Anda di halaman 1dari 14

Daftar Isi

Bab I Pendahuluan……….…………………………………………………………….1
Latar belakang……………………………………………………………………….1
Tujuan………………………………………………………………………………..1
Rumusan masalah……………………………………………………………………1
Bab II Isi......................................................................................................................... 2
Pengertian Ilmu Akhlak............................................................................................ 2
Ruang lingkup akhlak.................................................................................................. 2
Tujuan Akhlak.............................................................................................................. 3
Perbandingan baik buruk akhlak aliran dalam filsafat etika.................................... 4
Implementasi Akhlak dalam kehidupan bersama…………………………………9
Bab III Penutup……………………………………………………………………….12
Daftar Pustaka………………………………………………………………………13

KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah SWT. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya , kami mampu menyelesaikan tugas
makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Akidah adalah gudang akhlak yang kokoh. Ia mampu menciptakan kesadaran diri bagi
manusia untuk berpegang teguh kepada norma dan nilai-nilai akhlak yang luhur. Akan tetapi
sebaliknya, akidah-akidah hasil rekayasa manusia berjalan sesuai dengan langkah hawa nafsu
manusia dan menanamkan akar-akar egoisme dalam sanubarinya.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi.
Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan dari orang-orang di sekitar kami, sehingga kendala-kendala
yang kami hadapi dapat teratasi.
Makalah yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi,
referensi, dan berita. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan
menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing kami
mengharapkan kritik dan sarannya demi perbaikan pembuatan makalah di masa yang akan
datang.

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhlak merupakan sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang. Dari sifat yang
ada itulah terpancar sikap dan tingkah laku perbuatan seseorang, seperti sifat sabar, kasih sayang,
atau malah sebaliknya pemarah, benci karena dendam, iri dan dengki, sehingga memutuskan
hubungan silaturahmi.
Akhlak merupakan batu pondasi suatu kaum. Akhlak yang baik dan mulia akan
mengantarkan kedudukan seseorang pada posisi yang terhormat dan tinggi. Atas dasar itulah
kami menyusun makalah ini, agar kita semua sebagai makhluk Allah, tidak tersesat dalam
menjalani hidup, dan dapat menjadikan Rasulullah sebagai idola kita, karena sesungguhnya pada
diri Rasulullah terdapat suri tauladan yang baik bagi kita.
1.2 Tujuan
1. Memahami Pengertian dan Ruang Lingkup Akhlak
2. Dapat mebandingkan ukuran baik buruk dalam Akhlak dengan aliran dalam filsafat etika
3. Mengetahui implementasi akhlak dalam kehidupan sehari-hari
4. Dapat mengimplementasikan akhlak-akhlak yang terpuji
5. Mengetahui dan dapat menjaga diri dari tantangan-tantangan akhlak

1.3 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari kata Akhlak ?
2. Mengetahui Ruang Lingkup Akhlak?
3. Apa saja penerapan akhlak dalam kehidupan?
4. Bagaimana upaya peningkatan akhlak?

BAB II
ISI

2.1 PENGERTIAN ILMU AKHLAK

Ada dua pendekatan yang dapat di gunakan untuk mendefinisikan akhlak yaitu
pendekatan linguistic (kebahasan), dan pendekatan terminologik (peristilahan). Namun akar kata
akhlak dari akhlaqa sebagaimana tersebut di atas tampaknya kurang pas, sebab isim mashdar
dari kata akhlaqa bukan dari kata akhlaq tetapi ikhlaq. Berkenaan dengan ini maka timbul
pendapat yang mengatakan bahwa secara Lingustik kata akhlak merupakan isim jaded atau isim
mustaq, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata tersebut memang sudah
demikian adanya.
Secara bahasa akhlak berasal dari kata ‫ا‬22‫ اخلق – يخلق – اخالق‬artinya perangai, kebiasaan,
watak, peradaban yang baik, agama. Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah :
Artinya : dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. ( al-qalam :4 )
‫انما بعثت ال تمم مكارم االخالق‬
Artinya : bahwasanya aku di utus (allah) untuk menyempurkan keluhuran budi pekerti. (HR.
AHMAD)
Secara istilah akhlak berasal dari :
a) Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan
perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
b) Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan
yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
c) Ibrahim Anis dalam Mu`jam al-Wasith : sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya
lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan
pertimbangan.
d) Dalam kitab Dairatul Ma`arif : sifat-sifat yang terdidik.
Dari atas tak ada perbedaan akan tetapi memilki kemiripan antara satu dengan yang lain. Definisi
– definisi akhlak tersebut adalah subtansial tampak saling melengkapi.
2.2 RUANG LINGKUP AKHLAK

jika definisi tentang ilmu akhlak tersebut kita perhatikan dengan seksama, akan tampak
bahwa ruang lingkup pembahasan ilmu akhlak adalah membahas tentang perbuatan – perbuatan
manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatab yang baik
atau perbuatan yang buruk.
Dengan mengemukakan beberapa literaratur tentang akhlak tersebut menunjukan bahwa
keberadaan ilmu akhlak sebagai sebuah disiplin ilmu agama sudah sejajar dengan ilmu-ilmu
keislaman lainnya, seperti tafsir, tauhid, fiqh, sejarah islam, dan lai-lain.
Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam ilmu akhlak pada intinya adalah perbuatan
manusia. Dan selanjutnya di tentukan kriterianya apakah itu baik atau buruk.
Definisi dari ruang lingkup akhlak:

 Perbuatan-perbuatan manusia menurut ukuran baik dan buruk.


 Objeknya adalah norma atau penilaian terhadap perbuatan tersebut.
 Perbuatan tersebut baik perbuatan individu maupun kolektif.

2.3 TUJUAN AKHLAK


Tujuan akhlak adalah menggapai suatu kebahagiaan hidup umat manusia baik di dunia
dan di akhirat. Dikarekan itulah kita sebagai manusia untuk hidup saling membantu baik dari
pekerjaan, kebutuhan atau lainnya.
Tujuan mempelajari akhlak diantaranya adalah menghindari pemisahan antara akhlak dan
ibadah. Atau bila kita memakai istilah: menghindari pemisahan agama dengan dunia
(sekulerisme). Kita sering mendengar celotehan, “Agama adalah urusan akhirat sedang
masalah dunia adalah urusan masing-masing.” Atau ungkapan, ”Agama adalah urusan
masjid, di luar itu terserah semau gue.” Maka jangan heran terhadap seseorang yang
beribadah, kemudian di lain waktu akhlaknya tidak benar. Ini merupakan kesalahan fatal. Kita
pun sering menjumpai orang-orang yang amanah dan jujur, tetapi mereka tidak shalat. Ini juga
keliru.
2.4 Perbandingan baik buruk Akhlak aliran dalam filsafat etika
A.Pengertian Akhlak dan Etika
Secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa Arab, jama’ah dari khuluqun artinya budi
pekerti, tingkah laku, tabi’at, dan lain-lain. Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara
baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, baik perkataan maupun perbuatan
manusialahir dan batin (Hamzah Ya’qoub).
Dikatakan pula, akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan
buruk, ilmu yang mengerjarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir
dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Sedangkan etika ialah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang sistematis tentang
tindakan moral yang betul, bagian filsafat yang memperkembangkan teori tentang tindakan,
hujah-hujahnya dan tujuannya yang diarahkan kepada makna tindakan.
Dengan kata lain, etika adalah ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk
manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Untuk mendapatkan konsep yang
sama mengenai penilaian baik dan buruk bagi semua manusia dalam ruang dan waktu tertentu.
Sesuatu hal dikatakan baik bila ia mendatangkan rahmat dan memberikan perasaan senang atau
bahagia. (Sesuatu dikatakan baik bila ia dihargai secara positif). Segala yang tercela. Perbuatan
buruk berarti perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma masyarakat yang berlaku.
Kriteria perbuatan baik atau buruk yang akan diuraikan di bawah ini sebatas berbagai aliran atau
faham yang pernah dan terus berkembang sampai saat ini. Khusus penilaian perbuatan baik dan
buruk menurut agama, adat kebiasaan, dan kebudayaan tidak akan dibahas disini.

1. Aliran Etika Naturalisme


Aliran ini berpendirian bahwa sesuatu dalam dunia ini menuju kepada suatu tujuan dengan
memenuhi panggilan nature/alam setiap sesuatu akan dapat sampai kepada kesempurnaan. Yang
menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia adalah perbuatan yang sesuai dengan
fitrajh / naluri manusia itu sendiri.
Yang menjadi ukuran baik atau buruk adalah :”apakah sesuai dengan keadaan alam”, apabila
alami maka itu dikatakan baik, sedangkan apabila tidak alami dipandang buruk. Jean Jack
Rousseau mengemukakan bahwa kemajuan, pengetahuan dan kebudayaan adalah menjadi
perusak alam semesta.
2. Aliran Etika Hedonisme
Aliran hedonisme berpendapat bahwa aliran baik dan buruk adalah kebahagiaan karenanya suatu
perbuatan dapat mendatangkan kebahagiaan maka perbuatan itu baik dan sebaliknya perbuatan
itu buruk apabila mendatangkan penderitaan.
Menurut aliran ini, setiap manusia selalu menginginkan kebahagiaan yang merupakan dorongan
daripada tabiatnya dan ternyata kebahagiaan merupakan tujuan akhir dari hidup manusia, oleh
karenanya jalan yang mengantarkan ke arahnya dipandang sebagai keutamaan (perbuatan mulia /
baik).
Maksud dari kebahagiaan dari aliran ini adalah hedone, yakni kelezatan, kenikmatan, dan
kepuasan rasa serta terhindar dari penderitaan. Ada juga yang mengartikan kelezatan adalah
ketentraman jiwa yang berarti keimbangan badan.
Oleh karena itu,menurut aliran ini kelezatan merupakan ukuran dari perbuatan, jadi perbuatan
dipandang baik menurut kadar kelezatan yang terdapat pada perbuatan yang dilakukan seseorang
dan sebaliknya perbuatan itu buruk menurut kadar penderitaan yang ada pada diri seseorang
tersebut.
Aliran hedonisme, bahkan tidak hanya mengajarkan agar manusia mencari kelezatan, karena
pada dasarnya tiap-tiap perbuatan ini tidak sunyi dari kelezatan tetapi aliran ini justru
menyatakan hendaklah manusia itu mencari sebesar-besar kelezatan, dan seandainya dia disuruh
memilih diantara beberapa perbuatan wajib ia memilih yang paling besar kelezatannya.
Maksud paham ini adalah manusia hendaknya mencari kelezatan sebesar-besarnya. Dan setiap
perbuatannya diarahkan pada kelezatan. Jika terjadi keraguan dalam memilih suatu perbuatan
harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya. Sesuatu yang baik apabila
diri seorang yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan.

Aliran hedonisme terbagi menjadi dua, yaitu:


a. Egoistic Hedonisme
Dalam aliran ini dinyatakan bahaw ukuran kebaikan adalah kelezatan diri pribadi orang yang
berbuat. Karena itu, dalam aliran ini mengharuskan kepada para pengikutnya agar mengerahkan
segala perbuatannya untuk mengahasilkan kelezatan tersebut yang sebesar-besarnya.
b. Universalistic Hedonisme
Aliran ini mendasarkan ukuran baik dan buruk pada “kebahagiaan umum”. Aliran ini
mengharusakan agar manusia dalam hidupnya mencari kebahagiaan yang sebesar-besarnya
untuk sesama manusia dan bahkan pada sekalian mahkluk yang berperasaan. Jadi baik buruknya
sesuatu didasarkan atas ada kesenangan atau tidaknya sesuatu itu bagi umat manusia. Kalau
memang sesuatu itu lebih banyak kelezatannya dan membawa kemanfaatan maka hal itu baik
tapi sebaliknya kalau membawa akibat penderitaan maka hal itu berarti buruk.

3. Aliran Etika Utilitarisme


Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang bermanfaat hasilnya dan yang buruk
hasilnya tidak bermanfaat. Manfaat disini adalah kebahagiaan untuk sebanyak-banyak manusia
dari segi jumlah atau nilai.
Maksud dari paham ini adalah agar manusia dapat mencari kebahagiaan sebesar-besarnya untuk
sesama manusia atau semua mahkluk yang memiliki perasaan.
Kelezatan menurut paham ini bukan kelezatan yang melakukan perbuatan itu saja tetapi
kelezatan semua orang yang ada hubungannya dengan perbuatan itu. Wajib bagi si pembuat
dikala menghitung buah perbuatannya, jangan sampai berat sebelah darinya tetapi harus
menjadikan sama antara kebaikan dirinya dan kebaikan orang lain.
4. Aliran Etika Idealisme
Aliran Idealisme dipelopori oleh Immanuel Kant (1724-1804) seorang berkebangsaan Jerman.
Pokok-pokok pandangan etika idealisme dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Wujud yang paling dalam arti kenyataan (hakikat) ialah kerohanian. Seorang berbuat baik
pada prinsipnya bukan karena dianjurkan oleh orang lain melainkan timbul dari dirinya sendiri
dan rasa kewajiban.
b. Faktor yang paling penting mempengaruhi manusia adalah “kemauan” yang melahirkan
tindakan konkret dan menjadi pokok di sini adalah “kemauan baik”.
c. Dari kemauan yang baik itulah dihubungkan dengan sesuatu hal yang menyempurnakannya
yaitu “rasa kewajiban”.
Menurut aliran ini “kemauan” merupakan faktor terpenting dari wujudnya tindakan-tindakan
yang nyata. Kemauan perlu disempurnaka dengan perasaan kewajiban agar terwujud tindakan
yang baik.

5. Aliran Etika Vitalisme


Perbuatan baik menurut aliran ini adalah orang yang kuat, dapat memaksakan dan menekankan
kehendaknya. Agar berlaku dan ditaati oleh orang-orang yang lemah. Manusia hendaknya
mempunyai daya hidup atau vitalita untuk menguasai dunia dan keselamatan manusia tergantung
daya hidupnya.
Aliran ini merupakan bantahan terhadap aliran naturalism sebab menurut faham vitalisme yang
menjadi ukuran baik dan buruk itu bukan alam tetapi “vitae” atau hidup (yang sangat diperlukan
untuk hidup). Aliran ini terdiri dari dua kelompok yaitu (1) vitalisme pessimistis (negative
vitalistis) dan (2) vitalisme optimistis. Kelompok pertama terkenal dengan ungkapan “homo
homini lupus” artinya “manusia adalah serigala bagi manusia yang lain”. Sedangkan menurut
aliran kedua “perang adalah halal”, sebab orang yang berperang itulah (yang menang) yang akan
memegang kekuasaan. Tokoh terkenal aliran vitalisme adalah F. Niettsche yang banyak
memberikan pengaruh terhadap Adolf Hitler.

6. Aliran Etika Teologi


Aliran ini menyatakan bahwa baik dan buruknya perbuatan sekarang tergantung dari ketaantan
terhadap ajaran Tuhan lewat kitab sucinya. Hanya saja aliran ini tidak menyebutkan dengan jelas
Tuhan dan Kitab sucinya.
Yang menjadi ukuran baik-buruknya perbuatan manusia adalah didasarkan kepada ajaran Tuhan.
Segala perbuatan yang diperintah Tuhan itu perbuatan yang baik dan segala perbuatan yang
dilarang oleh Tuhan itu perbuatan buruk.

B. Aliran Ajaran Islam


Menurut paham ini bahwa penentuan baik dan buruk dalam ajaran Islam harus didasarkan pada
petunjuk Al-Quraan dan As-Sunnah. Ada beberapa istilah yang mengacu kepada yang baik,
diantaranya Al-Khair lawannya As-Syarr.
Adanya berbagai istilah yang demikian variatif yang diberikan Al-Quran dan Al Hadis itu
menunjukan bahwa penjelasan sesuatu yang baik menurut ajaran agama Islam jauh lebih lengkap
dan komprehensif karena meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi akal, ruhani, jiwa,
kesejahteraan di dunia dan akhirat, serta akhlak yang mulia.
Dalam persoalan akidah (tauhid, kalam, teologi) ada aliran mu’tazilah yang hampir sama dengan
paham rasionalisme. Meskipun aliran mu’tazilah berpendapat bahwa persoalan baik dan buruk
bisa diketahui oleh akal, tetapi aliran ini juga setuju bahwa mengenal dan bersyukur atas nikmat
yang diberi Alloh adalah wajib. Mu’tazilah juga tetap berpegang pada firman Alloh dan sabda
Rasulnya.
Kebenaran itu sangat subjektif dan bermacam-macam. Benar menurut ilmu hitung berlainan
dengan benar menurut ilmu politik Demikian pula benar menurut seseorang berlainan dengan
benar menurut yang lainnya berdasarkan kepentingannya. Sehingga kebenaran bersifat relative.
Meskipun begitu secara objektif kebenaran itu hanya ada satu, tak ada dua kebenaran yang
bertentangan. Bila ada dua kebenaran yang bertentangan, pasti salah satunya saja yang benar
atau kedua-duanya salah. Secara objektif peraturan juga hanya satu dan tak mungkin
mengandung hal-hal yang bertentangan didalamnya. Pada hakikatnya yang benar itu pasti dan
hanya satu. Kebenaran yang pasti adalah kebenaran yang didasarkan pada peraturan yang dibuat
Alloh Swt, Dzat Yang Maha Esa.

C. Perbandingan Akhlak dan Etika


Akhlak merupakan sebuah wahyu dari Allah dan bersifat mutlaq tidak dapat di rubah-rubah.
Sedangkan etika merupakan sebuah dasar pikiran manusia yang bersifat relatif sehingga bisa
berubah-ubah, tapi jika jika etika tersebut merupakan hasil dari izma-izma para ulama bisa
bersifat mutlaq.
Persamaan akhlak dengan etika adalah karena keduanya membahas masalah baik dan buruk,
tentang tingkah laku manusia, serta bertujuan agar manusia mempunyai budi perkerti yang baik.
Sedangkan yang menjadi perbedaanya, rujukan akhlak adalah Al-Qur’an dan sunnah Rasul.
Karena bersumber dari dari Al-Qur’an dan sunnah Rasul, mutlak kebenarannya. Sedangkan etika
merupakan cabang dari filsafat, filsafat tingkah laku,. Dasar filsafat adalah akal budi pekerti
manusia, karena dasarnya adalah pikiran , maka kebenarannya nisbi, relatif.
Akhlak berkaitan dengan keyakinan seorang muslim terhadap nilai-nilai keimanannya,
sedangkan etika tidak demikian. Akhlak berlaku universal sedangkan etika berlaku parsial.

2.5 Implementasi Akhlak dalam kehidupan bersama

Akhlaq mulia merupakan cita-cita yang diharapkan terwujud di setiap pribadi manusia
yang akan senantiasa dinantikan sebagai penghias karakter seluruh generasi di segenap masa.
Berikut akan dijelaskan beberapa penerapan akhlaq mulia :

1. Akhlaq kepada Khalik (Pencipta)


Salah satu perilaku atau tindakan yang mendasari akhlak kepada Pencipta adalah Taubat.
Selain itu, kita juga harus beriman kepada Allah semata, menyembah, beribadah, dan berdoa
hanya kepada Allah, mencintai, bersyukur, berdzikir, tawakal, dan takwa kepada Allah, dan
sebagainya.

2. Akhlaq kepada Sesama


Akhlaq terhadap sesama dibedakan menjadi dua macam :
A. Akhlaq kepada sesama muslim
Penerapan akhlaq kepada sesama muslim misalnya ketika kita ingin di hargai oleh orang
lain, maka kewajiban kita juga harus menghargai orang lain, menghormati orang yang lebih tua,
menyayangi yang lebih muda, menyantuni yang fakir, menjaga lisan dalam perkataan agar tidak
membuat orang lain disekitar kita merasa tersinggung, dan sebagainya.

B. Akhlaq kepada sesama nonmuslim

Akhlaq antara sesama nonmuslim diajarkan dalam agama karena mereka (nonmuslim) juga
merupakan makhluk. Berbicara masalah keyakinan adalah persoalan nurani yang mempunyai
asasi kemerdekaan yang tidak bisa dicampuradukkan hak asasi kita dengan hak merdeka orang
lain, apalagi masalah keyakinan, yang terpenting adalah kita lebih jauh memaknai kehidupan
sosial karena dalam kehidupan ada namanya etika sosial. Masalah etika sosial tidak terlepas dari
karakter kita dalam pergaulan hidup. Contohnya bagaimana kita menghargai apa yang menjadi
keyakinan mereka, menghargai ketika mereka melakukan upacara keagamaan, walaupun mereka
hidup dalam minoritas, memberi bantuan bila mereka terkena musibah, dan sebagainya.

3. Akhlaq kepada Diri Sendiri

Untuk mempertahankan kehormatan, harga diri, dan meningkatkan harkat dan martabat
dalam hidup ini, kita memerlukan akhlaq terhadap diri sendiri, antara lain:
a. Menjaga kehormatan dan harga diri, membersihkan diri lahir dan batin.
b. Memiliki dan memupuk sifat-sifat terpuji.
c. Taat menjalankan ajaran agama.
d. Menjaga lisan, mata, telinga, dan tangan dari perbuatan tercela.
e. Mencari rezeki yang halal.
f. Selalu berusaha mendekatkan diri kepada Allah, beramal shaleh, meningkatkan
iman dan takwa.

4. Akhlaq kepada Keluarga


Berikut akan diberikan beberapa contoh penerapan akhlaq mulia kepada keluarga :
a. Kepada orangtua : berbakti, menghormati, menyayangi dan mendoakan
keduanya, tidak berkata kasar, tidak menyakiti hati dan fisik mereka, apabila mereka sudah
sepuh, keduanya disantuni dan diberi nafkah.
b. Kepada istri atau suami : menjaga kedamaian, ketenangan, saling menghormati,
saling menyayangi, bersikap jujur dan terbuka, tidak selingkuh dan saling curiga, dan
sebagainya.
c. Kepada tetangga dan masyarakat : saling membantu, tenggang rasa, gortong
royong, saling menghormati, saling meminta dan memberi, dan sebagainya.
d. Hormat dan memuliakan guru dan dosen, dan sebagainya.

5. Akhlaq kepada Lingkungan (Alam Semesta)

Hendaknya setiap manusia melakukan hal-hal berikut:


a. Memperhatikan dan merenungkan penciptaan alam semesta serta bersyukur kepada
Allah.
b. Memanfaatkan alam semesta dengan sebesar-besarnya bagi kemakmuran hidup
manusia.
c. Menjaga keseimbangan dan kelestarian lingkungan flora dan fauna serta alam
semesta ini untuk kepentingan manusia.
d. Tidak berlaku dzalim, aniaya, atau mengeksploitasi secara semena-mena, seperti
penebangan hutan secara liar, penggalian tambang tanpa mempedulikan lingkungan, membuat
polusi, dan sebagainya.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan penjelasan diatas mengenai Akhlak, dapat kita tarik kesimpulan sebagai
berkut ;
1. Akhlaq mulia merupakan cita-cita yang diharapkan terwujud di setiap pribadi manusia yang
akan senantiasa dinantikan sebagai penghias karakter seluruh generasi di segenap masa
2. Sebagai manusia kita harus memahami dan menerapkan beberapa akhlak, yakni Akhlak kepada
pencipta, kepada sesama baik muslim maupun nonmuslim, diri sendiri, keluarga, dan
lingkungan.
3. Zaman yang semakin modern membuat manusia menjadi lupa diri dan sering berada diluar garis
batas ajaran agamanya.
4. Manusia yang hidup didunia harus memiliki aqidah dan akhlak yang kokoh sebagai benteng
sehingga tidak tersesat dan apa-apa yang kita lakukan tidak melanggar ajaran agama yang telah
ditentukan.
5. Dan untuk menjaga akhlak, kiat harus sering mengingat Allah dan bergaul dengan orang-orang
shaleh agar pada saat kita lupa kita cepat disadarkan kembali untuk kembali ke jalan yang benar.

DAFTAR PUSTAKA
- Prof.Dr.H.Abuddin Nata, MA, 2006. Akhlak Tasawwuf . Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
- Departemen Agama R.I., 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya. PT. Syaamil.
- Kaelany. (2009). Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press.
- http://www.voa-islam.com/muslimah/education/2011/10/27/16502/pendidikan-akhlak-yang-
baik-warisan-terindah-bagi-anak-kita/
- Gandaatamaja, Muhtar, Ahmad Saefurrizal. 2000: Kuliah Al-Isla Akidah, Syari’ah, dan
Akhlak. Lembaga Pendidikan dan Dakwah Al-Hikmah. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai