Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

MAKNA DAN METODE PEMBENTUKAN AKHLAK

Disusun untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Akidah Akhlak 2

Dosen pengampu: Prof. Dr. H. Sangkot Sirait, M.Ag / Drs. Mujahid, M.Ag

Disusun oleh:

Nama : Muhammad Rayhan Fadhila

NIM : 20104010048

Absen : 08

Kelas : 5 PAI-B

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2022

1
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH ..........................................................................................................................1


DAFTAR ISI.........................................................................................................................................2
BAB I.....................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.................................................................................................................................3
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................................................3
B. Rumusan Masalah....................................................................................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...............................................................................................5
BAB II...................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN...................................................................................................................................6
A. Makna Pembentukan Akhlak dalam Islam............................................................................6
B. Metode Pembentukan Akhlak.................................................................................................9
BAB III................................................................................................................................................13
PENUTUP...........................................................................................................................................13
A. Kesimpulan.............................................................................................................................13
B. Saran.......................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Akhlak merupakan suatu keadaan jiwa, keadaan ini menyebabkan jiwa bertindak
dengan mudah tanpa difikir dan dipertimbangkan secara mendalam. Akhlak merupakan
tingkah laku manusia bersifat konstan, spontan, tidak temporer, dan tidak memerlukan
pemikiran dan perimbangan serta dorongan dari luar. Akhlak masih bersifat netral belum
menunjuk kepada baik atau buruk yang dilakukan oleh manusia.1

Masalah akhlak menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat seseorang. Sekalipun orang
dapat pintar setinggi langit, tetapi jika suka melanggar norma agama atau melanggar
peraturan pemerintah, maka ia tidak dapat dikatakan seorang yang mulia. Akhlak tidak
hanya menentukan tinggi derajat seseorang, melainkan juga masyarakat. Masyarakat yang
terhormat adalah masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang berbudi pekerti baik.
Sebaliknya, masyarakat yang beranggotakan orang yang suka melakukan perampokan,
kejahatan, penodongan, dan berbagai macam kemaksiatan, tidak dapat dikatakan sebagai
masyarakat yang baik. Bahkan masyarakat yang demikian dapat menghambat kemajuan
pembangunan dan dapat menyusahkan pemerintah dan bangsa.

Dalam makalah ini akan membahas sedikit tentang makna dan metode yang dilakukan
dalam pembetukan akhlak pada anak. Dalam pandangan syari’at Islam, anak merupakan
amanat yang dibebankan oleh Allah SWT kepada kedua orang tuanya., maka dari itu
orang tua berkewajiban untuk menjaga dan memelihara serta menyampaikan amanat itu
kepada yang berhak yaitu anak. Karena manusia adalah milik Allah SWT, mereka harus
melatih anaknya melalui pendidikan untuk mengenal dan menghadapkan diri kepada
Allah.2

Pada awalnya orang tua dan keluarga adalah “sekolah” pertama bagi anak. Anak yang
lahir bersih seperti kertas putih itu akan mendapat celupan warna dari orang tua dan
orang-orang dekat atau keluarga. Dalam perkembangannya anak membutuhkan peran

1
Arief Wibowo, “Berbagai Hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak,” SUHUF 28, no. 1 (Mei 2016): 96–
104.
2
Chabib Toha, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Pustaka Belajar Offuset, 1996).

3
orang tua diantara sebagai pemelihara kesehatan mental dan fisik, peletak dasar
kepribadian yang baik, pembimbing, pemberi fasilitas dan motivator dalam
pengembangan diri, menciptakan suasana nyaman dan kondusif bagi pengembangan diri
anak.3

Dalam konteks Indonesia pada masa kini, dari sudut akhlak mulia banyak fenomena
yang memperihatinkan. Dihadapan mata terpampang keadaan yang sering tidak masuk
akal. Akhlak mulia dan budi pekerti ada pada tingkat individual maupun sosial, seolah-
olah tenggelam; kemerosotan akhlak diperlihatkan oleh masyarakat akhir-akhir ini.
Berbagai gejala kemerosotan itu misalnya; terjadinya konflik elit maupun tingkat
masyarakat bawah yang berkepanjangan, dan belum terlihat tandatanda mereda;
meningkatkan kebiasaan main hakim sendiri terhadap orang yang dicurigai, dan
menghukumnya melampui hukuman yang semestinya, semakin mudahnya masyarakat,
terutama generasi muda mengkonsumsi minuman keras, narkoba dan obat terlarang
lainnya; banyaknya kasus bentrokan dan tawuran pelajar dan siswa baik dilingkungan
sekolah maupun diluar.

