Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUBUNGAN MORAL DAN HUKUM ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Filsafat Hukum Islam”

Dosen Pengampu
H. M. Ghufron, LC, MHI.

Disusun Oleh:

1. Ayu Ningtias Anggraini (C91218102)


2. Azharrizal Arafat Maulia (C91218103)
3. Eny Latifatul Munawwarah (C91218106)

HUKUM KELUARGA ISLAM (AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH)


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu tanpa
kurang suatu apa pun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam kepada
junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari
akhir kelak.
Penulisan makalah berjudul hubungan moral dan hukum Islam bertujuan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam. pada makalah diuraikan pengertian
moralitas, hukum Islam dan hubungan antara moralitas dengan hukum Islam.
Dalam pembuatan makalah ini kami mendapat bantuan dari berbagai pihak –
pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua kami yang senantiasa mendoakan dan menyemangati kami
2. Dosen pengampu mata kuliah Filsafat Hukum Islam yang telah memberikan
pengetahuan kepada kami.
Akhir kata, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini.
Harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan umpan balik berupa kritik dan
saran. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Aaamiiin.
Wassalamualaikum wr.wb
Batam, 11 oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan ........................................................................................ 1
BAB II .......................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .......................................................................................................... 2
A. Pengertian Moralitas ....................................................................................... 2
B. Pengertian Hukum Islam ................................................................................ 3
C. Hubungan Moral dan Hukum Islam .............................................................. 4
BAB III ......................................................................................................................... 8
PENUTUP .................................................................................................................... 8
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 9

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Manusia khususnya yang beragama Islam memiliki hukum Islam yang


dapat dijadikan pedoman atas setiap perbuatan mereka. Hukum Islam berfungsi
mengatur muslim agar dapat menjalani kehidupan yang tertib, aman, damai dan
setiap pribadi untuk tidak saling mengganggu hak orang lain. Di dalam ajaran
Islam, tingkah laku baik atau buruk itu dinamakan akhlak. Sedangkan menurut
pemikir barat, tingkah laku baik dan buruk itu disebut moral.
Moral merupakan cabang filsafat yang berkenaan dengan tingkah laku
manusia. Secara sepintas, makna dari dua istilah (akhlak dan moral) memiliki
makna yang identik. Tetapi kedua istilah ini memiliki perbedaan pada segi
parameter baik dan buruknya tingkah laku manusia. Di masa pencerahan, para
pemikir barat menilai moral baik dan buruknya perilaku berdasarkan akal dan
perasaan saja. Moral terlepas dari konsep baik dan buruk berdasarkan agama.
Sedangkan akhlak, baik dan buruknya perilaku sudah ditentukan takarannya di
dalam hukum Islam.
Hukum Islam yang dimaksud adalah al-Qur’an dan Hadist. Kedua
sumber hukum Islam ini menjadi sumber yang utama bagi kaum Muslim. Al-
Qur’an dan hadist sudah membedakan
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian moralitas?


2. Apa pengertian hukum Islam?
3. Bagaimana hubungan antara moral dengan hukum Islam?
C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui pengertian moralitas.


2. Mengetahui pengertian hukum Islam.
3. Mengetahui hubungan antara moral dengan hukum Islam.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Moralitas

Moral berasal dari bahasa Latin mos (jamak: mores) yang artinya
kebiasaan, adat-istiadat, tata-cara. Sedangkan moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk. 1 W.
Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai kualitas dalam perbuatan
manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau
buruk. Moralitas mencakup tentang baik dan buruknya perilaku manusia.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan moral sebagai ajaran baik atau
buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan
sebagainya.2 Moral menjadi tolak ukur individu atau kelompok dalam
melakukan suatu tindakan. Dapat disimpulkan bahwa moral merupakan ajaran
tentang baik dan buruknya atau salah dan benarnya perilaku manusia.
Moralitas memiliki makna yang berbeda dengan etika. Moralitas
dipandang sebagai ajaran, wejangan, patokan baik itu secara tulisan maupun
lisan, tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar dapat menjadi
manusia yang baik. Sumber langsung ajaran moral adalah orang-orang dalam
berbagai kedudukan seperti orang tua, guru, pemuka agama, atau secara tulisan
seperti kitab wulangreh karangan Sri Sunan Paku Buwana IV. Sedangkan etika
adalah sebuah ilmu hasil pemikiran kritis dan dari para filsuf tentang ajaran-
ajaran pandangan moral.
Dalam filsafat Durkheim moralitas merupakan fakta sosial yang khas
dan hanya hidup dalam masyarakat, dalam arti moralitas hanya berada dalam
konteks sosial yang dapat dipelajari atau diselidiki.3 Sedangkan menurut
Zakiyah Darajat moral adalah kelakuan yang sesuai dengan urut-urutan (nilai-
nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan dari luar yang disertai pula
oleh rasa tanggung jawab atas tindakan tersebut.4
Setiap agama mengandung suatu ajaran moral yang menjadi pegangan
perilaku pada setiap penganutnya. Ada dua macam ajaran moral dalam agama.
a) Ajaran moral yang berbicara secara mendetail dan hanya mengikat pada
agama tertentu. b) ajaran yang bersifat umum dan berlaku secara lintas agama.5
Dalam agama Islam moral lebih dikenal sebagai akhlak. Akhlak berasal
dari Bahasa Arab, yang merupakan bentuk jamak dari kata al-Khuluq atau al-

1
Asmaran As, Pengantar Studi akhlak, (Jakarta: Rajawali Press, Cet 1, 1992), 8
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: balai Pustaka,2005),
225
3
Zakiyah Darajat, peranan Agama Dalam Kesehatan Mental, (Jakarta: Gunung Agung, 1995), 63
4
Ibid, 63
5
K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia, cet. XI, 2011), 7.

2
Khulq yang secara etimologis berarti tabiyat (al-sajiyyat), watak (al-thab) budi
pekerti, kebijaksanaan, adat /sopan santun (al-muruat). Menurut para ahli
akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari
padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses
pemikiran (secara spontan), pertimbangan, atau penelitian. Akhlak biasa
disebut juga dengan dorongan jiwa manusia berupa perbuatan baik dan buruk.6
Menurut Imam Ghazali akhlak adalah suatu keadaan yang mengakar
dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa
melakukan pemikiran dan penelitian. Jika perbuatan yang muncul dari keadaan
itu adalah perbuatan baik dan terpuji secara akal dan syara’ maka dia disebut
akhlak yang baik, jika yang muncul adalah perbuatan yang buruk maka dia
disebut akhlak yang buruk.7
Akhlak merupakan peranan penting dalam Islam, dalam Hadist
Rasulullah memerintahkan untuk menyempurnakan akhlak.
Dari Muhammad bin Ajlan dari al-Qa’qa bin Hakim dari Abu Shalih
dari Abu Hurairah berkata: Berasabda Rasulullah SAW: “sesungguhnya aku
diutus ke muka bumi adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia” (HR.
Ahmad, Baihaqi dan Maliki).

B. Pengertian Hukum Islam


Kata hukum secara etimologi berasal dari akar kata bahasa arab, yaitu
hakama-yahkumu yang kemudian bentuk masdar-nya menjadi hukuman.
Lafadz al-hukmu adalah bentuk tunggal dari jamakjamak al-ahkam.
Berdasarkan akar kata hakama tersebut kemudian muncul kata al-himah yang
memiliki arti kebijaksaan. Hal ini dimaksudkan bahwa orang yang memahami
hukum keudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari maka dianggap
sebagai orang yang bijaksana. Arti lain yang muncil dari akar kata tersebut
adalah “kendali atau kekangan kuda”, yakni bahwa keberadaan hukum pada
akikatnya adalah untuk mengendalikan atau mengekang seseorang dari hal-hal
yang dilarang oleh agama. Makna “mencegah atau menolak” juga menjadi
salah satu arti dari lafadz hukumu yang memiliki akar kata hakama tersebut.
Muhammad Daud Ali mengatakan bahwa kata hukum yang berasal dari
lafadz Arab tersebut bermakna norma, kaidah, ukuran, tolok ukur, pedoman,
yang digunakan untuk menilai dan melihat tingkah laku manusia dengan
lingkungan sekitarnya.8

6
M. Abdul Mujieb, dkk, Ensiklopedi Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah Memahami dan Menjalankan
Kehidupan Spiritual, (Jakarta: Hikmah Mizan Publika, 2009), 38
7
Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, Juz III, (Semarang:
Karya Taha, 2007), 52
8
Rohidin, pengantar Hukum Islam, (Yogyakarta: Lintang rasi aksara books, 2016), .2

3
Selanjutnya Islam adalah bentuk masdar dari akar kata aslama-yuslimu-
islaman dengan mengikuti wazan af’ala-yuf’ilu-is’alan yang mengandung arti
ketundukan dan kepatuhan serta bisa juga bermakna islam, damai, dan selamat.
Namun kalimat asal dari lafadz islam adalah berasal dari kata salima-yaslamu-
salaman-wa salamatan yang memiliki arti selamat (dari bahaya) dan bebas
(dari cacat).
Islam bermakna sebagai sebuah ketundukan dan penyerahan diri
seorang hamba saat berhadapan dengan Tuhannya. Hal ini berarti bahwa
manusia dalam berhadapan dengan Tuhannya (Allah) haruslah merasa kerdil,
bersikap mengakui kelemahan dan membenarkan kekuasaan Allah swt.
Apabila hukum dihubungkan dengan Islam maka Hukum Islam adalah
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam.
Istilah hukum Islam sebenarnya tidak ada ditemukan sama sekali
didalam Al-Qur’an dan Sunnah dan literatur hukum islam. Yang ada hanyalah
Syari’ah, fikih, hukum Allah dan yang seakar dengannya. Kata-kata hukum
Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic Law” dari literatur barat. Ini
menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan hukum Islam adalah
keseluruhan bangunan dari peraturan dalam agama islam baik lewat syari’at,
fikih, dan pengembangannya seperti fatwa, qanun, siyasah, dan lain-lain.
Hukum Islam dalam arti syariah merupakan ketetapan-ketetapan Allah
yang berhubungan dengan perbuatan manusia melalui Al-Qur’an dan Sunnah.
Hukum Islam merupakan aturan hidup yang diciptakan Allah tidak
bertentangan dengan nilai-nilai moral manusia, karena standar baik dan buruk
secara moral juga harus berdasarkan akal sehat dan syariah.9

C. Hubungan Moral dan Hukum Islam

Sebelum memasuki pembahasan mengenai hubungan moral dan hukum


islam, perlu kita ketahui bersama bahwasanya Hukum, Moral, dan Agama.
Ketiganya sama-sama mengandalkan dan sama-sama mengatur perbuatan
manusia. Hukum membutuhkan moral, dan hukum tanpa moralitas sama
dengan kosong, Agama dan Hukum saling berkaitan, karena hukum
memperkuat agama, begitu pula sebaliknya. Dan kehidupan manusia tidak
dapat dipisahkan dari hukum, sebab ia merupakan suatu kebutuhan manusia.
Hukum Islam merupakan kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu
Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukalaf yang diakui dan
diyakini dan mengikat bagi semua umat muslim. Dalam Islam hukum dan

9
Faisar Ananda, Filsafat Hukum Islam, (Medan: cipta pustaka, 2006), 127

4
agama, hukum dan moral tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Berdasarkan
fungsinya hukum Islam mengklasifikasikan tindakan yang berkenaan dengan
standar mutlak baik dan buruk tidak dapat ditentukan secara rasional, karena
Allah sendirilah yang mengetahui apa yang benar-benar baik dan buruk.
Antara Hukum dan Moral sangatlah berhubungan dan tidak dapat di
pisahkan. Hukum islam secara ketat diikat oleh etika agama. Hukum islam yang
merupakan aturan hidup yang diciptakan oleh allah swt tidaklah bertentangan
dengan nilai-nilai moral manusia, karena standar baik buruk secara moral juga
harus berdasarkan akal sehat dan syari’ah. Dalam islam hukum merupakan
faktor pokok yang memberikan bentuk masyarakat islam secara ideal harus
sesuai dengan kitab hukum, sehingga tidak ada perubahan sosial yang
mengacaukan atau menimbulkan karakter tak bermoral dalam masyarakat.
Hukum islam harus berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip moralitas seperti
yang dinyatakan oleh Islam.10
Syariah islam merupakan kode hukum dan moral sekaligus, ia
merupakan pola yang luas mengenai tingkah laku manusia yang berasal dari
otoritas kehendak allah yang tertinggi, sehingga perubahan antar hukum dan
moralitas sama sekali tidak dapat ditarik secara jelas seperti masyarakat barat
pada umumnya.11 Dimana para filosof dan moralis Barat dalam meletakkan
ukuran value (nilai) bagi maslahah yang hendak diperoleh manusia dengan
kemampuan nalar akal dalam memahami realitas kehidupan. Dimana semakin
mampu seseorang memproduksi kesenangan dan menekan kenistaan berarti ia
akan lebih banyak mendapatkan kebahagiaan. Standar pencapaiannya adalah
tidak lain adalah individualisme. Artinya bila masing-masing diri mampu
memproduksi kebahagiaan sebanyak mungkin secara bebas dan tanpa batas,
maka kepentingan kolektif akan terakomodasi dengan sendirinya.
Dalam Islam tolak ukur manfaat atau mudarat, kebaikan atau keburukan
sebagaimana diungkap oleh al-Ghazali tidak dapat dikembalikan pada penilaian
manusia karena rentan akan pengaruh dorongan nafsu insaniyah namun harus
merujuk pada kehendak syara’ (Maqashid as-Syari’), yang pada intinya
terangkum pada apa yang disebut dengan al-Mabadi’u al-Khamsah. Jadi
kemaslahatan yang dicapai tidak boleh bertentangan dengan universalitas nilai
yang dikandungnya walaupun menurut akal manusia hal itu dianggap baik.
Sebab terkadang apa yang tampak baik menurut akal sebenarnya tidaklah
membawa kebaikan bagi kehidupan manusia itu sendiri dan begitu pula
sebaliknya apa yang tampak jelek justru membawa manfaat besar.12

10
Ibid, 128
11
Ibid, 128
12
https://www.researchgate.net/publication/337421740_HUBUNGAN_ANTARA_HUKUM_DENGA
N_MORAL_DALAM_I

5
Sebagai contoh Allah nyatakan dalam QS. Al-Baqarah (2): 216 tentang
perintah membunuh (perang):

‫ع ٰۤسى ا َ ۡن تُحِ ب ُّۡوا ش َۡيـــًٔا َّوه َُو‬


َ ‫ع ٰۤسى ا َ ۡن ت َۡك َره ُۡوا ش َۡيـــًٔا َّوه َُو خ َۡي ٌر لَّـ ُک ۡمۚ َو‬
َ ‫علَ ۡي ُک ُم ۡال ِقت َا ُل َوه َُو ُك ۡرهٌ لَّـ ُك ۡمۚ َو‬ َ ‫ِب‬ َ ‫ُكت‬
‫ش ٌَّر لَّـ ُك ۡؕۡم َو ه‬
َ‫ّٰللاُ َيعۡ لَ ُم َوا َ ۡنـت ُ ۡم ََل ت َعۡ لَ ُم ۡون‬
“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah
sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat
baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat
buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

dan QS. Al-Isra (17): 32 larangan berzina:


‫سبِي ًل‬ َ ‫شةً َو‬
َ ‫سا ٰٓ َء‬ َ ِ‫ٱلزن َٰٓى ۖ إِنَّ ۥهُ َكانَ فَح‬ ۟ ‫َو ََل ت َ ْق َرب‬
ِ ‫ُوا‬
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.’

Kedua contoh ayat di atas tentu berbeda kadar kebaikan atau keburukan
dalam perspektif manusia. Semua orang bisa dikatakan membenci adanya
perang apalagi melakukannya, sedang berzina dapat dipastikan semua orang
suka melakukannya. Namun untuk keberlangsungan eksistensi kehidupan,
Allah sudah menetapkan perintah dan larangan yang terdapat dalam al-Quran
dan Sunnah Rosulullah. Dari kedua dasar ini bersumber nilai- nilai moralitas
yang dibawa oleh Islam. Moralitas adalah tujuan di balik penegakan ibadah
yang diperintahkan oleh Allah Swt. Shalat misalnya, tujuannya adalah
mencegah perbuatan keji dan munkar, zakat adalah untuk membersihkan jiwa
dan banyak lagi contoh lainnya.
Tentu saja apa yang dinilai Allah baik pasti esensinya baik, karena itu
diperintahkan. dan begitu juga sebaliknya apa yang dinilai-Nya jelek pasti jelek
esensinya karena itu dilarang mengerjakannya. Dari uraian di atas dapat
dikemukakan, bahwa hukum Islam dalam pelaksanaannya sangat
memperhatikan nilai akhlak (moral) dalam seluruh aspeknya yang merupakan
akibat dari karakteristik rabbaniyah.13
Hukum Islam memberikan ketentuan bahwa kaidah kesusilaan tidak
boleh bertentangan dengan syarat-syarat yang termaktub dalam Al-Qur’an dan
Sunnah. Otoritas moral hukum islam membentuk struktur sosial islam yang rapi
dan aman melalui semua fulktuasi keberuntungan politis. Hukum islam
memiliki norma-norma etika baik dan buruk, sehingga kejahatan dan kebajikan
masyarakat harus secara ideal menyesuaikan diri dengannya.

13
https://www.researchgate.net/publication/337421740_HUBUNGAN_ANTARA_HUKUM_DENGA
N_MORAL_DALAM_I

6
Seperti pendapat yang dikutip oleh Fathurrahman Jamil yang
menyatakan bahwa hukum tanpa moral merupakan kedzoliman. Moral tanpa
hukum adalah anarki dan uthopia yang menjurus kepada prikebintangan. Hanya
hukum yang dipeluk oleh kesusilaan dan berakar pada kesusilaan yang dapat
mendirikan kemanusiaan. Sistem hukum yang tidak memiliki substansial pada
keadilan dan moralitas pada hakikatnya akan terpental.14
Hukum sebenarnya adalah moral yang diangkat ketingkat legaliatas
bagi masyarakat, sehingga hukum menjadi standart of morality. Moral harus
tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar
hukum ditaati tas dasar kesadaran pribadi, bukan karena takut hukuman atau
adanya pengawasan orang lain. Pada hakikatnya tujuan hukum islam adalah
untuk mewujudkan kemalahatan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
kemsnusiaan (moralitas) secara universal.15

14
Ibid, 129
15
Ibid, 131

7
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Moralitas merupakan fakta sosial yang khas dan hanya hidup dalam
masyarakat, dalam arti moralitas hanya berada dalam konteks sosial yang dapat
dipelajari atau diselidiki tentang perilaku baik atau buruk dan salah atau benar.
Dalam agama Islam moral lebih dikenal sebagai akhlak. Menurut para ahli
akhlak adalah suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang dari
padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa melalui proses
pemikiran (secara spontan), pertimbangan, atau penelitian. Akhlak biasa
disebut juga dengan dorongan jiwa manusia berupa perbuatan baik dan buruk.
hukum dihubungkan dengan Islam maka Hukum Islam adalah
seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang
tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
untuk semua umat yang beragama Islam. Istilah hukum Islam sebenarnya tidak
ada ditemukan sama sekali didalam Al-Qur’an dan Sunnah dan literatur hukum
islam. Yang ada hanyalah Syari’ah, fikih, hukum Allah dan yang seakar
dengannya. Kata-kata hukum Islam merupakan terjemahan dari term “Islamic
Law” dari literatur barat. Ini menunjukkan bahwa yang dimaksudkan dengan
hukum Islam adalah keseluruhan bangunan dari peraturan dalam agama islam
baik lewat syari’at, fikih, dan pengembangannya seperti fatwa, qanun, siyasah,
dan lain-lain.
Hukum sebenarnya adalah moral yang diangkat ketingkat legaliatas
bagi masyarakat, sehingga hukum menjadi standart of morality. Moral harus
tetap menjadi jiwa dan menjadi pendorong dilaksanakannya hukum, agar
hukum ditaati tas dasar kesadaran pribadi, bukan karena takut hukuman atau
adanya pengawasan orang lain. Pada hakikatnya tujuan hukum islam adalah
untuk mewujudkan kemalahatan manusia yang sesuai dengan nilai-nilai
kemsnusiaan (moralitas) secara universal.

8
DAFTAR PUSTAKA
https://www.researchgate.net/publication/337421740_HUBUNGAN_ANTARA_HU
KUM_DENGAN_MORAL_DALAM_I Diakses pada tanggal 11 oktober 2020.
Arfa, Faisar Ananada. Filsafat Hukum Islam. Medan: Cipta pustaka, 2007.
As, Asmaran. Pengantar Studi akhlak. Jakarta: Rajawali Press, Cet 1 1992.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: balai


Pustaka,2005.

Darajat, Zakiyah. peranan Agama Dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung,
1995.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia, cet. XI, 2011.

Mujieb M. Abdul. Dkk. Ensiklopedi Tasawuf Imam Al-Ghazali Mudah Memahami dan
Menjalankan Kehidupan Spiritua. Jakarta: Hikmah Mizan Publika, 2009.

al Ghazali, Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. Ihya’ ‘Ulumuddin. Juz III.
Semarang: Karya Taha, 2007.

Rohidin. pengantar Hukum Islam. Yogyakarta: Lintang rasi aksara books, 2016.

Anda mungkin juga menyukai