Disusun Oleh :
1. Nik`ma (C20122165)
2. Revi Mariska (C20122169)
3. Putri Dea Rizky (C20122164)
4. Nur Fadillah (C20122161)
5. Yolandari (C20122158)
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Pendidikan Agama Islam dengan tema “Akhlak dalam islam” ini tepat pada waktu
yang telah ditentukan. Yang akan digunakan untuk memenuhi salah satu tugas
Pendidikan Agama Islam.
Makalah ini mengulas tentang Akhlak dalam islam mulai dari pengenalan
pengertian akhlak, sumber ajaran akhlak, objek kajian dan ruang lingkup studi
akhlak. Kami sadar bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan atau
kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan agar makalah ini
dapat menjadi lebih baik lagi.
Akhir kata kami ucapkan terima kasih. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi semua
usaha kita, Amin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PEGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1. Latar Belakang...................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1. Pengertian Akhlak..............................................................................................2
2.2. Karakteristik Akhlak dalam Islam......................................................................6
2.3. Hubungan Tasawuf dengan Akhlak..................................................................11
2.4. Aktualisasi Akhlak Dalam Kehidupan Sehari-hari...........................................13
BAB III............................................................................................................................15
PENUTUP.......................................................................................................................15
3.1. Kesimpulan......................................................................................................15
3.2. Saran................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Menyebut kata Akhlak kadang dianggap sudah terlalu sangat klasik apalagi
untuk diperbincangkan, maka muncullah istilah pengganti seperti moral, etika dan
karakter.
Istilah-istilah di atas selalu dipandang sama, karena objeknya bertumpu pada
perilaku manusia yang memiliki nilai yaitu nilai baik dan buruk. Yang paling
mengkhawatirkan ketika Akhlak dipandang sebagai perilaku biasa yang cukup
diajarkan dengan pembiasaan. Pernyataan seperti ini kemudian dijadikan alasan
untuk meniadakan pendidikan akhlak dalam jam pelajaran sehingga dapat
menambah jam pelajaran bidang studi lain yang dipandang sangat diperlukan
untuk meningkatkan kecerdasan kognetif anak. Peristiwa ini telah berjalan lama
dan telah menghasilkan corak dunia pendidikan yang kaya keberhasilan namun
miskin sopan santun.
Kesempatan untuk merumuskan ulang pertingnya pendidikan akhlak dapat
dimulai dari Perguruna Tinggi. Mahasiswa dengan logika ilmiyahnya dapat
dijadikan ujung tombak untuk menggerakkan kesadaran pentingnya pelajaran
akhlak, setelah kami menyaksikan akibat buruk ketiadaan akhlak. Atas dasar
itulah Makalah ini disusun, dimulai dari pengenalan pengertian akhlak, sumber
ajaran akhlak, objek kajian dan ruang lingkup studi akhlak
(Buku Studi Akhlak. Penulis Dr. Suhayib, M. Ag)
1
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. Pengertian Akhlak
Kata “akhlak”, secara etimologi berasal dari bahasa Arab (bentuk
(adat) dan (tabiat) (Louwis Ma’luf, Tt: 194). Kemudian kata tersebut sudah
diserap ke dalam bahasa Indonsia menjadi akhlak sehingga menjadi salah satu
kosakata dalam bahasa bahasa Indonesia. Di dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia kata akhlak diartikan “budi pekerti, watak, tabiat” (WJS.
Poewadarminta, 2002:25). Kata “akhlak” sama akar katanya dengan “Khaliq”
yang berasal dari “khalaqa”. Ini berarti “akhlak” muncul sebagai mediator yang
menjembatani komunikasi antara khaliq (pencipta) dan makhluk (yang diciptakan)
secara timbal balik, yang kemudian disebut dengan hablum minallah. Dari produk
hablum minallah yang vertikal, lahirlah pola hubungan horizontal antara sesama
manusia yang disebut dengan hablum minannas. Sedangkan menurut terminologi,
beberapa pakar mengemukakan definisi akhlak antara lain:
a. Ibnu Maskawaih
2
b. Al-Ghazali
“Akhlak ialah gambaran keadaan jiwa berupa sifat-sifat yang sudah mendarah
daging yang mendorong dilakukannya perbutan-perbuatan dengan mudah lagi
gampang tanpa berfikir panjang” (Al-Ghazali, Ihya Ulum ad- Din/Rubuu’ al-
Muhlikat, 2005; 890)
Gambaran sifat-sifat jiwa yang sudah terlatih dan juga sudah mendarah
daging yang dapat menjadi sumber inspirasi dan mendorong tindakan-tindakan
yang bersifat spontan. Tindakan-tindakan seperti inilah yang dapat
dikategorikan sebagai akhlak. Apabila seuatu perbuatan dilakukan dengan
mempertimbangkan dahulu, apa untung ruginya bagi si pelaku perbuatan
tersebut, maka belum dikatakan sebagai akhlak.
3
Nabi Muhammad SAW menegaskan bahwa sesungguhnya “aku diutus
hanyalah pekerti)” umat manusia yang sudah rusak, menunjukkan bahwa
manusia yang hidup sebelum kedatangan Rasul Allah bukan tidak berakhlak
sama sekali melainkan akhlaknya sudah dirusak oleh adat kebiasaan atau
tradisi kaum jahiliah karena mereka tidak mendapat petunjuk dari wahyu
Allah. Mereka ibarat orang buta yang meraba-raba di tengah-tengah kegelapan
malam yang tidak ada sinar atau cahaya penerang. Kadatangan Nabi
Muhammad ibarat bulan purnama atau matahari yang memberikan sinar
penerang bagi seluruh jagat raya. Sumber ajaran akhlak yang dibawa oleh
Rasulullah tiada lain adalah Al-Qur`an. Sebagaimana disebutkan dalam suatu
riwayat bahwa ketika Aisyah, isteri Rasulullah, ditanya tentang ihwal akhlak
Rasulullah dia menjawab, “akhlak dia (Rasulullah itu) adalah Al-Qur`an”.
Maksudnya yang menjadi barometer akhlak Rasulullah itu ialah semua nilai
kebaikan yang terkandung di dalam Al-Qur`an. Sedangkan Rasulullah sendiri
merupakan model atau percontohan tehadap nilai-nilai luhur dimaksud.
Dengan kata lain, tingkah laku Rasulullah itu merupakan pengejawantahan dari
nilai-nilai Al-Qur`an. Penjelasan di atas memberikan pemahaman bahwa
pengertian akhlak lebih tinggi dibandingkan dengan istilah- istillah lain yang
digunakan dalam konsep perilaku atau budi pekerti atau karakter. Akhlak
berpangkal dari jiwa sedangkan jiwa adalah pusat kendali hidup manusia yang
mampu menerima wahyu dan hidayah dari Allah SWT. Selain itu, munculnya
akhlak merupakan reaksi spontan tanpa ada pemikiran sebelumnya, sehingga
akhlak mewakili hakekat jiwa yang sesungguhnya. Sementara dalam konsep
moral, etika, adat dan susila bersumberkan dari manusia yang memiliki
berbagai keterbatasan dan perbedaan seperti budaya, tingkat peradaban dan
pemikiran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sikap
seseorang yang dimanifestasikan ke dalam perbuatan dan tingkah laku.
Ketinggian akhlak dengan berbagai karakteristiknya seperti disebutkan di atas
semakin memperjelas kemuliaan tujuan dari agama Islam. Karena akhlak mulia
merupakan tujuan utama dari misi Rasullullah dalam mengemban risalah
Islam. Dari penjelasan di atas tergambar bahwa akhlak secara substansial
4
adalah sifat hati (kondisi hati) bisa baik bisa burukyang tercermin dalam
prilaku.
Jika hatinya baik, maka akan tercermin akhlak yang baik. Sebaliknya jika
hatinya kotor, maka akan tercermin pula akhlak yang jelek.
Lalu muncul pertanyaan, apa yang menyebab hati manusia kotor dan jelek,
dan apa pula yang menyebabkan hati manusia baik dan bersih? Menurut Ibn
Miskawaih, hati manusia bisa jelek dan rusak atau baik dan suci adalah faktor
dirinya. Di dalam diri manusiaada tiga nafsu:
1. Nafsu “syahawaniyah”. Nafsu ini ada pada manusia dan ada pada
binatang, yaitu nafsu yang cenderung kepada kelezatan, misalnya makan,
minum dan syahwat kepada lawan jenis. Jika nafsu ini tidak bisa
dikendalikan, maka manusia tak obahnya seperti binatang, sikap hidupnya
menjadi hedonisme.
2. Nafsu “ghadabiyah”, nafsu ini juga ada pada manusia dan binatang, yaitu
nafsu yang cenderung marah, merusak, ambisi, senang menguasai dan
mengalahkan yang lain. Nafsu ini lebih kuat dari nafsu syahwaniyah dan
lebih berbahaya bagi pemiliknya jika tidak dikendalikan.
3. Nafsu “nathiqah”, yaitu nafsu yang membedakan manusia dengan
binatang. Manusia dengan nafsu ini mampu berfikir, berzikir, mengambil
hikmah dan memahami fenomena alam. Dengan nafsu ini manusia
menjadi agung, besar cita-citanya, mampu mengenali dirinya serta
bersyukur kepada Tuhannya. Nafsu ini pula yang dapat mengendalikan
kedua nafsu lainnya. Dengan nafsu nathiqah, manusia dapat membedakan
mana yang baik dan yang buruk dengan tuntunan ilmu akhlak sehingga
dapat menjaga maru’ah (harga diri). Sebaliknya jika nafsu pertama dan
kedua yang mendominasi dalam diri manusia maka samalah manusia
dengan hewan bahkan lebih sesat lagi. (Q.S al-A’raf: 179).
5
1.1. Karakteristik Akhlak dalam Islam
Akhlak Islam memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Alqur’an dan Hadis sebagai sumber Jika etika menjadikan akal sebagai
sumbernya dan moral menjadikan adat istiadat sebagai sumbernya, tetapi
akhlak dalam Islam menjadikan Al-Qur’an dan Hadis sebagai sumber. Al-
qur’an adalah Firman Allah SWT yang kebenarannya bersifat mutlak. Tidak
ada satu kata pun yang diragukan di dalamnya. Demikian hadis Rasullah juga
merupakan sumber hukum Islam yang kedua. Dengan demikian kebenaran
aturan akhlak bersifat mutlak. Bukan berarti dalam melaksanakan akhlak tidak
perlu akal, justru peran akal sangat urgen dalam membedakan mana yang baik
dan yang buruk. Namun bimbingan wahyu mutlak dibutuhkan agar dalam
pencariannya akal dapat menemukan kebenaran yang sesungguhnya.
2. Bersifat umum dan universal
Ajaran akhlak yang terdapat dalam Al-Qur’an bersifat umum dan universal,
artinya dimana pun dan kapan pun masih berlaku dan up to date. Hal ini
disebabkan aturan yang ada bersifat umu dan prinsipil, antara lain tentang
keadilan, berbuat kebajikan, melarang perbuatan keji, munkar dan permusuhan.
(Q.S al-Nahl: 90), seruan untuk memenuhi janji dan mengalokasikan harta
anak yatim secara benar.(Q.S Al-Isra’:34). Ada juga larangan untuk saling
mencela, saling memberi gelar yang buruk (Q.S al-Hujarat). Demikian juga
larangan berlaku sombong dan angkuh (Q.S Luqman: 18-19).
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji;
Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya. (Q.S al-
Isra’ 34)”.
6
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi
membanggakan diri”.
3. Bersifat Menyeluruh
7
Berdzikir kepada Allah SWT.
Mengingat Allah SWT dalam berbagai situasi (lapang, sempit, senang,
susah) merupakan salah satu wujud akhlak manusia kepada-Nya.
Berzikir kepada-Nya dianjurkan dalam kitab-Nya. Dia menyuruh
orang mukmin untuk berdzikir kepada-Nya dengan sebanyak-
banyaknya. Dengan berdzikir manusia akan mendapat ketenangan.
Berdoa, tawaddu', dan tawakal.
Berdoa atau memohon kepada Allah SWT sesuai dengan hajat harus
dilakukandengan cara sebaik mungkin, penuh keikhlasan, penuh
keyakinanbahwa doanya akan dikabulkan Allah SWT. Dalam berdoa,
manusia dianjurkan untuk bersikap tawaddu' yaitu sikap rendah hati di
hadapan-Nya, bersimpuh mengakui kelemahan dan keterbatas diri
serta memohon pertolongan dan perlindungannya dengan penuh
harap.
b. Akhlak terhadap Makhluk
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri; manusia
perlu berinteraksi dengan sesamanya dengan akhlak yang baik. Di antara
akhlak terhadap sesama itu ialah:
Akhlak terhadap Rasulullah SAW.
Mencintai Rasulullah secara tulus dengan mengikuti semua sunahnya.
Menjadikannya sebagai panutan, suri teladan dalam hidup dan
kehidupan. Menjalankan apa yang disuruhnya dan meninggalkan
segala apa yang dilarangnya.
Akhlak terhadap kedua orang tua.
Mencintai mereka melebihi cintanya kepada kerabat lainnya.
Menyayangi mereka dengan kasih sayang yang tulus. Berbicara secara
ramah,dengan kata-kata yang lemah lembut.Mendoakan mereka untuk
keselamatan dan ampunan kendati pun mereka telah meninggal
dunia.
Akblak erhadap diri sendiri.
8
Memelihara kesucian diri, menutup aurat,adil,jujur dalam perkataan
dan perbuatan,ikhlas,sabar, pemaaf, rendah hati, dan menjauhi sifat
dengki serta dendam.
Akhlak terhadap keluarga, karib, dan kerabat.
Saling membina rasa cinta dan kasih sayang, mencintai dan membenci
karena Allah SWT.
Akhlak terhadap tetangga.
Saling mengunjungi, membantu saat senang maupun susah, dan
hormat-menghormati.
Akhlak terhadap masyarakat.
Memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku,
menaati putusan/peraturan yang telah diambil, bermusyawarah dalam
segala urusan untuk kepentingan bersama.
9
esensinya bahwa berbuat kerusakan terhadap alam juga berarti berbuat
kerusakan pada diri sendiri dan masyarakat luas (QS. Al-A'raf
[7]:56).Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperkenankan untuk
menikmati apa yang ada di bumi,tetapi tidak untuk mengeksploitasi secara
berlebihan melebihi kebutuhan hidup (lihat QS.Al-Mulk[67]:15 dan
QS.Asy-Syūra [42]: 42). Sebaliknya, justru suatu kemuliaan apabila
manusia menjaga kelestarian alam untuk kepentingan makhluk lain. Dalam
sebuah sabdanya Nabi Muhammad SAW mengatakan:
4. Konsisten dalam cara dan tujuan Antara satu ajaran dengan ajaran lainnya tetap
ada konsistensi. Sekali perkara itu baik, pada ayat-ayat berikutnya akan
dikatakan baik. Demikian juga sebaliknya sekali perkara itu dikatakan buruk,
tetap akan buruk.
5. Berpangkal pada iman dan taqwa kepada Allah SWT. Seorang muslim dalam
melaksanakan akhlak berdasarkan atas iman dan taqwa kepada Allah SWT.
10
Iman yang kuat akan melahirkan akhlak yang mulia. Kebobrokan akhlak yang
terjadi merupakan pertanda kerapuhan iman.
6. Akhlak mulia menjanjikan balasan dari Allah SWT.
Karena akhlak mulia dilandasi dengan keiman kepada Allah, maka semua yang
dilakukan akan mendapat balasan dari Allah. Kebaikan yang ditanam, akan
menghasilkan kebaikan disisi Allah SWT.
7. Sesuai dengan Fitrah yang bersih
Akhlak yang terdapat dalam aturan-aturan Islam pada dasarkan sesuai dengan
fitrah manusia. Kecenderungan fitrah manusia untuk mencari kebenaran
memperkukuh aturan akhlak yang mengajarkan kebaikan dan melarang
keburukan.
11
1. Ijtinab al-manhiyyat (menjauhilarangan Tuhan),
2. Ada’ al-wajibat (melaksanakan kewajiban),
3. Ada’ al-nafilat (melakukan hal-hal yang sunat) dan
4. Riyadhah (latihan spritual seperti yang diajarkan Rasul).
Tanda-tanda orang yang baik akhlaknya menurut para sufi antara lain:
memiliki budaya malu, tidak menyakiti orang lain, banyak kebaikannya, benar
dan jujur dalam ucapannya, tidak banyak bicara tapi banyak bekerja, penyabar,
hatinya selalu bersama Allah, tenang, suka berterima kasih, ridha terhadap
ketentuan Tuhan, bijaksana, hati-hati dalam bertindak, disenangi teman dan
lawan, tidak pendendam, tidak suka mengadu domba, sedikit makan dan tidur,
tidak pelit dan hasad, cinta karena Allah dan benci karena Allah. Dengan
demikian jelaslah bahwa kondisi hati dan tingkat keimanan sangat menentukan
12
cerminan akhlak seseorang. (Buku Pendidikan Agama Isla hal.133-135, penulis
Dr. Hj. Nurhasanah Bakhtiar, M.Ag.)
13
d. Menyantuni mereka jika sudah tua
e. Mendoakan keduanya, baik ketika masih hidup apalagi setelah meninggal
dunia.
f. Meneruskan silaturrahmi dengan kerabat ibu bapak.
4. Akhlak kepada sesama manusia
a. Saling hormat menghormati dan bersikap sopan santun
b. Saling Bantu membantu
c. Saling nasehat menasehati
d. Suka memaafkan Apabila semua itu terwujud, maka akan tercipta suatu
masyarakat yang aman dan makmur.
5. Akhlak kepada Diri sendiri
a. Menjaga kesucian diri dan tidak menzalimi diri sendiri
b. Menjaga kesehatan diri
c. Memperhatikan hak-hak diri baik secara fisik maupun psikis
d. Sabar dan pengendalian diri.
6. Akhlak terhadap lingkungan
a. Memakmurkan bumi dan mengelola sumber daya alam (Hud,11:16).
b. Tidak membuat kerusakan di muka bumi (Alqashas, 28)
14
BAB III
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
Akhlak merupakan refleksi dari tindakan nyata atau pelaksanaan akidah dan
syariat. Kata akhlak secara bahasa merupakan bentuk jamak dari kata khulukun
yang berarti budi pekerti, perangai,tabiat,adat, tingkah laku, atau sistem perilaku
yang dibuat. Sedangkan secara terminologis akhlak adalah ilmu yang menentukan
batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, baik itu berupa
perkataan maupun perbuatan manusia, lahir dan batin.
Akhlak berarti budi pekerti atau perangai. Dalam berbagai literatur Islam,
akhlak diartikan sebagai (1) pengetahuan yang menjelaskan arti baik dan buruk,
tujuan perbuatan, serta pedoman yang harus diikuti (Amin, 1975: 3); (2)
pengetahuan yang menyelidiki perjalanan hidup manusia sebagai parameter
perbuatan, perkataan, dan ihwal kehidupannya; (3) sifat permanen dalam diri
seseorang yang melahirkan perbuatan secara mudah tanpa membutuhkan proses
berpikir (Al-Gazali :52 [t.t]);(4) sekumpulan nilai yang menjadi pedoman
berperilaku dan berbuat.
Akhlak memiliki wilayah garapan yang berhubungan dengan perilaku manusia
dari sisi baik dan buruk sebagaimana halnya etika dan moral. Akhlak merupakan
seperangkat nilai keagamaan yang harus direalisasikan dalam kehidupan sehari-
hari dan merupakan keharusan, siap pakai, dan bersumber dari wahyu llahi.
1.1. Saran
1. Untuk masyarakat
Dibutuhkan peran masyarakat untuk secara aktif melakukan tindakan perilaku
menyimpang dari norma agama. Peran aktif tersebut dapat diawali dengan
membangun kesadaran untuk menerapkan setiap hal-hal yang baik
2. Untuk mahasiswa
Mahasiswa sebagai calon penerus bangsa ini, sudah selayaknya lebih peka
akan pentingnya ber-akhlak, Pendidikan agama islam yang didapat di bangku
perkuliahan alangkah baiknya kita dapat mengimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
15
DAFTAR PUSTAKA
Buku Pendidikan Agama Islam, penulis Dr. Hj. Nurhasanah Bakhtiar, M.Ag.
16