Anda di halaman 1dari 32

HUKUM PERKAWINAN DI IRAN

Hukum Perkawinan
di Jordania
Statistik
Nama: Republik Islam Iran
Merdeka: tidak pernah secara resmi dijajah
Presiden: Hassan Rouhani
Populasi: kira-kira 78.000.000 tahun 2011
Sejarah Iran
Iran pra-Islam adalah pusat kerajaan Persia yang
menyembah api (majusi)
Islam masuk ke Iran di masa kekhalifahan Umar ibn
Khattab melalui perang Qadisiya tahun 637
Iran awalnya adalah muslim Sunni, tetapi sejak
berkuasanya Bani Safawi (1502-1736), Iran menjadi
Syi’ah (Imamiyah) sampai saat ini
Dinasti terakhir Iran, yakni Pahlevi (1925-1979),
memiliki kedekatan dengan Barat
Pada tahun 1979 terjadi revolusi Islam Iran yang
dipimpin oleh ulama Ayatullah Khomeini
Status Islam
Islam adalah agama resmi negara, khususnya Syiah 12
imam (Ja’fari), mazhab lain (termasuk Sunni) diakui
sepenuhnya termasuk di bidang hukum perkawinan
Mazhab yang mayoritas adalah Ja’fari, ada mazhab
minoritas Hanafi; ada juga pemeluk minoritas agama
Zoroastrian (Majusi), Yahudi, Kristen dan Baha’i
Semua Perundangan Perdata, Pidana, Keuangan,
Ekonomi, Administrasi, Budaya, Militer, Politik dan
semua perundangan lainnya harus sejalan dengan
hukum Islam
Sumber Hukum
Sumber-sumber hukum yang diakui adalah hukum
Islam, Undang-Undang Dasar, adat,
prinsip-prinsip revolusi Islam Iran, dst
KILASAN SEJARAH HUKUM
PERKAWINAN Islam DI IRAN
Setelah memiliki UUD tahun 1903, Undang-undang mulai
diterbitkan, termasuk di bidang perkawinan di tahun 1930an
dengan patokan fiqh Syi’ah Imamiyah (Ja’fari) ke dalam
KUHP
Tahun 1967, UU perkawinan yang progresif
diundangkan meski diprotes oleh kalangan ulama
karena mengurangi wewenang ulama terutama
kewenangan mengadili ditarik, talaq harus
disidangkan, dan pengaturan nikah mut’ah
Tahun 1975 diundangkan revisi Family Protection
Law. di antara isinya adalah menaikkan usia nikah
(wanita 18 th, pria 20 th), membatasi poligami,
membatasi nikah mut’ah dan mengatur perwalian anak.
KILASAN SEJARAH HUKUM
PERKAWINAN Islam DI IRAN (2)
Sebelum Revolusi 1979, Iran dikenal pro-Barat dan banyak
kelompok elitnya (termasuk aktifis perempuan) yang memiliki
pikiran liberal.
Setelah revolusi Iran di tahun 1979 yang dimotori oleh ulama,
hukum perkawinan Islam kembali konservatif dengan
menerapkan fiqh Ja’fari.
Family Protection Law 1967 revisinya tahun 1975 sudah
dibatalkan setelah Revolusi Islam tahun 1979
Meskipun demikian, perkembangan terakhir menunjukkan
kembalinya proses reformasi yang memperbaiki nasib wanita
(istri) dan anak
Sistem Peradilan
Di tingkat Pusat, Ketua MA dan Jaksa Agung harus
seorang mujtahid
Peradilan Perdata khusus didirikan tahun 1979 untuk
menangani perkara perkawinan, kewarisan dan waqaf
(hakim harus laki-laki).
Menurut struktur Peradilan semenjak Revolusi Islam
tahun 1979, ada Peradilan Revolusi, Peradilan Umum
(Peradilan Perdata umum dan Peradilan Perdata
khusus), Peradilan Pidana, Peradilan Damai, dan
Mahkamah Agung
Beberapa Peraturan
KUH Perdata 1928-1935 (yang diamandemen
tahun 1982)
Family Protection Law 1967 dan revisinya tahun
1975 (sudah dibatalkan setelah Revolusi Islam
tahun 1979)
Special Civil Courts Act 1979
UU tahun 1992 yang mengamandemen aturan
tentang Perceraian
Aspek-Aspek Perkawinan
Usia Perkawinan
Laki-laki 15 tahun dan Perempuan 13 tahun
(dulunya 9 tahun)
Perkawinan yang dilaksanakan sebelum usia di
atas atau mempelai putri masih perawan tidak sah
kecuali disetujui oleh wali nasab atas
pertimbangan maslahah anak.
Perkawinan di bawah umur ini batas minimal
usianya adalah 9 tahun.
Wali Nikah
Harus ada wali nikah bagi perempuan yang
menikah dalam keadaan perawan dan yang usianya
belum 13 tahun.
Jika perempuan sudah di atas usia 13 tahun, maka
mempelai perempuan yang melakukan akad nikah
atas dirinya sendiri, meskipun izin wali nasab tetap
diperlukan.
Pencatatan
Pencatatan perkawinan wajib
Setiap perkawinan biasa, perkawinan kontrak (nikah
mut’ah) dan talaq harus dilaporkan ke Kantor catatan
sipil (Identity Office)
Jika perkawinan tidak dihadiri wali, maka pencatatan
perkawinan menunggu hasil sidang pengadilan
Sanksi bagi suami yang tidak mendaftarkan
perkawinan atau perceraiannya adalah kurungan 1-6
bulan.
Poligami

Poligami boleh, mengikuti aturan fiqh klasik


Istri pertama bisa meminta cerai bila suami
berpoligami tanpa persetujuannya
Istri bisa minta cerai jika diperlakukan tidak adil di
antara para istri.
Poligami jarang terjadi. Kalaupun ada, biasanya
hanya dengan dua istri
Nikah Beda Agama
Perkawinan antara lelaki Muslim dengan ahli kitab
diperkenankan
Perkawinan perempuan Muslim dengan lelaki ahli
kitab dilarang
Perkawinan kelompok Baha’I tidak diakui
Dalam tradisi Syi’ah, ada perbedaan antara Islam dan
Iman.
Islam adalah yang bersyahadat sedangkan iman adalah
yang mengakui kema’shuman para imam syi’ah Dan
ini berpengaruh pada larangan menikahi orang muslim
sunni.
Nafkah Istri
Nafkah adalah kewajiban suami sebagai kepala keluarga
Sesuai aturan fiqh klasik: istri yang taat (tidak nusyuz) bisa
lapor ke pengadilan jika suaminya tidak mau membayar
nafkah dan kewajiban-kewajiban lain suami kepada istri
Dalam nikah mut’ah, tidak ada nafkah kecuali jika tertulis
dalam kontraknya.
Suami berhak melarang istrinya bekerja jika tidak
sejalan dengan kebutuhan rumah tangga atau
merendahkan harga diri suami dan/atau istri
Istri yang menolak hubungan seksual dengan
suami karena hak-haknya belum ditunaikan suami
atau karena suami memiliki penyakit seksual yang
menular tidak termasuk nusyuz
Talak oleh suami

Talaq adalah hak suami, sehingga talaq tanpa alasan tetap sah
dengan 2 saksi laki-laki
Semua talaq harus dilakukan di depan hakim.
Setelah penetapan hakim tersebut, suami harus mendaftarkan
perceraiannya ke panitera.
Tujuan talaq di muka sidang adalah untuk memastikan bahwa
suami telah membayar semua kewajibannya kepada istri
Khulu’ dan Mubarrat
Istri boleh minta khulu’ jika istri tidak cocok lagi
dengan suami dengan imbalan yang biasanya
melebihi mahar
Istri boleh minta cerai mubarrat jika
ketidakcocokan terjadi dari dua belah pihak (suami
dan istri) dengan imbalan yang dibayarkan istri ke
suami tidak melebihi jumlah mahar
Cerai di muka peradilan
Istri bisa minta cerai melalui proses di Pengadilan
Alasan-alasan Istri meminta bercerai
Suami Gila
Suami tidak mampu berhubungan seksual
Istri tidak mampu menunaikan tugas rumah tangga
Sakit lepra, cacat permanen
Suami tidak bersedia membayar nafkah setelah adanya perintah
hakim
Hakim berhak menceraikan istri dari suaminya jika perkawinan
tersebut mendatangkan madlarat bagi istri.
Cerai di muka pengadilan diucapkan oleh suami atau hakim
(Tafwidl al-Talaq)
Cerai di muka peradilan (2)

Setelah amandemen tahun 1992, ada beberapa


alasan tambahan istri meminta cerai:
Suami tidak menafkahi selama 6 bulan
Perilaku suami buruk
Suami memiliki pekerjaan yang buruk
Suami dihukum 5 tahun atau lebih
Suami meninggalkan rumah 6 bulan atau lebih tanpa
alasan yang sah
Suami dipidana yang berakibat menjatuhkan
martabat keluarga
Suami mandul selama 5 tahun perkawinan
Suami menderita penyakir kelamin yang menular
Suami berpoligami tanpa izin dan/atau
memperlakukan para istri tidak adil
Nafkah pasca cerai
Nafkah pasca perceraian mencakup
Nafkah selama iddah
Mahar yang belum lunas/belum dibayarkan
Kompensasi atas pelayanan rumah tangga selama
menjadi istri
Perwalian anak
Istri berhak atas perwalian anak sampai usia 12
tahun (anak laki-laki) dan 7 tahun (jika
perempuan)
Perwalian beralih ke suami jika istri menikah
dengan laki-laki lain
Istri bisa diberi hak perwalian jika suami terbukti
tidak mampu merawat anak
Kewarisan
Sesuai dengan aturan fiqh klasik
Anak-anak menggantikan orangtua mereka dalam
memperoleh warisan dari kakek/nenek mereka
(wasiat wajibat)
Nikah Mut’a
Pernikahan sementara waktu antara seorang laki-laki dengan
seorang perempuan, statusnya di bawah nikah biasa
Secara teori, seorang laki-laki bisa terikat dengan pernikahan
sampai dengan 4 istri dan pada saat bersamaan terikat dengan
beberapa perempuan dalam nikah mut’a
Ada dua jenis nikah mut’a; mut’a hajj dan mut’a nisa
Meskipun demikian, mayoritas masyarakat Iran mengganggap
nikah mut’a mirip dengan prostitusi dan tidak menyetujuinya.
Di Iran nikah mut’a disebut juga dengan Sigha
Nikah Mut’a
Biasanya dilangsungkan di hadapan seorang mullah, tetapi
saat ini nikah mut’a juga harus didaftarkan
Tujuan utama nikah mut’a adalah dilakukan untuk istimta’
(menghalalkan hubungan seksual) atau dilakukan bagi
pasangan muda-mudi yang hubungan mereka tidak direstui
orang tua, atau yang belum siap biaya nikah dan resepsinya
Nikah Mut’a disarankan oleh para Mullah sebagai cara untuk
menghindari hubungan seksual di luar nikah oleh para
remaja, dan KUHP Iran sudah mengatur nikah mut’a ini
Sebagai imbalannya, perempuan memperoleh
mahar. Jika tidak ada mahar, maka tidak sah.
Jika tidak dinyatakan, maka istri tidak berhak
memperoleh nafkah
Nikah Mut’a
Nikah mut’a berakhir dengan habisnya jangka waktu.
Laki-laki bisa membebaskan istri mut’a-nya sebelum
berakhirnya jangka waktu
Masa iddah nikah mut’a adalah 2 sucian
Meskipun tujuan utama nikah mut’a adalah hubungan
seksual, jika menghasilkan anak maka anak tersebuh sah
meskipun dipandang buruk di masyarakat.
Istri mut’a yang suaminya meninggal juga berhak atas
warisan

Anda mungkin juga menyukai