Anda di halaman 1dari 6

Tugas Kelompok Makalah Qawaid Fiqhiyah Muamalah

‫صاَجمر ىَإزلل ىَاللاَجم ز‬ ‫ي‬ َ‫ ى‬‫ر‬‫ة‬ ‫ق‬


‫ل‬ ِ‫ي‬‫ق‬‫إزلذا ىَتلتعذذرت ىَال ز‬
‫ل لت ل ر ر‬
‫ل‬

‫إزلذاتلتلعذذلر ىَإزتعلماَجمرل ىَاللكللزم ىَيترتهلمرل‬

Dosen Pengampu : Aliyuddin Abdul Rasyid, LC,MA

Oleh :

Kelompok XII

Elvida Yanti : 0503172203

Gita Qolbiana Ramadhani Sinaga : 0503173276

Meyda Asriana Rambe : 0503172215

Perbankan Syariah/ 4C

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

2019
KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq dan
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaian makalah ini,
dalam rangka memenuhi tugas perkuliahan dalam mata Kuliah “Qawaid Fiqhiyah
Muamalah”.

Ucapan terima kasih kepada dosen pembibing Bpk.Aliyuddin Abdul


Rasyid,LC,MA Yang telah membimbing atas terselesainya makalah ini, ucapan
terima kasih juga di haturkan kepada semua pihak-pihak yang telah membantu
pemakalah dalam merampungkan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak


kekurangan, oleh sebab itu kritik kontruktif sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini nantinya. Akhirnya, penulis berharap semoga makaah
ini dapat menambah pengetahuan dan ilmu bagi penulis dan pembaca

Medan, 02 Juli 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qawa’id fiqhiyah mempunyai beberapa kaidah, diantaranya adalah seperti Kaidah

‫صاَجمرر ىَإزلل ىَاللاَجمز‬ ‫ز‬


‫إزلذا ىَتلتلعذذلر ت‬
‫ت ىَاللقيِلقةر ىَير ل‬
Hakikat adalah pendapat mu’tabar yang diunggulkan dan merupakan asal,
sedangkan majaz merupakan cabang dari hakikat, dan posisi majaz berada pada
urutan kedua setelah hakikat.

Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqih kita akan mengetahui segala


permasalahan fiqih, karena kaidah fiqih menjadi titik temu dari masalah-masalah
fiqih sehingga dapat dengan bijak dalam menerapkan hukum fiqih dalam waktu,
tepat, situasi dan kondisi yang seringkali berubah-ubah
Dan dengan memahami kaidah fiqih, kita akan lebih bijak di dalam menyikapi
masalah-masalah sosial, ekonomi, politik serta lebih mudah mencari solusi
terhadap masalah-masalah yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.
Didasari itulah untuk mengkaji salah satu kaidah fiqih khususnya berkaitan
dengan kehidupan kita sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari ‫? اذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجاز‬

2. Apa makna yang terdapat dari kaidah ‫? ذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجاز‬

3. Bagaimana pengaplikasian dari kaidah ‫? ذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجاز‬

4. Apa dalil kaidah ‫? ذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجاز‬


BAB II
PEMBAHASAN

A. Makna Kaidah

Kaidah ‫( اذا تعذرت الحقيقة يصار الى المجا‬Apabila Suatu Kalimat Tidak Bisa
Diartikan Secara Hakiki, Maka Dapat Diartikan Secara Majazi)
Hakikat adalah pendapat mu’tabar yang diunggulkan dan merupakan asal,
sedangkan majaz merupakan cabang dari hakikat, dan posisi majaz berada pada
urutan kedua setelah hakikat. Sebagai contoh makna hakiki pada lafad nikah
menurut Abu Hanifah adalah bersetubuh, bukan bermakna majazi yaitu akad,
berdasarkan dalil Al Quran yang berbunyi: “Janganlah kamu kawini wanita-
wanita yang telah dikawini oleh ayahmu” (QS. Al Nisa’: 22). namun jika
mengalami kesulitan untuk berpegang terhadap hakikat, maka berpegang pada
majaz merupakan alternatif kedua.
Menurut Az-Zarqah, maksud dari kaidah ini adalah manakalah memaknai
suatu kata berdasarkan makna hakikinya tidak memungkinkan , atau menemui
kesulitan, atau tidak lumrah dalam suatu adat tertentu, maka makna kata tersebut
dialihkan kepada makna majazinya.

B. Aplikasi Kaidah
kaidah ini mempunyai beberapa contoh antara lain:

 Seseorang bersumpah tidak makan pohon, sumpah tersebut tidak berarti ia


makan batang kayunya, tetapi menurut makna majaz (kiasan) adalah
makan buahnya.

 Seseorang yang berjanji tidak akan menginjakkan telapak kakinya dirumah


itu, maksud dari sumpah itu menurut kebiasaan adalah masuk. Seandainya
dia meletakkan telapak kakinya ke dalam rumah itu tanpa memasukkan
badannya, maka dia tidak termasuk melanggar sumpah. Dan jika dia
masuk kedalam rumah itu dengan berkendaraan meskipun dia tidak
meletakkan telapak kakinya, maka dia dianggap melanggar sumpahnya.

 Barang siapa bersumpah tidak akan memakan pohon mangga, maka ia


dianggap melanggar sumpahnya manakala ia memakan buah mangga dari
pohon tersebut. Ini karena makna hakiki dari’ memakan pohon mangga’
yaitu memakan kayu pohon mangga merupakan suatu yang tidak dikenal
secara adat yang berlaku. Dengan adanya indikator ini jelaslah bahwa yang
dimaksud oleh orang yang bersumpah adalah makna majazinya. Yaitu
“buah mangga”. Bukan makna hakikinya kayu mangga.

 Apabila seseorang menuntut warisan dan mengaku bahwa dia adalah anak
dari orang yang meninggal, kemudian setelah diteliti dari kata
kelahirannya, ternyata dia lebih tua dari orang yang meninggal yang
diakuinya sebagai ayahnya, maka perkataan orang tersebut ditinggalkan
dalam arti tidak diakui perkataannya.

C. Dalil Kaidah

Hadis yang artinya ‘ketahuilah bahwa surga itu berada dibawah bayang-
bayang padang’. Jika dimaknai secara hakiki sesuai dengan lafadnya maka
kita akan mndapatkan pemahaman bahwa surga itu ada dibawah bayang
bayang pedang padahal yang demikian itu sangat mustahil dan tidak bisa
diterima oleh akal. Oleh karena itu muhaddisin memahami hadis tersebut
secara majaz dan menyatakan bahwa yang dimaksud hadis tersebut adalah
surga itu diraih dengan kerja keras, kesungguhan serta ketulusan layaknya
perjuangan berperang melawan musuh musuh allah.

Dikalangan ulama Hanafiah ada yang berpendapat bahwa antara haqiqah


dan majaz, keduanya dapat bertemu dalam dua tempat yang berbeda, dengan
syarat, majaz itu tidak makan sampai mendesak haqiqah.

Dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat; 23 Allah berfirman :


‫ت ىَلعلتيِركتم ىَأرذملهاَجمترركتم ىَلوبَلتنلاَجمترركتم‬
‫رحرلم ت‬ 
“Diaharamkan atas kamu ibu-ibumu dan anak-anakmu.”

Kata “ibu-ibu” ( ‫ )امهتاَجم ىَتكتتم‬dalam bentuk jamak pada ayat tersebut dapat
digunakan terhadap nenek, namun penggunaan untuk “nenek” adalah dalam
bentuk majaz. Begitu pula kata “anak-anak” ( ‫) ابناء‬dapat digunakan untuk
“cucu” adalah dalam bentuk majaz, sedangkan haqiqahnya adalah untuk anak
kandung.

Contohnya pada surat al-Baqarah ayat 187:


‫ض لمييلن ايللخييييلط اليسييلوُّلد لمييلن ايلفليجيلر ثثييلم ألتلممييوُّا ال ص‬
‫صييليالم إللليىَ الللييييلل‬ ‫لوثكثلوُّا لوايشلرثبوُّا لحلتىَ يلتلبليللن للثكثم ايللخييييطث اليبيليي ث‬
“makanlah dan minumlah sehingga tampak jelas bagimu benang putih dari benang
hitamnya fajar, kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam.” “Benang putih
dari benang hitamnya fajar” yang dimaksud dalam ayat ini bukan benang dalam
arti alat yang biasanya dipakai untuk menjahit, akan tetapi –sebagaimana
dijelaskan oleh Nabi dalam hadisnya-, bahwa maksud ayat ini adalah putihnya
siang dan hitamnya malam. Sekilas, memahami kata-kata kiasan dalam al-Qur’an
terlihat tidak begitu sulit karena masih ada hadis Nabi yang menjelaskannya. Lain
halnya dengan ungkapan-ungkapan majaz yang kemudian diucapkan oleh Nabi
sendiri, siapa yang akan menjelaskannya kalau Nabi tidak memberikan klarifikasi
sendiri? Padahal di waktu yang bersamaan fakta menunjukkan bahwa memang
banyak ungkapan majaz ditemukan pada hadis Nabi.

Anda mungkin juga menyukai