Anda di halaman 1dari 16

BAB VI

ULUMUL HADITS : PENGERTIAN, SEJARAH, PERKEMBANGANNYA DAN


CABANG-CABANGNYA
A. Pengertian Ilmu Hadits
Kata ilmu hadits merupakan kata serapan dari bahasa arab, ilmu al-hadits, yang
terdiri dua kata, yaitu ilmu dan hadits, berarti ilmu pengetahuan yang mengkaji
atau membahas tentang segala yang disandarkan kepada Nabi Saw., baik berupa
perkatan, perbuatan, takrir maupun lainnya. Secara terminologis , ulama merumuskan
bahwa ilmu hadits ialah : ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang cara-cara
persambungan hadits sampai kepada Rasul Saw, dari segala hal ihwal para perawinya
yang menyangkut ke-dhab-an dan keadilannya dan dari bersambung dan terputusnya
sanad, dan sebagainya. Pembagian ilmu hadits seperti berikut ini :
1. Ilmu Hadits Riwayah
a. Pengertian ilmu hadits riwayah
Kata riwayah, artinya periwayatan atau cerita, maka ilmu hadits riwayah
artinya ilmu hadits berupa periwayatan. Secara terminologi yang dimaksud
dengan ilmu hadits riwayah ialah : Ilmu yang khusus berhubungan dengan
riwayah adalah ilmu yang meliputi pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi
Saw. Dan perbuatannya, dan peguraian lafalnya.
b. Objek dan Kegunaannya
Yang menjadi objek ilmu hadits ini ialah membicarakan bagaimana cara
menerima, menyampaikan kepada orang lain, memindahkan dan men-tadwinkan hadits. Adapun kegunaan atau signifikansi mempelajari ilmu hadits ini
ialah untuk menghindari adanya penukilan yang salah.
2. Ilmu Hadits Dirayah
a. Pengertian ilmu hadits dirayah
Secara terminologi, yang dimaksud dengan ilmu hadits dirayah ialah :
Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui sanad dan matan.
Haqiqat ar-riwayah artinya penukilan hadits dan penyandaran kepada sumber
hadits atau sumber berita itu sendiri, yaitu Nabi Saw. Syarat-syarat
periwayatan ialah penerimaan perawi terhadap hadits yang akan diriwayatkan
dengan bermacam-macam cara penerimaan qiraah (pembacaan), al-wasiyah
(berwasiat), al-ijazah (pemberian izin perawi).
b. Objek dan Signifikansinya
Objek ilmu dirayah ialah sanad rawi dan matan/marwi dari sudut diterima
(maqbul) atau ditolaknya (mardud-nya) suatu hadits. Kegunaan yang diperoleh
antara lain pertama dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hadits
dan ilmu hadits dari masa ke masa sejak masa Rasulullah Saw sampai dengan
masa sekarang; kedua dapat mengetahui tokoh-tokoh serta usaha-usaha yang
telah mereka lakukan dalam mengumpulkan, memelihara dan meriwayatkan
hadits; ketiga dapat mengetahui kaidah-kaidah yang dipergunakan oleh para
ulama dalam mengklasifikasikan hadits lebih lanjut;keempat dapat mengetahui
istilah-istilah, nilai-nilai, dan kriteria hadits sebagai pedoman dalam
menetapkan suatu hukum syarak.

B. Cabang-cabang ilmu hadits


1. Ilmu Rijalil Hadits
Ilmu yang membahas tentang para perawi hadits, baik dari sahabat, tabiin,
maupun dari angkatan sesudahnya.
2. Ilmu Talfiqil Hadits
Ilmu yang membahas tentang cara mengumpulkan hadits-hadits yang isinya
berlawanan. Cara mengumpulkannya dengan menakhsiskan yang amm, atau
menaqyidkan yang mutlak, atau dengan memandang banyaknya terjadi.
3. Ilmu Ilal al-Hadits
Menurut bahasa artinya al-marad (penyakit atau sakit).menurut ulama ahli hadits,
ialah berarti sebab yang tersembunyi atau samar-samar yang dapat mencemarkan
hadits sehingga pada hadits tersebut tidak terlihat adanya kecacatan.
4. Ilmu Asbab Wurud al-hadits
Menurut bahasa ialah sebab-sebab adanya hadits itu. Ada juga mendefinisikan
dengan suatu jalan menuju terbentuknya suatu hukum tanpa adanya pengaruh
apapun dalam hukum itu. Sedangkan kata wurud bisa berarti sampai, muncul dan
mengalir.
5. Ilmu Mukhtalif al-Hadits
Ialah bertentangan atau berlawanan, kemudian pertentangan tersebut dihilangkan
atau dikompromikan antara keduanya, sebagaimana membahas hadits-hadits yang
sulit dipahami kandungannya, dengan menghilangkan kesulitan serta menjelaskan
hakikatnya.
C. Pertumbuhan dan Perkembangan Ilmu Hadits
1. Pertumbuhan Ilmu Hadits
Ilmu hadits dirayah lahir dari pemikiran hadits dari kehilangan dan pemalsuan,
sehingga tidak boleh ada satu hadits yang palsu yang dianggap shahih atau yang
masuk pendukungnya.
2. Perkembangan Ilmu hadits
Pada masa tabiin ulama yag pertama kali menetapkan dasar-dasar ilmu hadits
ialah Syihab az-Zuhri dengan keahliannya dalam bidang hadits dan kedudukan
dirinya sebagai pengumpul hadits atas perintah resmi khalifah Umar bin Abd AlAziz. Pada perkembanngan berikutnya diabad keedua dan ketiga Hijriyah para
ulama/imam mazhab fikih yang juga turut membicarakan dan menyusun ilmu ini.
Kemudian lebih berkembang lagi hadirnya para ulama mudawwin. Setelah itu
muncul Abu Nuaim ahmad bin Abdillah al-Asfahani dengan kitabnya alMustakhraj ala Marifah Ulama al-Hadits. Berikutnya la-Khitab al-Bagdadi Abu
bakar ahmad bin Ali dengan kitabnya yang terkrnal Al-Kifayah fi Quwwanin arRiwayah.

BAB VII
PEMBAGIAN HADITS
A. Sebab Yang Melatar Belakangi Terjadinya Pembagian Hadits
Hadits yang dijadikan pegangan adalah hadits yang dapat diyakini
kebenarannya. Untuk mendapat hadits yang diyakini kebenarannya tidaklah mudah
karena hadits yang ada sangatlah banyak sumbernya berasal dari berbagai kalangan.
Melihat problematika perlu kiranya pengkajian mengenai pembagian hadits yang
dilihat dari berbagai tinjauan dan segi pandangan agar pemahaman kita lebih terarah
berkenaan dengan kebenaran hadits yang muncul dengan berbagai jenisnya. Lebih
jauh lagi agar kita dapat mengamalkan suatu ibadah dengan pemantapan dalil.
B. Pembagian Hadits Ditinjau dari Kualitas Perawi
1. Hadits Mutawatir
a. Tarif Hadits Mutawatir
Kata mutawatir menurut lughat ialah mutatabi yang berarti beriringiringan atau berturut-turut antara satu dengan yang lain. Sedangkan menurut
istilah ialah : Suatu hasil hadits tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan
oleh sejumlah rawi, yang menurut kebiasaan mustahil mereka berkumpul dan
bersepakat untuk dusta.
b. Syarat-syarat Hadits Mutawatir
Suatu hadits dikatakan mutawatir apabila telah memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
1. Hadits yang diberitakan oleh rawi-rawi tersebut harus berdasarkan
tanggapan (daya tangkap) pancaindera.
2. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang menurut adat mustahil
mereka untuk berdusta.
3. Adanya keseimbangan jumlah para perawi sejak dalam thabaqah
(lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqah berikutnya.
c. Klasifikasi hadits Mutawatir
Hadits mutawatir menjadi tiga macam :
1. Hadits mutawatir lafzhi adalah hadits yang sama bunyi lafazh, hukum dan
maknanya.
2. Hadits mutawatir manawi yakni hadits yang lafazh dan maknanya
berlainan antara satu riwayat dan riwayat lainnya, tetapi terdapat
persesuaian makna secara umum.
3. Hadits mutawatir amali bersumber dari perbuatan dan pengalaman syariah
yang dilakukan Nabi secara terbuka kemudian disaksikan dan diikuti oleh
para sahabat.
2. Hadits Ahad

Hadits ahad adalah hadits yang jumlah perawinya tidak sampai pada jumlah tidak
memenuhi syarat dan tidak pula sampai pada derajat mutawatir. Klasifikasi hadits
ahad ialah :
a. Hadits mansyur merupakan hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau
lebih pada setiap thabaqah dan tidak mencapai derajat mutawatir.
b. Hadits aziz adalah hadits yang diriwayatkan oleh dua orang, walaupun dua
orang perawi tersebut terdapat pada satu thabaqah saja, kemudian orang-orang
meriwayaatkannya.
3. Hadits Gharib
Hadits gharib adalah yang dalam sanadnya terdapat seorang yang menyendiri
dalam meriwayatkannya, dimana saja penyendiriannya itu terjadi.
Kedudukan hadits ahad dan pendapat ulama tentang hadits ahad, sebagian ulama
Dhahiriyah dan Ibnu Dawud mengatakan, bahwa kita tidak wajib beramal dengan
hadits ahad. Jumhur ulama Ushul menetapkan bahwa hadist ahad wajib diamalkan
sesudah diakui keshahihanya. Sebagian ulama menetapkan bahwa hadits ahad
diamalkan dalam segala bidang. Imam Syafii berpendapat bahwa hadits ahad
tidak dapat menghapus suatu hukum dari hukum-hukum Al-Quran.
C. Pembagian Hadits Ditinjau dari Kualitas Sanad dan Matan
1. Hadits Shahih
Hadits shahih menurut bahasa berarti hadits yang bersih dari cacat, hadits yang
benar berasal dari Rasulullah SAW. Batasan hadits shahih yang diberikan oleh
ulama antara lain :
Hadits shahih adalah hadits yang susunan lafadznya tidak cacat dan maknanya
tidak menyalahi ayat (Al-Quran), hadits mutawatir, serta para perawi adil dan
dhabit.
2. Hadits Hasan
Menurut bahasa hasan berarti bagus atau baik. Menurut istilah, hadits hasan
adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil,
kurang sedikit kedhabitannya, tidak ada keganjilan (syadz) dan tidak ada illat.
3. Hadits Dhaif
4. Hadits menurut bahasa berarti hadits yang lemah, para ulama memberi batasan
bagi hadits : Hadits dhaif adalah hadits yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits
shahih, dan juga tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan.
D. Pembagian Hadits Berdasarkan Bentuk dan Penisbatan Matan
Dari segi bentuk atau wujud matannya :
1. Qauli : hadits yang matannya berupa perkataan yang pernah diucapkan.
2. Fili : hadits yang matannya berupa perbuatan sebagai penjelas praktis terhadap
peraturan syariat.
3. Taqriri : hadits yang matannya berupa taqrir, sikap atau keadaan mendiamkan,
tidak menggandaan tanggapan atau menyetujui apa yang telah dilakukan.
4. Qawni : hadits yang matannya berupa keadaan hal ihwal dan sifat tertentu.
5. Hammi : hadits yang matannya berupa rencana atau cita-cita yang belum
dikerjakan, sebetulnya berupa ucapan.
Dari penyandaran terhadap matan, hadits dapat dibagi pada :

a. Qudsi : hadits yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad dalam lafadz
pada Allah dalam makna.
b. Marfu : hadits yang matannya dinisbahkan pada nabi Muhammad, baik
berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir Nabi Muhammad.
c. Mauquf : hadits yang matannya dinisbahkan pada sahabat, baik berupa
perkataan, perbuatan atau taqrir.
d. Maqtu : hadits yang matannya dinisbahkan pada tabiin, baik berupa
perkataan, perbuatan, atau taqrir.
E. Pembagian hadits Berdasarkan Persambungan dan Keadaan Sanad
Hadits ditinaju dari segi persambungan sanad terbagi pada :
1. Hadits Muttasil : hadits yang sanadnya bersambung sampai akhir, baik marfu
maupun mauquf
2. Hadits musnad : hadits yang bersambung sanadnya dari awal sampai akhir, tetapi
sandarannya hanya kepada Nabi, tidak pada sahabat dan tidak pula pada tabiin.
Hadits ditinjau dari sifat sanad dan cara penyampaian terbagi menjadi :
1. Hadits muanan : hadits yang disebutkan dalam sanadnya memakai lafadz an
(dari), dengan tidak menyebutkan perkataan memberitaakan, mengabarkan, dan
atau mendengar.
2. Hadits muannan : hadits yang diriwayatkan dengan sanad yang memakai lafadz
anna (bahwasanya) pada sanadnya.
3. Hadits musalsal : hadits secara berturut-turut sanadnya sama dalam satu sifat atau
dalam satua keadaan dan atau dalam satu periwayatan.
4. Hadits Ali : hadits yag sedikit jumlah para perawinya sampai kepada Rasulullah
dibandingkan dengan sanad lain.
5. Hadits nazil : hadits yag sedikit banyak jumlahnya perawinya sampai kepada
Rasulullah dibandingkan dengan sanad lain.

BAB VIII
SYARAT-SYARAT HADITS SHAHIH
A. Pengertian Hadits Shahih
Shahih menurut lughat adalah as-shahih yang berarti sehat lawan dari saqim atau
sakit. Sedangkan menurut istilah, hadits shahih adalah hadits yang sanadnya
bersambung, dikutip oleh orang adil dan dhabith dari oranng yang sesamanya, sampai
berakhir kepada Rasulullah SAW atau sahabat atau tabiin, selamat dari syadz
(kejengkelan) dan illat (cacat) yang menyebabkan cacat dalam penerimaanya.
B. Sebab Teajadinya Penentuan Syarat-Syarat Hadits Sahih

