai larut malam dan pergi
menuntut ilmu di negeri yang jauh berkat kekuatan azam
(kemauan keras). Demikianlah seseorang dapat mengerjakan
sesuatu yang berat dan hebat memuat pandangan orang lain
karena digerakkan oleh kehendak. Dari kehendak itulah
menjelma niat yang baik dan yang buruk, sehingga perbuatan
atau tingkah laku menjadi baik dan buruk karenanya.

e. Hati nurani

Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang


sewaktu- waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila
tingkah laku manusia berada di ambang bahaya dan keburukan.
Fungsi hati nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan
buruk dan berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus
melakukan keburukan, maka batin merasa tidak senang
(menyesal), dan selain memberikan isyarat untuk mencegah
dari keburukan, juga memberikan kekuatan yang mendorong
manusia untuk melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena
itu, hati nurani termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk
akhlak manusia.

2. Faktor ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar
yang mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi:

1. Lingkungan

Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan


seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu).
Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.
Misalnya lingkungan alam mampu mematahkan/mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang ; lingkungan
pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.

2. Pengaruh keluarga

Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas


fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan pengalaman
kepada anak baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju
terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang tua. Dengan
demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat kehidupan rohani
sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar tentang sikap, cara
berbuat, serta pemikirannya di hari kemudian. Dengan kata lain,
keluarga yang melaksanakan pendidikan akan memberikan
pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.

3. Pengaruh sekolah

Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah


pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak.
Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai
berikut ;“Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan
yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman anak
anak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang
kurang baik diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan,
perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh
diperbaiki dan begitulah seterunya.Di dalam sekolah berlangsung
beberapa bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan. Pada
umumnya yaitu pembentukan sikap-sikap dan kebiasaan, dari
kecakapan- kecakapan pada umumnya, belajar bekerja sama
dengan kawan sekelompok melaksanakan tuntunan-tuntunan dan
contoh yang baik, dan belajar menahan diri dari kepentingan orang
lain.

4. Pendidikan masyarakat

Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah


kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan
negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad D. Marimba mengatakan;
“Corak dan ragam pendidikan yang dialami seseorang dalam
masyarakat banyak sekali. Hal ini meliputi segala bidang baik
pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian (pengetahuan),
sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan dan
keagamaan”.

2.7 SUDUT PANDANG PEMBENTUKAN AHLAK SECARA


PSIKOLOGIS

Pada hakikatnya pembentukan akhlak sama dengan tujuan


pendidikan Islam. Menurut Ahmad D. Marimba tujuan utama pendidikan
Islam adalah membentuk manusia yang percaya dan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah SWT. Muhammad Fadhil al-Jamaly
menjelaskan bahwa pendidikan Islam merupakan proses pengembangan
diri (potensi dasar). Dalam konteks ini beliau mengartikan fitrah sebagai
kemampuan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan yang
murni bagi setiap individu. Ruang lingkup terhadap sesama manusia
mencakup akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap saudara, akhlak
terhadap tetangga dan akhlak terhadap lingkungan masyarakat. Seorang
anak dituntut memiliki akhlak terhadap orang tua, seperti menghormati,
menjunjung tinggi perintahnya, mencintai mereka dengan ikhlas dan
berbuat.

Seorang anak juga dituntut memiliki akhlak terhadap saudara


saudaranya. Seperti bersikap adil adil terhadap saudara, mencintai saudara
seperti mencintai diri sendiri, menjaga sopan santun dan rendah hati
kepadanya, menepati janji, membantu keperluannya, menjaga kehormatan
dan nama baiknya, menjaga hubungan silaturahmi, menghilangkan buruk
sangka, menutup aib saudara, menghindarkan sikap menganiaya,
menghina, mendustakan, meremehkan dan buruk sangka kepada mereka.
Akhlak terhadap tetangga dimanifestasikan dengan beberapa tindakan
seperti; memuliakan dan menghormati tetangga, menolongnya jika
memohon pertolongan, menengoknya jika sakit, menghargai hak-hak
miliknya, saling memberi walaupun sedikit, memaafkan jika mereka
bersalah, memperluas atau memberi jalan masuk ke rumahnya. Akhlak
terhadap diri sendiri, seperti berakhlak terhadap jasmani (senantiasa
menjaga kebersihan).Atau juga menjaga makan dan minumnya dan
menjaga kesehatan. Makan dan minum merupakan kebutuhan vital bagi
tubuh manusia, jika tidak makan dan minum dalam keadaan tertentu yang
normal maka manusia akan mati. Allah SWT memerintahkan kepada
manusia agar makan dan minum dari yang halal dan tidak berlebihan.
Sebaiknya sepertiga dari perut untuk makanan, sepertiga untuk minuman,
dan sepertiga untuk udara. Menjaga kesehatan bagi seorang muslim adalah
wajib dan merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT dan sekaligus
melaksanakan amanah dari-Nya. Riyadhah atau latihan jasmani sangat
penting dalam penjagaan kesehatan, walau bagaimnapun riyadhah harus
tetap dilakukan menurut etika yang ditetapkan oleh Islam. Orang mukmin
yang kuat, lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang
lemah.
2.8 ELEMEN - ELEMEN PSIKOLOGI ISLAMI DALAM PROSES
PEMBENTUKAN AKHLAK

