Anda di halaman 1dari 11

REVIEW BUKU STUDI ILMU HADITS

A.

PENDAHULUAN

Identitas Buku
Judul buku

: Studi Ilmu Hadits

Pengarang

: Drs, KH. M. Abduh Almahar,

Penerbit

: Gaung Persada Press

Reviewer

: Lisa Rachmawati

a.

M.Ag

Pengantar
Hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Quran yang bersumber

dari Rasulullah SAW, berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya. Hadits


yang diterima dari Rasul tersebut berjumlah 800 ribu, suatu jumlah yang
sangat banyak ketimbang Al-Quran yang hanya sekitar 6 ribu ayat. Ilmu
Hadits adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang sesuatu yang
disandarkan kepada Rasul SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
atau sifat-sifatnya. Akan tetapi para ulama menjadikan Ilmu Hadits sebagai
ilmu

yang

berdiri

sendiri,

yang

secara

otomatis

para

ulama

telah

merumuskan secara khusus tentang batasan ilmu ini. Ada sebuah hadits
yang artinya : Aku tinggalkan kepadamu dua perkara. Kau tidak akan
pernah tersesat, selama kau berpegang teguh pada keduanya yakni; kitab
Allah (Al-Quran) dan Sunnah Rasul. (H.R. Al-Hakim) (Al-Suyuthi, TT : 130).
Hadits diatas menunjukan bahwa Al-Quran dan Hadits merupakan petunjuk
dan pedoman hidup umat Islam. Jika kedua pedoman itu dipegang teguh
dalam mengarungi dunia, umat Islam akan selamat sejahtera dunia akhirat,
demikian pula sebaliknya, Umat Islam akan tersesat selamanya, apabila
meninggalkan kedua pedoman tersebut. Hadits diatas juga memberi

petunjuk bahwa hadits meruapakan sumber ajaran Islam kedua setelah AlQuran. Oleh karena itu, keharusan mengikuti Sunnah Rasul sama halnya
dengan kewajiban mengikuti ajaran Al-Quran, hal ini karena hadits
merupakan mubayyin terhadap Al-Quran, yang oleh karenanya siapapun
tidak akan bisa memahami Al-Quran secara utuh tanpa memahami Hadits.
b.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan dalam latar belakang di atas,


Adapun permasalahan yang akan dianalisis sebagai berikut:
1.

Apa gagasan utama dari buku ini ?

2.

Apa sajakah manfaat kita jika kita memperdalam ilmu hadits ?

3.

Apa sajakah yang dibahas dalam buku ini ?

4.

Apa sajakah kekurangan dan kelebihan dari buku ini ?

B. ISI BUKU
Bab 1 menjelaskan tentang Pengertian dan struktur tentang hadis yang
terdiri dari pengertian Hadis, Sunnah, Khabar dan Atsar serta menjelaskan
tentang struktur dari hadis itu sendiri. Yang pada intinya Pengertian hadis
adalah hadits secara terminologis sinonim dengan Sunnah, keduanya
diartikan sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasulullah sebelum dan
sesudah diangkat menjadi Rasul. Akan tetapi bila disebut kata Hadits,
umumnya dipakai sebagai segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW setelah kenabian, baik berupa sabda, perbuatan maupun taqrir. Dengan
demikian Sunnah lebih luas pengertiannya daripada hadits. (Al-Khatib,
1998:8). Sunnah dalam terminologi Ulama Hadits adalah segala sesuatu
yang diambil dari Rasulullah SAW, baik berupa sabda, perbuatan, taqrir,
sifat-sifat fisik dan non-fisik ataupun sepak terjang beliau sebelum diutus

menjadi Rasul, seperti tahannus (berdiam diri) di gua Hira, ataupun sesudah
menjadi Rasul, baik berupa konsekuensi hukum syara ataupun tidak.
Adapun yang dimaksud dengan Khabar secara terminologis ialah verita dari
Nabi SAW, sahabat maupun dari Tabiin (Ash-Shiddiqi, 1997:14). Dikatakan
bahwa antara Hadits dan Khabar terdapat makna umum dan khusus yang
mutlak. Jadi setiap Hadits adalah Khabar, tetapi tidak sebaliknya.
Menurut terminologi jumhur ulama yang dimaksud dengan Atsar sama
artinya dengan Khabar dan Hadits. Kata Khabar dan Atsar disebut secara
mutlak, dan dimaksudkan sebagai segala sesuatu yang disandarkan kepada
sahabat dan Tabiin. Hanya saja fuqaha Khurasan menyebut Mauquf dengan
sebutan Atsar dan Marfu dengan sebutan Khabar.
Struktur Hadits meliputi Sanad, Matan dan Mukharij (Rawi). Kita perhatikan
sebuah terjemahan hadits yang mengandung ketiga istilah tersebut. Imam
Bukhori meriwayatkan yang artinya :
Berkata Imam Bukhori: Telah menceritakan kepada kami Adam (ia berkata):
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzib (ia berkata): Telah
menceritakan kepada kami Said Al-Maqburiy dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu alaihi wa Sallam beliau bersabda: Sesungguhnyya kami akan
datang

kepada

manusia

satu

zaman

dimana

seseorang

tidak

akan

memperdulikan lagi tentang harta yang ia peroleh, apakah dari (hasil) yang
halal atau dari (hasil) yang haram. (H.R. Bukhari)
Rangkaian kata Berkata Imam Bukhari..... disebut Sanad, redaksi Hadits
Sesungguhnya akan datang..... disebut Matan, dan sebagai penutup Hadits
Imam Bukhari disebut Mukhaarij (Rawi).
Bab 2 Menjelaskan tentang Hadits Seabagai Sumber Ajaran Islam
dengan membahas Dalil Kehujjahan Hadits dan Fungsi Hadits Terhadap AlQuran.

Dalil-dalil yang menunjukkan bahwa hadits meruapakan ajaran Islam banyak


kita jumpai, diantaranya seperti dikemukakan oleh Ajaj Al-Khitab (1998:2331) sebagai berikut : (Q.S. An-Nisa : 136) , (Al-Araf: 158) , (Q.S. An-Nisa :
59) , (Q.S. Al-Maidah : 92) , (Q.S. An-Nisa : 80) , (Q.S. Al-Hasyr : 7) dan (Q.S.
An-Nisa : 113) serta masih banyak lagi. Salah satu dalil kehujjahan hadits
dari hadits Nabi SAW sebagai berikut :
Aku telah tinggalkan kepada kamu dua hal yang sekali-kali kamu tidak akan
tersesat selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah
dan Sunnah Rasul-Nya (H.R. Imam Malik)
Hadits diatas menunjukan bahwa Rasulullah SAW diberi Al-Kitab dan Sunnah
dan mewajibkan kita berpegang teguh kepada keduanya kerta mengambil
apa yang ada pada Sunnah seperti mengambil apa yang ada pada Al-Kitab.
Fungsi Hadits terhadap Al-Quran yang dikemukakan dalam buku ini yaitu
Bayan Takid dan Bayan Tafsir. Fungsi Hadits sebagai Bayan Takid
maksudnya ialah menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang
terdapat dalam isi kandungan Al-Quran. Dan fungsi hadits sebagai Bayan
Tafsir yaitu memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir dari
ayat-ayat Al-Quran.
Bab 3 menjelaskan tentang Hadits Pada Masa Rasulullah SAW yang
membahas Pengantar dan Penyampaian haditsnya. Ada beberapa sahabat
yang popular dalam meriwayatkan hadits yang menyatakan bahwa Nabi
tidak suka bila haditsnya ditulis, ada juga yang memakruhkan penulisan
hadits, sementara itu beberapa hadits justru mengizinkan penulisan hadits.
Dalam menerima ajaran agama Islam dari Rasulullah terdapat beberapa
point yang dapat mewakili sekaligus mencerminkan penyampaian hadits dari
Rasulullah, diantaranya melalui Majlis Rasulullah, Peristiwa yang terjadi pada
Rasulullah, Kejadian yang menimpa umat Islam dan Perbuatan Rasulullah
yang disaksikan Sahabat.

Bab 4 menceritakan tentang Hadits Pada Masa Sahabat yang akan


membahas tentang pengertian sahabat , metode hadits pada masa sahabat ,
perjalanan mencari sebuah hadits, sahabat terbanyak dalam periwayatan
hadits, nama-nama sahabat dalam meriwayatkan hadits dan kritikan
terhadap Abu Hurairah . Pada masa sahabat ini dikenal sebagai Masa
Pengetatan Periwayatan Hadits. Metode hadits pada masa sahabat, dalam
meriwayatkan hadits, ada dua jalan, yaitu : Metode periwayatan secara lafzi
dan periwayatan secara maknawi. Hanya karena khawatir lupa akan hadits,
seorang sahabat perlu mengukuhkan dan mengecek kesahihannya kepada
sahabat yang lain, dengan cara melakukan perjalanan ilmiah dari Hijaz ke
Mesir, seperti yang pernah dilakukan oleh Abu Ayyub. Sahabat yang
terbanyak meriwayatkan hadits dari Rasul ada tujuh orang , yaitu Abu
Hurairah, Abdullah Ibn Umar ibn Al-Khattab, Anas ibn Malik, Aisyah ibn Abu
Bakar Ash-Shiddiq, Abdullah ibn Abbas ibn Abu Muthalib, Jabir ibn Abdillah AlAnshari dan Abu Said Al-Khudri, Sad ibn Malik ibn Sinan Al-Anshari. Banyak
sekali nama-nama sahabat yang meriwayatkan hadits yang tersebar di
berbagai negara yang tidak bisa kita sebutkan satu-satu disini. Kedudukan
Abu Hurairah sebagai perawi hadits, yang kedhabithannya luar biasa, tak
luput dari kritikan yang dilakukan oleh para sahabat Rasul seperti Ibnu Abbas
dan Siti Aisyah.
Bab 5 menjelaskan tentang Hadits pada masa Tabiin. Menurut para ahli
hadits, Tabiin adalah orang yang pernah bertemu dengan seorang sahabat
atau lebih walaupun tidak sempat (ikut) bersamanya; dan seseorang dapat
dikategorikan tabi bila hanya pernah melihat sahabat (Al-Khatib, 1989 : 80).
Dalam bab ini membahas tentang Cara menerima dan menyampaikan hadits
pada masa tabiin dengan sumber penerimaan hadits bagi tabiin, perhatian
tabiin dalam pengajaran hadits, metode tabiin dalam menjaga Sunnah yaitu
Kehati-hatian (ihtiyath) dalam menyampaikan atau meneroma hadits dan
mencari kepastian (Al-Tatsabbut) dalam penerimaan hadits, beberapa asas
yang dipakai tabiin dalam majlis hadits yaitu dengan memperhatikan

kemampuan penerima hadits, tabiin tidak menyampaikan hadits kecuali


yang mampu, harus mempelajari Al-Quran terlebih dahulu, menjauhi hadits
munkar, syadz dan semacamnya, penyampaian bervariasi (Al-Tanw wa AlTaghyir dafan li Al-Milal), penghormatan terhadap hadits Nabi SAW dan
Muzakarah. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang Munculnya
gerakan pemalsu Hadits dan penanggulangannya dengan Iltizam Al-Isnad,
Mudhaafat Al-Nasyat Al-ilmiy wa Al-Tatsabbut fi Al-Hadits, Tatabbu AlKadzbah, Bayan Ahwal Al-Ruwat, Peletakan dasar kaidah untuk mengetahui
kebohongan suatu hadits dan Tadwin Al-Hadits. Jumlah tabiin tidak dapat
dihitung secara pasti, sedangkan sahabat sendiri berjumlah lebih kurang
seratus ribu orang yang tersebar diseluruh pelosok wilayah Islam yang dapat
saja dijumpai oleh ribuan Tabiin.
Bab 6 menjelaskan tentang Periwayatan Hadits Bi Al-Lafzhi dan Bi AlMakna.

Yang

dimaksud

dengan

periwayatan

bi

Al-Lafzhi

adalah

memindahkan kata-kata Nabi SAW sesuai dengan aslinya (Al-Jawabi, TT :


207). Mereka yang meneguhkan setiap apa yang diterima Nabi dan tidak
meriwayatkan kepada yang lain kecuali setelah menelaah huruf demi huruf
dan

memahami

maknanya.

Mereka

tidak

merubah

sedikitpun

atau

memalingkan yang didengarnya dari Nabi SAW. Sedangkan Bi Al-Makna


adalah meriwayatkan dengan redaksi yang berbeda tetapi sesuai dengan
yang dimaksud Nabi, tentu redaksi yang berbeda ini membutuhkan sejumlah
syarat yang ketat (Al-Jawabi, TT : 207). Mereka umumnya meriwayatkan
karena hal darurat dan kesulitan untuk secara terperinci menghafal lafazh
demi lafazh secara terperinci. Dalam bab ini juga menjelaskan tentang
pandangan Ulama terhadap Periwayatan bi al-Lafzhi dan bi al-Makna. Dan
juga memberitahukan beberapa contoh hadits.
Bab 7 didalamnya menjelaskan tentang Hadits maudhu atau disebut
juga dengan Hadits palsu. Dalam sejarah, kegiatan pemalsuan hadits tidak
hanya dilakukan oleh orang-orang yang memusuhi Islam, tetapi juga
dilakukan kalangan pemeluk Islam sendiri. Pengertian Maudhu menurut

terminologi ulama hadits adalah sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi SAW
secara mengada-ada dan dusta, yang tidak beliau sabdakan, beliau kerjakan,
ataupun beliau taqrirkan (Al-Khatib, 1981 : 415). Berdasarkan fakta historis,
dapat diketahui bahwa pemalsuan hadits itu bermula dari tujuan-tujuan
politik yang mulai muncul menjelang pertengahan abad pertama Hijriyah,
kemudian berkembang pada masalah akidah dan kepentingan-kepentingan
lain yang hampir mencakup seluruh aspek kehidupan. Di bab ini juga
membahas tentang faktor-faktor pendorong timbulnya Hadits maudhu,
pemalsuan Hadits yang disengaja disebabkan pertentangan politik, usaha
kaum zindik, perbedaan Ras dan Fanatisme suku, negara dan Imam, Para
tukang Cerita (Menarik simpati kaum awam), senang kebaikan tanpa
pengetauan Agama yang cukup, perbedaan madzhab dan Teologi dan
disebabkan karena ingin menjilat atau mencari muka kepada penguasa. Ada
juga pemalsuan Hadits yang tidak disengaja. Ada pembahasan tentang Ciriciri Hadits Maudhu , usaha para ulama membendung Hadits Maudhu ,
Hukum memalsukan dan meriwayatkan Hadits, tokoh-tokoh Hadits Maudhu
dan tentang kitab-kitab Hadits yang memuat Hadits Maudhu .
Bab 8 menjelaskan tentang Ilm Al-Jarh wa Al-Tadil. Yang terdiri dari
Pengertian Ilmu Al-Jarh dan Al-Tadil, legalitas ilmu Al-Jarh wa Al-Tadil, sejarah
perkembangan Ilmu Al-Jarh wa Al-Tadil, syarat pentarjihan dan pentadilan
serta cara mengetahui keadilan perawi, tingkatan Jarh dan Tadil , juga
Literatur Al-Jarh wa Al-Tadil. Ilmu Al-Jarh wa Al-Tadil sendiri mempunyai
posisi yang sangat penting dalam disiplin ilmu Hadits, ini untuk menentukan
diterima atau ditolaknya suatu Hadits. Kedudukan ilmu ini semakin signifikan
ketika seseorang hendak melakukan penelitian Hadits atau biasa dikenal
dengan sebutan Takhrij Al-Hadits. Secara terminologis, Nurudin Al-Atar
mendefinisikan Al-Jarh sebagai kecacatan seorang perawi yang disebabkan
oleh sesuatu yang dapat merusak keadilan atau ke-dhabit-annya.(Al-Atar,
1979 : 92) Sedangkan Al-Tadil berarti membersihkan seorang perawi dan

menetapkannya bahwa ia adalah seorang yang adil atau dhabit.(Al-Atar,


1979 : 92)
Tentang definisi Ilm Al-Jarh wa Al-Tadil Al-Khatib (1989 : 261) mengatakan
sebagai Ilmu yang membahas keadaan perawi dari segi penerimaan atau
penolakan

riwayatnya.

Legalitas

ilmu

Al-Jarh

wa

Al-Tadil

adalah

keberadaanya didasari oleh alasan Syari (naqli) dan alasan obyektivitas ilmu
(aqli). Sejarah perkembangan Ilmu Al-Jarh wa Al-Tadil awalnya muncul
bersamaan dengan tumbuhnya tradisi periwayatan dalam Islam. Di bab ini
juga ditulis beberapa syarat dan kriteria bagi orang yang hendak melakukan
praktek Tarjih dan Tadil. Terdapat tingkatan Jarh dan Tadil yang masingmasing mempunyai 6 peringkat yang menurut ahli ulama ada tingkatan yang
memeperbolehkan Hadits tersebut diterima dan ada pula tingkatan yang
membuat Hadits tersebut ditolak. Dengan melihat perjalan an sejarah ilmu ini,
nampaknya masih terbuka lebar bagi kalangan pemerhati Hadits Nabi untuk
berkiprah di dalamnya. Semakin banyak ilmuwan dibidang ilmu Jarh wa Tadil maka
keterpeliharaan

hadits-hadits

Nabi

semakin

terjamin,

karena

merekalah

sesungguhhya penjaga warisan Nabi.


Bab 9 memaparkan tentang Ulumul Hadits, Sejarah dan Perkembangannya
yang membahas tentang Pengertian Ilmu Hadits, Sejarah dan Perkembangan Ilmu
Hadits, Macam-macam Ilmu Hadits dan Tokoh-tokoh Ilmu Hadits dan Karya
Ilmiahnya. Ulumul Hadits sendiri atau biasa disebut dengan Ilmu Hadits adalah Ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang sesuatu yang disandarkan kepada Rasul
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat-sifatnya. Sejarah dan
perkembangan Ilmu Hadits cikal bakalnya sebenarnya mulai tumnbuh sejak masa
Rasulullah SAW, sejalan dengan penyampaian Hadits-hadits kepada para sahabat.
Setelah Rasul wafat umat Islam menghadapi kesulitan dalam hal penerimaan atau
periwayatan suatu hadits, terutama hadits-hadits yang hanya diterima yang
disampaikan oleh seorang saja. Selanjutnya, tentang perkembangan Ilmu Hadits ini,
Syeikh Nurudin Al-Athar, dalam karyanya Al-Madkhal ila Ulumil Hadits (AlSyahrazuri, 1972 : 18-19), membagi ke dalam tujuh periode.
Cabang-cabang ilmu hadits yang hampir tak terhitung jumlahnya itu, diantaranya
adalah Ilmu Rijalul Hadits, Al-Jarh wa Al-Tadil, Ilmu ilal Hadits, Ilmu Mukhtalif AlHadits, Ilmu Gharieb Al-Hadits, Ilmu Nasikh wa Mansukh Hadits, Ilmu Asbab Wurud
Al-Hadits, Ilmu Tarikh Ar-Ruwah. Di bab ini juga terakhir mambahas tentang tokoh-

tokoh ilmu hadits dan karya-karya ilmiahnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu
disini.
Bab 10 ini akan menjelaskan tentang Pembagian Hadits Ditinjau dari Segi
Kuantitasnya. Yang terdiri dari Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.
Pengertian Hadits Mutawatir sendiri adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah
rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang
semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad, dan semuanya bersandar pada
panca indera. Hadits Mutawattir terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Hadits Mutawattir
Lafzhiy dan Hadits Mutawattir Manawiy.
Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rawi-rawi pada thabaqat pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya pada hadits tersebut, mungkin satu orang, dua orang, tiga
orang atau lebih. Hadits Ahad dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Masyhur, Aziz dan
Gharib.
Hadits Mutawattir berfaidah sebagai ilmu dharuriy , suatu keharusan untuk
menerimanya dengan keyakinan yang qathiy (pasti). Sedangkan Hadits Ahad
berfaidah sebagai ilmu nazhariy, harus diadakan penelitian pada status hadits ini,
jika akan dijadikan sebagai hujjah atau dalil.
Bab 11 ini akan memaparkan tentang Pembagian Hadits ditinjau dari Segi
Kualitasnya. Persoalan yang muncul seputar topik ini yaitu, pembagian hadits ke
dalam tiga klasifikasi yaitu Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadits Dhaif.
Suatu Hadits dapat dinilai shahih apabila memenuhi syarat-syarat berikut :
Sanadnya bersambung, Perawinya adil, perawinya dhabith, haditsnya bukan Hadits
Syad dan Haditsnya bukan Hadits Muallal. Para ahli membagi hadits ke dalam dua
bentuk Shahih li Dzatihi (dengan sendirinya) dan Shahih li Ghairihi (Shahih karena
ditopang hadits yang lain). Hukum mengamalkan Hadits Shahih menurut para ahli
hadits adalah wajib.
Seperti halnya Hadits Shahih, Hadits Hasan pun terbagi atas dua bentuk yaitu,
Hasan li Dzatihi dan Hasan li Ghairihi. Hukum mempergunakan Hadits Hasan
dimana dapat dijadikan Hujjah (sandaran dalam beramal) (Al-Nawawi, 1991 : 68).
Hadits Dhaif adalah Hadits yang tidak memuat semua syarat-syarat Hadits Shahih
dan Hadits Hasan. Sebaiknya Hadits Dhaif tidak dipergunakan dalam beramal.
Termasuk dalam Fadhil Al-Amal dan Targhib wa Tarhib. Apabila masih ada Nash AlQuran dan Hadits Shahih dalam persoalan yang dibahas atau dibicarakan.
Bab 12 ini adalah bab terakhir yang akan membahas tentang Ilmu Takhrij Al-Hadits
yang terdiri dari Pengertian Takhrij, Sejarah dan tujuan ilmu Takhrij, Metode Takhrij
dan Analisis : Takhrij sebagai Ilmu Penelitian. Takhrij sendiri maksudnya adalah
sipulan menyebutkan hadits-hadits dengan sanad-sanad miliknya sendiri dan dalam
sanad bertemu dengan perawi dalam sanad pengarang kitab sebelumnya, baik

pada pihak guru yang diatas lagi, maka pengarang yang kedua disebut
mustakhrij.Sejarah dan tujuan ilmu Takhrij menurut Al-Mahdi (TT : 4) bahwa ilmu
takhrij pada mulanya hanyalah berupa tuturan yang belum tertulis menjadi sebuah
kitab. Ada beberapa metode takhrij yaitu sebagai berikut :
1.

Takhrij melalui perawai hadits pertama

2.

Takhrij melalui lafadz pertama matan hadits

3.

Takhrij menurut kata-kata dalam matan hadits

4.

Takhrij melalui tema hadits, dan

5.

Takhrij berdasarkan status hadits (Al-Thahhan, 1991 : 35)

Langkah-langkah penelitian hadits yaitu sebagai berikut :


1.

Melacak hadits di kitab Mana berada

2.

Menyusun Struktur Sanad perawi Hadits, dan

3.

Melakukan Verifikasi persambungan Sanad.

C. GAGASAN PENTING
Buku ini berisi tentang Pengertian dan Struktur hadits, Hadits sebagai sumber
ajaran Islam, Hadits pada masa Rasulullah pada masa sahabat dan pada masa
Tabiin, Periwayatan hadits bi al-Lafzdi dan bi al-Mana, Hadits Maudhu (palsu), Ilmu
al-Jarh wa al-Tadil, Ulumul Hadits, Hadits ditinjau dari segi kuantitas dan kualitasnya
serta berisi tentang Ilmu Takhrij al-Hadits sebagai petunjuk praktis untuk melakukan
penelusuran dan penelitian tentang keshahihan hadits.

D. ANALISIS BUKU
Keunggulan dan Kelemahan buku :
Di dalam Ilmu Hadits ini, kita mengetahui tentang pengertian, istilah-istilah hadits,
sejarah dan perkembangan ilmu Hadits, hadits ditinjau dari segi kuantitas dan
kualitasnya, hadits palsu dan masih banyak lagi. Jadi, tidak ada salahnya bagi para
santri mengoleksi buku ini agar bisa memperdalam pengetahuan tentang Haditsnya
. Adapun bagi para umat Islam dan kaum terpelajar mahasiswa perguruan tinggi

Islam khususnya, buku ini dapat menjadi sumber acuan untuk memahami Ilmu
Hadits dan mendapat wawasan ilmu keislaman klasik yang pada saat ini sering
dilupakan oleh umat Islam pada khususnya. Dalam buku ini, pengarang mencoba
membahas segala sesuatu tentang hadits sampai dengan perkembangannya secara
gamblang membuat buku ini menarik untuk dipelajari.
Namun, buku ini agak sedikit kurang dipahami karena terlalu banyaknya sub-sub
judul yang menjadi penjelasan terhadap pokok bahasannya. Sehingga dalam
pemahamannya ditemukan berbagai kesulitan. Kemampuan penulis dalam
menjabarkan contoh tidak begitu menekankan kepada inti permasalahannya,
sehingga diperlukan analisis dan pemahaman yang mendalam.
E. PENUTUP
Kesimpulan :
Hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Quran yang bersumber dari
Rasulullah SAW, berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya. Hadits yang
diterima dari Rasul tersebut berjumlah 800 ribu, suatu jumlah yang sangat banyak
ketimbang Al-Quran yang hanya sekitar 6 ribu ayat. Di dalam buku ini menjelaskan
tentang pengertian Ilmu Hadits yang berarti ilmu hadist adalah ilmu pengetahuan
yang mempelajari tentang sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat-sifatnya. Di buku ini juga membahas
istilah-istilah hadits, sejarah dan perkembangannya, hadits palsu juga memaparkan
hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya, dan juga ilmu cara dan langkahlangkah untuk menganalisis suatu hadits. Buku ini sangat cocok bagi para umat
Islam dan kaum terpelajar mahasiswa perguruan tinggi Islam khususnya, buku ini
dapat menjadi sumber acuan untuk memahami Ilmu Hadits dan mendapat wawasan
ilmu keislaman klasik yang pada saat ini sering dilupakan oleh umat Islam pada
khususnya. Namun, buku ini agak sedikit kurang dipahami karena terlalu banyaknya
sub-sub judul yang menjadi penjelasan terhadap pokok bahasannya. Sehingga
dalam pemahamannya ditemukan berbagai kesulitan.

Anda mungkin juga menyukai