Hadits ahad yang memberikan faedah dhanny (prasangka yang kuat akan
kebenarannya), mengharuskan kepada kita untuk mengadakan penyelidikan dan
pemeriksaan yang seksama agar hadits ahad tersebut diterima sebagai hujjah atau
ditolak, bila ternyata terdapat cacat-cacat yang menyebabkan penolakannya. Dari segi
hadits ini, hadits ahad terbagi menjadi tiga bagian, yaitu hadits shahih, hasan, dan
dhaif. Jadi hal inilah yang menyebabkan munculnya penentuan Hadits Shoheh dalam
Ilmu Hadits.
C. Syarat-Syarat Hadits Shahih
1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan ketersambungan sanad adalah bahwa setiap rawi hadits
yang bersangkutan benar-benar menerimanya dari rawi yang berada diatasnya dan
begitu selanjutnya sampai kepada pembicara yang pertama.
Sanad hadits dapat dinyatakan bersambung apabila seluruh rawi dalam sanad itu
benar-benar tsiqat (adil dan dhabit).
2. Keadilan Rawi (adalah ar-ruwah)
Syarat keadilan rawi sebagai berikut :
a. Islam, periwatan orang kafir tidak diterima
b. Mukallaf, periwatanya anak yang belum dewasa menurut pendapat yang lebih
shahih tidak diterima.
c. Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seorang fisik dan cacat pribadi.
3. Tidak terjadi kejanggalan (syadz)
Kejanggalan hadits terlatak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang
diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (yang dapat diterima periwayatannya) denga
hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih kuat (rajih) daripadanya,
disebabkan kelebihan jumlah sanad dalam kedhabitan atau adanya segi tarjih yang
lain.
4. Kedhabitan rawi (dhabth ar-ruwah)
Dabhit adalah orang yang terpelihara, kuat ingatannnya, ingatannya lebih banyak
dari kesalahannya.
5. Terhindar dari illat
Arti illat disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabsahan
suatu hadits padahal selamat dari cacat tersebut.
D. Macam-Macam Hadits Shahih
1. Shahih li dzatih (sahih dengan sendirinya) adalah hadits shahih yang memenuhi
syarat-syarat secara maksimal.
2. Shahih li ghairih (shahih karena yang lain) adalah hadits yangb keshahihannya
disebabkan oleh faktor lain karena tidak memenuhi syarat-syarat secara maksimal.
E. Derajat Keshahihan Hadits dari yang Paling Tinggi ke Paling Rendah
1. Ashahhul-asanid
Hadits yag bersanad ashahhul-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakam
dengan istilah silsilatuz-zahab.
2. Muttafaq-alaihi
Yaitu hadits shahih yang disepakati keshahihannya oleh kedua imam hadits,
Bukhari dan Muslim.
3. Infrada bihii Bukhari

4.

5.

6.

7.
8.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak
meriwayatkannya.
Infrada bihii Muslim
Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhari tidak
meriwayatkannya.
Shahihun ala syarthail-Bukhari wa Muslim
Hadits shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari-Muslim,
melainkan hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukahri-Muslim.
Shahihun ala syarthiil-Bukhari
Hadits Shahih yang menurut syarat Bukhary sedang beliau tidak
meriwayatkannya.
Shahihun ala syarthiil-Muslim
Hadits shahih yang menurut syarat Muslim sedang beliau tidak meriwayatkannya.
Hadits Shahih lainnya
Yaitu yang tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan Muslim, seperti
Ibn Khuzaifah, Ibn Hibban, dan lain-lain.

BAB IX
AL-JARH WA TADIL DAN PERMASALAHANNYA
A. Pengertian Al-Jarh Wa Tadil
Al-jarh menurut bahasa, berarti melukakan badan yang karenanya
megeluarkan darah. Sedangkan menurut istilah ahli hadist adalah Tampak suatu sifat
pada perawi yang merusakkan keadillannya, hafalannya, karena gugurlah riwayatnya
atau dipandang lemah. Pengertian tadil dalam masalah periwayatannya, dapat dilihat
dari dua sisi, yaitu :
1. Tadil dalam arti al-Tawsiyah (menyamakan)
2. Tadil menurut istilah hadis, adalah :
Menafsirkan para perawi dengan sifat-sifat yang menetapkan kebersihannya,
maka tampaklah keadilannya, dan diterima riwayatnya. Dapat disimpulkan bahwa
yang dinamakan ilmu jarh wa al tadil adalah sebagai berikut :
Ilmu yang mempelajari keadaan para perawi dari segi diterima atau ditolaknya
riwayatnya.

B. Pertumbuhan Ilmu Al-Jarh Wa Al Tadil


Ilmu aljarh wa tadil tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan
tumbuhnya periwayatan, untuk menentukan bobot dan kualitas dari pada suatu hadis.
Sejak dahulu para ulama menerangkan tentang cacat atau tidaknya seorang perawi
hadis, sehingga membuka tabir kegelapan dalam menentukan niali atau kualitas hadis
bagi ulama berikutnya.
C. Sifat-sifat yang Menyebabkan Seoranng Perawi Dinilai Jarh
1. Dusta
Yang dimaksud dengan dusta dalam hal ini ialah bahwa orang itu pernah berbuat
dusta terhadap sesuatu atau beberapa hadis.
2. Tertuduh Berbuat Dusta
Yang dimaksud dengan tertuduh dengan dusta adalah seorang perawi sudah tenar
dikalangan masyarakat sebagai seorang yang berdusta.
3. Fasik (Melanggar Ketentuan Syarak)
Yang dimaksud dengan fasik disini ialah fasik dalam perbuatan yang tampak secara
lahiriah, bukan dalam hal itiqiyah, nama tetap periwayatannya ditolak.
4. Jahalah
Yang dimaksud dengan jahalah adalah perawi hadist itu tidak diketahui
kepribadiannya, apakah ia sebagai orang yang atau tercacat (jarih).
5. Ahli bidah
Yang dimakasud dengan ahli bidah yaitu perawi yang tergolong melakukan
bidah, dalam halitikad yang menyebabkan ia kufur, maka riwayatnya ditolak.
6. Hukum men-jarh Seorang Perawi
Mencacat atau men-jarh tidaklah termasuk mengumpat atau mencela orang lain,
melainkan dianggap sebagai nasihat yang harus diterima dengan lapang dada dan
sesuatu yang kita lakukan demi kepentingan agama.
Martabat jarh dan tadil serta lafal-lafal yang digunakan adalah sebagai berikut.
a. Dengan kata-kata yang menunjukan tercelanya seorang perawi, yakni mensifati
perawi dengan suatu sifat yang menunjukkan sangat dusta atau menuduh
memalsukan hadis dengan kata-kata sebagai berikut:
Dia dajjal atau perusak
Dia orang yang banya memalsukan hadis.
Dia orang yang sangat dusta.
b. Me-nafsihi perawi dengan salah satu sifat dusta dan memalsukan hadis, tetapi
tidak terlalu menekankan atau bersifat dengan yang agak kurang atau rigan
keburukannya dari dusta dan memalsukan hadis.
c. Memakai dengan sebutan sebagai berikut :
Fulan membuang hadisnya, fulan dhaif sekali, dan fulan orang yang ditolak.
d. Memakai sebutan-sebutan sebagai berikut :
Fulan tidak diambil hujjah-nya, fulan munkirul hadis, dan fulan
melemahkannya.
e. Menggunakan kata-kata sebagai berikut :
Fulan dilemahkan, fulan pada hadisya ada kelemahan dan fulan padanya ada
cacat.

D. Khalifah tentang Al-Jarh Wa Al-Tadil


Pertama : Jumhur ulama berpendapat bahwa apabila terjadi seperti itu, maka harus
didahulukan jarh, walaupun jumlahnya lebih sedikit daripada ulama yang
men-tadil-kannya, sebab biasanya orang yang mencela lebih mengetahui apa
yang tidak diketahuhi oleh orang yang memujanya.
Kedua
: Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa apabila orang yang men-tadilkan lebih banyak, maka hendaklah didahulukan tadil. Sebab, orang yang
diakkui keilmuan dan keadilannya serta banyak yang memujinya. Sedikit
sekali orang yag mencelanya, tidaklah dapat diterima penjarahannya
(celaannya)

BAB X
HADITS MAUDHU
A. Pengertian Hadits Maudhu
1. Menurut Bahasa
Merupakan isim maful (objek) dari kata wadhaa Asy-syaia, yang berarti
menurunkannya. Dinamakan seperti itu, karena memang menurunkan derajatnya.
2. Menurut Istilah
Adalah kedustaan yang dibuat dan direka-reka yang disandarkan atas nama
Rasulullah dan ia termasuk periwayatannya yang paling jelek.
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Hadits Maudhu
Menurut satu pendapat, bahwa pemalsuan itu telah terjadi sejak masa Rasulullah
SAW, menurut pendapat lain, terjadi sejak tahun 40 hijriah, dan bahkan ada juga yang
berpendapat, pada masa sepertiga akhir abad pertama hijriah.
C. Faktor Penyebab Munculnya Hadits Maudhu
1. Pertentangan Politik
Perpecahan umat islam yang diakibatkan politik yang terjadi pada masa
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, yaitu antara Ali dan Muawiyah yang masingmasing didukung oleh para pengikutnya, merupakan faktor yang pertama
munculnya Hadits-Hadits palsu.
2. Usaha kaum Zindiq

3.

4.
5.

6.

Golongan zindiq adalah golongan yang berusaha merusak islam dari dalam,
dengan berpura-pura masuk islam.
Persilihan dalam Ilmu Kalam
Dalam masalah ilmu kalam ini, sebagaimana dalam ilmu fiqh, juga terdapat
beberapa mahzab. Karena sikap fanatik dan untuk memperkuat pandanganpandangan dan kedudukan madzhabnya, para pengikutnya melakukan pemalsuan
Hadits.
Menarik Simpati kaum Awam
Membangkitkan Gairah Beribadah, dalam Rangka Mendekatkan diri Kepada
Allah
Ini dilakukan terutama oleh ahli tasawuf. Mereka membuat hadits palsu dengan
tujuan agar bisa lebih dekat dengan Allah, melalui amalan-amalan yang
diciptakannya, atau dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal.
Menjilat atau Mencari Muka kepada Pengusaha
Untuk memperoleh penghargaan yang baik dari para pembesar, istimewa para
khulafa, mereka membuat hadits-hadits yang dipergunakan untuk membaikan
sesuatu perbuatan pembesar-pembesar itu.

D. Usaha penyelamatan Hadits Maudhu


1. Cara Mengetahui Hadits Maudhu
a. Atas dasar pengakuan para pembuatnya
b. Makna atau lafazhnya rusak
c. Matan-nya bertentangan dengan akal sehat
d. Matan-nya bertentangan dengan ayat Al-Quran, Hadits Mutawatir, Hadits
shahih, dan hal-hal yang mudah dipahami dalam agama.
e. Matan-nya menyebutkann janji yang sangat besar atas perbuatan kecil atau
ancaman yang sangat besar atas perkara kecil.
f. Pe-rawi-nya dikenal seorang pendusta, dan Hadits-hadits yang
diriwayatkannya tidak diriwayatkan oleh para pe-rawi terpercaya.
g. Adanya indikasi, bahwa pe-rawi itu memalsukan Hadits.
2. Kitab-kitab yang memuat Hadits Maudhu
Dengan menggunakan berbagai kaidah dalam ilmu hadits, para ulama telah
berhasil menghimpun berbagai Hadits palsu dalam kitab-kitab secara khusus.
a. Al-Maudhu al-Kubra, karya Abu al-fajri Abd ar-Rahman bin Ali bin al-jauzi
b. Tanzih as-Syariah al-Marfuah min al-Akhbar as-Asyaniah al-Maudhuahj,
karya Abu al-Hasan Ali bin Muhammad al-Kannani (wafat 963 H)
c. Al-fawaid al-Majmuah fi al-Ahadits al-Maudluah, oleh Muhammad bin Ali
asy-Syaukani.

BAB XI
PENGENALAN TAKHRIJ
A. Pengertian Takhrij Hadis
Takhrij secara bahasa berarti Berkemupulnya dua hal yang bertentangan dalam satu
masalah. Secara terminologi, takhrij berarti mengembalikan (menelusuri kembali
keasalnya) hadis-hadis yang terdapat didalam berbagai kitab yang tidak memakai
sanad kepada kitab-kitab musnad, baik disertai dengan pembicaraan tentang status
hadis-hadis tersebut dari segi shahih atau dhaif, ditolak atau diterima, dan
penjelasan tentang kemungkinan illat yang ada padanya, atau hanya sekedar
mengembalikannya kepada kitab-kitab asal (sumber)-nya.
B. Sejarah Ilmu Takhrij
Pada mulanya, menurut Al-Thahan, ilmu takhrij al-hadits tidak dibutuhkan oleh para
ulama dan peneliti hadis karena pengetahuan mereka tentang sumber hadis ketika itu
sangat luas dan baik.
Ketika para ulama mulai merasa kesulitan unntuk mengetahui dari sumber hadis,
yaitu berjalan beberapa periode tertentu dan setelah perkembangannya karya-karya
ulama dalam bidang fikih, tafsir dan sejarah, yang memuat hadis-hadis Nabi saw.
Yang kadang-kadanng tidak menyebutkan sumbernya, maka ulama hadis terdorong
untuk melakukan takhrij terhadap karya-karya tersebut.
C. Tujuan dan Manfaat Takhrij Hadits
Ada dua hal yang menjadi tujuan Takhrij, yaitu ;
1. Untuk mengetahui dari sumber hadist,dan
2. Mengetahui kualitas dari suatu hadis, apakah dapat diterim (sahih atau hasan) atau
ditolak (dhaif).
Manfaat takhrij banyak sekali diantaranya :
1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, kitab-kitab asal dari suatu hadis beserta
ulama yang meriwayatkannya.

2. Memperjelas hukum hadis dengan banyaknya riwayatnya, seperti hadis dhaif


melalui suatu riwayat, maka dengan takhrij kemungkinan akan didapati riwayat
lain yang dapat mengangkat status hadis tersebut kepada derajat yang lebih tinggi.
3. Mengetahui pendapat-pendapat para ulama sekitar hukum hadis.
4. Memperjelas perawi hadis yang samar karena adanya takhrij, dapat diketahui
nama perawi yang sebenarnya secara lengkap.
5. Dapat menghilagkan kemungkinan terjadinya pencampuran riwayat.
6. Dapat membrdakan hadis yang mumraj (yang mengalami penyusupan sesuatu)
dari yag lainnya.
7. Dapat menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya hadits.

D. Kitab-kitan yang Diperlukan dalam men-takhrij


Diantara kitab-kitab yang dapat dijadikan pedoman dalam men-takhrij adalah
ushul al-takhrij wa Dirasat al-asanid oleh Muhammad Thahan, Hushul ak-tafrij bi
Ushul al-Takhrij oleh Ahmad ibn Muhammad al-Shiddiq al-Gharami, Thuruq Takhrij
Hadist Rasulullah saw. Karya Abu Muhammad al-Mahdi ibn Abd al-Qadir ibn Abd
al-Hadi, Metedologi Penelitian Hadist Nabi tulisan Syuhudi Ismail, dan lain-lain.
E. Cara Pelaksanaan dan Metode Takhrij
Didalam melakuakan takhrij, ada lima metode yang dapat dijadikan sebagai
pedoman, yaitu sebagai berikut :
1. Takhrij menurut lafal pertama matan hadis
2. Takhrij mennurut lafal-lafal yang terdapat didalam matan hadis
3. Takhrij menurut perawi pertama
4. Takhrij menurut klasifikasi (status) hadis.

BAB XII
IKHTISAR AL-SANAD DAN MATAN
A. Pengertian Sanad
Sanad adalah sandaran atau jalan yang dapat menghubungkan matan hadits kepada
Rasulullah SAW. Penelitian sanad yang popular disebut kritik (naqd) sanad yang
dimaksudkan untuk mendukung penelitain hadits dengan tujuan utamanya menilai
dan membuktikan secara historis bahwa apa yang disebut hadits itu memang benar
dari Rasulullah SAW.
1. Kebersambungan sanad
Prosedur untuk mengetahui kebersambungan sanad adalah; mencatat semua
perawi dalam sanad, mempelajari biografi dan keilmuawan setiap perawi, meneliti
kata-kata yang menghubungkan antara perawi dengan perawi terdekat dengan
sanad (perawi diatas atau dibawah) untuk memastikan bahwa satu perawi pernah
bertemu dengan perawi sebelumnya.
2. Perawi bersifat adil
Metode kritikusnya pertama popularitas keutamaan perawi dikalangan ulama
hadits kedua penilaian dari kritikus perawi yang mengungkapkan aspek kelebihan
dan kekurangan yang ada pada rawi yang bersangkutan ketiga penerapan kaidah
al-jarh wa al-tadil yang dipakai ketika kritikus tidak sepakat dalam menilai
kualitas seorang pertawi.
3. Perawi bersifat dhabit
Metode kritik dalam menetapkan kedhabitan seseoranng rawi hadits dapat
diterapkan dengan cara pertama berdasarkan kesaksian riwayatnya dengan riwayat
yang disampaikan oleh perawi lain yang dikenal kedhabitannya meyangkut makna
dan harfiahnya.
4. Terhindar dari syadz dan illat
Gambar bagan
Sederetan nama-nama diatas sejak abu hurairah sampai dengan imam muslim,
itulah yang disebut sanad, merekalah yang menghubungkan matan hadits tersebut
sampai kepada Rasulullah SAW. Dengan demikian maka imam muslim menjadi
sanad pertama dan rawi terakhir.

B. Tinggi Rendahnya Rangkaian Sanad


1. Ashahhu Al-Asanid
Penilaian Ashahhu Al-Asanid ini hendaklah secara Muqayyad, artinya
dikhususkan kepada sahabat tertentu, misalnya Abu Hurairah.
2. Ahsanu-Asanid
Hadits yang bersanad Ahsanu-Asanid lebih rendah derajatnya daripada Ashahhu
Al-Asanid.
3. Adhafu Al-Asanid
Rangkaian sanad yang paling rendah derajatnya.
C. Pengertian Matan
Ialah perkataan yang disebut pada akhir sanad, yaitu sabda Nabi Muhammad SAW.
Kritik matan yaitu :
1. Meniliti matan dengan melihat kualitas sanad
2. Memenuhi susunan lafadz
3. Meneliti kandungan makna
D. Kedudukan Sanad dan Matan Hadits
Kedudukan sanad dalam hadits sangat penting, karena hadits yang diperoleh atau
diriwayatkan akan mengikuti siapa yang diriwayatkannya. Dengan sanad suatu
periwayatan hadits dapat diketahui mana yang dapat diterima atau ditolak dan mana
hadits shahih atau tidak, untuk diamalkan. Sanad merupakan jalan yang mulia untuk
menetapkan hukum-hukum islam.
E. Prosedur Penelitian dan Transformasi Hadits
1. Penelitian Sanad
Tahapan-tahapanya adalah :
a. Melakukan takhrij al-hadits berdasarkan penggalan lafadz atau topic hadits.
b. Menelusuri letak hadits pada kitab hadits (al-kutub al-tisah) berdasarkan
informasi kitab kamus hadits.
c. Menulis hadits lengkap dengan sanad, matan dan mukharij al-haditsnya.
d. Meyusun ranji sanad hadits (silsilah ruwat al-hadits)
e. Meneliti kebersambungan sanad hadits berdasarkan data biografi perawi.
f. Meneliti keadailan dan kedhabitan perawi berdasarkan nilai al-jarh wa altadil.
g. Mengambil natijah (kesimpulan) tentang nilai sanad hadits (apakah shahih,
hasan atau dhaif)
2. Penelitian Matan
Tahapan-tahapannya adalah :
a. Membandingkan hadits dengan ayat al-quran yang sesuai.
b. Membandingkan hadits yang diteliti dengan hadits lain yang shahih atau lebih
shahih.
c. Membandingkan hadits dengan fakta sejarah
d. Membandingkan hadits dengan rasio dan perkembangan ilmu pengetahuan.
e. Mengambil kesimpula tentang nilai matan hadits (shahih atau dhaif)
f. Mengambil kesimpulan akhir.

BAB XIV
INGKAR SUNNAH
A. Pengertian Ingkar Sunnah
Kata inkar berasal dari ankara, yunkiru, inkaaran, yang berarti sulit, tidak mengakui
atau mengingkari. Sedangkan sunnah ialah segala yang dinuklilkan dari Nabi Saw,
baik berupa perkataan, takrirnya atau selain itu. Sehingga yamg dimaksud dengan
ingkar sunnah adalah orang-orang yang tidak mengakui (mengingkari) akan
keberadaan al-sunnah atau al-hadist sebagai sumber hukum dalam islam.
a. Argumen-Argumen Naqli
Argumen dari ayat-ayat al-quran yang mereka gunakan antara lain sebagai berikut :
1. Al-Quran (Q.S. Al-Nahl : 89)
Dan kami datangkan kamu (muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia
dan kami turunkan kepadamu Al Kitab (Alquran) untuk menjelaskan segala
sesuatu (Hasbi al-Shiddieqi, 1992:414).
2. Alquran (Q.S. Al-Anam 38)
Tiadalah kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab (Hasbi al-Shiddieqi,
1992:192).
b. Argumen-argumen non-naqli
Diantara argumrn non-naqli yang diungkapakan oleh pengingkar sunah tersebut
ialah sebagai berikut :
1. Alquran diwahyukan oleh Allah oleh nabi Muhammad (melalui malaikat
jibril) dalam bahasa arab. Orang-orang mengerti secara langsung, tanpa harus
bantuan penjelasan dari hadits nabi. Dengan demikian, hadits nabi tidak
diperlukan untuk memahami petunjuk alquran.
2. Dalam sejarah, umat islam telah mengalami kemunduran. Umat islam mundur
karena umat islam terpecah-pecah. Perpecahan ini terjadi karena umat islam
berpegangan pada hadits nabi. Jadi, menurut pengingkar sunnah, hadist nabi
merupakan sumber kemunduran umat islam. Agar umat islam maju, maka
umat islam harus meninggalkan hadits nabi.
3. Asal mula hadits nabi yang dihimpun dalam kitab-kitab hadits adalah
dongeng-dongeng semata. Dinyatakan demikian, karena hadits-hadits nabi
lahir setelah nabi wafat
B. Perkembangan Ingkar Sunnah
Ada beberapa golangan yang menyikapi sunnah nabi secara universal, dan ada pula
yang menolak hadits karena oleh sahabat tertentu.
a. Sikap Khawarij terhadap sunah
Golongan Khawarij memakai sunah dan mempercayainya sebagai sumber hukum
islam, hanya saja ada sumber-sumber yang menyebutkan bahwa mereka menolak

hadits yang diriwayatkan oleh sejumlah sahabat tertentu, khususnya peristiwa


tahkim.
b. Sikap Syiah terhadap sunah
Mereka menolak as-sunnah umumnya dari sahabat, kecuali yang diturunkan oleh
para pengikut Ali
c. Ingkar sunah masa kini
Di irak muncul orang yang menolak as-sunnah, sedang di mesir, hal itu muncul
pada masa Muhammad Abduh. Imam Muhammad Abduh mengatakan bahwa
umat islam saat ini tidak mempunyai pimpinan lain, kecuali Al-Quran. Islam yang
benar adalah islam tempo dulu, sebelum munculnya perpecahan dalam tubuh
muslimin.
C. Penyebab Ingkar Sunnah
1. Salah paham terhadap penafsiran Alquran.
2. Adanya larangan nabi, yang notabennya adalah sabda nabi (yang berarti) al-hadits.
Jadi, mereka sesungguhnya termasuk orang-orang yang kebingungan. Di satu sisi,
mereka tidak berpedoman pada al-sunnah (al-hadits), namun menjadikan al-hadits
sebagai salah satu argumen.
3. Mereka merasa angkuh dan gengsi, karena pada prinsipnya para pengingkar
sunnah tidak mengakui ayat lain atau hadits-hadits yang diriwayatkan oleh sahabat
tertentu.
D. Tinjauan Hukum Islam terhadap Pengingkaran Sunah
1. Alquran surat al-Hasyr ayat 7:
Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertawakallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
2. Alquran surat Ali-imran ayat 32:
Katakanlah: Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir
3. Alquran surat al-Nisa ayat 80:
Barangsiapa yang menaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menaati Allah.

Anda mungkin juga menyukai