Secara filosofis tubuh manusia memiliki beberapa aspek


diantaranya, jiwa dan ruh manusia, al-Qur'an mengisyaratkan bahwa
manusia merupakan makhluk yang utuh dan padu. Kemudian dalam
pandangan psikologi dikelompokkan secara jelas bahwa manusia memiliki
beberapa aspek yaitu:

1. Jismiah
Dalam psikologi Islmi aspek jismiah 44 adalah organ fisik dan
biologis manusia dengan segala perangkat - perangkatnya. Organ fisik
biologis manusia adalah organ fisik yang paling sempurna diantara
semua makhluk. Proses penciptaan manusia sama dengan penciptaan
hewan dan tumbuh-tumbuhan, karena semuanya merupakan bagian
dari alam. Semua alam fisik-material memiliki unsur material dasar
yang sama, yaitu tersusun atas dari unsur tanah, air, api, dan udara.
Manusia juga tersusun dari keempat unsur tersebut akan tetapi manusia
tersusun secara proporsional paling sempurna.Pada dasarnya aspek
jismiah ini memiliki dua sifat dasar. Pertama, berupa bentuk kongkrit,
berupa tubuh kasar yang tampak. Kedua, berupa bentuk abstrak berupa
nyawa halus yang menjadi sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak
jismiah inilah yang akan mampu berinteraksi dengan aspek najsiah dan
rohaniyah manusia.
2. Nafsiah
Aspek najsiah ini adalah keseluruhan kualitas kemanusiaan,
berupa: pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari dimensi:
a. al-nafs
Dalam pandangan psikologi Islami nafsu45 adalah berasal
dari kata najs yang dalam pengertiannya memiliki beberapa makna,
ada yang diartikan sebagai totalitas manusia, ada pula yang
mengartikan sebagai tingkah laku yang ada dalam diri manusia.
Juga telah ditegaskan dalam al-Qur'an bahwa nafs dapat berpotensi
positif dan negatif. Pada hakekatnya potensi positif manusia lebih
kuat daripada potensi negatif, hanya saja daya tarik keburukannya
lebih kuat dari pada daya tarik kebaikannya.
b. al-'aql
Akal atau daya pikir yang dapat diartikan sebagai potensi
inteligensi yang berfungsi sebagai filter yang menyeleksi secara
nalar tentang baik dan buruk yang didorong oleh nafsu. Akal
membawa seseorang kepada keingintahuan yang besar untuk
memahami alam, sehingga dari sisi ini lahir ilmu pengetahuan.
Akal digunakan untuk meneliti, memahami dan menghayati alam
semesta untuk memperoleh pengetahuan dalam rangka memenuhi
hasrat dan kesejahteraan. Maka orang yang berakal ('aql) adalah
orang-orang yang dapat menahan amarahnya dan mengendalikan
hawa natsunya, karena dapat mengambil sikap dan tindakan yang
bijaksana dalam menghadapi segala persoalan yang dihadapinya.
Orang yang berakal adalah orang yang mau mendayagunakan
pikirannya (akal) untuk menahan, mengikat dari kehancuran
dirinya dan memahami dengan menganalisis segala ciptaan-Nya,
sehingga hidupnya bijaksana, terpelihara dari kesesatan. Dalam
pengertian lain kata akal mengandung arti mengerti, memahami
dan berfikir. Dengan masuknya filsafat Yunani ke dalam filsafat
Islam, kata al-'Aql mengandung arti sama dengan nous. Dalam
filsafat Yunani nous mengandung arti daya berfikir yang terdapat
dalam jiwa manusia. Dengan demikian kemampuan pemahaman
dan pemikiran tidak melalui al-qalb di dada tapi melalui al-aql di
kepala.
c. al-qalb
Hati, kata ini digunakan untuk menyebut dua hal, pertama,
sepotong daging lembek dan lembut. Di dalamnya terdapat rongga-
rongga tempat darah mengalir. Itulah tempat bersemayamnya ruh.
kedua, al-qalb adalah suatu rahasia yang halus (lathifah) yang
bersifat rabanniyah dan rohaninya yang memiliki keterkaitan
dengan al-qalb yang bersifat jasmani. Lathifah tersebut adalah
hakekat manusia itu sendiri. Itulah bagian manusia yang dapat
memahami, mengetahui dan menyadari. Akan tetapi memahami di
sini berbeda dengan memahami pada 'aql yang mengerahkan
segenap kemampuan berupa kemampuan persepsi dalam dan
persepsi luar.
3. Ruhaniah
a. ar-Ruh
Ruh adalah sesuatu yang lembut dan halus, meliputi
seluruh keadaan makhluk dan tidaklah ia bertempat pada suatu
tempat yang sitatnya lokal dan mikro. Apabila ruh meliputi
pada sesuatu yang mati, maka hiduplah sesuatu itu. Ruh tidak
dapat diukur besar kecilnya dengan suatu wujud jasmaniah.
Ruh tidak berjenis sebagaimana jenis jasmani manusia dan
makhluk lainnya. Dan apabila ruh mensitati serta meliputi hati
manusia, maka memancar lah "himmah " dan kestabilan serta
kekuasaan dalam gerak langkah hidupnya. Dan bilamana
menyelusup menyelimuti natsu (jiwa) serta mendominasinya,
tercerminlah kemauan dan semangat hidup dalam menata
kehidupannya. Jika ruh menguasai akal pikiran maka akal
pikiran akan menjurus kesempurnaan di dalam pandangan dan
dapat menentukan suatu sikap atas dasar pertimbangan yang
matang bagi perjalanan hidupnya.
b. Al-Fitrah
Al-Fitrah sebagai struktur psikis manusia bukan hanya
memiliki daya-daya, melainkan sebagai identitas esensial yang
memberikan 'bingkai' kemanusiaan bagi al-nafs (jiwa) agar
tidak bergeser dari kemanusiaan nya. Jika seluruh struktur jiwa
masih berada dalam ruang lingkup 'bingkai' fitrah ini, maka
jiwa (al-nafs) tidak akan kehilangan kemanusiaannya. Seperti
juga hak akan akal, manusia pun secara fitri berhak akan cinta;
cinta pada anak, istri, persaudaraan, materi. Allah
menumbuhkan rasa cinta ini dalam jiwa manusia. melalui rasa
cinta setip hubungan dapat berjalan dengan harmonis dan
mesra, kewajiban pun dengan ringan dapat dilaksanakan. Cinta
akan Allah dan cinta akan jihad fisabilillah sudah barang tentu
melandasi rasa cinta manusia. Dengan demikian maka pada
hakekatnya adalah memelihara, memupuk, dan membentengi
cinta dalam kalbu pelaksanaan tugas-tugas penghambaan
kepada Allah sehingga rasa cinta ini menempati posisi yang
tepat.

Elemen-elemen di atas kurang berfungsi bila tanpa ada pengarahan


atau pembentukan akhlak. Akhlak yang baik hanya dapat dimiliki apabila
seseorang itu berupaya mengembangkan dan membawa potensi diri yang
dimiliki daya ilmu, daya marah, daya syahwat, daya keadilan ke arah yang
dilandasi oleh akal murni dan syarak. Umumnya, yang dimaksudkan
dengan akhlak yang baik adalah semua perilakuan manusia, hasil
aktualisasi keadaan yang terdapat di dalam dirinya dan perlakuannya yang
muncul dan itu juga sesuai dengan kehendak syarak dan akal murni
manusia. Jadi dari sini tampak peranan psikologi Islami dalam
pembentukan akhlak yaitu:

1. Aspek jismiah
Pada aspek ini manusia hanya dipandang sebagai organ fisik-
biologis, sistem syaraf (sistem syaraf itu berpusat pada otak dan
sumsum tulang belakang yang sangat berhubungan antara fungsi otak
dengan gerak tubuh), kelenjar, sel manusia yang terbentuk dari unsur
material. Dan sifat jismiah ini adalah kekuatan dan kelemahan otot dan
urat saraf, misalkan orang yang dilahirkan dari bapak, kakek atau garis
keturunan yang memiliki kekuatan fisik kekekaran tubuh maka ia ada
kemungkinan untuk memiliki tubuh yang sama. Manusia dari aspek
jismiah sebagai bentuk aktualisasi diri berupa perilaku (akhlak)
manusia dalam mengaktualisasikan dirinya perlu adanya pembinaan
atau pendidikan. Karena dalam pembentukan akhlak disamping faktor
intern yang telah disebutkan di atas juga diperlukan faktor ekstern
yaitu berupa pembinaan dan pendidikan. Yang dimaksud pendidikan di
sini adalah segala tuntutan dan pengajaran yang diterima seseorang
dalam membina kepribadian. Pendidikan itu memiliki pengaruh yang
besar dalam pembentukan akhlak. Selai itu, dengan pendidikan
manusia dapat mengembangkan akal yang dimilikinya.
2. Aspek najsiah dan aspek ruhaniah
Pada dasarnya manusia adalah terdiri dari dua dimensi yaitu;
jasmani dan rohani. Aspek najsiah adalah keseluruhan kualitas
kemanusiaan, berupa: pikiran, perasaan, kemauan, yang muncul dari
dimensi al-nafs, al-'aql,dm al-qalb. Jadi dengan ilmu pengetahuan,
setiap mukmin perlu mempelajari apakah akhlak yang terpuji (akhlak
mahmudah) dan apakah akhlak yang keji (akhlak mazmumah). Al-
Quran telah menggariskan akhlak yang utama yang mesti dihayati oleh
setiap orang mukmin. Sennah Rasulullah saw. pula telah
memperincikan serta telah menterjemahkannya ke dalam realitas
kehidupan sebenarnya. Sedangkan Aspek ruhaniah merupakan potensi
luhur manusia yang bersumber dari dimensi ar-ruh, dan al-fitrah.,
dimunculkan dengan ketekunan dan keikhlasan melakukan ibadah
mampu menangkis serangan mazmumah terutamanya bisikan hawa
nafsu. Karena ibadah itu sendiri berarti mengesakan Allah swt. dengan
sungguh-sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa
setunduktunduknya kepada-Nya. Dapat memberikan teladan dalam
pendidikan, mempersiapkan dan membentuk anak didik secara
moral,akhlak, spiritual serta social. Membiasakan berbuat baik karena
ini sangat penting, terutama bagi anak- anak, sebab mereka belum
menginsafi apa yang disebut baik dan buruk dalam arti susila atau
akhlak. Memberikan nasihat, karena nasehat adalah penjelasan tentang
kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang
dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang
mendatangkan kebahagiaan dan manfaat.
BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Dalam proses pembentukan akhlak dapat digunakan metode yaitu


dengan menjalankan ibadah yang kuat dan ikhlas, karena ketekunan dan
keikhlasan melakukan ibadah mampu mencegah bisikan hawa nafsu.
Selain itu ibadah sendiri berarti mengesakan Allah swt. dengan sungguh-
sungguh dan merendahkan diri serta menundukkan jiwa setunduk-
tunduknya kepada-Nya. Selanjutnya metode teladan karena dengan teladan
seseorang bisa mempengaruhi diri untuk berubah kerana manusia cepat
meniru orang lain. Selain itu proses pembentukan akhlak adalah dengan
mencari ilmu pengetahuan, karena pengetahuan biasa diperoleh dari
keseluruhan bentuk upaya kemanusiaan, seperti perasaan, pikiran,
pengalaman, panca indera, dan intuisi untuk mengetahui sesuatu tanpa
memperhatikan objek, cara, dan kegunaannya. Peranan elemen - elemen
psikologi Islami dalam proses pembentukan Akhlak adalah sangat urgen
dan mendasar karena bila dilihat dari faktor pembentukan akhlak itu
sendiri terdiri dari faktor intern dan faktor ekstern, intern di sini mencakup
beberapa aspek yaitu aspek jismiah (fisik, biologis) dalam pembentukan
akhlak aspek jismiah sangat berperan sebagai wujud nyata aktualisasi diri
berupa perilaku, sikap, dan tindakan yang terlihat dalam kehidupan sehari-
hari., aspek najsiah (psikis, psikologi) Aspek nafsiah sangat berperan
dalam pembentukan akhlak yaitu dalam hal mengetahui, mengenal,
merasakan yakni persepsi atau cara pandang terhadap diri dan
lingkungannya.

3.2 SARAN
Setelah pembuatan makalah ini, tentunya penulis sudah menyadari
jika dalam penyusunan makalah ini masih banyak ada kesalahan serta jauh
dari kata sempurna. Namun, dengan adanya makalah ini dapat membantu
pembaca dalam meningkatan dan memaksimalkan psikologis pembaca
dalam membentengi dirinya dari akhlak yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai