Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

AKHLAK DAN TASAWUF

DOSEN : H. MUHAMMAD TAUFIK, S.Ag, M.E

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4

1. AFBI DAFFA ANUGERA (2361201008)


2. AIDA DINDA FRANSISKA (2361201006)
3. CAROLINE SAPUTRI (2361201017)
4. EKO OKTA REZA (2361201036)
5. EMA FERANITA (2361201018)
6. JENI PERMATA SARI (2361201024)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN HUKUM
UNIVERSITAS SERASAN MUARA ENIM
TAHUN 2023/2024

KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat menimba ilmu di
Universitas Serasan Muara Enim. Penulisan makalah ini untuk memenuhi
tugas makalah pendidikan agama islam. Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah
yang sedang dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang cerdas
dan mampu menerapkan ilmu yang sudah dipelajari agar menjadi penerus
dari generasi yang cemerlang di masa mendatang.

Dengan tersusunnya makalah ini kami penyusun menyadari masih


banyak terdapat kekurangan dan kekeliruan, demi kesempurnaan makalah
ini kami penyusun sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang
sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,


khususnya bagi penyusun sendiri dan para pembaca makalah ini, terima
kasih.

DAFTAR ISI

ii
KATA PENGANTAR............................................................................. ii
DAFTAR ISI............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG................................................................. 1
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................ 2
1.3 TUJUAN...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN AKHLAK........................................................... 3
2.2 FAKTOR PEMBENTUKAN AKHLAK..................................... 6
2.3 MANFAAT MEMPELAJARI AKHLAK.................................... 9
2.4 PENGERTIAN TASAWUF.........................................................11
2.5 MANFAAT TASAWUF DALAM ISLAM.................................13
BAB III PENUTUP.................................................................................15
3.1 KESIMPULAN............................................................................15
3.2 SARAN ........................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Di era modern ini, berbagai krisis menimpa kehidupan manusia.
Mulai dari krisis sosial, krisis struktural, sampai krisis spiritual.
Semuanya itu bermuara pada persoalan makna hidup. Modernitas dengan
segenap kemajuan teknologi dan pesatnya industrialisasi membuat
manusia kehilangan orientasi. Kekayaan materi kian menumpuk, tetapi
jiwa mengalami kekosongan. Seiring dengan logika dan orientasi yang
kian modern, pekerjaan dan materi lantas menjadi aktualisasi kehidupan
masyarakat.
Demikian pula adanya persaingan hidup sangat komperatif dapat
membawa manusia mudah stress dan frustasi, akibatnya menambah
jumlah orang sakit jiwa. Pola hidup materialism dan hedonism kini kian
digemari, dan pada saat mereka tidak mampu menghadapi persoalan
hidupnya, mereka cenderung ambil jalan pintas. Semua masalah ini
akarnya adalah karena jiwa manusia telah terpecah belah (split
personality). Mereka perlu diintegrasikan kembali melalui ajaran dari
Maha Benar yang penjabarannya dalam Akhlak Tasawuf ini.
Kata akhlak diartikan sebagai suatu tingkah laku, tetapi tingkah
laku tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang tidak cukup hanya
sekali melakukan perbuatan baik, atau hanya sewaktu-waktu saja.
Seseorang dapat dikatakan berakhlak jika timbul dengan sendirinya
didorong oleh motivasi dari dalam diri dan dilakukan tanpa banyak
pertimbangan pemikiran apalagi pertimbangan yang sering diulang-ulang,
sehingga terkesan sebagai keterpaksaan untuk berbuat. Apabila perbuatan
tersebut dilakukan dengan terpaksa bukanlah pencerminan dari akhlak.
Akhlak mulia memberikan harapan untuk terbentuknya peradaban
yang maju dan tidak mengabaikan nilai ketuhanan. Melihat demikian
pentingnya akhlak tasawuf dalam kehidupan ini, tidaklah mengherankan

iv
jika Akhlak Tasawuf dalam kaitannya dengan pembentukkan karakter
bangsa nilai Ketuhanan yang selalu ada pada kehidupan manusia.
Kajian Tasawuf Nusantara adalah merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari kajian Islam di Indonesia. Sejak masuknya Islam di
Indonesia telah tampak unsur tasawuf mewarnai kehidupan keagamaan
masyarakat, bahkan hingga saat ini pun nuansa tasawuf masih kelihatan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman keagamaan
sebagaian kaum muslimin Indonesia.
Tasawuf adalah sebuah komitmen yang lebih besar daripada
sekedar pemuasan kepentingan egois yang lebih tinggi daripada sekedar
pemehaman hidup di dunia yang bersifat materi. Tasawuf melampaui apa
yang diserap oleh pikiran, perilaku, dan perasaan manusia. Tasawuf tidak
dapat direduksi semata dalam wujud perbuatan lahiriah seperti kebajikan
bersedekahatau kebajikan social lainnua. Tasawuf yang dipraktikkan
dengan benar dan tepat akan menjadi metode yang efektif dan impresif
untuk menghadapi tantangan zaman.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Akhlak?
2. Faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan akhlak?
3. Apa manfaat mempelajari ilmu akhlak?
4. Apa pengertian Tasawuf?
5. Apa manfaat ilmu Tasawuf?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian akhlak
2. Untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan
akhlak
3. untuk mengetahui manfaat mempelajari ilmu akhlak
4. Untuk mengetahui pengertian Tasawuf
5. Untuk mengetahui manfaat ilmu Tasawuf

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian akhlak


Menurut bahasa (etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak
dari khuluq (khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku,
atau tabi’at.1 Yang semua itu berasal dari hati. Dan hati menurut Amin
Syukur adalah pokok dari segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia. 2
Akhlak adalah suatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah
proses.3
Akhlak disamakan dengan kesusilaan, sopan santun. Akhlak
menurut hukum tata bahasa adalah nama benda, tetapi ia mempunyai makna
kata sifat yang selalu bersandar dengan (suatu) perbuatan (menurut tat
hukum ilmu nahwu yang disebut ism jamak taksir). Kata kerjanya kholaqa:
alkholiqu yakhluqul makhluq bimakarimil akhlaqi, artinya (Tuhan) pencipta
menciptakan ciptaanya (makhluk) dengan segala dasar kemuliaan akhlak.
Kata akhlak pada hakikatnya berbentuk jamak, tetapi mempunyai ciri khas
yaitu mengandung arti mufrod. Rangkaian kata tersebut yang dalam bentuk
aktif memperlihatkan dengan amat jelasnya akan keketatan dalam
pertautannya antara kata akhlak, kholiq dan makhluk, yakni: pencipta
ciptaan-Nya.4
Dalam kamus Al-Munjahid, khuluq berarti budi pekerti, perangai
tingkah laku atau tabiat. Akhlak diartikan sebagai ilmu tata krama, ilmu
yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai
pada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.
5

Dilihat dari sudut istilah (terminologi), para ahli berbeda pendapat,


namun sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat ahli-ahli tersebut
dihimpun sebagai berikut.
1
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, hlm. 2.
2
Amin Syukur dan Fatimah, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012), hlm. 3.
3
Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, (Semarang: Rasail, 2010), hlm. 31.
4
Sa’id Hawwa, Pendidikan Spiritualitas, (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2006), hlm. 114.
5
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an...”, hlm. 3

vi
a. Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang keutamaan
yang harus dilakukan dengan cara mengikutinya sehingga
jiwanya terisi dengan kebaikan, dan tentang keburukan yang
harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala
bentuk keburukan.6
b. Ahmad Amin mengatakan kehendak ialah ketentuan dari
beberapa keinginan manusia setelah bimbang, sedang kebiasaan
merupakan perbuatan yang diulang-ulang sehingga mudah
melakukannya. Masing-masing dari kehendak dan kebiasaan ini
mempunyai kekuatan, dan gabungan dari kedua kekuatan itu
menimbulkan kekuatan yang lebih besar. Kekuatan yang lebih
besar inilah yang dinamakan akhlak.7
c. Imam Al-Gazali mengatakan akhlak ialah sifat yang tertanam
dalam jiwa yang menimbulkan bermacam macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.8
d. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa yang
menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pemikiran terlebih dahulu.9
e. M. Abdullah Daraz mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan
dalam kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik)
atau pihak yang jahat (akhlak buruk).10
f. Ibnu Miskawaih mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan
yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah,
tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan

6
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an...”, hlm. 3
7
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak, (jakarta: Grafindo Persada,
2004), hlm. 5.
8
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an...”, hlm. 3.
9
Farid Makruf, Analisa Akhlak Dalam Perkembangan Muhammadiyah, (Yogyakarta: PP
Muhammadiyah, 1964), hlm. 10.
10
Zahruddin AR dan Hasanuddin Sinaga, Pengantar Studi Akhlak...”, hlm. 7.

vii
sehari-hari).11

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat


yang tertanam dalam jiwa manusia sehingga dia akan muncul secara spontan
bilamana diperlukan, tanpa memerlukan pemikiran atau pertimbangan lebih
dahulu, serta tidak memerlukan dorongan dari luar.
Dalam pengertian-pengertian tersebut penulis lebih condong
kepada pendapat Imam Al-Gazali mengatakan bahwa akhlak ialah sifat yang
tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan
dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Jadi, pada hakikatnya khuluq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu
kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian.
Dari sini timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa
dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Dapat dirumuskan bahwa
akhlak ialah ilmu yang mengajarkan manusia berbuat baik dan mencegah
perbuatan jahat dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia, dan makhluk
sekelilingnya.12
Makna akhlak yang baik yaitu berupa batin yang baik. Sesuatu
yang pada asal fitrahnya tidak ada, misalnya kedermawanan, maka
hendaklah membiasakan hal tersebut walaupun dengan memaksakan diri,
karena akhlak itu dapat dirubah dengan tindakan.13
Akhlak juga dikenal dengan istilah etika dan moral. Dalam
prakteknya ketiga hal tersebut hampir sama. Yang membedakan adalah
dasar yang digunakannya. Akhlak dasar yang digunakannya adalah al-
Qur’an, dan etika dasar yang digunakan adalah akal pikiran, sedangkan
moral dasar yang digunakan adalah adat kebiasaan yang umum berlaku
dimasyarakat.14

11
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an...”, hlm. 4.
12
Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an...”, hlm. 4.
13
Imam al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ ‘Ulumuddin,Terj. Mutiara Ihya’ Ulumuddin: Ringkasan yang
ditulis Sendiri Oleh Sang Hujjatul Islam, (Bandung: Mizan, 2008), hlm. 223.
14
Yunahar Ilyas, Kuliah Akllak, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm. 3.

viii
2.2 Faktor Pembentukan Akhlak
Menurut Hamzah Ya’kub faktor-faktor yang mempengaruhi
terbentuknya akhlak atau moral pada prinsipnya dipengaruhi dan ditentukan
oleh dua faktor utama yaitu factor intern dan faktor ekstern.15
1. Faktor Intern
Faktor intern adalah faktor yang datang dari diri sendiri yaitu
fitrah yang suci yang merupakan bakat bawaan sejak manusia lahir dan
mengandung pengertian tentang kesucian anak yang lahir dari pengaruh-
pengaruh luarnya. Setiap anak yang lahir ke dunia ini telah memiliki
naluri keagamaan yang nantinya akan mempengaruhi dirinya seperti
unsur-unsur yang ada dalam dirinya yang turut membentuk akhlak
atau moral, diantaranya adalah ;
a. Instink (naluri)
Instink adalah kesanggupan melakukan hal-hal yang
kompleks tanpa latihan sebelumnya, terarah pada tujuan yang
berarti bagi si subyek, tidak disadari dan berlangsung secara

mekanis.16 Ahli-ahli psikologi menerangkan berbagai naluri yang


ada pada manusia yang menjadi pendorong tingkah lakunya,
diantaranya naluri makan, naluri berjodoh, naluri keibu-bapakan,
naluri berjuang, naluri bertuhan dan sebagainya.17
b. Kebiasaan
Salah satu faktor penting dalam pembentukan akhlak
adalah kebiasaan atau adat istiadat. Yang dimaksud kebiasaan
adalah perbuatan yang selalu diulang-ulang sehingga menjadi

15
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hal.. 57
16
Kartini Kartono, Psikologi Umum, (Bandung : Mandar Maju, 1996), hlm. 10
17
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hal.. 30

ix
mudah dikerjakan.18 Kebiasaan dipandang sebagai fitrah yang
kedua setelah nurani. Karena 99% perbuatan manusia terjadi
karena kebiasaan. Misalnya makan, minum, mandi, cara
berpakaian itu merupakan kebiasaan yang sering diulang-ulang.
c. Keturunan
Ahmad Amin mengatakan bahwa perpindahan sifat-sifat
tertentu dari orang tua kepada keturunannya, maka disebut al-
Waratsah atau warisan sifat-sifat.19
Warisan sifat orang tua terhadap keturunanya, ada yang
sifatnya langsung dan tidak langsung. Artinya, langsung terhadap
anaknya dan tidak langsung terhadap anaknya, misalnya terhadap
cucunya. Sebagai contoh, ayahnya adalah seorang pahlawan,
belum tentu anaknya seorang pemberani bagaikan pahlawan,
bisasaja sifat itu turun kepada cucunya.
d. Keinginan atau Kemauan Keras
Salah satu kekuatan yang berlindung di balik tingkah laku
manusia adalah kemauan keras atau kehendak. Kehendak ini
adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak

ini merupakan kekuatan dari dalam.20 Itulah yang menggerakkan


manusia berbuat dengan sungguh-sungguh. Seseorang dapat
bekerja sampai larut malam dan pergi menuntut ilmu di negeri
yang jauh berkat kekuatan ‘azam (kemauan keras).
Demikianlah seseorang dapat mengerjakan sesuatu yang
berat dan hebat memuat pandangan orang lain karena digerakkan
oleh kehendak. Dari kehendak itulah menjelma niat yang baik dan
yang buruk, sehingga perbuatan atau tingkah laku menjadi baik
dan buruk karenanya.
e. Hati nurani
Pada diri manusia terdapat suatu kekuatan yang sewaktu-

18
Hamzah Ya’qub, Etika Islam, (Bandung : Diponegoro, 1993), hal.. 31
19
Ahmad Amin, Ethika (Ilmu Akhlak) terj. Farid Ma’ruf, (Jakarta : Bulan Bintang,1975), hal. 35.
20
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta, : Aksara Baru, 1985), hal. 93

x
waktu memberikan peringatan (isyarat) apabila tingkah laku
manusia berada di ambang bahaya dan keburukan. Fungsi hati
nurani adalah memperingati bahayanya perbuatan buruk dan
berusaha mencegahnya. Jika seseorang terjerumus melakukan
keburukan, maka batin merasa tidak senang (menyesal), dan
selain memberikan isyarat untuk mencegah dari keburukan, juga
memberikan kekuatan yang mendorong manusia untuk
melakukan perbuatan yang baik. Oleh karena itu, hati nurani
termasuk salah satu faktor yang ikut membentuk akhlak manusia.
2. Faktor Ekstern
Adapun faktor ekstern adalah faktor yang diambil dari luar yang
mempengaruhi kelakuan atau perbuatan manusia, yaitu meliputi:
a. Lingkungan
Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan
seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan (milleu).
Milleu adalah suatu yang melingkupi suatu tubuh yang hidup.
Misalnya lingkungan alam mampu mematahkan/mematangkan
pertumbuhan bakat yang dibawa oleh seseorang lingkungan
pergaulan mampu mempengaruhi pikiran, sifat, dan tingkah laku.
b. Pengaruh Keluarga
Setelah manusia lahir maka akan terlihat dengan jelas
fungsi keluarga dalam pendidikan yaitu memberikan pengalaman
kepada anak baik melalui penglihatan atau pembinaan menuju
terbentuknya tingkah laku yang diinginkan oleh orang
tua.Dengan demikian orang tua (keluarga) merupakan pusat
kehidupan rohani sebagai penyebab perkenalan dengan alam luar
tentang sikap, cara berbuat, sertapemikirannya di hari kemudian.
Dengan kata lain, keluarga yang melaksanakan pendidikan akan
memberikan pengaruh yang besar dalam pembentukan akhlak.
c. Pengaruh Sekolah
Sekolah adalah lingkungan pendidikan kedua setelah
pendidikan keluarga dimana dapat mempengaruhi akhlak anak.

xi
Sebagaimana dikatakan oleh Mahmud Yunus sebagai berikut:

“Kewajiban sekolah adalah melaksanakan pendidikan


yang tidak dapat dilaksanakan di rumah tangga, pengalaman anak-
anak dijadikan dasar pelajaran sekolah, kelakuan anak-anak yang
kurang baik diperbaiki, tabiat-tabiatnya yang salah dibetulkan,
perangai yang kasar diperhalus, tingkah laku yang tidak senonoh
diperbaiki dan begitulah seterunya”.21

Di dalam sekolah berlangsung beberapa bentuk dasar dari


kelangsungan pendidikan. Pada umumnya yaitu pembentukan
sikap-sikap dan kebiasaan, dari kecakapan- kecakapan pada
umumnya, belajar bekerja sama dengan kawan sekelompok
melaksanakan tuntunan-tuntunan dan contoh yang baik, dan
belajar menahan diri dari kepentingan orang lain.22
d. Pendidikan Masyarakat
Masyarakat dalam pengertian yang sederhana adalah
kumpulan individu dalam kelompok yang diikat oleh ketentuan
negara, kebudayaan, dan agama. Ahmad Marimba mengatakan;
“Corak dan ragam pendidikan yang dialami
seseorang dalam masyarakatbanyak sekali. Hal ini meliputi segala
bidang baik pembentukan kebiasaan. Kebiasaan pengertian
(pengetahuan), sikap dan minat maupun pembentukan kesusilaan
dan keagamaan”.23

2.3 Manfaat Mempelajari Ilmu Akhlak


Dapat dikemukakan bahwa fungsi dan manfaat pelajaran ilmu akhlak
adalah sebagai berikut:
1. Ilmu akhlak dapat memenuhi rasa ingin tahu manusia tentang nilai-
nilai kebaikan dan keburukan.
2. Ilmu akhlak dapat menjadi petunjuk atau memberi arah bagi manusia
yang ingin berbuat baik.
3. Nilai-nilai yang terkandung dalam pelajaran akhlak dapat menjadi

21
Mahmud Yunus, Pokok-Pokok Pendidikan dan Pengajaran , (Jakarta : Agung, 1978), hal. 31
22
Abu Ahmadi, et.al., Psikologi Sosial, (Jakarta : Rineka Cipta, 1991), hal. 269
23
Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Al- Ma’arif), hal. 63

xii
sugesti atau mendorong jiwa manusia untuk melakukan kebaikan.
4. Ilmu akhlak membahas tentang sifat-sifat jiwa manusia. Hal ini
berarti bahwa dengan menguasai ilmu akhlak secara luas dan
mendalam akan dapat mencari dan menemukan cara menangkal atau
meminimalisir faktorfaktor yang dapat merusak akhlak manusia.24
Sebagai salah satu ciri khas ilmu adalah bersifat pragmatis.
Dengan ditemukan suatu teori pada ilmu, akan lebih menambah wawasan
dalam bertindak atau berproses. Orang yang berakhlak karena ketakwaan
kepada Tuhan semata-mata, maka dapat menghasilkan kebahagiaan,
antara lain:
a. Mendapat tempat yang baik di dalam masyarakat
b. Akan disenangi orang dalam pergaulan
c. Akan dapat terpelihara dari hukuman yang sifatnya manusia dan
sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan.
d. Orang yang bertakwa dan berakhlak mendapat pertolongan dan
kemudahan dalam memproses keluhuran, kecukupan, sebutan yang
baik.
e. Jasa manusia yang berakhlak mendapat perlindungan segala
penderitaan dan kesukaran. 25
Sedangkan manfaat mempelajari ilmu akhlak menurut Ahmad Amin, ia
mengatakan:
“Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai
yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap
adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk,
membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan
mengingkari utang termasuk perbuatan buruk”.26

Dr. Hamzah Ya’qub menyatakan bahwa hasil atau hikmah dan faedah
dari akhlak, adalah sebagai berikut:

24
Miswar, Panghulu, dkk, Akhlak Tasawuf; Membangun Karakter Islami , (Medan: Perdana
Publishing, 2015), hal. 18
25
H.A Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hal. 26
26
Ahmad Amin, Kitab Al-Akhlak, Etika (Ilmu Akhlak), (terj.) Farid Ma’ruf, dari judul asli, Al-
Akhlaq, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), cet. III, hal. 1

xiii
a. Meningkatkan Derajat Manusia
b. Menuntun Kepada Kebaikan
c. Manifestasi Kesempuranaan Iman
d. Keutamaan di Hari Kiamat
e. Kebutuhan Pokok dalam Keluarga
f. Membina Kerukunan antar Tetangga
g. Untuk Menyukseskan Pembangunan Bangsa dan Negara
h. Dunia Betul-Betul Membutuhkan Akhlakul Karimah27

2.4 Pengertian Tasawuf


Arti tasawuf dan asal katanya menurut logat sebagaimana tersebut
dalam buku Mempertajam Mata Hati (dalam melihat Allah). Menurut
Syekh Ahmad ibn Athaillah yang diterjemahkan oleh Abu Jihaduddin
Rafqi al-Hānif :

1. Berasal dari kata suffah (‫فة‬NN‫(= ص‬segolongan sahabat-sahabat Nabi


yang menyisihkan dirinya di serambi masjid Nabawi, karena di
serambi itu para sahabat selalu duduk bersama-sama Rasulullah
untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan kepada
orang lain yang belum menerima fatwa itu.

2. Berasal dari kata sūfatun (‫(= صوفة‬bulu binatang, sebab orang yang
memasuki tasawuf itu memakai baju dari bulu binatang dan tidak
senang memakai pakaian yang indahindah sebagaimana yang dipakai
oleh kebanyakan orang.

3. Berasal dari kata sūuf al sufa’ (‫(= الصفا صوفة‬bulu yang terlembut,
dengan dimaksud bahwa orang sufi itu bersifat lembut-lembut.
Berasal dari kata safa’ (‫فا‬NN‫(= ص‬suci bersih, lawan kotor. Karena
orang-orang yang mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir
dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kotor
yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.

27
H.A Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), hal. 31

xiv
Dari segi bahasa terdapat sejumlah kata atau istilah yang dihubung-
hubungkan para ahli untuk menjelaskan kata tasawuf. Harun Nasution,
menyebutkan lima istilah yang berkenaan dengan tasawuf, yaitu al-suffah
(ahl al-suffah), (orang yang ikut pindah dengan nabi dari mekah ke
madinah), saf (barisan), sufi (suci), sophos (bahasa Yunani: Hikmat), dan
suf (kain wol). Dari segi linguistik (kebahasaan), maka dapat dipahami
bahwa tasawuf adalah sikap mental yang selalu memelihara kesucian diri,
beribadah, hidup sederhana, rela berkorban untuk kebaikan dan selalu
bersikap bijaksana. Sikap jiwa yang demikian itu pada hakikatnya adalah
akhlak yang mulia.28

Adapun pengertian tasawuf dari segi istilah atau pendapat para ahli
merujuk kepada tiga sudut pandang, yaitu sudut pandang manusia sebagai
makhluk terbatas, manusia sebagai makhluk yang harus berjuang, dan
manusia sebagai makhluk yang bertuhan. Jika dilihat dari sudut pandang
manusia sebagai makhluk yang terbatas, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai upaya mensucikan diri dengan cara menjauhkan
pengaruh kehidupan dunia, dan memusatkan perhatian hanya kepada
Allah Swt.

Selanjutnya jika sudut pandang yang digunakan manusia sebagai


makhluk yang harus berjuang, maka tasawuf dapat didefinisikan sebagai
upaya memperindah diri dengan akhlak yang bersumber dari ajaran
agama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jika sudut
pandang yang digunakan manusia sebagai makhluk yang bertuhan, maka
tasawuf dapat didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ketuhanan) yang
dapat mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang
dapat menghubungkan manusia dangan Tuhan.29

28
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta; Rajawali Pers, 2010), h.179
29
Lihat, Ibid., h. 180

xv
2.5 Manfaat Tasawuf Dalam Islam
Adapun manfaat tasawuf yang dapat diperoleh antara lain sebagai
berikut:
1. Membersihkan Hati dalam Berinteraksi dengan Allah
Interaksi manusia dengan Allah dalam bentuk ibadah tidak
akan mencapai sasaran jika ia lupa terhadap-Nya dan tidak disertai
dengan kebersihan hati. Sementara itu, esensi tasawuf adalah tazkiyah
an-nafs yang artinya membersihkan jiwa dari kotoran-kotoran.
Dengan bertasawuf, hati seseorang menjadi bersih sehingga dalam
berinteraksi kepada Allah akan menemukan kedamaian hati dan
ketenangan jiwa. 30
Surat Al A’la ayat 14-15,

‫َقْد َأْفَلَح َم ْن َتَز َّك ٰى َو َذ َك َر اْس َم َر ِّبِه َفَص َّلٰى‬


Artinya: Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri
(dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia
sembahyang.

2. Membersihkan Diri dari Pengaruh Materi


Melalui tasawuf, kecintaan seseorang yang berlebihan
terhadap materi atau urusan duniawi lainnya akan dibatasi, memiliki
harta benda itu tidaklah semata-mata untuk memenuhi nafsu, tetapi
lebih mendekatkan diri kepada Allah.

‫ِإَّنا َجَع ْلَنا َم اَع َلى ْاَألْر ِض ِز يَنًة َّلَها ِلَنْبُلَو ُهْم َأُّيُهْم َأْح َس ُن َع َم ًال‬
“Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi
sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah
diantara mereka yang terbaik perbuatannya“. [Al Kahf/18 :7].

Jadi, jalan untuk menyelamatkan diri dari godaan-godaan


materi duniawi yang menyebabkan manusia menjadi materialistis
adalah dengan membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh negative
30
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 84

xvi
dunia. Jalan tersebut adalah melalui pendekatan tasawuf. Dengan
demikian, bertasawuf juga memiliki manfaat membersihkan diri dari
pengaruh- pengaruh negative duniawi yang mengganggu.31
3. Menerangi Jiwa dari Kegelapan
Urusan materi dalam kehidupan sangat besar pengaruhnya
terhadap jiwa manusia. Benturan dalam mengejar dan mencari materi
atau dalam mengejar urusan duniawi dapat menjadikan seseorang
gelap mata. Tindakan seperti itu tentu menimbulkan gelap hati yang
menimbulkan hati menjadi keras dan sulit menerima kebenaran
agama. Demikian pula sifat-sifat buruk dalam diri manusia seperti
hasad, takabbur, bangga diri dan riya’ tidak dapat hilang dari diri
seseorang tanpa mempeajari cara-cara menghilangkan dan petunjuk
kitab suci Al-Qur’an maupun hadis melalui pendekatan tasawuf. 32
4. Memperteguh dan Menyuburkan Keyakinan Agama

Keruntuhan umat Islam pada masa kejayaannya bukan


karena akibat musuh semata, tetapi kehidupan umat Islam pada waktu
itu yang dihadapi oleh materialism dan mengabaikan nilai-nilai mental
atau spiritual. Banyak manusia yang tenggelam dalam menggapai
kebahagiaan duniawi yang serba materi dan tidak lagi mempedulikan
masalah spiritual. Pada akhirnya paham-paham tersebut membawa
kehamapaan jiwa dan menggoyahkan sendi-sendi keimanan. Jika
ajaran tasawuf diamalkan oleh seorang muslim, ia akan bertambah
teguh keimanannya dalam memperjuangkan agama Islam.33
5. Mempertinggi Akhlak Manusia

Jika hati seseorang suci, bersih, serta selalu disinari oleh


ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya: maka akhlaknya pun baik. Hal ini
sejalan dengan ajaran tasawuf yang menuntun manusia untuk menjadi
pribadi muslim yang memiliki akhlak mulia.

31
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 84
32
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 85
33
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, hal. 85

xvii
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jadi, pada hakikatnya akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang
telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian. Dari sini timbulah
berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan
tanpa memerlukan pemikiran. Dalam pembentukan akhlak, juga terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Antara lain faktor intern dan
faktor ekstern.
Tujuan mempelajari ilmu akhlak dan permasalahannya
menyebabkan kita dapat menetapkan sebagian perbuatan lainnya sebagai
yang baik dan sebagian perbuatan lainnya sebagai yang buruk. Bersikap
adil termasuk baik, sedangkan berbuat zalim termasuk perbuatan buruk,
membayar utang kepada pemiliknya termasuk perbuatan baik, sedangkan
mengingkari utang termasuk perbuatan buruk.
Tasawuf dapat didefinisikan sebagai upaya memperindah diri
dengan akhlak yang bersumber dari ajaran agama dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah Swt. Jika sudut pandang yang digunakan
manusia sebagai makhluk yang bertuhan, maka tasawuf dapat
didefinisikan sebagai kesadaran fitrah (ketuhanan) yang dapat
mengarahkan jiwa agar tertuju kepada kegiatan-kegiatan yang dapat
menghubungkan manusia dangan Tuhan.

3.2 Saran

Diharapkan kepada mahasiswa untuk meningkatkan ilmu


pengetahuan mengenai agama dan menerapkannya dalam kehidupan
serahi-hari. Jika hati seseorang suci, bersih, serta selalu disinari oleh
ajaran-ajaran Allah dan Rasul, maka akhlaknya pun baik. Oleh
karenanya, mempelajari dan mengamalkan ilmu akhlak dan tasawuf
sangat tepat bagi kaum muslim terutama sebagai mahasiswa, karena
dapat mempertinggi akhlak, baik dalam kaitan interaksi antara manusia

xviii
interaksi antara sesama.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, M. Y. (2007). Studi akhlak dalam perspektif Alquran. Amzah.


Ahmadi, A. (1991). Psikologi Sosial edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta.
Amin, A. (1975). Etika (Ilmu Akhlak), terj. Farid Ma’ruf, Jakarta:
Bulan Bintang.
Amin, A. (1983). Etika (Ilmu Akhlak), Terj, KH Farid Ma’ruf, Cet.
3. Jakarta: Bulan Bintang.
Amin, S. M. (2022). Ilmu tasawuf. Amzah.
Anwar, M. R., Hakim, M. A., & Solihin, M. (2005). Akhlak tasawuf.
Ganeca Exact.
Kartono Kartini, D. R. (1996). Psikologi Umum.
Ma’ruf, F. (1964). Analisa Akhlak dalam Perkembangan
Muhammadiyah. Yogyakarta: Yogyakarta Offset.
Miswar, M., Nasution, P., Hidayat, R., & Lubis, R. (2015). Akhlak
Tasawuf: membangun karakter Islami.
Nasirudin, M. (2010). Pendidikan tasawuf. Semarang: Rasail Group.
Ya’qub, H., & Islam, E. (1993). Pembinaan Akhlakul Karimah Suatu
Pengantar. Bandung: Diponegoro.
Yunus, M. (1978). Pokok-pokok pendidikan dan pengajaran. Hidakarya
Agung.
Zahruddin, A. R., & Sinaga, H. (2004). Pengantar Studi
Akhlak/Zahruddin AR.

xix

Anda mungkin juga menyukai