orang-orang tertentu
kepada
orang lain
dengan
dipertimbangkan/dipintal kebenarannya.
2. Ilmu Hadist Dirayah
Ilmu Hadist Dirayah, dari segi bahasa kata berasal dari kata dara, yadri, daryan,
dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas nanti dari segi pengetahuannya
yakni pengetahuan tentang hadist atau pengantar ilmu hadist.
Jadi ulumul hadist merupakan pengetahuan yang mempelajari tentang segala
perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat tertentu yang tentunya bersumber dari Nabi
Muhammad SAW.
B. Sejarah Perkembangan Ulumul Hadits
Perkembangan ilmu hadits, antara lain:
1. Tahap pertama adalah tahap kelahiran ulumul hadits yang terjadi pada masa sahabat
sampai penghujung abad pertama hijrah. Dalam meriwayatkan hadits, sahabat dan
para penerusnya mencegah dan mengatasi pemalsuan hadits Nabi Muhammad saw.
Pada tahap ini sudah muncul sejumlah cabang ulumul hadits seperti hadits marfu,
mauquf, maqtu, dsb.
2. Tahap kedua adalah tahap penyempurnaan. Cabang-cabang ulumul hadits pada tahap
ini telah berdiri sendiri. Tahap ini mulai abad kedua sampai awal abad ketiga hijrah.
3. Tahap ketiga adalah tahap pembukuan ulumul hadits secara terpisah yang
berlangsung dari abad ke-3 sampai pertengahan abad ke-4 hijrah. Masa ini
merupakan masa keemasan karena sunnah dan ilmu-ilmunya sudah di bukukan.
4. Tahap keempat adalah tahap penyusunan kitab-kitab induk ulumul hadits dan
penyebarannya (pertengahan abad ke-4 sampai abad ke-7 hijrah).
5. Tahap kelima adalah tahap kematangan dan kesempurnaan pembukuan ulumul
hadits pada abad ke-7 sampai abad ke-10 hijrah.
6. Masa kebekuan dan kejemuan pada abad ke-10 sampai awal abad ke-14 hijrah.
7. Tahap kebangkitan kedua pada permulaan abad ke-14 hijrah.
C. Ruang Lingkup Pembahasan Hadist dan Ilmu Hadist
Hadits dapat di artikan sebagai perkataan (aqwal), perbuatan (afal), pernyataan
(taqrir) dan sifat, keadaan, himmah dan lain-lain yang diidhafatkan kepada Nabi SAW.
Salah satu ruang lingkup atau objek pembahasan Hadits adalah al-ihwal hadits dalam
criteria qauliyah, filiyah, taqririyah, kauniyah dan hamiyah Nabi itu sendiri.
Pada periwayatan Hadits harus terdapat empat unsur yakni:
1. Rawi ialah subjek periwayatan, rawi atau yang meriwayatkan Hadits.
2. Sanad atau thariq ialah jalan menghubungkan matan Hadits kepada Nabi
Muhammad SAW. Sanad ialah sandaran hadits, yakni referensi atau sumber yang
memberitahukan Hadits, yakni rangkaian para rawi keseluruhan yang meriwayatkan
Hadits.
3. Matan adalah materi berita, yakni lafazh (teks) Haditsnya, berupa perkataan,
perbuatan atau taqrir, baik yang diidhafahkan kepada Nabi SAW, sahabat atau
tabiin, yang letaknya suatu Hadits pada penghujung sanad.
4. Rijalul Hadits ialah tokoh-tokoh terkemuka periwayat hadits yang di akui ke
absahannya dalam bidang hadits. Dengan demikian untuk mengetahui seseorang di
sebut sebagai rijalul hadits ditentukan oleh ilmu rijalul hadits
Ruang lingkup pembahasan mengenai Hadits harus juga sampai pada penelaahan
mengenai aspek-aspek dari materi isi kandungan tersebut. Adapun ruang lingkup
pembahasan ilmu Hadits atau ilmu musthalah Hadits pada garis besarnya meliputi ilmu
Hadits Riwayah dan ilmu Hadits Dirayah. Manfaat mempelajari ilmu Hadits Riwayah ini
ialah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun obyek ilmu Hadits Dirayah terutama ilmu
musthalah yang khas, ialah meneliti kelakuan para perawi, keadaan sanad dan keadaan
marwi (matan)-nya
D.
keterangan yang didatangkan hadits untuk menambah kokoh apa yang diterangkan
oleh al-Quran. Sedangkan bayan tafsir adalah menerangkan apa yang kira-kira tak
mudah diketahui pengertiannya, yang mujmal dan musytarakfihi.
Pada abad II Hijriyah, muncul faham yang menyimpang dari garis khittah
yang telah dilalui oleh shahabat dan tabiin, yakni ada yang tidak mau menerima
Hadits sebagai hujjah dalam menetapkan hukum, atau bila tidak dibantu oleh alQuran, ada pula yang tidak menerima Hadits Ahad. Tentang hukum menulis
Hadits dan pemalsuan Hadits telah dibahas walaupun ada Hadits Maqbul yang
melarang menulis Hadits, namun ada Hadits lain yang Maqbul yang justru
memerintahkan menulis Hadits.
adapun ikhtilaf tentang penerima hadits dan atau Hadits Ahad sebagai dasar
Tasyri dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Jumhur ulama berpendapat bahwa ahli Hadits Ahad merupakan hujjah yang
dapat dijadikan landasan amal walaupun bersifat zhan.
b. Ahmad, al-Mahasibi, al-Karasibi, Abu Sulaiman dan Malik berpendapat bahwa
hadits Ahad bisa qathI dan wajib diamalkan.
c. kaum Rafidhah, al-Qasimi, ibn Dawud dan sebagian kaum Mutazilah
mengingkari hadits Ahad sebagai hujjah[6].
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA