Anda di halaman 1dari 12

HAKEKAT ULUMUL HADIST

Oleh:

1. DIYAS HADIYANA

2. JAWAHIRUN NURI

3.ROHIMA HUTASUHUT

I. PENDAHULUAN

Sebagai di ketahui, banyak istilah untuk menyebut nama-nama hadits sesuai dengan
fungsinya dalam menetapkan syari`at Islam. Ada Hadits Shahih, Hadits Hasan, dan
Hadits Dha`if. Masing-masing memiliki persyaratan sendiri-sendiri. Persyaratan itu ada
yang berkaitan dengan persambungan sanad, kulitas para periwayat yang di lalui hadits,
dan ada pula yang berkaitan dengan kandungan hadits itu sendiri.

Maka persoalan yang ada dalam ilmu hadits ada dua. Pertama berkaitan dengan
sanad, kedua berkaitan dengan matan. Ilmu yang berkaitan dengan sanad akan mengantar
kita menelusuri apakah sebuah hadits itu bersambung sanadnya atau tidak, dan apakah
para periwayat hadits yang di cantumkan di dalam sanad hadits itu orang-orang yang
terpercaya atau tidak.

Adapun Ilmu yang berkaitan dengan matan akan membantu kita mempersoalkan dan
akhirnya mengetahui apakah informasi yang terkandung di dalamnya berasal dari Nabi
atau tidak. Misalnya, apakah kandungan hadits bertentangan dengan dalil lain atau tidak.

Secara garis besar ilmu hadits dibagi atas ilmu hadits riwayat dan ilmu hadits dirayat.
Jika ilmu hadits riwayat membahas materi hadits yang menjadi kandungan makna, maka
ilmu hadits dirayat mengambil pembahasan mengenai kaidah-kaidahnya, baik yang
berhubungah dengan sanad atau matan hadits. Kedua pengetahuan tersebut sama-sama
penting. Sebab dengan ilmu yang pertama, setiap muslim yang ingin mengikuti jejak laku
dan teladan Rasulullah , harus menguasai ilmu tersebut. Sementara itu dengan menguasai
ilmu yang kedua, setiap muslim dan siapapun yang mempelajari dengan baik akan
mendapatkan informasi yang akurat dan akuntabel tentang hadits Nabi/ Rasulullah saw.
Di bawah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits, sejarah yang dilalui, dan
cabang-cabang ilmu hadits, terurama ilmu hadits yang berkaitan dengan kegiataan takhrij
dan penelitian sanad hadit Nabi saw..

II. PENGERTIAN ULUMUL HADIST

Secara etimologis kata “Ilmu Hadits” merupakan kata serapan dari bahasa arab
“Ilmu Al-Hadits” yang terdiri atas dua kata, yaitu “ilmu” dan “hadits”. berarti ilmu
pengetahuan yang mengkaji atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada
Nabi SAW. hadist memiliki 3 makna yakni jadid, qorib, dan khabar. Adapun
pengertiannya sebagai berikut:

a. Jadid : lawan qadim: yang berarti baru (jamaknya hidast, hudatsa,


dan huduts)
b. Qorib : yang dekat, yang belum lama terjadi
c. Khabar : warta (kabar, berita), yakni: sesuatu yang dipercakapkan
dan dipindahkan dari seseorang yang lain.

Sedangkan menurut ahli ushul fisih, hadits adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan yang
disandarkan kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabiannya. Adapun
sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah
mengerjakan apa yang menjadi setelah kenabian 1. Kata “al hadits” dapat juga dipandang sebagai
istilah yang lebih umum dari kata “as sunnah”. Yang mencakup seluruh yang berhubungan dan
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sedangkan istilah “as sunnah” digunakan untuk
perbuatan (‘amal) dari Nabi SAW saja2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Buku-buku
yang di dalamnya berisi tentang khabar Rasulullah, antara lain adalah Tafsir, Sirah dan Maghazi
(peperangan Nabi –Edt, dan Hadits. Buku-buku hadits adalah lebih khusu berisi tentang hal-hal
sesudah kenabian, meskipun berita tersebut terjadi sebelum kenabian. Namun itu tidak
disebutkan untuk dijadikan landasan amal dan syariat.

1
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 10
2
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 22
Definisi lain, dari segi bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni ilmu dan
hadits, secara sederhana ilmu artinya pengetahuan, knowledge, dan Science dan hadits
artinya segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari
perkataan, perbuatan maupun persetujuannya (taqrir/ketetapan).

Sedangkan pengertian ilmu hadits secara terminologi ialah suatu ilmu yang
dengannya dapat diketahui betul tidak ucapan, perbuatan, keadaan atau lain-lainnya, yang
orang katakan dari Nabi Muhammad SAW.

A. Sejarah dan Perkembangan Ulumul Hadist


Selama dua puluh tiga tahun Rasulullah SAW mencurahkan segala
aktifitasnya untuk mendakwahkan Islam kepada umat manusia sehingga belahan dunia
(Arab) tersinari oleh agama yang hanif ini3.

Perkembangan ilmu hadits selalu beriringan dengan pertumbuhan pembinaan


hadits itu sendiri. Hanya saja ia belum wujud sebagai suatu disiplin ilmu yang berdiri
sendiri. Pada saat Rasulullah SAW masih hidup ditengah-tengah kaum muslimin, ilmu ini
masih wujud dalam bentuk prinsip-prinsip dasar, yang merupakan embrio bagi
pertumbuhan ilmu hadits dikemudian hari. Misalnya tentang pentingnya pemeriksaan dan
tabayyun, terhadap setiap berita yang didengar, atau pentingnya persaksian orang adil dan
sebagainya. Firman Allah dalam (Al-Hujurat [49] : 6) menyatakan:“Hai orang-orang
yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”

Demikian pula dalam (Al-Thalaq [65] : 2)

... ‫َو َأْش ِه ُدوا َذ َو ْي َع ْد ٍل ِم ْنُك ْم َو َأِقيُموا الَّش َه اَدَة ِهَّلِلۚ َٰذ ِلُك ْم ُيوَع ُظ ِبِه َم ْن َك اَن ُيْؤ ِمُن ِباِهَّلل َو اْلَي ْو ِم اآْل ِخ ِر ۚ َو َم ْن َي َّت ِق َهَّللا َي ْج َع ْل‬
‫َلُه َم ْخ َر ًج ا‬

3
Warsito, Lc, PENGANTAR ILMU HADITS UPAYA MEMAHAMI SUNNAH, 2001, Bogor, halaman 45
“.......persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara kamu dan
hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah. Demikianlah diberi pengajaran
dengan itu orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa yang
bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar.”

Ayat di atas jelas memberikan perintah kepada kaum muslimin supaya


memeriksa, meneliti dan mengkaji berita yang dating, khususnya berita yang dibawa oleh
orang-orang fasiq. Tidak semua berita yang datang pasti diterima sebelum diperiksa siapa
pembawanya dan apa materi isinya. Jika pembawanya orang terpercaya dan adil, maka
pasti diterima. Tetapi sabaliknya, jika mereka tidak jujur dan fasik, tidak obyektif, maka
berita akan ditolak.

Sepeninggal Rasulullah SAW, para sahabat Nabi sangat hati-hati dalam


periwayatan hadits, karena konsentrasi mereka masih banyak tercurahkan kepada al-
Qur’an, yang baru mulai dibukukan pada zaman khalifah Abu Bakar dan disempurnakan
pada saat sahabat Utsman bin Affan menjadi Khalifah. Selanjutnya ketika mulai terjadi
konflik politik, yang memicu munculnya firqah di kalangan kaum muslimin ; Syi’ah,
Murji’ah dan Jama’ah, dan pada gilirannya mendorong timbulnya periwayatan yang
dimanipulasi, dipalsukan dan direkayasa, maka para ulama bangkit untuk membendung
pemalsuan dan menjaga kemurnian hadits Nabi. Dari usaha ini, terbentuklah teori-teori
tentang periwayatan. Keharusan menyertakan sanad menjadi bagian penting yang
dipersyaratakan dalam setiap periwayatan. Hal ini telah dilakukan antara lain oleh Ibnu
Syihab al-Zuhri ketika menghimpun hadits dari para ulama.

Ketika para ulama hadits membahas tentang kemampuan hafalan / daya ingat para
perawi (dhabit), membahas bagaimana system penerimaan dan penyampaian yang
dipergunakan (tahammul wa ada’ al-hadits), bagaimana cara menyelesaikan hadits yang
tampak kotradiktif, bagaimana memahami hadits yang musykil dan sebagainya, maka
perkembangan ilmu hadits semakin meningkat. Ketika Imam al-Syafi’i (wafat 204 H)
menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu hadits telah mengalami perkembangan lebih
maju, sebab di dalam kitab tersebut telah dibahas kaidah-kaidah tentang periwayatan,
hanya saja masih bercampur dengan kaidah ushul fiqih. Demikian pula dalam kitab al-
Umm. Di sana telah ditulis pula kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan
haadits-

hadits yang bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu
hadits pada saat itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan
ilmu lain, belum menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri.

Sesudah generasi al-Syafi’i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits,
misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (wafat 276
H ) menyusun kitab Ta’wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah kitab
shahihnya, Al-Turmudzi menulis al-Asma’ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa’ad menulis
al-Thabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawi-rawi yang lemah
dalam kitab al-Dlu’afa’. Dengan banyaknya ulama yang menulis tentang persoalan yang
menyangkut ilmu hadits pada abad III H ini, maka dapat difahami mengapa abad ini
disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits, walaupun tulisan yang ada belum membahas
ilmu hadits secara lengkap dan sempurna.

Penulisan ilmu hadits secara lebih lengkap baru terjadi ketika Al-Qadli Abu
Muhammad al-Hasan bin Abd. Rahman al-Ramahurmudzi (wafat 360 H) menulis buku
Al-Muhaddits al-Fashil Baina al-Rawi wa al-Wa’i. Kemudian disusul al-Hakim al-
Naisaburi (wafat 405 H) menulis Ma’rifatu Ulum al-Hadits,al-Khathib Abu Bakar al-
Baghdadi menulis kitab Al-Jami’ li Adab al-Syaikh wa al-Sami’, al-Kifayah fi Ilmi al-
Riwayat dan al-Jami’ li Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’.

B. Ruang Lingkup Ulumul Hadist

Hadits dapat di artikan sebagai perkataan (aqwal), perbuatan (af’al), pernyataan (taqrir)
dan sifat, keadaan, himmah dan lain-lain yang diidhafatkan kepada Nabi SAW. Salah satu
ruang lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah al-ihwal hadits dalam criteria qauliyah,
fi’liyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah Nabi itu sendiri.

Pada periwayatan Hadits harus terdapat empat unsur yakni:


1. Rawi ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan Hadits
2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi Muhammad
SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang memberitahukan
Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan Hadits
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan, perbuatan
atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau tabi’in, yang
letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
4. Rijalul Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke absahannya
dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di sebut sebagai
rijalul hadits ditentukan oleh ilmu rijalul hadits.

Ruang lingkup pembahasan mengenai Hadits harus juga sampai pada penelaahan mengenai
aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang lingkup pembahasan ilmu Hadits
atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya meliputi ilmu Hadits Riwayah dan ilmu Hadits
Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadits Riwayah ini ialah untuk menghindari adanya
kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Adapun obyek ilmu Hadits Dirayah terutama ilmu musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan
para perawi, keadaan sanad dan keadaan marwi (matan)-nya.

C. Cabang-Cabang Ulumul Hadist


Diantara cabang-cabang besar yang tumbuh dari Ilmu Hadits Riwayah dan Dirayah ialah:

a) Ilmu Rijalul Hadits


Yaitu ilmu yang membahas para perawi hadits, baik dari sahabat, dari
tabi`in, mupun dari angkatan-angkatan sesudahnya. Hal yang terpenting di
dalam ilmu Rijal al-Hadits adalah sejarah kehidupan para tokoh tersebut,
meliputi masa kelahiran dan wafat mereka, negeri asal, negeri mana saja
tokoh-tokoh itu mengembara dan dalam jangka berapa lama, kepada siapa
saja mereka memperoleh hadits dan kepada siapa saja mereka
menyampaikan hadits.
Ada beberapa istilah untuk menyebut ilmu yang mempelajari persoalan
ini. Ada yang menyebut Ilmut Tarikh, ada yang menyebut Tarikh al-
Ruwat, ada juga yang menyebutnya Ilmu Tarikh al-Ruwat.
Ilmu Rijalul Hadits, dinamakan juga dengan Ilmu Tarikh Ar-Ruwwat
(Ilmu Sejarah Perawi) adalah ilmu yang diketaui dengannya keadaan
setiap perawi hadits, dari segi kelahirannya, wafatnya, guru-gurunya,
orang yang meriwayatkan darinya, negeri dan tanah air mereka, dan yang
selain itu yang ada hubungannya dengan sejarah perawi dan keadaan
mereka4.
b) Ilmu Tarikh Rijal Al-Hadits
Adalah ilmu yang sangat membantu untuk mengetahui derajat hadits dan
sanad (apakah sanadnya muttashil atau munqathi’).
c) Ilmu al-Jarh wa al-Ta`dil
Secara bahasa, Al-Jarh adalah ism masdhar yang berarti luka yang
mengalirkan darah atau sesuatu yang dapat menggugurkan ke ‘adalahan
seseorang.
Menurut istilah, Al-Jarh yaitu terlihatnya sifat seseorang perawi yang
dapat menjatuhkan ke‘adalahannya, dan merusak hafalan dan ingatannya,
sehingga menyebabkan gugur riwayatnya, atau melemahkannya hingga
kemudan ditolak.
At-Tajrih yaitu memberikan sifat kepada seseorang perawi dengan sifat
yang menyebabkan pendhaifan riwayatnya, atau tidak diterima
riwayatnya.
Secara bahasa, Al-‘Adlu adalah apa yang lurus dalam jiwa, lawan dari
durhaka, dan seorang yang ‘adil artinya kesaksiannya diterima, dan At-
ta’dil artinya mensucikannya dan membersihkannya.
Menurut istilah, Al ‘Adlu adalah orang yang tidak nampak padanya apa
yang dapat meruak agamanya dan perangainya, maka oleh sebab itu

4
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 75
diterima beritanya dan kesaksiannya apabila memenuhi syarat-syarat
menyampaikannya hadits.
At-Ta’dil yaitu pensifatan perawi dengan sifat sifat yang mensucikannya,
sehingga nampak ke’adalahannya, dan diterima beritanya.
Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil yaitu ilmu yang menerangkan tentang hal
cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi dan tentang
penta`dilannya (memandang adil para perawi) dengan memakai kata-kata
yang khusus dan tentang martabat-martabat kata-kata itu5.
d) Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Adalah ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang tampaknya saling
bertentangan. Lalu menghilangkan pertentangan itu atau
mengkompromikannya, disamping membahas hadits-hadits yang sulit
difahami atau dimengerti. Kemudian menghilangkan kesulitan tersebut
serta menjelaskan hakikatnya.
Oleh karena itu sebagian ulama menamai ilmu ini dengan ilmu musykilul
Hadits, ada juga yang menamainya ilmu Ikhtilaful hadits, ilmu Ta’wilul
Hadits dan ilmu Talfiqul Hadits.Seangkan obyek pembahasan ilmu ini
adalah hadits-hadits yang tampaknya berlawanan, untuk kemudian
dikompromikan kandungan dengan jalan membatasi (taqyid)
kemutlakannya, mengkhususkan (takhshish) keumumannya dan lain
sebagainya. Atau mentakwilkan hadits-hadits yang musykil hinga hilang
kemusykilannya.
e) Ilmu `Ilalil Hadits
‘Ilal adalah jamak dari ‘illah, artinya penyakit. ‘Illah menurut istilah ahli
hadits adalah suatu sebab yang tersembunnyi yang dapat mengurangi
status keshahihan hadits padahal zhahirnya tidak nampak ada cacat.
000Ilmu ‘Illal hadits yaitu ilmu yang membahas tentang sebab-sebab
tersembunyi dari segi keberadaannya mencacatkan hadits, me-muttasil-
kan (menyambung hadits) yang munqathi’(terputus sanadnya), me-marfu’-
kan (menyandarkan kepada Nabi SAW) hadits yang mauquf(tidak sampai

5
Syaikh Manna Al-Qaththan, PENGANTAR STUDI ILMU HADITS, 2005, Jakarta, halaman 82-83
kepada Nabi SAW atau terhenti pada sahabat), memasukkan suatu hadits
kedalam hadits lain, mencampuradukkan sanad dengan matan atau yang
lainnya.
f) Ilmu Gharibul-Hadits
Yaitu ilmu (pengetahuan) untuk mengetahui lafadz-lafadz dalam matan-
matan hadits yang sulit lagi sukar difahami disebabkan karena jarang
sekali digunakan.
Dari ta’rif (definisi) diatas, nyata bagi kita bahwa obyek dari ilmu gharibul
hadits adalah kata-kata yang musykil (sukar) dan susunan kalimat yang
sulit difahami maksudnya. Hal ini dimaksudkan agar orang tidak
menafsirkan secara menduga-duga dan mentaqlidi pendapat orang yang
bukan ahlinya.
g) Ilmu Nasikh dan Mansukh Hadits
Nasikh artinya menghapus atau menghilangkan, sedangkan masukh adalah
yang dihapus atau dihilangkan. Menurut ulama ushul Naskh adalah
penghapusan oleh syari’ (pembuat hukum dalam hal ini adalah Allah dan
Rasul-Nya SAW) terhadap suatu hukum syara’ dengan dalil syar’iy yang
datang kemudian.
Ilmu nasikh dan mansukh hadits yaitu ilmu yang membahas Hadits-hadits
yang bertentangan dan tidak mungkin di ambil jalan tengah. Hukum hadits
yang satu menghapus (menasikh) hukum Hadits yang lain (mansukh).
Yang datang dahulu disebut mansukh, dan yang muncul belakangan
dinamakan nasikh. Nasikh inilah yang berlaku selanjutnya.
h) Ilmu Asbab Wurud al-Hadits (sebab-sebab munculnya Hadits)
Yaitu ilmu yang menerangkan sebab-sebab Nabi menuturkan sabdanya
dan masa-masanya Nabi menuturkan itu. Seperti di dalam Al Qur`an
dikenal adalah Ilmu Asbab al-nuzul, di dalam Ilmu hadits ada Ilmu Asbab
wurud al-Hadits. Terkadang ada hadits yang apabila tidak di ketahui sebab
turunnya, akan menimbulkan dampak yang tidak baik ketika hendak di
amalkan.
i) Ilmu Mushthalah Hadits
Ilmu musthalah hadits adalah ilmu tentang dasar dan kaidah yang
dengannya dapat diketahui keadaan sanad dan matan dari segi diterima
dan ditolaknya. Obyeknya adalah sanad dan matan dari segi diterima dan
ditolaknya. Manfaat ilmu ini adalah membedakan hadits shahih dari yang
tidak shahih.

III. PENUTUP

Hadits adalah perkataan, perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada


Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam setelah kenabiannya. Adapun sebelum kenabian
tidak dianggap sebagai hadits, karena yang dimaksud dengan hadits adalah mengerjakan
apa yang menjadi setelah kenabian.

Bahasa ilmu hadits terdiri dari dua kata yakni ilmu dan hadits, secara sederhana ilmu
artinya pengetahuan, knowledge, dan Science dan hadits artinya segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan maupun
persetujuannya (taqrir/ketetapan). Semoga sebagai muslim kita dapat terus mengamalkan
Al-Qur’an dan Hadist. Sehingga Rahmat Allah selalu menyertai kita semua.

Sekian makalah dari kami, kami menyadari banyaknya kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya untuk penulis.
Amiinn..
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, S. M. (2005). Pengantar Ilmu Hadist. Jakarta: Pustaka Al-Qautsar.

Unknown. (2017, Maret 1). Dunia Cara Bloger. Retrieved from Sejarah Ulumul Hadist dan
Cabang-CabangUlumulHadist:http://duniacarablogger.blogspot.com/2017/03/sejarah-ulumul-
hadist-dan-cabang-cabang.html

Anda mungkin juga menyukai