Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA ISLAM BERKAITAN DENGAN AHLAK

“Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Etika Islam”

Dosen Pengampu:

Dr. H. Abdul Muiz Hamzah, M.Si

Disusun Oleh :

Moch. Rivan Reviana (24041216277)

UNIVERSITAS GARUT

FAKULTAS MIPA (FARMASI)

2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusu panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun

dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat dan salam tercurah kepada

Nabi Muhammad saw, para sahabatnya, dan sampailah kepada kita selaku

umatnya.

Penyusun sadar dalam menyusun makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena itu penyusun sangat mengaharapkan saran dan kritik yang

membangun demi perbaikan yang akan datang. Mudah-mudahan makalah ini

dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi penyusun.

Oleh karena itu mohon memakluminya. Adapun saran dan kritik penyusun

harapkan dari teman-teman.

Garut, Mei 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i


Daftar Isi ..................................................................................................... ii
BAB I
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... iii
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................ v
1.3. Tujuan .................................................................................................. v
BAB II
2.1. Pengertian ............................................................................................ 1
2.2. Macam-macam ..................................................................................... 2
2.3. Ruang Lingkup ..................................................................................... 4
2.4. Karakteristik Akhlak Islam .................................................................. 6
2.5. Konsep Akhlak terkait Konsep Keimanan ........................................... 8
BAB III
3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 10
Daftar Pustaka ............................................................................................. vi

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sepanjang sejarah umat manusia masalah akhlak selalu menjadi pokok
persoalan, karena pada dasarnya pembicaraan tentang akhlak selalu
berhubungan dengan persoalan prilaku manusia dan menjadi permasalahan
utama manusia terutama dalam rangka pembentukan peradaban. Prilaku
manusia secara langsung maupun tidak langsung masih menjadi tolok ukur
untuk mengetahui perbuatan atau sikap manusia. Wajar kiranya persoalan
akhlak selalu dikaitkan dengan persoalan sosial masyarakat, karena akhlak
menjadi simbol bagi peradaban suatu bangsa (Suwito, 1995).
Manusia adalah makhluk Allah yang memiliki keistimewaan tersendiri
dibandingkan makhlukmakhluk-Nya yang lain. Keistimewaan itu terletak
pada adanya sebuah benda dalam organ tubuh manusia yang disebut dengan
otak. Otak manusia memiliki fungsi untuk berfikir, menelaah, memahami dan
menganalisa segala fenomena yang ditemui oleh lima panca indera manusia.
Dalam dimensi lain, sedikit banyak sesungguhnya manusia memiliki sebuah
potensi kemiripan dengan binatang dan tumbuhan. Yaitu sama-sama
mengalami perkembangan organ tubuh, sama-sama bergerak dan tumbuh.
Yang membedakan hidup ala manusia dan hidup ala makhluk lainnya adalah
bahwa dalam struktur kehidupan manusia, ada sebuah standar yang mengatur
pola berhubungan dengan yang lain sehingga berjalan lebih teratur. Standar
inilah yang disebut dengan etika atau akhlak. Etika merupakan salah satu
cabang dari filsafat aksiologi yang disebut juga filsafat moral sebagai tolok
ukur baik dan buruk tingkah laku manusia (Munirah, 2017).
Tidak bisa dibayangkan bila kehidupan manusia yang kompleks dengan
masalah ini, tidak diatur oleh sebuah etika. Barangkali dunia yang kita huni
ini tidak akan jauh beda dengan hutan yang didiami oleh hewan-hewan dari
berbagai habitat; yang kuat menindas yang lemah, yang besar memakan yang

iii
kecil dan lain sebagainya. Islam sangat menekankan pentingnya sebuah
akhlak (Munirah, 2017).
Islam tidak membatasi akhlak dan permasalahan moral hanya pada
undang-undang resmi (syariat) yang tertulis. Sebab, Islam meletakkan etika
bukan hanya sebagai standar yang mengatur tatanan interaksi antar sesama
manusia. Lebih dari itu, Islam memposisikan akhlak sebagai sebuah pedoman
yang mengatur mekanisme hidup, mengatur bagaimana zahir dan batin
manusia, mengatur hubungan manusia dari dua dimensi; vertikal dan
horizontal sekaligus memberi inspirasi terbentuknya teori pendidikan yang
komperehensif karena orientasi akhlak merupakan sesuatu yang asasi dalam
pendidikan Islam. Seruan agar berakhlak mulia sebagaimana yang dimuat
dalam Alquran, Hadis dan sumber-sumber primer warisan budaya Islam
melegitimasi orientasi tersebut (Suparta, 2003).
Perilaku akhlak Islam telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. serta
sahabat-sahabatnya. Fenomena ini telah menjadi bukti sejarah yang tak
terbantahkan tentang kemuliaan akhlak Islam. Bukti-bukti kemuliaan akhlak
Nabi Muhammad Saw adalah nyata . Bahkan menurut seorang non muslim
Michael H.Hart dalam bukunya yang berjudul The 1000 a ranking of the
Most influential Persons in History memberikan pengakuan bahwa “Nabi
Muhammad Saw memperoleh pengakuan sebagai tokoh urutan pertama yang
paling berpengaruh dalam sejarah”. Kebesaran Nabi Muhammad Saw. harus
diakui hal itu disebabkan oleh ketinggian dan kemuliaan akhlak yang
dimilikinya. Selain itu, seorang muslim yang bernama Husayn Ahmad Amin
juga menulis dalam bukunya yang berjudul Al-Miah al-Adzam fi Tarikh al-
Islam. Juga memberikan pengakuan terhadap keteladanan akhlak beliau
dalam membina masyarakat jahiliah. Pembahasan akhlak dalam lapangan
filsafat Islam banyak dilakukan oleh filosof muslim. Diantaranya al-Gazali
dalam bukunya Ihya Ulum al-Din, Muhammad Abu Bakar al-Razi dalam
bukunya al-Tibb al-Ruhani, Ibn Maskawaih dengan bukunya Tahzib al-
Akhlaq serta filosof-folosof muslim lainnya yang telah memperkaya warisan
budaya keislaman. Pembicaraan tentang akhlak terdapat dalam tiga lapangan

iv
disiplin ilmu, yaitu: filsafat Islam klasik, teologi dan tasawuf (Kamal, 1997).
Namun dalam tulisan ini, penyusun lebih fokus pada lingkup pendidikan
karena pendidikan akhlak merupakan salah satu inti dari proses pendidikan
dan bagi kemajuan suatu bangsa.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan akhlak?
2. Apa saja macam-macam akhlak?
3. Apa saja ruang lingkup akhlak?
4. Bagaimana karakteristik akhlak?
5. Bagaimana konsep akhlak terkait dengan konsep keimanan?

1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian akhlak.
2. Mengenal macam-macam akhlak
3. Mengetahui ruang lingkup akhlak.
4. Memahami karakteristik akhlak.
5. Memahami konsep akhlak terkait dengan konsep keimanan.

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluqun” yang berarti perangai,
tabiat, adat atau “khalqun” yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Jadi secara
etimologi akhlak itu berarti perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku yang
dibuat. Secara sosiologis di Indonesia kata akhlak sudah mengandung
konotasi baik, jadi orang yang berakhlak berarti orang yang berbudi baik
(Hasan, 2002)
Menurut pengertian sehari hari umumnya akhlak itu disamakan dengan
budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin
manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut
wajah dan budi. Dalam bahasa Yunani pengertian khalq ini dipakai kata
ethicos atau ethos, artinya adap kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati
untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.
Beberapa perbedaan pengertian etika menurut para ahli adalah sebagai
berikut:
1. Farid Ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagai kehendak jiwa manusia
yang menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa
memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.
2. M. Abdullah Diroz, Mendefinisikan akhlak sebagai suatu kekuatan dalam
kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi membawa
kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak baik) atau pihak
yang jahat (akhlak rendah).
3. Ibnu Miskawaih, Mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang
melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui
proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).
4. Al-Ghazali, Memberikan pengertian tentang bentuk ilmu akhlak itu
sebagai ilmu untuk menuju jalan ke akhirat yang dapat disebut sebagai
ilmu sifat hati dan ilmu rahasia hubungan keagamaan yang kemudian

1
menjadi pedoman untuk akhlak-akhlaknya orang-orang baik. Ghazali
lebih menitik beratkan masalah akhlak itu untuk pedoman orang-orang
suluk dan harus disesuaikan dengan ajaran-ajaran syariat Islam seperti
yang digariskan oleh Fuqaha, sehingga ilmu tersebut lebih popular
dikalangan umat islam menjadi ilmu tasawuf.

Al Ghazali berpendapat bahwa sumber-sumber akhlak baik adalah:

a. Kitab suci Al-Qur’an


b. Sunnah Nabi
c. Akal fikiran

Abul A’La Maududi, Berpendapat bahwa sumber nilai-nilai akhlak


Islam itu terdiri dari :

a. Bimbingan Tuhan, sebagai sumber pokok. Bi bingan Tuhan adalah


Al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad saw.
b. Pengalaman, ratio dan intuisi manusia, sebagai sumber tambahan
atau sumber pembantu (Ainusysyam, 2007).

2.2. Macam-macam
Secara umum akhlak Islām dibagi menjadi dua, yaitu akhlak mulia dan
akhlak tercela. Akhlak mulia harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,
sedangkan akhlak tercela harus dijauhi jangan sampai dipraktikkan dalam
kehidupan seharihari (Manan, 2017).
Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu akhlak mahmudah
(Fadhilah) dan akhlak mazhmumah (Qobihah). Disamping islilah tersebut
Imam Al-Ghazali menggunakan istilah “Munjiyat” untuk akhlak mahmudah
dan “Muhlikaf” untuk mazhmumah. Dikalangan ahli tasawuf dikenal system
pembinaan mental, dengan istilah: Takhalli, tahalli dan tajalli.
Takhalli adalah mengosongkan atau membersihkan jiwa dari sifat-sifat
tercela, karena sifat itulah yang dapat mengotori jiwa manusia. Takhalli
adalah mengisi jiwa dengan sifat-sifat terpuji (Mahmudah).

2
Akhlak Mahmudah ialah segala macam sikap dan tingkah laku yang baik.
Akhlak Mazmumah ialah segala macam sikap dan tingkah laku yang tercela.
Akhlak mahmudah dilahirkan oleh mahmudah yang terpendam dalam jiwa
manusia, demikian pula akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat-sifat
mazmumah.
Adapum sifat-sifat mazmumah ialah :
a. Ananiyah (Egoistis)
b. Al-Baghyu (Melacur)
c. Al-Buhtan (Dusta)
d. Al-Khiyanah (Khianat)
e. Az-Zhulmu (Aniyaya)
f. Al-Ghibah (Mengumpat)
g. Al-Hasd (Dengki)
h. Al-Kufran (Mengingkari nikmat
i. Ar-Riya (Ingin dipuji)
j. Al-Namimah (Adu domba)

Adapun sifat-sifat mahmudah ialah :

a. Al- Amanah (Setia, Jujur, Dapat dipercaya)


b. Al-Sidqu (Benar, Jujur)
c. Al’Adl (Adil)
d. Al’afwu (Pemaaf)
e. Al Alifah (Disenangi)
f. Al-Wafa (Menempati janji)
g. Al-Haya (Malu)
h. Ar-Rifqu (Lemah lembut)
i. Aniisatun (Bermuka manis) (Asmaran-1992).

3
2.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup akhlak dalam Islam, yaitu:
1. Akhlak kepada Allah.SWT
Akhlak kepada Allah SWT Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah
pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan melainkan Allah. Dia
memiliki sifat-sifat terpuji. Bertasbih kepada-Nya. Memuji kepada-Nya.
Bertawakal kepada Allah. Bersyukur kepada Allah. Bersabar atas segala
Ujian dan cobaan yang diberikan Allah.
2. Akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas
Hablun minannas adalah berhubungan antar sesama manusia. Sebagai
umat beragama, setiap orang harus menjalin hubungan baik antar
sesamanya setelah menjalin hubungan baik dengan Tuhannya. Dalam
kenyataan sering kita saksikan dua hubungan ini tidak padu. Terkadang
ada seseorang yang dapat menjalin hubungan baik dengan Tuhannya,
tetapi dalam menjalin hubungan dengan sesamanya. Atau sebaliknya, ada
orang yang dapat menjalin hubungan secara baik dengan sesamanya,
tetapi ia mengabaikan hubungannya dengan Tuhannya. Tentu saja kedua
contoh ini tidak seharusnya dilakukan adalah bagaimana ia dapat
menjalin dua bentuk hubungan itu dengan baik, sehingga terjadi
keharmonisan dalam dirinya.
3. Akhlak terhadap diri sendiri
Untuk membekali kaum Muslim dengan akhlak mulia terutama terhadap
dirinya, di bawah akan diuraikan beberapa bentuk akhlak mulia terhadap
diri sendiri dalam berbagai aspeknya. Di antara bentuk akhlak mulia ini
adalah memelihara kesucian diri baik lahir maupun batin. Orang yang
dapat memelihara dirinya dengan baik akan selalu berupaya untuk
berpenampilan sebaik-baiknya di hadapan Allah, khususnya, dan di
hadapan manusia pada umumnya dengan memperhatikan bagaimana
tingkah lakunya, bagaimana penampilan fisiknya, dan bagaimana pakaian

4
yang dipakainya. Pemeliharaan kesucian diri seseorang tidak hanya
terbatas pada hal yang bersifat fisik (lahir) tetapi juga pemeliharaan yang
bersifat nonfisik (batin). Yang pertama harus diperhatikan dalam hal
pemeliharaan nonfisik adalah membekali akal dengan berbagai ilmu yang
mendukungnya untuk dapat melakukan berbagai aktivitas dalam hidup
dan kehidupan sehari-hari. Berbagai upaya yang mendukung ke arah
pembekalan akal harus ditempuh, misalnya melalui pendidikan yang
dimulai dari lingkungan rumah tangganya kemudian melalui pendidikan
formal hingga mendapatkan pengetahuan yang memadai untuk bekal
hidupnya (QS. al-Zumar (39): 9). Setelah penampilan fisiknya baik dan
akalnya sudah dibekali dengan berbagai ilmu pengetahuan, maka yang
berikutnya harus diperhatikan adalah bagaimana menghiasi jiwanya
dengan berbagai tingkah laku yang mencerminkan akhlak mulia. Di
sinilah seseorang dituntut untuk berakhlak mulia di hadapan Allah dan
Rasulullah, di hadapan orang tuanya, di tengah-tengah masyarakatnya,
bahkan untuk dirinya sendiri.
4. Akhlak dalam lingkungan keluarga
Di samping harus berakhlak mulia terhadap dirinya, setiap Muslim harus
berakhlak mulia dalam lingkungan keluarganya. Pembinaan akhlak mulia
dalam lingkungan keluarga meliputi hubungan seseorang dengan orang
tuanya, termasuk dengan guru-gurunya, hubungannya dengan orang yang
lebih tua atau dengan yang lebih muda, hubungan dengan teman
sebayanya, dengan lawan jenisnya, dan dengan suami atau isterinya serta
dengan anakanaknya. Menjalin hubungan dengan orang tua atau guru
memiliki kedudukan yang sangat istimewa dalam pembinaan akhlak
mulia di lingkungan keluarga. Guru juga bisa dikategorikan sebagai
orang tua kita. Orang tua nomor satu adalah orang tua yang melahirkan
kita dan orang tua kedua adalah orang tua yang memberikan kepandaian
kepada kita. Islam menetapkan bahwa berbuat baik kepada kedua orang
tua (birr al-walidain) adalah wajib dan merupakan amalan utama (QS. al-
Isra‟ (17): 23-24 dan HR. al-Bukhari dan Muslim) (Nurhasan, 2018).

5
2.4. Karakteristik Akhlak Islam
Sesungguhnya akhlak-akhlak Islami memiliki beberapa karakteristik dan
keistimewaan yang membedakannya dari sistem akhlak lainnya. Di antara
karakteristik akhlak Islam tersebut adalah:
1. Rabbaniyah atau dinisbatkan kepada Rabb (Tuhan)
Yang dimaksud dengan rabbaniyah di sini meliputi dua hal:
a. Rabbbaniyah dari sisi tujuan akhirnya (Rabbbaniyah al-ghoyah)
Rabbbaniyah al-ghoyah maknanya adalah Islam menjadikan tujuan
akhir dan sasaran terjauh yang hendak dijangkau oleh manusia adalah
menjaga hubungan yang baik dengan Allah dan berhasil meraih ridha-
Nya. Inilah tujuan akhir yang digariskan oleh Islam sehingga segenap
usaha dan kerja keras manusia serta puncak cita-citanya adalah
bagaimana ia berhasil mendapatkan ridha Allah SWT.
b. Rabbaniyah dari sisi sumbernya (Rabbbaniyah al-mashdar)
Rabbbaniyah mashdar (rabbaniyah sumber) maknanya adalah bahwa
manhaj (konsep/sistem) yang telah ditetapkan oleh Islam guna
mencapai tujuan akhir tersebut adalah manhaj yang Rabbani karena
sumbernya adalah wahyu Allah kepada penutup para rasul-nya,
Muhammad Saw. Manhaj (konsep) ini tidak lahir sebagai hasil
rekayasa dari ambisi individu, keluarga, golongan, partai atau ambisi
dari suatu bangsa tertentu. Tetapi ia datang dari kehendak Allah yang
menginginkannya sebagai hidayah dan nur (cahaya penerang),
penjelas, kabar gembira, dan obat serta rahmat bagipara hamba-Nya
2. Insaniyah (manusiawi)
Sesungguhnya akhlak Islam memiliki sebuah risalah atau misi yang
sangat penting yaitu memerdekakan manusia, membahagiakan,
menghormati dan memuliakan manusia. Dari tinjauan ini maka risalah
Islam adalah risalah yang insaniyah (manusiawi), karena ia diturunkan

6
untuk manusia, sebagai pedoman hidup manusia, untuk mewujudkan
kemaslahatan manusia dan selaras dengan fitrah manusia.
Bagi siapa saja yang mau mempelajari kitabullah dan sunnah RasulNya,
niscaya akan tampak jelas dan gamblang baginya bahwa Islam itu telah
mengarahkan perhatian dan kepeduliannya yang sangat besar pada sisi
kemanusiaan.
3. Syumuliyah (Universal dan mencakup semua sisi kehidupan)
Universalitas Islam meliputi semua zaman, kehidupan dan eksistensi
manusia. Islam adalah risalah yang panjang terbentang sehingga meliputi
semua abad sepanjang zaman, terhampar luas sehingga meliputi semua
cakrawala umat, dan begitu mendalam sehingga menyentuh urusan-
urusan dunia dan akhirat. Demikian pula akhlak Islam, ia berlaku secara
universal, untuk segenap manusia, pada setiap zaman. Islam bukan
risalah bagi bangsa tertentu yang mengklaim bahwa mereka sajalah yang
merupakan bangsa yang dipilih Allah, dan bahwa semua bangsa yang
lain harus tunduk kepadanya. Islam bukan risalah untuk wilayah (daerah)
terentu, yang semua daerah di muka bumi harus tunduk mengikutinya
dan menjadi sekutunya. Islam bukan risalah untuk kelas tertentu yang
dalam aktivitasnya menundukkan kelas-kelas yang lain untuk
mengabdikan diri mereka kepada kelas tersebut. Islam tidak mengenal
pertentangan kelas di masyarakat. Tidak ada kelas elit dan rakyat kecil.
Tidak ada kelas borjuis dan kelas proletar. Semua memiliki hak yang
sama dalam Islam. Islam adalah risalah bagi mereka semua.
4. Wasathiyah (Bersikap Pertengahan)
Karakteristik lain dalam Islam yang cukup menonjol adalah wasathiyah
(sikap pertengahan). Atau dengan ungkapan lain tawazun
(berkeseimbangan). Yang dimaksud dengan sikap pertengahan di sini
adalah keseimbangan di antara dua hal yang saling bertolak belakang
(berlawanan). Seimbang dalam arti tidak lebih berat ke satu sisi dan
mengabaikan sisi yang lainnya. Pertengahan dalam Islam maknanya
memberikan kepada masing-masing aspek haknya yang sesuai dengan

7
porsinya, tanpa ada unsur berlebihan atau mengurangi, dan juga tanpa
mengabaikan hak-hak yang lainnya. Semua aspek di atas mendapatkan
perhatian dan haknya dalam Islam secara adil, proporsional, harmonis
dan tidak sampai melampaui batasnya. Hal ini selaras dengan yang
diisyaratkan oleh Allah Ta'ala dalam firman-Nya: “Dan Allah telah
meninggikan langit dan Dia meletakkan mizan (keadilan). Agar engkau
tidak melampaui batas tentang mizan itu.” (QS. ar-Rahman: 7-8)
Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk yang memiliki akal dan
hawa nafsu, memiliki spiritualitas malaikat dan juga memiliki naluri
kehewanan. Di depan manusia ada dua jalan yang ia bisa memilihnya.
Jalan ketakwaan dan jalan kedurhakaan. Manusia memiliki potensi untuk
berbuat jahat dan juga berbuat baik (ketakwaan). Oleh karena itu Islam
menuntut setiap manusia untuk melakukan mujahadah dan riyadhah
(melawan hawa nafsunya) agar dia dapat menyucikan dirinya. Allah
berfirman dalam QS. Asy-Syams: 7-9 yang artinya “Dan demi jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah
orang yang mensucikan jiwa itu.” (Bafadhol, 2017)

2.5. Konsep Akhlak Terkait dengan Konsep Keimanan


Konsep akhlak dalam Islam, menurut Ibn Taymiyah, terkait erat dengan
konsep keimanan. Hal ini disebabkan akhlak dalam Islam berdiri di atas
unsur-unsur berikut:
1. Keimanan kepada Allah Ta'ala sebagai satu-satunya Pencipta alam
semesta, Pengatur, Pemberi rizki, dan Pemilik sifat-sifat rububiyah
lainnya.
2. Mengenal Allah Subhanahu wa Ta‟ala (ma’rifatullah) serta mengimani
bahwa Dia-lah satu-satunya Dzat yang berhak diibadahi (disembah).

8
3. Mencintai Allah dengan kecintaan yang menguasai segenap perasaan
manusia (puncak kecintaan) sehingga tidak ada sesuatu yang dicintai
(mahbub) dan diinginkan (murad) selain Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
4. Kecintaan ini akan menuntun seorang hamba untuk memiliki orientasi
kepada satu tujuan, memusatkan seluruh aktifitas hidupnya ke satu tujuan
tersebut, yaitu meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta‟ala.
5. Orientasi ini akan membuat seseorang meninggalkan egoisme, hawa
nafsu dan keinginan- keinginan rendah lainnya.
Jadi, ketika seseorang memiliki orientasi dan cita-cita yang tinggi yaitu
ridha Allah, maka ia akan selalu menghiasi dirinya dengan al-akhlaq
alkarimah (akhlak-akhlak yang mulia). Landasannya adalah karena Allah
mencintai dan meridhoi akhlak yang mulia tersebut. Dan ia akan
meninggalkan al-akhlaq almadzmumah (akhlak-akhlak yang tercela) karena
Allah membenci al-akhlaq almadzmumah tersebut. Dengan demikian, ia
berbuat sesuatu karena Allah dan meninggalkan sesuatu karena Allah. Hal ini
tidak akan terasa berat baginya karena hatinya telah didominasi oleh
kecintaan yang sempurna kepada Allah. Konsekwensi dari kecintaan tersebut
adalah mencintai apa saja yang dicintai Allah dan membenci apa saja yang
dibenci oleh Allah. Kecintaan kepada Allah tersebut, dalam hati orang-orang
yang beriman bertingkat-tingkat. Ia berbanding lurus dengan pengenalan
seseorang terhadap Allah (ma’rifatullah). Semakin seseorang mengenal Allah
maka akan semakin kuat kecintaannya terhadap Allah.
Ma’rifatullah di sini maksudnya adalah ma’rifat (mengenal) sifat-sifat
Allah yang Maha sempurna dan juga nama-nama-Nya yang Maha indah. Juga
dengan mentafakkuri makhluk-makhlukNya yang tersebar di jaga raya.
Ketika seseorang telah mengenal Allah dengan baik maka pastilah ia akan
mengagumi-Nya, mensyukuri-Nya, beribadah kepada-Nya semata dan tunduk
patuh terhadap syari'atNya. Dengan mengenal Allah secara baik, mengenal
nama-nama-Nya yang Maha indah (al-asma’ al-husna) dan sifat-sifat-Nya
yang Maha tinggi, maka akan tumbuhlah dalam hati orang yang beriman
kecintaan kepada Allah yang ini merupakan landasan akhlak dalam Islam.

9
Kesimpulannya, konsep akhlak dalam Islam sangat terkait dengan keimanan,
bahkan ia adalah bagian tak terpisahkan dari keimanan. (Bafadhol, 2017)

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
 Akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluqun” yang berarti perangai,
tabiat, adat atau “khalqun” yang berarti kejadian, buatan, ciptaan. Dan
secara etimologi akhlak yaitu perangai, adat, tabiat atau sistem perilaku
yang dibuat.
 Ada dua penggolongan akhlak secara garis besar yaitu akhlak mahmudah
(Fadhilah) dan akhlak mazhmumah (Qobihah).
 Ruang lingkup akhlak dibagi menjadi 4 yaitu: akhlak kepada Allah SWT,
akhlak Mulia dalam Ber-hablun Minannas, akhlak terhadap diri sendiri,
dan akhlak dalam lingkungan keluarga
 Karakteristik akhlak dibagi menjadi 4 yaitu: Rabbaniyah yang mencakup
(Rabbbaniyah al-mashdar dan Rabbbaniyah al-ghoyah), Insaniyah
(manusiawi), Syamaliyah (universal), dan Wasathiyah (menengah).
 Konsep akhlak dalam Islam sangat terkait dengan keimanan, bahkan
tidak dapat dipisahkan. Hal ini dikarenakan lamdasan akhlak dalam Islam
yaitu keimanan orang yang cinta kepada Allah SWT.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ainusysyam,F.Y . 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung : PT Imtima


Asmaran. 1992. Pengantar Studi Akhlak. Jakarta : Raja Grafindo Persada.
Bafadhol, I. 2017. Pendidikan Akhlak Dalam Perspektif Islam. Pdf.
https://jurnal.staialhidayahbogor.ac.id. Diakses 12 Desember 2019 jam 10.25
Hasan, M. (2002). Membentuk Pribadi Muslim. Yogyakarta: Pustaka Nabawi.
Kamal, Z. 1997. “Pengantar” dalam Ibnu Miskawaih, Tahzib al-Akhlaq,
diterjemahkan oleh Helmi Hidayat dengan judul Menuju Kesempurnaan
Akhlak. Bandung: Mizan.
Manan, S. 2017. Pembinaan Akhlak Mulia Melalui Keteladanan Dan
Pembiasaan. Pdf. http://jurnal.upi.edu. Diakses 11 Desember 2019 10.24
Munirah. 2017. Akhlak Dalam Persektif Pendidikan Islam. Pdf. http://jurnal.uin-
alauddin.ac.id. Diakses 11 Desember 2019 10.26
Nurhasan. 2018. Pola Kerjasama Sekolah Dan Keluarga Dalam Pembinaan
Akhlak (Studi Multi Kasus Di Mi Sunan Giri Dan Mi Al-Fattah Malang).
Pdf. http://ejournal.kopertais4.or.id. Diakses 11 Desember 2019 10.31
Suparta, M. dkk. 2003. Pendidikan Islam Kini dan Mendatang. Jakarta: Triasco.
Suwito. 1995. Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Ibnu Miskawaih. Jakarta.
Disertasi Doktor, Program Pascasarjana IAIN Syarifhidayatullah.

Anda mungkin juga menyukai