Sehingga proses belajar mengajar terganggu, bahkan mengganggu masyarakat, yang


tak jarang membawa korban; meningkatnya gangguan keamanan berupa perampokan
pencurian sehingga timbul keresahan dan suasana tidak tenteram; semakin banyaknya
tindak kekerasan terhadap kaum wanita dan orang yang lemah lainnya yang tak mampu
melawan pemerkosaan dan dan penjahat. Kian banyaknya kalangan yang mengambil
peluang dan kesempatan melakukan tindakan korupsi dan nepotisme; semakin
merajalelanya kebiasaan dan kegemaran memfitnah, menggunjing; dan menghujat, dan
berselisih, bertengkar, saling mengolok dan mengejek. Semua ini seolah telah menjadi
bagian dari kehidupan banyak individu dan masyarakat kita. Adapun salah satu cara untuk
mengobati penyakit mental dan sosial, adalah membina kembali mental rohani sejak dini,
melalui akktifitas ibadah yang bermutu, yang mampu membangun moral akhlak dan budi
pekerti.4

3
Partini, Pengantar Pendidikan Usia Dini (Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010).
4
Moh Ardani, Akhlak Tasawuf: Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat Dan Tasawuf, Cet. Ke II (Jakarta:
Karya Mulia, 2005).

4
B. Rumusan Masalah
Dengan mengetahui latar belakang masalah maka rumusan masalah yang akan dibahas
oleh penulis yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana makna pembentukan akhlak dalam Islam?


2. Bagaimana metode yang tepat dalam pembentukan akhlak menurut pandangan Islam?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan
a. Untuk mengetahui dan memahami makna dari pembentukan akhlak.
b. Untuk mengetahui dan memahami metode yang digunakan dalam pembentukan
akhlak menurut pandangan Islam.
2. Manfaat Penulisan
a. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman dan
memperkaya ilmu pengetahuan tentang akidah dan akhlak, penelitian ini juga
bermanfaat bagi setiap lembaga pendidikan khususnya masing-masing individu
yang ingin mengembangkan tentang makna dan metode pembentukan akhlak
dalam Islam
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Guru PAI atau Pendidik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk guru PAI
ataupun calon guru PAI dalam mendidik dan menjalankan tugas untuk
membimbing peserta didik.
2) Bagi Peneliti yang Akan Datang
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan maupun
bahan perbandingan bagi peneliti-peneliti berikutnya. Dan diharapkan bagi
peneliti yan akan datan dapat menambahkan hal-hal yang kurang dalam
penulisan ini agar dapat menjadi kritik dan saran bagi penulis saat ini.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Pembentukan Akhlak dalam Islam

Kata Akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di Indonesiakan ; yang juga
diartikan dengan Istilah perangai atau kesopanan.5 Pengertian akkhlak secara bahasa dapat
diartikan sebagai budi pekerti, watak dan perangai. 6 Sementara itu menurut Imam al-
Ghazali seperti yang dikutip oleh Abuddin Nata akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mendalam tanpa pemikiran, namun perbuatan itu telah mendarah daging dan
melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan tidak baik lagi memerlukan
pertimbangan dan pemikiran.

Definisi akhlak menurut Imam al- Ghazali yaitu, akhlak adalah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang dari padanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tidak
memerlukan pertimbangan pikiran (terlebih dahulu).7 Dari definisi tersebut dapat
diketahui bahwa hakikat akhlak menurut al-Ghazali mencakup dua syarat: pertama,
perbuatan itu harus konstan, yaitu dilakukan berulang kali dalam bentuk yang sama,
sehingga dapat menjadi kebiasaan. Kedua, perbuatan itu harus tumbuh dengan mudah
tanpa pertimbangan dan pemikiran, yakni bukan karena adanya tekanan, paksaan dari
orang lain atau bahkan pengaruh-pengaruh dan bujukan yang indah dan sebagainya.
Menurutnya juga, bahwa akhlak bukanlah pengetahuan (ma’rifah) tentang baik dan jaha,
maupun kodrat (qudrah) untuk baik dan buruk, bukan pula pengamalan (fi’il) yang baik
dan jelek, melainkan suatu keadaan jiwa yang mantap (hay’ arashikha fi-nafs).8

Sementara itu, menurut pendapat ulama lain yang mendefinisikan akhlak yaitu Buya
Hamka. Buya Hamka mengartikan kata akhlaqu dengan budi pekerti mulia, seperti yang
terdapat dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW yaitu “Innama bu’ist-tu li
utammima makarimal akhlaqi!”; yang artinya: “Aku diutus tidak lain hanyalah untuk

5
Hestu Nugroho Warasto, “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-
Islamy, Cengkareng),” JURNAL MANDIRI: Ilmu Pengetahuan, Seni, Dan Teknologi 2, no. 1 (June 2018): 65–86.
6
M. Dahlan Yacub Barry, Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (Surabaya: PT. Arkola, 2001).
7
Nata Abuddin, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006).
8
Warasto, “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy,
Cengkareng).”

6
menyempurnakan budi pekerti mulia”.9 Jadi dalam pandangan Beliau adalah budi pekerti
sama artinya dengan akhlak. Buya Hamka sering menggunakan kata budi pekerti dalam
menyebut akhlak. Sebagaimana juga dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata akhlak
diartikan dengan budi pekerti, kelakuan.

Sedangkan dalam bukunya Abudin Nata, dijelaskan bahwa para ahli berbeda pendapat
soal pembentukan akhlak. Sebagian memandang akhlak tak dapat dibentuk sebab
merupakan bawaan lahir manusia. Sebagian memandang akhlak dapat disuahahkan
(dibentuk).10 Menurut Pandangan Buya Hamka tentang pembentukan akhlak, adalah
akhlak dapat dibentuk. Buya Hamka berkata, akhlak yang indah bisa diusahahkan melalui
riyadhah (latihan batin) mengubah kebiasaan dengan kebiasaan yang baru.

Menurut Buya Hamka juga mengakatakan bahwa, membentuk akhlak adalah dengan
pembiasaan. Jadi agar akhlak terbentuk dalam diri manusia, ia haruslah membiasakan diri
dengan perbuatan yang baik. Sehingga perbuatan baik menjadi mudah untuk dilakukan.
Dan menjadi tabiat dalam diri manusia. Hal tersebut sependapat dengan pandangan dari
Quraisy Syihab yang mengatakan bahwa pembiasaan dalam meraih akhlak mutlak adanya.
Perbuatan yang telah menjadi kebiasaan akan dilakukan dengan mudah, tanpa banyak
berpikir, dan ketika itu ia menjadi akhlak. 11 Jadi agar akhlak terbentuk dalam diri manusia
maka ia harus dibiasakan. Buya Hamka berkata, Membiasakan diri kepada pekerjaan-
pekerjaan yang menghasilkan budi yang dituntut itu. Misalnya orang yang bermaksud
menjadikan dirinya seorang penyantun, jalannya ialah membiasakan dirinya bersedekah.

Sedangkan jika kita berbicara tentang masalah pembentukan akhlak sama dengan kita
berbicara tentang tujuan pendidikan. Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud” dalam
bahasa Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdaf atau maqasid. Sedangkan dalam bahasa
Inggris, Istilah “tujuan” dinyatakan dengan goal atau purpose atau objective. Secara
umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yang sama yaitu perbuatan yang
diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang hendak dicapai melalui
upaya atau aktifitas (Ramayulis, 2004:65).12

9
Moh. Rivaldi Abdul et al., “Pembentukan Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka,”
PEKERTI: Jurnal Pendidikan Islam & Budi Pekerti 1, no. 1 (February 2020).
10
Abdul et al.
11
Abdul et al.
12
Warasto, “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy,
Cengkareng).”

7
Maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam merupakan
pengembangan nilai-nilai Islami yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia didik
pada akhir dari proses tersebut. Dengan istilah lain menurut M. Arfin bahwa, tujuan
pendidikan Islam adalah perwujudan nilai Islami pada pribadi manusia didik yang
diikhtiarkan oleh pendidik muslim melalui proses yang terminal pada hasil (produk) yang
berkepribadian Islam yang beriman, bertaqwa dan berilmu pengetahuan yang sanggup
mengembangkan dirinya menjadi hamba Allah yang taat.13

Dalam pendidikan tidak mungkin seorang peserta didik belajar sendiri dan tidak
membutuhkan seorang guru, padahal pendidikan itu dapat tercapai bila segala anggota
yang terlibat dalam pendidikan tersebut dapat memiliki hubungan yang harmonis. Sama
halnya dengan pembentukan akhlak, menurut Sarimah dalam penelitiannya yaitu
mengatakan bahwa pembentukan akhlak itu juga dipengaruhi oleh guru, orang tua, teman-
teman, media massa, teknologi dan gaya hidup yang khususnya harus ada dari dalam diri
sendiri.14

Selain faktor yang terdiri dari berbagai pihak yang berhubungan dengan lingkungan
hidup anak. Dalam pembentukan akhlak juga terdapat faktor-faktor lain yaitu sebagai
berikut:

1. Faktor pembawaan naluriyah


Yaitu sebagai makhluk bilologis, faktor bawaan sejak lahir yang menjadi
pendorong perbuatan setiap manusia. faktor itu dusebut dengan naluri atau tabiat.
2. Faktor sifat-sifat keturunan (Al Waritoh)
Yaitu sifat-sifat keturunan adalah sifat-sifat yang diwariskan oleh orang tua kepada
keturunannya (anak dan cucu).15

B. Metode Pembentukan Akhlak


Islam sangat memperhatikan pembtukan akhlak pada setiap insan, hal ini dapat dilihat
dari perhatian Islam terhadap pembinaan jiwa yang harus didahulukan dari pada
pembinaan fisik, karena dari jiwa yang baik inilah akan lahir perbuatan yang baik yang

13
Warasto.
14
Siti Aisyah Kamaruddin and Latifah Abdul Majid, “Peranan Murabbi Terhadap Pembangunan Dan
Pembentukan Akhlak Remaja,” Jurnal Al-Turath 2, no. 2 (2017): 31–37.
15
Warasto, “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy,
Cengkareng).”

8
selanjutnya akan mempermudah menghasilkan kebaikan dan kebahagiaan pada seluruh
kehidupan manusia, lahir dan batin. Selain itu, perhatian Islam terhadap pembentukan
akhlak selanjutnya adalah pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran
Islam. Ajaran Islam tentang keimanan misalnya sangat berkaitan erat dengan mengerjakan
serangkaian amal shalih dan perbuatan terpuji.

Pembentukan dan pembinaan akhlak dalam Islam juga terintegrasi dengan


pelaksanaan rukun Islam. Hasil analisa Muhammad al-Ghazali terhadap rukun Islam yang
kelima telah menujukkan dengan jelas, bahwa dalam rukun Islam yang lima itu
terkandung konsep pembinaan akhlak.16 Contohnya rukun Islam yang pertama adalah
mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalimat ini mengandung pernyataan bahwa selama
hidupnya manusia hanya tunduk kepada aturan dan tuntunan Allah. Orang yang tunduk
dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dapat dipastikan akan menjadi orang
yang baik. Begitu juga pada butir-butir rukun islam yang lain, masing-masing
mengandung konsep tentang akhlak.

Berdasarkan analisis tersebut, dapat dikatakan bahwa Islam sangat memberi perhatian
yang besar terhadap pembinaan akhlak, termasuk cara-caranya. Memberi perhatian yang
besar terhadap pembinaan akhlak yang ditempuh islam adalah menggunakan cara atau
sistem yang intergrated, yaitu sistem yang menggunakan berbagai sarana peribadatan dan
lainnya secara simultan untuk diarahkan pada pembinaan akhlak. Cara lain yang dapat
ditempuh untuk pembinaan akhlak ini adalah pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangsung terus menurus. Yaitu maksudnya akhlak itu lahir dari yang bermula paksaan
yang lama kelamaan tidak lagi terasa dipaksa atau bisa menjadi biasa. Atau dapat
dilakukan dengan cara yang lain yaitu melalui keteladanan, karena pendidikan itu tidak
akan berhasil melainkan jika disertai dengan pemberian keteladanan yang baik dan nyata
sesuai dengan keteladanan Rasullah SAW.17

Selain itu pembentukan dan pembinaan akhlak dapat pula ditempuh dengan cara
senantiasa menganggap diri ini sebagai yang banyak kekurangannya dari pada
kelebihannya. Pembentukan dan pembinaan akhlak secara efektif dapat pula dilakukan

16
Muhammad Ghazali and Wicaksana, Akhlak Seorang Muslim, (Terj.) Moh. Rifa’I, Dari Judul Asli Khuluq al-
Muslim, trans. Moh Rifa’i, IV (Semarang, 1993).
17
Warasto, “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy,
Cengkareng).”

9
dengan memperhatikan faktor kejiwaan sasaran yang dibina. Dari beberapa cara yang
telah disebutkan tersebut penulis juag menemukan metode pembentukan dan pembinaan
akhlak menurut para ahli akhlak yang dapat dilakukan sesuai dengan prespektif Islam
yaitu sebagai berikut:18

1. Metode Uswah (teladan), yaitu sesuatu yang pantas untuk dijalani, karena
mengandung nilai-nilai kemanusiaan.
2. Metode Ta’widiah (pembiasan), secara bahasa pembiasaan asal katanya adalah
biasa. Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, biasa artinya lazim atau umum;
seperti sediakala, sudah merupakan hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Metode Mau’izah (nasehat), yaitu kata wa’zhu yang berarti nasehat yang terpuji,
memotivasi untuk melaksanakannya dengan perkataan yang lembut.
4. Metode Qisah (cerita), yang mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan
materi pelajaran, dengan menuturkan secara kronologis, tentang bagaimana
terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya terjadi, ataupun hanya rekaan saja.
5. Metode Amtsal (perumpaman), yaitu metode yang banyak dipergunakan dalam
Alqur’an dan hadist untuk mewujudkan akhlak mulia.

Secara prespektif Islam telah disebutkan di atas sedangkan dalam pendidikan sendiri
terdapat tiga lembaga pendidikan, yaitu keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam
bukunya Dindin Jamaludin, dijelaskan bahwa ada tiga faktor lingkungan yang
mempengaruhi perkembangan jiwa anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat.19

1. Upaya Keluarga dalam Pembentukan Akhlak


Lembaga pendidikan informal atau keluarga, merupakan lembaga pendidikan
yang pertama kali akan dimasuki manusia. Buya Hamka berkata bahwa, dalam
lingkungan keluarga, dipelajarinya pokok-pokok dan dasar-dasar yang pertama
pergaulan hidup dan masyarakat. Jadi dalam lingkungan keluargalah pendidikan
itu pertama kali akan didapatkan. Dalam keluarga, tanggung jawab utama dalam
pendidikan ada pada orang tua. Buya Hamka berkata bahwa, penanggung jawab
pertama dalam suatu rumah tangga terletak di atas pundak ayah dan ibu.
18
Warasto.
19
Didin Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2013).

10
Orang tua menjadi Guru utama dalam pendidikan keluarga. Menurut Buya
Hamka tanggung jawab orang tua memelihara anak adalah lahir dan batin. Lahir
ialah memberikan kesehatan dan memberikan makan minumnya. Dan batinya
ialah mendidiknya sebagai persiapan hidup.20 Selain itu, ada beberapa hal penting
yang perlu kita perhatikan dalam mendidik anak di rumah agar terbentuk akhlak
dalam diri anak. Yaitu a) membiasakan anak beruat baik, b) keteladanan orang tua
pada anak, c) penanaman nilai-nilai ketauhidan, dan d) juga memperhatikan pola
pendidikan orang tua yang keliru.
2. Upaya Sekolah dalam Pembentukan Akhlak
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal. Di sekolah seorang anak
mendapatkan ilmu yang lebih lanjut. Sekolah juga menjadi tempat berinteraksi
peserta didik agar lebih mengenal pergaulan kehidupan di masyarakat nanti. Buya
Hamka berkata, halaman dan pekarangan sekolah adalah tempat melatih budi.21
Dalam mendidik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru. Yaitu a)
membiasakan peserta didik berbuat baik, b) peran keteladanan guru, c) metode
pendidikan dan d) pemilihan materi pelajaran yang baik.
3. Upaya Masyarakat dalam Pembentukan Akhlak
Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi akhlak manusia. Lingkungan
yang baik akan mempengaruhi manusia menjadi baik. Sementara lingkungan
masyarakat yang buruk akan mempengaruhi manusia menjadi buruk. Untuk
membentuk akhlak dalam masyarakat, lingkungan masyarakat harus baik.
Sehingga masyarakat terbiasa dalam kebaikan.
Dalam bukunya Dindin Jamaludin, dijelaskan bahwa masyarakat turut serta
memikul tanggung jawab pendidikan, dan masyarakat juga berpengaruh dalam
pembentukan akhlak anak. Masyarakat yang berbudaya, memelihara, dan menjaga
norma-norma dalam kehidupan dan menjalankan agama secara baik akan
membantu perkembangan akhlak anak menjadi baik.22 Pandangan ini sejalan
dengan pandangan Buya Hamka bahwa suasana lingkungan tempat manusia
dibesarkan, itulah yang akan membentuk pribadi seseorang. Dalam pandangan

20
Buya Hamka, Akhlaqul Karimah, Cetakan Ulang, Jakarta : Gema Insani. (Jakarta: Gema Insani, 2017).
21
Hamka.
22
Jamaluddin, Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam.

11
Buya Hamka ada dua cara mengupayakan lingkungan yang baik untuk membentuk
akhlak. Yaitu pertama yang positif, kedua yang negatif.23
a. Cara positif
Cara positif adalah dengan mengupayakan lingkungan masyarakat
menjadi baik. Buya Hamka berkata, yang positif ialah perbaikan dalam
masyarakat seumpama mendirikan sekolah-sekolah dan mendidik pemuda-
pemuda, mengatur susunan pengajaran, memberantas minuman keras,
perjudian dan pelacuran, menyediakan rumah-rumah pemeliharaan anak
yatim, orang miskin, supaya tidak ada gelandangan, menyensor film cabul,
buku-buku porno dan lain-lain. Cara positif, dimana masyarakat harus
mengupayakan adanya kehidupan yang baik dalam lingkungan itu.
Mengupayakan adanya sekolah-sekolah agar anak-anak di masyarakat itu
bisa mendapatkan pendidikan.
b. Cara negatif
Cara negatif adalah dengan memberikan sangsi bagi siapa yang
melakukan perbuatan buruk di lingkungan masyarakat. Buya Hamka
berkata, yang negatif ialah penangkapan atas yang melanggar, menyeretnya
ke pengadilan dan menjatuhkan hukuman. Jadi, cara negatif adalah
mengadili siapapun yang melakukan perbuatan buruk dalam masyarakat.
Jika kedapatan ada warga yang meminum minuman keras atau melakukan
perbuatan buruk lainnya, maka harus diberikan sangsi tidak boleh
dibiarkan. Sebab kalau dibiarkan hal ini akan menjadi racun yang dapat
merusak lingkungan masyarakat yang tadinya baik, menjadi tidak baik.

23
Hamka, Akhlaqul Karimah, Cetakan Ulang, Jakarta : Gema Insani.

12
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uarain di atas maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut:

1. Akhlak adalah tujuan manusia dalam mencapai kesempurnaan diri sebagai manusia.
Sedangkan pembukan akhlak adalah suatu upaya yang dilakukan oleh manusia agar
memiliki akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Inti dari pembentukan
akhlak adalah mereka dapat mencapai tujuan hidup sesuai dengan ajaran Islam. Dan
cara dalam membentuk akhlak adalah dengan membiasakan berbuat baik. Selain itu,
banyak faktor yang mempengaruhi diri dalam pembentukan akhlak, bisa dari bawaan
lahir atau keturunan, orang tua atau keluarga, sekolah, lingkungan masyarakat, dan
teman-teman terutama diri sendiri.
2. Metode yang digunakan dalam pembentukan akhlak biasanya yaitu ada metode uswah
atau keteladan; metode mau’izah atau nasehat; metode qisah atau cerita; metode
amtsal atau perumpamaan. Dari beberapa metode tersebut dimaksudkan agar dapat
memudahkan guru ataupun orang tua dalam membentuk akhlak anak selama disekolah
ataupun di rumah. Selain itu pembentukan akhlak disini juga sama halnya dengan
tujuan pendidikan. Sedangkan dalam pendidikan itu ada tiga ranah yaitu dalam
kelurga, sekolah dan juga masyarakat. Jika menginginkan anak dapat memiliki akhlak
yang baik ketiga-tiganya ini harus saling mendukung dalam pembentukan akhlak yaitu
dapat terlahirlah akhlak yang mulia dan dapat memanusiakan manusia.

B. Saran
Berdasarkan dari materi yang telah dipaparkan oleh penulis maka penulis memberikan
beberapa saran yaitu sebagai berikut:

1. Hendaknya setiap guru dapat meningkatkan kegiatan yang dapat meningkatkan akhlak
terhadap siswa seperti mewajibkan membaca Alqur’an dan melakukan Sholat
berjamaah sehingga akan meningkatkan akhlak bagi siswa

13
2. Hendaknya orang tua juga ikut mendukung dalam pembukan akhlak sehingga anak
bukan hanya menjadi tanggung guru, namun orang tua juga harus ikut berkontribusi di
dalamnya untuk memberikan nasehat, tauladan dan pembiasaan akhlak pada anak.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Moh. Rivaldi, Tita Rostitawati, Ruljanto Podungge, and Muh. Arif. “Pembentukan
Akhlak Dalam Memanusiakan Manusia: Perspektif Buya Hamka.” PEKERTI: Jurnal
Pendidikan Islam & Budi Pekerti 1, no. 1 (February 2020).
Abuddin, Nata. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Ardani, Moh. Akhlak Tasawuf: Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti Dalam Ibadat Dan Tasawuf.
Cet. Ke II. Jakarta: Karya Mulia, 2005.
Barry, M. Dahlan Yacub. Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer. Surabaya: PT.
Arkola, 2001.
Ghazali, Muhammad and Wicaksana. Akhlak Seorang Muslim, (Terj.) Moh. Rifa’I, Dari
Judul Asli Khuluq al-Muslim. Translated by Moh Rifa’i. IV. Semarang, 1993.
Hamka, Buya. Akhlaqul Karimah, Cetakan Ulang, Jakarta : Gema Insani. Jakarta: Gema
Insani, 2017.
Jamaluddin, Didin. Paradigma Pendidikan Anak Dalam Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Kamaruddin, Siti Aisyah, and Latifah Abdul Majid. “Peranan Murabbi Terhadap
Pembangunan Dan Pembentukan Akhlak Remaja.” Jurnal Al-Turath 2, no. 2 (2017):
31–37.
Partini. Pengantar Pendidikan Usia Dini. Yogyakarta: Grafindo Litera Media, 2010.
Toha, Chabib. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Belajar Offuset, 1996.
Warasto, Hestu Nugroho. “PEMBENTUKAN AKHLAK SISWA (Studi Kasus Sekolah
Madrasah Aliyah Annida Al-Islamy, Cengkareng).” JURNAL MANDIRI: Ilmu
Pengetahuan, Seni, Dan Teknologi 2, no. 1 (June 2018): 65–86.
Wibowo, Arief. “Berbagai Hal Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak.” SUHUF 28, no.
1 (Mei 2016): 96–104.

14

Anda mungkin juga menyukai