Disusun Oleh:
Iwan Setiawan, S.Pd
2351010033
PROGRAM STUDI
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL-ADABI
2023
A. PENDAHULU
AN Identitas Buku
M.Ag Penerbit :
a. Pengantar
b. Perumusan Masalah
B. ISI BUKU
Struktur Hadits meliputi Sanad, Matan dan Mukharij (Rawi). Kita perhatikan
sebuah terjemahan hadits yang mengandung ketiga istilah tersebut. Imam
Bukhori meriwayatkan yang artinya :
Berkata Imam Bukhori: Telah menceritakan kepada kami Adam (ia berkata):
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Dzi’b (ia berkata): Telah
menceritakan kepada kami Sa’id Al-Maqburiy dari Abu Hurairah dari Nabi
shallallahu ‘alaihi wa Sallam beliau bersabda: “ Sesungguhnyya kami akan
datang kepada manusia satu zaman dimana seseorang tidak akan
memperdulikan lagi tentang harta yang ia peroleh, apakah dari (hasil) yang
halal atau dari (hasil) yang haram.” (H.R. Bukhari)
“Aku telah tinggalkan kepada kamu dua hal yang sekali-kali kamu tidak
akan tersesat selama kamu masih berpegang kepada keduanya, yaitu
Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya” (H.R. Imam Malik)
Fungsi Hadits terhadap Al-Quran yang dikemukakan dalam buku ini yaitu
Bayan Ta’kid dan Bayan Tafsir. Fungsi Hadits sebagai Bayan Ta’kid
maksudnya ialah menguatkan atau menggarisbawahi kembali apa yang
terdapat dalam isi kandungan Al-Qur’an. Dan fungsi hadits sebagai Bayan
Tafsir yaitu memperjelas, merinci, bahkan membatasi pengertian lahir
dari ayat-ayat Al-Qur’an.
Bab 5 menjelaskan tentang Hadits pada masa Tabi’in. Menurut para ahli
hadits, Tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan seorang sahabat
atau lebih walaupun tidak sempat (ikut) bersamanya; dan seseorang dapat
dikategorikan tabi’ bila hanya pernah melihat sahabat (Al-Khatib, 1989 : 80).
Dalam bab ini membahas tentang Cara menerima dan menyampaikan hadits
pada masa tabi’in dengan sumber penerimaan hadits bagi tabi’in, perhatian
tabi’in dalam pengajaran hadits, metode tabi’in dalam menjaga Sunnah yaitu
Kehati-hatian (ihtiyath) dalam menyampaikan atau meneroma hadits dan
mencari kepastian (Al-Tatsabbut) dalam penerimaan hadits, beberapa asas
yang dipakai tabi’in dalam majlis hadits yaitu dengan memperhatikan
kemampuan penerima hadits, tabi’in tidak menyampaikan hadits kecuali
yang mampu, harus mempelajari Al-Qur’an terlebih dahulu, menjauhi hadits
munkar, syadz dan semacamnya, penyampaian bervariasi (Al-Tanw’ wa Al-
Taghyir daf’an li Al-Milal), penghormatan terhadap hadits Nabi SAW dan
Muzakarah. Selain itu dalam bab ini juga membahas tentang Munculnya
gerakan pemalsu Hadits dan penanggulangannya dengan Iltizam Al-Isnad,
Mudha’afat Al-Nasyat Al-‘ilmiy wa Al-Tatsabbut fi Al-Hadits, Tatabbu’ Al-
Kadzbah, Bayan Ahwal Al-Ruwat, Peletakan dasar kaidah untuk mengetahui
kebohongan suatu hadits dan Tadwin Al-Hadits. Jumlah tabi’in tidak dapat
dihitung secara pasti, sedangkan sahabat sendiri berjumlah lebih kurang
seratus ribu orang yang tersebar diseluruh pelosok wilayah Islam yang dapat
saja dijumpai oleh ribuan Tabi’in.
Cabang-cabang ilmu hadits yang hampir tak terhitung jumlahnya itu, diantaranya
adalah Ilmu Rijalul Hadits, Al-Jarh wa Al-Ta’dil, ‘Ilmu ilal Hadits, ‘Ilmu Mukhtalif Al-
Hadits, ‘Ilmu Gharieb Al-Hadits, ‘Ilmu Nasikh wa Mansukh Hadits, ‘Ilmu Asbab Wurud
Al-Hadits, ‘Ilmu Tarikh Ar-Ruwah. Di bab ini juga terakhir mambahas tentang tokoh-
tokoh ilmu hadits dan karya-karya ilmiahnya yang tidak bisa disebutkan satu-satu
disini.
Bab 10 ini akan menjelaskan tentang Pembagian Hadits Ditinjau dari Segi
Kuantitasnya. Yang terdiri dari Hadits Mutawatir dan Hadits Ahad.
Pengertian Hadits Mutawatir sendiri adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah
rawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta dari sejumlah rawi yang
semisal mereka dan seterusnya sampai akhir sanad, dan semuanya bersandar pada
panca indera. Hadits Mutawattir terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Hadits Mutawattir
Lafzhiy dan Hadits Mutawattir Ma’nawiy.
Hadits Ahad adalah hadits yang jumlah rawi-rawi pada thabaqat pertama, kedua,
ketiga, dan seterusnya pada hadits tersebut, mungkin satu orang, dua orang, tiga
orang atau lebih. Hadits Ahad dibagi menjadi 3 bagian, yaitu Masyhur, Aziz dan
Gharib.
Bab 11 ini akan memaparkan tentang Pembagian Hadits ditinjau dari Segi
Kualitasnya. Persoalan yang muncul seputar topik ini yaitu, pembagian hadits ke
dalam tiga klasifikasi yaitu Hadits Shahih, Hadits Hasan dan Hadits Dha’if.
Seperti halnya Hadits Shahih, Hadits Hasan pun terbagi atas dua bentuk yaitu,
Hasan li Dzatihi dan Hasan li Ghairihi. Hukum mempergunakan Hadits Hasan
dimana dapat dijadikan Hujjah (sandaran dalam beramal) (Al-Nawawi, 1991 : 68).
Hadits Dha’if adalah Hadits yang tidak memuat semua syarat-syarat Hadits
Shahih dan Hadits Hasan. Sebaiknya Hadits Dha’if tidak dipergunakan dalam
beramal.
Termasuk dalam Fadhil Al-A’mal dan Targhib wa Tarhib. Apabila masih ada Nash Al-
Qur’an dan Hadits Shahih dalam persoalan yang dibahas atau dibicarakan.
Bab 12 ini adalah bab terakhir yang akan membahas tentang Ilmu Takhrij Al-Hadits
yang terdiri dari Pengertian Takhrij, Sejarah dan tujuan ilmu Takhrij, Metode Takhrij
dan Analisis : Takhrij sebagai Ilmu Penelitian. Takhrij sendiri maksudnya adalah
sipulan menyebutkan hadits-hadits dengan sanad-sanad miliknya sendiri dan dalam
sanad bertemu dengan perawi dalam sanad pengarang kitab sebelumnya, baik
pada pihak guru yang diatas lagi, maka pengarang yang kedua disebut
mustakhrij.Sejarah dan tujuan ilmu Takhrij menurut Al-Mahdi (TT : 4) bahwa ilmu
takhrij pada mulanya hanyalah berupa tuturan yang belum tertulis menjadi sebuah
kitab. Ada beberapa metode takhrij yaitu sebagai berikut :
C. GAGASAN PENTING
Buku ini berisi tentang Pengertian dan Struktur hadits, Hadits sebagai sumber
ajaran Islam, Hadits pada masa Rasulullah pada masa sahabat dan pada masa
Tabi’in, Periwayatan hadits bi al-Lafzdi dan bi al-Ma’na, Hadits Maudhu’ (palsu),
Ilmu al-Jarh wa al-Ta’dil, Ulumul Hadits, Hadits ditinjau dari segi kuantitas dan
kualitasnya serta berisi tentang Ilmu Takhrij al-Hadits sebagai petunjuk praktis
untuk melakukan penelusuran dan penelitian tentang keshahihan hadits.
D. ANALISIS BUKU
Namun, buku ini agak sedikit kurang dipahami karena terlalu banyaknya sub-sub judul yang
menjadi penjelasan terhadap pokok bahasannya. Sehingga dalam pemahamannya ditemukan
berbagai kesulitan. Kemampuan penulis dalam menjabarkan contoh tidak begitu menekankan
kepada inti permasalahannya, sehingga diperlukan analisis dan pemahaman yang mendalam.
E. PENUTUP
Kesimpulan :
Hadits merupakan sumber ajaran Islam setelah Al-Qur’an yang bersumber dari
Rasulullah SAW, berupa perkataan, perbuatan maupun taqrirnya. Hadits yang
diterima dari Rasul tersebut berjumlah 800 ribu, suatu jumlah yang sangat
banyak ketimbang Al-Qur’an yang hanya sekitar 6 ribu ayat. Di dalam buku ini
menjelaskan tentang pengertian Ilmu Hadits yang berarti ilmu hadist adalah ilmu
pengetahuan yang mempelajari tentang sesuatu yang disandarkan kepada Rasul
SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat-sifatnya. Di buku ini juga
membahas istilah-istilah hadits, sejarah dan perkembangannya, hadits palsu juga
memaparkan hadits ditinjau dari segi kualitas dan kuantitasnya, dan juga ilmu cara
dan langkah- langkah untuk menganalisis suatu hadits. Buku ini sangat cocok bagi
para umat Islam dan kaum terpelajar mahasiswa perguruan tinggi Islam
khususnya, buku ini dapat menjadi sumber acuan untuk memahami Ilmu Hadits
dan mendapat wawasan ilmu keislaman klasik yang pada saat ini sering dilupakan
oleh umat Islam pada khususnya. Namun, buku ini agak sedikit kurang dipahami
karena terlalu banyaknya sub-sub judul yang menjadi penjelasan terhadap pokok
bahasannya. Sehingga dalam pemahamannya ditemukan berbagai kesulitan.