Anda di halaman 1dari 28

MATA KULIAH DOSEN PEMBIMBING

AKIDAH AKHLAK SADDAM HASRI, S.Sy, MH

MAKALAH

PERAN GURU DALAM MENANAMKAN AKHLAK


PADA ANAK

Oleh
NELI PRONEKA
Nim : 021.05.03.1889

JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI ( PAUD )


FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM ( IAI )
DAR ASWAJA ROKAN HILIR
1443/2021 M
RIAU

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah karena dengan rahmat, karunia,
serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai Ilmu Pendidikan Islam. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat sedikit kekurangan
dan belum sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan akhlak sebagai usaha yang dilakukan oleh manusia harus
mempunyai rujukan yang menjadi dasar dalam merealiasikan tujuannya.
Dasar ini tidak dapat dipisahkan dari dasar kehidupan manusia yang hakiki.
Islam mempunyai dua pedoman yang bersumber dari al Quran dan al Hadits.
Al Qur’an sebagai pedoman hidup manusia, di dalamnya memuat berbagai
masalah kehidupan manusia, diantaranya adalah bagaimana mendidik,
membina dan membimbing manusia supaya berakhlak mulia. Sedangkan
hadits sebagai sumber pedoman setelah al Qur’an, membahas tentang anjuran
membina akhlak dan lain sebaginya. Hal ini dapat diketahui dari risalah-
risalah yang telah diajarkan Rasulullah kepada umatnya terdahulu. 1
Akhlak manusia tidak terbentuk sejak manusia dilahirkan. akhlak
manusia terbentuk melalui proses sosial yang terjadi selama hidupnya, dimana
individu mendapatkan informasi dan pengalaman. Proses tersebut dapat
berlangsung di dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Saat
proses sosial terjadi hubungan timbal balik antara individu dan sekitarnya.
Sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan paling mendasar yang
dapat dilaksanakan sebaik-baiknya karena menjadi landasan bagi pendidikan
di tingkat selanjutnya. Pendidikan ditingkat sekolah dasar mampu membekali
siswanya dengan nilai-nilai, Akhlak dan kemampuan dasar agar mereka bisa
berkembang menjadi pribadi mandiri. Sekolah sebagai tempat mencari ilmu
harus mampu melaksanakan proses belajarnya dengan baik dan dapat
mendorong perkembangan kreativitas siswa dengan berupaya mendorong atau
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. Kreativitas merupakan suatu
kemampuan yang dimiliki semua orang dengan kadar yang berbeda-beda, jadi
ada orang yang sangat kreatif dan kurang kreatif. Setiap anak lahir dengan

1
Saifudin Azwar, Proses Pembentukan Akhlak Anak, (Jakarta: Pustaka Jaya, 2010),
Hlm.3

3
potensi kreatif dan tidak ada orang yang sama sekali tidak memiliki
kreativitas.2
akhlak anak diusia sekolah sebagian besar ditentukan oleh sekolah
dimana ia belajar. Dan tidak terlepas juga dari lingkungan keluarga dan tempat
ia tinggal. Pada masa anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya
dengan teman-temannya di mana ia mudah sekali dihinggapi ketakutan akan
kegagalan dan ejekan teman. Bila pada masa ini ia sering gagal dan merasa
cemas, akan tumbuh rasa rendah diri, sebaliknya bila ia tahu tentang
bagaimana dan apa yang perlu dikerjakan dalam menghadapi tuntutan
masyarakatnya dan ia berhasil mengatasi masalah dalam hubungan teman dan
prestasi sekolahnya, akan timbul motivasi yang tinggi terhadap karya dengan
lain perkataan terpupuklah “industry”.
Pada masa usia anak sedang beranjak segala aspek dari kehidupan
yang berkaitan dengan anak tersebut sangat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan sikap anak, seperti lingkunga keluarga, lingkungan bermain,
lingkunga sekolah dan lain-lain sebagainya. Jika semua hal tersebut tidak baik
maka pertumbuhan akhlak anak akan menjadi tidak baik dan apabila semua
hal tersebut baik maka akan berakibat pula pada kebaikan sikap anak tersebut.
Memasuki dunia sekolah dan masyarakat, anak-anak dihadapkan pada
tuntutan sosial yang baru, yang menyebabkan timbulnya harapan-harapan atas
diri sendiri (self-expect-action) dan aspirasi-aspirasi baru, dengan lain
perkataan akan muncul lebih banyak tuntutan dari lingkungan maupun dari
dalam anak sendiri yang kesemuanya ingin dipenuhi.3
Salah satu bentuk akhlak yang baik yang diperolah dari pendidikan
formal maupun nonformal yang harus dimiliki anak setelah ia mengerti ialah
akhlak yang baik seperti berkata yang baik terhadap orang lain, tidak
mengambil hak orang lain, mematuhi perintah orang tua dan lain sebagainya.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik menulis sebuah
makalah tentang akhlak anak dengan judul “akhlak anak usia dini”
2
Utami Munandar, Sikap dan Tingkah Laku Anak Usia Sekolah Dasar, (Jakarta: Pustaka
Jaya, 1995), Hlm.45
3
Gunarsa, Pola Perkembangan Anak, (Bandung: Mizan, 2002), Hlm.35

4
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2. Apa saja pembagian Akhlak?
3. Apa faktor yang Mempengaruhi Akhlak?
4. Apa bentuk bentuk Akhlak?
5. Bagaimana Pendidikan anak usia dini?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan akhlak?
2. Untuk mengetahui apa saja pembagian Akhlak?
3. Untuk mengetahui apa faktor yang Mempengaruhi Akhlak?
4. Untuk mengetahui apa bentuk bentuk Akhlak?
5. Untuk mengetahui Pendidikan anak usia dini?

5
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akhlak
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata khuluk yang terbentuk
dari tiga huruf, yaitu kha’, lam dan qaf, kata yang terakhir ini mengandung
segi-segi yang sesuai dengan kata al khalqu yang bermakna kejadian. Kedua
kata tersebut berasal dari kata kerja khalaqa yang mempunyai arti menjadikan.
Dari kata tersebut muncul beberapa kata dengan arti yang berbeda-beda,
seperti kata al khuluqu yang berarti budi pekerti, al khalqu mempunyai makna
kejadian, al khaliq bermakna Allah sang pencipta jagad raya, makhluq
mempunyai arti segala sesuatu selain Allah. Secara etimologis akhlak berarti
budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.4 Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.5
Secara terminologis ada beberapa definisi tentang akhlak, antara lain
adalah sebagai berikut:
Menurut Ahmad Amin akhlak adalah kebiasaan kehendak, ini berarti
bahwa kehendak itu apabila telah melalui proses membiasakan sesuatu, maka
kebiasaan itu disebut akhlak.6
Menurut Abuddin Nata akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan tersebut telah
mendarah daging dan melekat dalam jiwa, sehingga saat melakukan perbuatan
tidak lagi memerlukan pertimbangan dan pemikiran.7
Menurut al Ghazali, akhlak adalah suatu sifat yang tertanam dalam
jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah dan
gampang dan tanpa memerlukan pemikiraan dan pertimbangan. Jika sifat itu

4
Ahmad Syadzali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoove, 1993), hlm. 102.
5
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), hlm. 178.
6
Ahmad Amin, Akhlak, terj. Farid Ma'ruf, Ethika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), hlm. 62.
7
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997), hlm. 5.

6
tertanam dalam jiwa maka menghasilkan perbuatan-perbuatan yang baik dan
terpuji menurut akal dan syari’at.8
Menurut Ibnu Miskawaih, akhlak adalah suatu sikap mental atau
keadaan jiwa yang mendorongnya untuk berbuat tanpa pikir dan
pertimbangan. Sementara tingkah laku manusia terbagi menjadi dua unsur,
yakni unsur watak naluriah dan unsur lewat kebiasaan dan latihan.9
Menurut Abdullah Dirroz, mengmukakan definisi akhlak adalah suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap kekuatan dan kehendak mana
berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar
(dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal akhlak yang
jahat).10
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah
perbuatan yang biasa dilakukan dan tidak memerlukan pemikiran dan
pertimbangan dalam melakukannya karena telah mendarah daging dalam diri
manusia.
B. Pembagian Akhlak
Akhlak dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sudut
pandangnya. Menurut Ibnu Qoyyim ada dua jenis akhlak, yaitu:
1. Akhlak Dharuri
Akhlak dharuri adalah akhlak yang asli, dalam arti akhlak tersebut
sudah secara otomatis merupakan pemberian dari Tuhan secara langsung,
tanpa memerlukan latihan, kebiasaan dan pendidikan. Akhlak ini hanya
dimiliki oleh manusia pilihan Allah. Keadaannya terpelihara dari
perbuatan maksiat dan selalu terjaga dari larangan Allah yaitu para Nabi
dan Rasul-Nya. Dan tertutup kemungkinan bagi orang mukmin yang saleh.
Mereka yang sejak lahir sudah berakhlak mulia dan berbudi luhur.

8
Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ikhya’ ‘Ulum al Din, jld. 3, (Beirut-Libanon:
Dar al Fikr, 1994), hlm. 58.
9
Sirajuddin Zar, Filsfat Islam Filosof dan filsafatnya, (Jakarta: Rja Grafindo Persada,
2004), hlm. 135.
10
A. Mustafa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 2005), hlm. 11.

7
2. Akhlak Muhtasabi
Akhlak muhtasabi adalah merupakan akhlak atau budi pekerti yang
harus diusahakan dengan jalan melatih, mendidik dan membiasakan
kebiasaan yang baik serta cara berfikir yang tepat. Tanpa dilatih, dididik
dan dibiasakan, akhlak ini tidak akan terwujud. Akhlak ini yang dimiliki
oleh sebagian besar manusia.11
Jadi bagi yang menginginkan mempunyai akhlak tersebut di atas
haruslah melatih diri untuk membiasakan berakhlak baik. Karena usaha
mendidik dan membiasakan kebajikan sangat dianjurkan, bahkan
diperintahkan oleh agama, walaupun mungkin tadinya kurang rasa tertarik
tapi apabila terus menerus dibiasakan maka akan mempengaruhi sikapnya.
Dengan demikian seharusnya kebiasaan berbuat baik dibiasakan
sejak kecil, agar nantinya menjadi manusia yang berbudi luhur, berbakti
kepada orang tua dan yang terutama berbakti kepada perintah Allah serta
menjauhi larangan-Nya. Adapun pembagian akhlak berdasarkan sifatnya
dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Akhlak Mahmudah
Akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau disebut pula dengan
akhlak al karimah (akhlak yang mulia). Temasuk akhlak al karimah antara
lain adalah ridha kepada Allah, cinta dan beriman kepada-Nya, beriman
kepada malaikat, kitab Allah, Rasul Allah, hari kiamat, takdir Allah, taat
beribadah, selalu menepati janji, melaksanakn amanah, berlaku sopan
dalam ucapan dan perbuatan, qana’ah (rela terhadap pemberian Allah),
tawakkal (berserah diri), sabar, syukur, tawadhu’ (merendahkan diri),
berbakti kepada kedua orang tua, dan segala perbuatan yang baik menurut
pandangan atau ukuran Islam.
b. Akhlak Madzmumah
Akhlak madzmumah (akhlak tercela) atau disebut pula akhlak
sayyi’ah (akhlak yang jelek). Perbuatan yang termasuk akhlak

11
Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
1996), hlm. 84

8
madzmumah antara lain adalah kufur, murtad, fasiq, riya’, takabbur,
mengadu domba, dengki, iri, kikir, dendam, khianat, memutus
silaturrahmi, Durhaka terhadap orang tua, putus asa dan segala perbuatan
tercela menurut pandangan Islam.12
Sedangkan pembagian akhlak berdasarkan objeknya dibedakan
menjadi dua yaitu:
a. Akhlak kepada sang Khalik.
b. Akhlak kepada makhluk yang terbagi menjadi, yaitu akhlak terhadap
Rasulullah, akhlak terhadap keluarga, akhlak terhadap sesama.13
C. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak
Adapun faktor yang mempengaruhi akhlak adalah sebagai berikut:
1. Lingkungan keluarga
Pada dasarnya, sekolah menerima anak-anak setelah mereka
dibesarkan dalam lingkungan keluarga, dalam asuhan orang tuanya.
Dengan demikian, rumah keluarga muslim adalah benteng utama tempat
anak-anak dibesarkan melalui pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan
keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada
pembentukan keluarga yang sesuai dengan syariat Islam. Berdasarkan al-
quran dan sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari
pembentukan keluarga adalah hal-hal berikut:
Pertama, mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan
rumah tangga. Kedua, mewujudkan ketentraman dan ketenangan
psikologis. Ketiga, mewujudkan sunnah Rasulallah. Keempat, memenuhi
kebutuhan cinta-kasih anak-anak. Naluri menyayangi anak merupakan
potensi yang diciptakan bersamaan dengan penciptaaan manusia dan
binatang. Allah menjadikan naluri itu sebagai salah satu landasan
kehidupan alamiah, psikologis, dan sosial mayoritas makhluk hidup.
Keluarga, terutama orang tua, bertanggung jawab untuk memberikan kasih

12
Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2002), hlm. 8.
13
Zainuddin, al Islam 2 (Muamalah dan Akhlak), (Bandung: Pustaka Setia, 1999), Cet. I,
hlm. 77-78.

9
sayang kepada anak-anaknya. Kelima, menjaga fitrah anak agar anak tidak
melakukan penyimpangan-penyimpangan.14
Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan
berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang
berlaku di dalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil yang
terdiri dari ayah, ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu)
mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan anak-
anaknya.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya,
oleh karema itu ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama
dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya yang pertama yang
dipercayai. Disamping ibunya, ayah juga mempunyai pengaruh yang mana
besar terhadap perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan
seseorang yang tertinggi dan terpandai diantara orang-orang yang di kenal
dalam lingkungan keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari-
hari berpengaruh gara pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap
dan perilaku ayah dan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap
perkembangan akhlak anak-anaknya.15
2. Lingkungan sekolah
Perkembangan akhlak anak yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekolah. Disekolah ia berhadapan dengan guru-guru yang bergantiganti.
Kasih guru kepada murid tidak mendalam seperti kasih orang tua kepada
anaknya, sebab guru dan murid tidak terkait oleh tali kekeluargaan. Guru
bertanggung jawab terhadap pendidikan muridmuridnya, ia harus memberi
contoh dan teladan bagi bagi mereka, dalam segala mata pelajaran ia
berupaya menanamkan akhlak sesuai dengan ajaran Islam. Bahkan diluar
sekolah pun ia harus bertindak sebagai seorang pendidik.

14
Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 144.
15
M. Athiyah al Ibrasyi, Dasar-Dasar Pendidikan Islam, hlm. 110.

10
Kalau di rumah anak bebas dalam gerak-geriknya, ia boleh makan
apabila lapar, tidur apabila mengantuk dan boleh bermain, sebaliknya di
sekolah suasana bebas seperti itu tidak terdapat. Disana ada aturan-aturan
tertentu. Sekolah dimulai pada waktu yang ditentukan, dan ia harus duduk
selama waktu itu pada waktu yang ditentukan pula. Ia tidak boleh
meninggalkan atau menukar tempat, kecuali seizin gurunya. Pendeknya ia
harus menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang ada ditetapkan.
Berganti-gantinya guru dengan kasih sayang yang kurang mendalam,
contoh dari suri tauladannya, suasana yang tidak sebebas dirumah anak-
anak, memberikan pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.16
3. Lingkungan masyarakat
Tanggung jawab masyarakat terhadap pendidikan anak-anak
menjelma dalam beberapa perkara dan cara yang dipandang merupakan
metode pendidikan masyarakat utama. Cara yang terpenting adalah:
Pertama, Allah menjadikan masyarakat sebagai penyuruh kebaikan
dan pelarang kemunkaran. Kedua, dalam masyarakat Islam, seluruh anak-
anak dianggap anak sendiri atau anak saudaranya sehingga ketika
memanggil anak siapa pun dia, mereka akan memanggil dengan Hai anak
saudaraku! dan sebaliknya, setiap anak-anak atau remaja akan memanggil
setiap orang tua dengan panggilan, Hai Paman! Ketiga, untuk menghadapi
orang-orang yang membiasakan dirinya berbuat buruk, Islam membina
mereka melalui salah satu cara membina dan mendidik manusia. Keempat,
masyarakat pun dapat melakukan pembinaan melalui pengisolasian,
pemboikotan, atau pemutusan hubungan kemasyarakatan. Atas izin Allah
dan Rasulullah. Kelima, pendidikan kemasyarakatan dapat juga dilakukan
melalui kerjasama yang utuh karena bagaimanapun, masyarakat muslim
adalah masyarakat yang padu. Keenam, pendidikan kemasyarakatan

16
Achmad Munib, dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan (Semarang: UPT MKK UNNES,
2005), hlm. 35.

11
bertumpu pada landasan afeksi masyarakat, khususnya rasa saling
mencintai.17
Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan dan
madyarakat juga mempengaruhi akhlak siswa atau anak.masyarat yang
berbudaya, memelihara dan menjaga norma-norma dalam kehidupan dan
menjalankan agama secara baik akan membantu perkembangan akhlak
siswa kepada arah yang baik, sebaliknya masyarakat yang melanggar
norma-norma yang berlaku dalam kehidupan dan tidak tidak menjalankan
ajaran agama secara baik, juga akan memberikan pengaruh kepada
perkembangan akhlak siswa, yang membawa mereka kepada akhlak yang
baik. Dengan demikian, ia pundak masyarakat terpikul keikutsertaan
dalam membimbing dan perkembangan akhak siswa. Tinggi dan
rendahnya kualitas moral dan keagamaan dalam hubungan social dengan
siswa amatlah mendukung kepada perkembangan sikap dan perilaku
mereka.18
Segala tindakan dan perbuatan manusia yang memiliki corak
berbeda antara satu dengan lainnya, pada dasarnya merupakan akibat
adanya pengaruh dari dalam diri manusia dan motivasi yang disuplai dari
luar darinya seperti mileu, pendidikan dan aspek warotsah. Untuk itu
berikut akan dibahas faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak yaitu
sebagai berikut :
a. Insting (Naluri)
Para psikolog menjelaskan bahwa insting berfungsi sebagai
motivator penggerak yang mendorong lahirnya tingkah laku antara lain:19
1) Naluri makan (nutritive instinct), begitu manusia lahir telah
membawa suatu hasrat makan tanpa dorongan oleh orang lain.

17
Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 176-181.
18
Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat, hlm.
183.
19
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak , (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet.Ke-1, h. 93-94

12
2) Naluri berjodoh (seksual instinct), yaitu laki-laki menginginkan
wanita dan wanita menginginkan ingin berjodoh dengan laki-laki.
3) Naluri keibubapakan (peternal instinct), tabiat kecintaan orang tua
kepada anaknya dan sebaliknya kecintaan anak kepada orang
tuanya.
4) Naluri berjuang (combative instinct), yaitu tabiat manusia yang
cenderung mempertahankan diri dari gangguan dan tantangan.
5) Naluri ber-Tuhan, adalah tabiat manusia mencari dan merindukan
penciptannya yang mengatur dan memberikan rahmat kepadanya.
b. Adat Kebiasaan
Suatu perbuatan bila dilakukan berulang-ulang sehingga menjadi
mudah dikerjakan disebut adat kebiasaan. Segala perbuatan, baik atau
buruk, menjadi adat kebiasaan karena dua faktor yaitu: kesukaan hati pada
suatu pekerjaan, dan menerima kesukaan itu dengan suatu perbuatan.20
c. Wirotsah (Keturunan)
Sifat-sifat asasi anak merupakan pantulan sifat-sifat asasi orang
tuanya. Kadang-kadang anak tersebut mewarisi sebagian besar dari salah
satu orang tuanya. Ilmu pengetahuan belum menemukan secara pasti,
tentang ukuran warisan dari campuran atau prosentase warisan orang tua
terhadap anaknya. Adapun sifat-sifat yang diturunkan orang tua terhadap
anaknya pada garis besarnya ada dua macam:21
1) Sifat-sifat jasmaniah, yakni sifat kekuatan dan kelemahan otot atau
urat syaraf orang tua dapat diwariskan kepada anak-anaknya.
2) Sifat-sifat rohaniah, yaitu lemah atau kuatnya suatu naluri dapat
diturunkan pula oleh orang tua yang kelak mempengaruhi tingkah
laku anak cucunya.

20
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1983),
Cet.Ke 3,h. 21
21
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak , (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet.Ke-1, h. 97

13
d. Milieu (Lingkungan)
Salah satu aspek yang turut berpengaruh dalam terbentuknya corak
sikap dan tingkah laku seseorang adalah lingkungan di mana seseorang
berada. Milieu artinya suatu yang melingkupi tubuh yang hidup, meliputi
tanah dan udara, sedangkan lingkungan manusia, ialah apa yang
mengelilingi, seperti negeri, lautan, udara dan masyarakat.22 Milieu terbagi
atas dua macam antara lain:23
1) Milieu alam
Alam yang melingkupi manusia merupakan faktor yang
mempengaruhi dan menentukan tingkah laku seseorang. Lingkungan ini
dapat mematahkan dan mematangkan pertumbuhan bakat yang dibawa
oleh seseorang. Jika kondisi alamnya jelek, maka seseorang hanya mampu
berbuat menurut kondisi yang ada. Sebaliknya jika kondisi alam itu baik,
seseorang dapat berbuat lebih mudah dalam melakukan suatu perbuatan.
2) Milieu sosial atau rohani
Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah
sebabnya manusia harus bergaul. Oleh karena itu dalam pergaulan akan
saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat, dan tingkah laku. Lingkungan
pergaulan dapat dibagi dalam beberapa kategori yaitu: lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan pekerjaan, lingkungan
organisasai jamaah, lingkungan kehidupan ekonomi, dan lingkungan
pergaulan yang bersifat umum dan bebas.
D. Bentuk bentuk Akhlak
Diantara sebagian dari bentuk-bentuk akhlak yang penulis
paparkan dalam penelitian ini yang ada kaitannya dengan masalah
peneltian penulis adalah sebagai berikut:
Adapun akhlak terhadap sesama manusia meliputi akhlak terhadap
diri sendiri, akhlak kepada orang tua, akhlak terhadap tetangga, dan akhlak
terhadap guru. yaitu:

22
Ibid, hlm.41
23
Ibid, hlm.99

14
1. Akhlak terhadap diri sendiri
Sebelum berakhlak baik terhadap yang lain, terlebih dahulu kita
harus berakhlak baik terhadap diri sendiri, adapun akhlak terhadap diri
sendiri dapat dilakukan dengan: menjaga kesucian diri, menutup aurat,
selalu jujur serta ikhlas, berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain,
dan menjauhi segala perbuatan siasia.24
2. Akhlak kepada orang tua
Yaitu berbuat baik kepada keduanya dengan ucapan dan perbuatan.
Hal itu dapat dibuktikan dalam bentuk-bentuk perbuatan antara lain:
menyayangi dan mencintai mereka dengan bentuk terima kasih dengan
cara bertutur kata sopan santundan lemah lembut. Berbuat baik kepada
orang tua tidak hanya ketika mereka hidup, tetapi terus berlangsung
walaupun mereka telah meninggal dunia dengan cara mendoakan dan
meminta ampunan untuk mereka.
3. Akhlak kepada tetangga dan teman
Akhlak kepada Tetangga dan teman seperti berbuat baik, saling
mengunjungi, saling membantu, saling memberi, saling menghormati dan
menghindari permusuhan dan pertengkaran.
4. Akhlak terhadap guru
Guru adalah orang yang mendidik dan memberikan ilmu
pengetahuan kepada murid di luar bimbingan orang tua baik di rumah
maupun disekolah, sehingga akhlak Kepada guru dapat diterapkan
sebagaimana akhlak kita terhadap orang tua. Adapun akhlak yang harus
dilakukan oleh murid terhadap guru adalah sebagai berikut:
a. Murid harus mengikuti dan mematuhi guru.
b. Murid mengagungkan guru dan menyakini kesempurnaan ilmunya.
c. Murid harus menunjukkan rasa berterima kasih terhadap ajaran guru.
d. Murid harus mengamalkan tayamun yaitu mendahulukan tangan kanan
ketika memberikan sesuatu kepada guru.

24
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Yogyakarta: Belukar,
2006), h.67

15
e. Berkomunikasi dengan guru secara sopan santun dan lemah lembut.
f. Harus duduk sopan di depan guru.
g. Murid tidak mendatangi guru tanpa izin terlebih dahulu, baik guru
sedang sendiri maupun dengan orang lain.25
5. Akhlak Terhadap lingkungan
Pada dasarnya, Akhlak yang diajarkan Al-Quran terhadap
lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah, Kekhalifahan
mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan bimbingan, agar setiap
makhluk mencapai tujuan penciptanya. Makhluk yang lain selain manusia
adalah hamba Allah seperti manusia.
6. Disiplin
Pertama, disiplin diartikan sebagai kepatuhan terhadap peraturan
atau tunduk pada pengawasan, dan pengendalian. Kedua, disiplin sebagai
latihan yang betujuan mengembangkan diri agar dapat berperilaku tertib.
Disiplin juga dapat berarti tata tertib, ketaatan, atau kepatuhan
kepada peraturan tata tertib (Depdikbud 1988:208). Dalam bahasa
Indonesia istilah disiplin kerap kali terkait dan menyatu dengan istilah tata
tertib dan ketertiban. Dengan demikian, kedisiplinan hal-hal yang
berkaitan dengan ketaatan atau kepatuhan seseorang terhadap peraturan
atau tata tertib yang berlaku.26
Berdasarkan pengertian tersebut, yang dimaksud kedisiplinan
dalam penelitian ini adalah keadaan tertib dimana siswa yang tergabung
dalam warga sekolah harus tunduk pada peraturan atau tata tertib sekolah
yang telah ada dengan senang hati.
Berdasarkan uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa
kedisiplinan adalah sikap seseorang yang menunjukkan ketaatan atau
kepatuhan terhadap peraturan atau tata tertib yang telah ada dan dilakukan
dengan senang hati dan kesadaran diri.

25
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h. 3
26
Darsono, T. Ibrahim. Membangun Akidah dan Akhlak, (Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2008), hlm.33

16
Pada dasarnya disiplin muncul dari kebiasaan hidup dan kehidupan
belajar dan mengajar yang teratur serta mencintai dan menghargai
pekerjaannya.
Macam-macam bentuk disiplin selain seperti yang disebutkan
diatas, disiplin juga terbagi menjadi:
a. Disiplin Diri Pribadi
Disiplin diri merupakan kunci bagi kedisiplinan pada lingkungan
yang lebih luas lagi. Contoh disiplin diri pribadi yaitu taat dan patuh
terhadap perintah orang tua.
b. Disiplin Sosial
Pada hakekatnya disiplin sosial adalah Disiplin dari dalam
kaitannya dengan masyarakat. Contoh prilaku disiplin social adalah
tidak merusak atau mengambil hak orang lain. Senantiasa menjaga
nama baik masyarakat dan sebagaiannya.
7. Malu
Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan
hina. Sifat malu itu terkadang merrupakan sifat bawaan dan nuga bisa
merupakan hasil latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa malu
perlu usaha, latihan. Rasa malu merupakan bagian dari iman karena dapat
mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan dan mencegahnya dari
kemaksiatan.
8. Jujur/Siddiq
“Hendaklah kamu semua bersikap jujur, karena kejujuran
membawa pada kebaikan, dan kebaikan membawa ke Surga. Seseorang
yang selalu jujur dan mencari kejujuran , akan ditulis oleh Allah sebagai
seorang yang jujur (Shiddiq) . Dan jauhilah sifat bohong karena
kebohongan membawa kepada kejahatan. Dan kejahatan membawa ke
neraka. Orang yang selalu berbohong dan mencari cari kebohongan akan
ditulis oleh Allah sebagai pembohong ( kadzdzab.)” ( HR. Bukhari)

17
Bentuk bentuk Shiddiq
Ada lima macam bentuk bentuk Shiddiq :
1) Benar Perkataan (Shidq al haditz)
2) Benar Pergaulan (Shidq al-muamalah)
3) Benar Kemauan (Shidq al-azam)
4) Benar Janji (Shidq al-wa’ad)
5) Benar Kenyataan (Shidq al-hal) 27
E. Pendidikan Anak Usia Dini
Adanya istilah usia dini memberikan gambaran yang jelas bahwa ada
batas-batas usia dalam diri anak yang sangat diperlukan khususnya dalam
dunia pendidikan. Karena tiap periode perkembangan memerlukan metode
dan materi yang berbeda sesuai tahap perkembangan masing-masing. Menurut
Elizabet B. Hurlock dalam bukunya Perkembangan Anak masa kanak-kanak
menentukan masa dewasa, sebagaimana pagi hari meramalkan hari baru.
“Jauh sebelum studi ilmiah tentang anak dilakukan, kenyataan yang diterima
ialah tahun-tahun pertama merupakan saat yang kritis bagi perkembangan
anak”.28
Kebanyakan psikolog anak telah mengatakan bahwa tahun-tahun
prasekolah dari usia sekitar dua sampai lima tahun, adalah paling penting.
Kalau tidak yang terpenting,dari seluruh tahap perkembangan dan suatu
analisa fungsional tahapan tersebut jelas menunjukkan kesimpulan yang sama.
Tidak dipungkiri lagi itulah periode diletakkannya dasar struktur perilaku
29
kompleks yang dibangun sepanjang kehidupan anak.
Untuk mengetahui definisi dari anak usia dini maka perlu mengetahui
masa perkembangan anak-anak. Adapun perkembangan masa anak-anak
menurut Sri Rumini dan Sundari dalam buku Perkembangan anak dan Remaja
berlangsung dari usia 3 sampai 12 tahun dan dibagi pula menjadi 3 fase.
Ketiga fase itu selengkapnya adalah :

27
Ibid, hlm.36
28
Elizabeth B. Hurlock, Perkembangan Anak, Penerbit Erlangga, Jakarta, Hlm.25
29
Ibid, Hlm.26

18
1. Permulaan anak-anak (early childhood) fase ini berlangsung dari usia tiga
sampai enam tahun.
2. Pertengahan masa anak-anak (middle childhood) fase ini berlangsung dari
usia enam sampai sembilan tahun.
3. Akhir masa anak-anak (late childhood) fase ini berlangsung dari usia
sembilan sampai dua belas tahun.30
Masa kanak-kanak atau usia dini sebagian besar masuk pada fase
permulaan anak-anak (early childhood) dan sebagian kecil sudah memasuki
fase pertengahan masa anak-anak (middle childhood). Masa ini juga
merupakan masa krisis pertama karena biasanya anak menjadi bandel dan
bahkan sering dikatakan sebagai anak nakal sekali. Dalam bukunya, Zulkifli
menuliskan” anak mengalami masa krisis yang pertama ketika ia berusia tiga
tahun. Oswald menyebutnya masa menentang”.31
1. Perkembangan Agama pada anak-anak.
“Menurut penelitian Ernest Harms perkembangan agama pada anak-
anak itu melalui beberapa fase (tingkatan). Dalam bukunya The Development
of Religious on Children ia mengatakan bahwa perkembangan agama pada
anak-anak melalui 3 tingkatan, yaitu :”
a. The Fairy Tale Stage (Tingkatan Dongeng)
Tingkatan ini dimulai pada anak-anak usia 3 sampai 6 tahun. Pada
tingkatan ini anak mengenal konsep ketuhanan berdasarkan perkembangan
tingkat intelektualnya. Konsep ketuhanan yang mereka yang mereka
hayati dipengaruhi oleh fantasi dan emosi. Kehidupan anak pada masa
inipun masih banyak dipengaruhi kehidupan fantasi. Sehingga mereka
memahami agama pun hanya berdasarkan dongeng-dongeng yang tidak
rasional.32

30
Sri Rumini & Sundari, Perkembangan Anak Dan Remaja, PT.Rineka Cipta, Jakarta,
2004, Hlm.38
31
Zulkifli L, Psikologi Perkembangan, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, Hlm.20
32
Aswarni Sudjud, Konsep Pendidikan Pra Sekolah, FIP IKIP Yogyakarta,
Yogyakarta, 1997, Hlm.39

19
b. The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan)
Tingkat ini dimulai sejak anak masuk Sekolah Dasar hingga
sampai ke usia (masa usia) adolesense. Pada masa ini ide ketuhanan pada
anak sudah mencerminkan kosep-konsep yang berdasarkan kepada
kenyataan (realis). Konsep ini timbul dari lembaga-lembaga keagamaan
dan pengajaran agama dari orang dewasa lainnya. Pada masa ini ide
keagamaan pada anak didasarkan atas dorongan emosional, hingga mereka
dapat melahirkan konsep Tuhan yang formalis. Berdasarkan hal itu maka
pada masa ini anak-anak tertarik dan senang pada lembaga keagamaan
yang mereka lihat dikelola oleh orang dewasa dalam lingkungan mereka.
Segala tindak (amal) keagamaan mereka ikuti dan mempelajarinya dengan
penuh minat.
c. The Individual Stage (Tingkat Individu)
Pada tingkatan ini anak sudak memiliki kepekaan emosional yang
paling tinggi sejalan dengan perkembangan usia mereka.
2. Pentingnya Memahami Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik,
psikis, sosial, moral dan sebagainya. Masa kanak-kanak juga masa yang
paling penting untuk sepanjang usia hidupnya. Sebab masa kanak-kanak
adalah masa pembentukan pondasi dan masa kepribadian yang akan
menentukan pengalaman anak selanjutnya. Sedemikian pentingnya usia
tersebut maka memahami karakteristik anak usia dini menjadi mutlak adanya
bila ingin memiliki generasi yang mampu mengembangkan diri secara
optimal.
Pengalaman yang dialami anak pada usia dini akan berpengaruh kuat
terhadap kehidupan selanjutnya. Pengalaman tersebut akan bertahan lama.
Bahkan tidak dapat terhapuskan, walaupun bisa hanya tertutupi. Bila suatu
saat ada stimulasi yang memancing pengalaman hidup yang pernah dialami
maka efek tersebut akan muncul kembali walau dalam bentuk yang berbeda.

20
Beberapa hal menjadi alasan pentingnya memahami karakteristik anak
usia dini. Sebagian dari alasan tersebut dapat diuraikan sebagaimana berikut :
a. Usia dini merupakan usia yang paling penting dalam tahap
perkembangan manusia, sebab usia tersebut merupakan periode
diletakkannya dasar struktur kepribadian yang dibangun untuk
sepanjang hidupnya. Oleh karena itu perlu pendidikan dan pelayanan
yang tepat.
b. Pengalaman awal sangat penting, sebab dasar awal cenderung bertahan
dan akan mempengaruhi sikap dan perilaku anak sepanjang hidupnya,
disamping itu dasar awal akan cepat berkembang menjadi kebiasaan.
Oleh karena itu perlu pemberian pengalaman awal yang positif.
c. Perkembangan fisik dan mental mengalami kecepatan yang luar biasa,
dibanding dengan sepanjang usianya. Bahkan usia 0 – 8 tahun
mengalami 80% perkembangan otak dibanding sesudahnya. Oleh
karena itu perlu stimulasi fisik dan mental.
Ada banyak hal yang diperoleh dengan memahami karakteristik
anak usia dini antara lain :
a. Mengetahui hal-hal yang dibutuhkan oleh anak yang bermanfaat bagi
perkembangan hidupnya.
b. Mengetahui tugas-tugas perkembangan anak sehingga dapat
memberikan stimulasi kepada anak agar dapat melaksanakan tugas
perkembangan dengan baik.
c. Mengetahui bagaimana membimbing proses belajar anak pada saat
yang tepat sesuai dengan kebutuhannya.
d. Menaruh harapan dan tuntutan terhadap anak secara realistis.
e. Mampu mengembangkan potensi anak secara optimal sesuai dengan
keadaan dan kemampuan.33

33
Indrawati, Maya dan Nugroho, Wido, Mendidik dan Membesarkan Anak Usia Pra-
Sekolah, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009, Hlm.87

21
3. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami
proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan
sebagai lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan
sebagai golden age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding
usia-usia selanjutnya. Usia tersebut merupakan fase kehidupan yang unik.
Secara lebih rinci akan diuraikan karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
Anak usia 5 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
a. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan
berbagai kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot
kecil maupun besar.
b. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu
memahami pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan
pikirannya dalam batas-batas tertentu.
c. Perkembangan kognitif sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa ingin
tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sek. Hal itu terlihat dari
seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
d. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan
sosial. Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.34
4. Kondisi Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara
garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Pertama, faktor bawaan adalah faktor yang diturunkan dari kedua
orangtuanya, baik yang bersifat fisik maupun psikis. Faktor bawaan lebih
dominan dari pihak ayah daripada ibu atau sebaliknya. Faktor ini tidak dapat
direkayasa oleh orangtua yang menurunkan. Dan hanya ditentukan oleh waktu
satu detik, yaitu saat bertemunya sel sperma dan ovum. Oleh karena itu, saat
ovulasi merupakan saat paling berharga untuk sepanjang hidup manusia,

34
Tientje, Nurlaila N.Q. Mei dan Iskandar, Yul, Pendidikan Anak Dini Usia Untuk
Mengembangkan Multipel Inteligensi, Dharma Graha Group, Jakarta, 2004, Hlm.21

22
karena pada saat itulah diturunkan sifat bawaan yang akan terbawa sepanjang
usia manusia.
Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor
bawaan, meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan
dapat dipisahkan menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan
lingkungan di luar kandungan. 35
Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan
anak. Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan
luar biasa, lebih cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir.
Oleh karena itu lingkungan yang positif dalam kandungan akan berpengaruh
positif bagi perkembangan janin, demikian juga sebaliknya.
Lingkungan di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap
perkembangan anak usia dini. Sebab anak menjadi bagaimana seorang anak
sangat dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia.
Lingkungan luar kandungan dibedakan menjadi tiga hal yaitu :
a. Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam
berinteraksi dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung
maupun tidak langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak
usia 0 – 3 tahun. Usia ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui
proses selanjutnya.
b. Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring
bertambahnya usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan
bermain bersama. Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana
anak jadinya.
c. Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan
sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan
di sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah
yang baik akan mampu berperan secara baik dengan memberi

35
Anwar dan Ahmad, Arsyad, Pendidikan Anak Dini Usia, Alfabeta, Bandung, 2007,
Hlm.46

23
kesempatan dan mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai
dengan kemampuan yang sesungguhnya. 36
5. Pola Perkembangan Anak Usia Dini
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun
kecepatannya berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan
dengan cara dan kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan
tertib tahap demi tahap, langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain
mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu ada juga yang mengalami
penyimpangan atau keterlambatan. Namun secara umum setiap anak
berkembang dengan mengikuti pola yang sama. Beberapa pola tersebut antara
lain :
a. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang
disebut “cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum cephalocaudal
menyatakan bahwa perkembangan dimulai dari kepala kemudian
menyebar ke seluruh tubuh sampai ke kaki. Sedangkan hukum
proximodistal menyatakan bahwa perkembangan bergerak dari pusat
sumbu ke ujung-ujungnya atau dari bagian yang dekat sumbu pusat
tubuh ke bagian yang lebih jauh.
b. Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju ke
tanggapan khusus
Bayi pada awal perkembangan memberikan reaksi dengan
menggerakkan seluruh tubuh. Semakin lama ia akan mampu
memberikan reaksi dalam bentuk gerakan khusus. Demikian
seterusnya dalam hal-hal lain.37
6. Cara Belajar Anak Usia Dini
Anak pada usia dini memiliki kemampuan belajar yang luar biasa.
Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar
menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca
36
Ibid, hlm.47
37
CHA, Wahyudi dan Damayanti, Dwi Retna, Program Pendidikan Untuk Anak Usia
Dini di Prasekolah Islam, Grasindo, Jakarta, 2005, Hlm.22

24
inderanya untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan
beralih ke hal lain untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan
anak terhambat dalam mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan
seringkali lingkungan mematikan keinginannya untuk bereksplorasi.
Cara belajar anak mengalami perkembangan seiring dengan
bertambahnya usia. Secara garis besar dapat diuraikan cara belajar anak usia
dini mulai dari awal perkembangan.
a. Anak belajar dengan mengendalikan kemampuan panca inderanya.
Yakni pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan perasa.
Secara bertahap panca indera anak difungsikan lebih sempurna..
b. Anak melakukan proses belajar dengan lebih sungguh-sungguh. Ia
memperhatikan apa saja yang ada di lingkungannya untuk kemudian
ditiru. Jadi cara belajar anak yang utama pada usia ini adalah meniru.
Meniru segala hal yang ia lihat dan ia dengar. Selain itu perkembangan
bahasa anak pada usia tersebut sudah mulai berkembang. Anak
mengembangkan kemampuan berbahasa juga dengan cara meniru.
c. Kemampuan bahasa anak semakin baik. Begitu anak mampu
berkomunikasi dengan baik maka akan segera diikuti proses belajar
anak dengan cara bertanya. Anak akan menanyakan apa saja yang ia
saksikan. Pertanyaan yang tiada putus. Saat demikian kognisi anak
berkembang pesat dan keinginan anak untuk belajar semakin tinggi.
Anak belajar melalui bertanya dan berkomunikasi.
Perkembangan anak dari berbagai aspek sudah semakin baik.
Walau demikian proses perkembangan anak masih terus berlanjut. Anak
melakukan proses belajar dengan cara yang semakin kompleks. Ia
menggunakan panca inderanya untuk menangkap berbagai informasi dari
luar.

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga merupakan masyarakat alamiyah, disitulah pendidikan
berlangsung dengan sendirinya sesuai dengan tatanan pergaulan yang berlaku
di dalamnya. Keluarga merupakan persekutuan terkecil yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak dimana keduanya (ayah dan ibu) mempunyai peranan yang
sangat penting bagi perkembangan anak-anaknya.
Sejak seorang anak lahir, ibunyalah yang selalu ada di sampingnya,
oleh karema itu ia meniru perangai ibunya, karena ibunyalah yang pertama
dikenal oleh anaknya dan sekaligus menjadi temannya yang pertama yang
dipercayai. Disamping ibunya, ayah juga mempunyai pengaruh yang mana
besar terhadap perkembangan akhlak anak, dimata anak, ayah merupakan
seseorang yang tertinggi dan terpandai diantara orang-orang yang di kenal
dalam lingkungan keluarga, oleh karena ayah melakukan pekerjaan sehari-
hari berpengaruh gara pekerjaan anaknya. Dengan demikian, maka sikap dan
perilaku ayah dan ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan
akhlak anak-anaknya.
Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun
kecepatannya berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan
dengan cara dan kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan
tertib tahap demi tahap, langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain
mengalami kecepatan melonjak. Di samping itu ada juga yang mengalami
penyimpangan atau keterlambatan. Namun secara umum setiap anak
berkembang dengan mengikuti pola yang sama.
B. Saran
Marilah kita belajar bagaimana menyikapi akhlak anak usia dini, agar
kitab isa mendidik anak dengan baik dan benar.

26
DAFTAR PUSTAKA

A. Mustafa, Akhlak Tasawuf , (Bandung: Pustaka Setia, 2005


Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani, 1995

Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat,


(Jakarta: Gema Insani, 1995

Abdurrahman al Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah Sekolah dan Masyarakat

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo, 1997

Achmad Munib, dkk, Pengantar Ilmu Pendidikan (Semarang: UPT MKK


UNNES, 2005

Ahmad Amin, Akhlak, terj. Farid Ma'ruf, Ethika, (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975

Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan
Bintang,1983), Cet.Ke 3

Ahmad Syadzali, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ikhtiar Baru Van Hoove, 1993

Anwar dan Ahmad, Arsyad, Pendidikan Anak Dini Usia, Alfabeta, Bandung,
2007

Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002

Aswarni Sudjud, Konsep Pendidikan Pra Sekolah, FIP IKIP Yogyakarta,


Yogyakarta, 1997

CHA, Wahyudi dan Damayanti, Dwi Retna, Program Pendidikan Untuk Anak
Usia Dini di Prasekolah Islam, Grasindo, Jakarta, 2005

Chabib Thoha et al, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 1996

Darsono, T. Ibrahim. Membangun Akidah dan Akhlak, (Solo : PT. Tiga Serangkai
Pustaka Mandiri, 2008

Gunarsa, Pola Perkembangan Anak, (Bandung: Mizan, 2002), Hlm.35

Indrawati, Maya dan Nugroho, Wido, Mendidik dan Membesarkan Anak Usia
Pra-Sekolah, Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, 2009, Hlm.87

27
Muhammad Azmi, Pembinaan Akhlak Anak Usia Pra Sekolah, (Yogyakarta:
Belukar, 2006

28

Anda mungkin juga menyukai