HADITS, SUNAH, KHABAR, KEDUDUKAN HADITS DALAM HUKUM
ISLAM, FUNSI HADITS DALAM ALQUR`AN, SEJARAH HADITS SEBELUM DIBUKUKAN, SEJARAH HADITS SETELAH DIBUKUKAN, ILMU HADITS DAN CABANGNYA, ILMU RIJAL AL HADITS
Dosen Pengampu: Dr. H. Wasman, M.Ag)
Mata Kuliah Studi Hadits
MAULANA LATIF 2281130213
Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Syekh Nurjati Cirebon 2022 1. Hadits, Sunah, Khabar Menurut ahli hadits, pengertian hadits adalah “Seluruh perkataan, perbuatan, dan hal ihwal tentang Nabi Muhammad SAW”, sedangkan menurut yang lainnya adalah “Segala sesuatu yang bersumber dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuataan, maupun ketetapannya.” Sunnah adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, baik ucapan, perbuatan beliau maupun ucapan dan perbuatan sahabat yang tidak diingkari oleh beliau shallallahu alaihi wa sallam (taqriir), atau sifat, baik sifat fisik maupun akhlak (karakter, perangai) atau perjalanan hidup beliau, baik sebelum menjadi Nabi atau setelah menjadi Nabi Khabar menurut bahasa adalah “Semua berita yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.” Menurut ahli hadits, khabar sama dengan hadits. Keduanya dapat dipakai untuk sesuatu yang marfu’, mauquf, dan maqthu’, dan mencakup segala sesuatu yang datang dari Nabi, sahabat, dan tabi’in. Adapun atsar berdasarkan bahasa sama pula dengan khabar, hadits, dan sunnah. Dari pengertian menurut istilah, terjadi perbedaan pendapat di antara ulama. “Jumhur ahli hadits mengatakan bahwa Atsar sama dengan khabar, yaitu sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW., sahabat, dan tabi’in. Sedangkan menurut ulama Khurasan, bahwa Atsar untuk yang mauquf dan khabar untuk yang marfu. Atsar khusus yang datang dari sahabat, yakni hadits mauquf, mungkin ini dikarenakan makna atsar adalah peninggalan atau jejak. 2. Kedudukan Hadits Islam A. Kedudukan Hadits dalam Sumber Hukum Islam Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain. Hadits menurut istilah syara‟ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW, baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan. Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam. B. Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur‟an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukumhukum dalam Al-Qur‟an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan hukum dalam Al- Qur‟an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan.
3. Fungsi Hadits Dalam Alqur`an
Pembukuan Hadits pada masa Nabi Muhammad SAW, ini hanya 23 tahun dimulai pada tahun 13 sebelum hijriyah atau bertepatan pada tahun 610 M sampai pada tahun 11 H atau 623 M. Pada masa tersebut Hadits itu diterima hanya dengan mengandalkan hafalan dari para shahabat-shahabat Nabi SAW. Pada masa inilah Hadits lahir berupa perkataan (Qauliyah), perbuatan (Fi’liyah) dan ketatapan (Taqririyah) Nabi SAW. Pada Masa Rasulullah Hadits belum dibukukan secara resmi, tidak ada aktivitas pembukuan hadits disebabkan oleh kelangkaan sarana untuk menulis, sedikitnya jumlah orang yang mampu menulis dan buruknya tulisan meraka. Larangan pembukuan Hadits disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadits dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qur’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Disamping Rasulullah SAW melarang menulis hadits, beliau juga memerintahkan kepada beberapa orang shahabat tertentu untuk menulis hadits. Dengan melihat dua hadits yang kelihatannya terjadi kontradiksi, seperti hadits dari Abu Sa’id Al-Hudri dan hadits dari Abdullah ibn Amr ibn Al-Ash. Diantara mereka ada yang menggugurkan salah satunya, seperti dengan jalan nasikh dan Mansukh. Pembukuan Hadits pada masa khulafaur Rosyidin terbagi menjadi dua periode. Yang pertama Ketika masa kepemimpinan Abu Bakar dan Umar, perhatiannya hanya dikhususkan pada al-Quran dan belum pada perluasan riwayatriwayat Hadis, serta memerintahkan para Sahabat yang lain untuk berhati-hati dalam menerima sebuah Riwayat. Sedang periode kedua, Pada masa kepemimpinan Utsman dan Ali, dimulailah penjaringan tentang klasifikasi Hadis berdasarkan tingkat ke-shahihan yang berdasarkan kepada dasar-dasar yang kuat dan tidak mudah untuk dicacatkan oleh para pencacat Hadis. 4. Sejarah Hadits sebelum dibukukan A. Proses penulisan hadits Dimasa Rasulullah masih hidup, hadits belum di bukukan dalam arti umum seperti Al-Qur’an. Karena para sahabat berpegang teguh pada kekuatan hafalan dan kecerdasan akal mereka, dan adanya larangan dari Rasulullah untuk menulis hadits, karena dikhawatirkan akan tercampur antara hadits dengan Al- Qur’an. Akan tetapi karena berbagai riwayat penulisan hadits bagi sebagian sahabat itu di izinkan. 2. Sejarah pembukuan hadits Pada masa pemerintahan khalifah Umar bin Abdul Aziz,beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi yang mengumpulkan hadits dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena meninggal dunia. Sehingga beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan dalam buku-buku hadits dari para perawinya, maka hadits akan lenyap bersama lenyapnya para penghapalnya. Sehingga haditspun kemudian dibukukan. B. Metode pembukuan hadits Metode yang digunakan oleh para ulama dalam menyusun hadits antara lain: a. Metode Masanid b. Al-ma’ajim c. Pengumpulan hadits berdasarkan semua bab pembahasan agama seperti kitab- kitab Al-jawami d. Penulisan hadits berdasarkan pembahasan fiqh. e. Kitab-kitab yang penyusunannya hanya menuliskan hadits-hadits yang shahih. f. Karya Tematik g. Kumpulan Hadits Hukum Fiqh (Kutubul Ahkam) h. Merangkai Al-Majami i. Al-Ajza’ j. Al-Athaf k. Kumpulan hadits yang Mansyur Diucapkan secara Lisan atau Tematik l. Az-Zawa’id
5. Sejarah Hadits setelah dibukukan
Dari uraian tentang definisi ilmu hadis dapat dipahami bahwa ilmu hadis merupakan suatu pendekatan pengetahuan yang untuk mempelajari muatan-muatan hadis secara sunbstansi, agar dapat memilah, menilai dan menetapkan hadis berdasarkan nilai keakuratan dalam proses periwayatannya. Apabila dilihat dari garis besarnya, terbagi menjadi dua bagian yaitu : 1. Ilmu Hadis Riwayah yaitu ilmu yang mencakup pembahasan tentang segala sesuatu yang dinukilkan atau diriwayatkan dari Nabi Saw, baik mengenai perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat-sifat beliau. 2. Ilmu Hadis Diroyah yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan, cara menerima dan meriwayatkan hadis serta sifat-sifat para perawi hadis. Cabang-cabang hadis meliputi: a. Ilmu Rijal al-Hadis b. Ilmu Jarh wa at Tad‟dil c. Ilmu fannil Mubhamad d. Ilmu I‟lal al- Hadis e. Ilmu Gharib al-Hadis f. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh g. Ilmu Tashif wa al-Hadis h. Hadis Mushtalah Ahli hadis 6. Ilmu Hadits dan Cabang - Cabangnya Dari uraian tentang definisi ilmu hadis dapat dipahami oleh penulis bahwa ilmu hadis merupakan suatu pendekatan pengetahuan yang untuk mempelajari muatan-muatanhadis secara sunbstansi, agar dapat memilah, menilai dan menetapkan hadisberdasarkan nilai keakuratan dalam proses periwayatannya. Apabila dilihat dari garisbesarnya, terbagi menjadi dua bagian yaitu : a. Ilmu Hadis Riwayah yaitu ilmu yang mencakup pembahasan tentang segala sesuatu yang dinukilkan atau diriwayatkan dari Nabi Saw, baik mengenai perkataan, perbuatan, ketetapan, maupun sifat-sifat beliau. b. Ilmu Hadis Diroyah yaitu ilmu untuk mengetahui keadaan sanad dan matan,cara menerima dan meriwayatkan hadis serta sifat-sifat para perawi hadis. Cabang-cabang hadis meliputi: a. Ilmu Rijal al-Hadis b. Ilmu Jarh wa at Tad‟dil c. Ilmu fannil Mubhamad d. Ilmu I‟lal al-Hadis e. Ilmu Gharib al-Hadis f. Ilmu Nasikh wa al-Mansukh g. Ilmu Tashif wa al-Hadis h. Hadis Mushtalah Ahli hadis 7. Ilmu Rijal Al Hadis Ketika hadis sudah bekembang ke berbagai daerah, namun setelah sepeninggal Nabi Saw, terjadi sebuah konflik antar umat Islam itu sendiri, yakni antara kelompok Sayyidina Ali ra, kelompok Muawiyah dan kelompok Khawarij. Masing-masing kelompok mencari legitimasi dari al-Qur’an dan Hadist dan ketika mereka tidak mendapatkannya maka mereka pun mulai membuat hadis-hadis palsu. Pada masa ini baru terjadi adanya pemalsuan hadis yang terjadi pertama kali setelah tahun 40 H, yaitu tepatnya pada masa khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Dalam rangka upaya untuk menanggulangi adanya hadis palsu atau maudlu’ supaya tidak bisa berkembang semakin luas dan usaha untuk menjaga terpeliharanya hadis-hadis Nabi Saw dari tercampur dengan yang bukan hadis, ada beberapa usaha untuk memelihara hadis nabi. Pertama, memelihara Sanad hadis, sikap ketelitian dalam menerima hadis Nabi para sahabat dan tabi’in semakin berhati-hati dalam menerimanya terutama setelah terjadinya perpecahan umat Islam. Kedua, meningkatkan kesungguhan dalam meneliti hadis. Ketiga, menyelidiki dan membasmi kebohongan yang dilakukan terhadap hadis. Keempat, menerangkan keadaan para perawi. Kelima, membuat kaidah-kaidah untuk memelihara hadis maudlu’. Dari sini muncullah kajian ilmu rijal hadis. Ilmu Rijal Al Hadis adalah suatu cabang ilmu dalam ilmu hadits yang membahas tentang para perawi hadits untuk mengetahui kapasitasnya sebagai perawi hadits. Ilmu ini memiliki objek kajian yang sangat jelas yaitu tentang kisah hidup para periwayat yang meriwayatkan hadits Nabi. Kisah hidup para perawi menjadi objek pembahasan dalam ilmu ini dikarenakan berbagai factor, diantaranya: 1. Tidak seluruh Hadits ditulis pada masa Nabi 2. Terjadinya pemalsuan Hadits 3. Proses penghimpunan Hadits Hal ini dikarenakan, hal diatas sangat memerlukan pengetahuan tentang perawi Hadits tersebut untuk menghindari kesalahan maupun kecacatan dalam periwayatan hadis. Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad.